Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Magnesium sulfat pertama kali dicoba untuk pengobatan kejang oleh Meltzer
pada tahun 1899 dan bersamaan dengan Auer mencobanya untuk pengobatan
kejang pada kera yang sakit tetanus. Khon dan Sraubee sependapat dengan
mereka dan mulai mengunakan magnesium sulfat untuk pengobatan penderita
1,2
tetanus.

Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia pertama


kali dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara intrathekal.
Rissmann tahun 1916 memberikan secara subkutan, Fisher tahun 1916
memberikan secara infus sebanyak 250 ml larutan 2% dan Von Miltner (1920)
2
memberikan secara gabungan suntikan subkutan dan intramuskuler.

Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai pengunaan


megnesium sulfat pada eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti tiap 6 jam
dengan dosis 5 gram. Setelah mengunakannya untuk 1200 kasus preeklampsia
dan eklampsia, Eastman menyatakan bahwa magnesium sulfat merupakan
obat tunggal yang paling ampuh pada preeklampsia berat. Selain mencegah
3
kejang obat ini tidak menghambat persalinan.

Secara historis, MgSO4 mulai hidup sebagai tokolitik selama akhir 1960 tidak
didasarkan pada uji klinis, tetapi pada mencari- temuan dari percobaan
laboratorium. Secara in vitro, magnesium dianggap mampu untuk merusak
kontraktilitas miometrium. Dalam pandangan dari data ini saja, MgSO4
sebagai tokolisis dengan cepat diterima dalam praktek klinis utama dan dalam
penggunaan klinis luas selama lebih dari satu decade 13.
Dan pada akhirnya pada tahun 1995 didasarkan pada landasan epidemiologi
yang kuat, MAGNET (Magnesium and Neurologic Endpoints Trial) memulai
langkah yang masuk akal dalam pengujian ' hipotesis magnesium' sebagai
neuroprotektif 13.

Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
1,7
pengobatan preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat. Di Indonesia
sendiri pengunaan magnesium sulfat pada penderita preeklampsia dan
eklampsia sudah cukup lama dan pada saat KOGI VI tahun 1985 di Ujung
Pandang oleh Satgas Gestosis POGI ditetapkan magnesium sulfat merupakan
satu-satunya obat yang dipakai untuk pengobatan preeklampsia dan
7
eklampsia .

B. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas
kepanitraan klinik dokter muda di RSUD Jenderal Ahmad Yani, kota Metro.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. MAGNESIUM SULFAT

Magnesium (Mg) merupakan kation keempat yang terpenting di dalam


tubuh, dan merupakan kation kedua terpenting dalam sel setelah kalium.
Mempunyai peranan sebagai ko-faktor pada lebih dari 300 reaksi
enzimatik, antara lain metabolisme energi dan pembentukan asam nukleat.7

Magnesium juga terlibat dalam proses ikatan hormon dengan reseptornya,


penghantaran pintu masuk pada kanal kalsium, pergerakan ion
transmembran dan pengaturan enzim adenilsiklase, kontraktilitas otot,
aktifitas saraf, mengontrol tonus vasomotor, eksitabilitas jantung, dan
pelepasan neurotransmitter. Sebagian dari kerja magnesium ini menyerupai
kerja kalsium antagonis.7

Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kira-kira


2000 meq magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45%
merupakan kation intraseluler dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler.
Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq magnesium/liter atau 1,8
sampai 2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3
1,2
bagian terikat dengan plasma protein .

Pada wanita hamil terdapat penurunan kadar magnesium darah, walaupun


tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kehamilan normal dan
preeklampsia-eklampsia. Penurunan kadar magnesium dalam darah pada
penderita preeklampsia dan eklampsia mungkin dapat diterangkan atas
5
dasar hipervolemia yang fisiologis pada kehamilan .

3
B. FARMAKOKINETIK

Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana hanya


1/3 bagian diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses aktif
yang berhubungan erat dengan sistem transport kalsium. Bila penyerapan
magnesium kurang akan menyebabkan penyerapan kalsium meningkat dan
1,2
sebaliknya .

Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan.


Pemberian magnesium parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel,
sebagian ketulang dan sebagian lagi segera melewati plasenta. Ekskresi
magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air susu ibu,
saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila
kadar magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus
ginjal menurun, sedangkan klirens ginjal meningkat dan sebaliknya.
Peningkatan kadar magnesium dalam darah dapat disebabkan karena
pemberian yang berlebihan atau terlalu lama dan karena terhambatnya
1,2,9
ekskresi melalui ginjal akibat adanya insufisiensi atau kerusakan ginjal .

Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi spasme pada seluruh pembuluh


darah sehingga aliran darah ke ginjal berkurang yang menyebabkan GFR
dan produksi urine berkurang. Oleh karena itu mudah terjadi peninggian
2,9
kadar magnesium dalam darah .

Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium


klorida, furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan
magnesium dapat disebabkan oleh karena penurunan absorbsi misalnya
pada sindroma malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi, alkholisme,
diabetik ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme,
2
hiperkalsiuri, hiperparatiroidisme .

4
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan diekskresikan
melalui ginjal pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus intravena, 75%
setelah 20 jam dan 90% setelah 24 jam pemberian. Pitchard
mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan melalui
2
ginjal setelah 24 jam pemberian intavena .

C. FARMAKODINAMIK

1. Mekanisme Kerja

a. Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian
reaksi adenosin fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam
rangkaian metabolisme fosfat. Juga berperan penting dalam
metabolisme intraseluler, misalnya proses pengikatan messanger-
1
RNA dalam ribosom.
b. Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler.
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan
menjadi pokok pembahasan. Beberapa penulis berpendapat bahwa
aksi magnesium sulfat di perifer pada neuromuskular junction
dengan minimal atau tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral.
Tapi sebagian besar penulis berpendapat bahwa aksi utamanya
2
adalah sentral dengan efek minimal blok neuromuskuler.

Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan


mengakibatkan penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap
SSP mirip dengan ion kalium. Hipomagnesemia mengakibatkan
peningkatan iritabilitas SSP, disorientasi, kebingungan, kegelisahan,
kejang dan perilaku psikotik. Suntikan magnesium sulfat secara
intravena cepat dan dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya

5
kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini mungkin disebabkan
1,4,10,11
karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer.

Penghentian dan pencegahan kejang pada eklampsia tanpa


menimbulkan depresi umum susunan syaraf pusat pada ibu maupun
9
janin.

Donaldson (1978,1986) serta beberapa neurolog lainnya dengan


alasan yang sulit dimengerti, secara keliru menekankan bahwa
magensium sulfat merupakan anti konvulsan yang bekerja perifer
dan karenanya merupakan obat yang jelek. Obat ini hanya bekerja
pada konsentrasi yang menyebabkan kelumpuhan dan akibatnya
pasien eklampsia yang diobati akan menjadi tenang diluar tetapi
9
masih kejang-kejang didalam.

Thurnau dkk. (1987) memperlihatkan bahwa konsentrasi magnesium


dalam cairan serebrospinal setelah terapi magnesium pada
preeklampsia mengalami sedikit peningkatan tetapi sangat bermakna.
Borges dan Gucer (1978) mengajukan bukti yang meyakinkan bahwa
ion magnesium menimbulkan efek pada susunan saraf pusat yang
jauh lebih spesifik dari pada depresi umum. Borges dkk. mengukur
kerja magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral terhadap
aktifitas syaraf epileptik pada primata dibawah tingkat manusia yang
tidak diberi obat dan dalam keadaan sadar. Magnesium akan
menekan timbulnya letupan neuron dan lonjakan pada EEG interiktal
dari kelompok neuron yang dibuat epileptik dengan pemberian
penisilin G secara topikal. Derajat penekanan akan bertambah seiring
dengan meningkatnya kadar magnesium plasma dan akan berkurang
9
dengan menurunnya kadar magnesium.

6
c. Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot
rangka. Kelebihan magnesium dapat menyebabkan :
 Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf
simpatis.
 Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
 Penurunan amplitudo potensial motor end-plate.

Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan


asetilkolin. Akibat kelebihan magnesium terhadap fungsi
neuromuskular dapat diatasi dengan pemberian kalsium, asetilkolin
1,2,9
dan fisostigmin.

Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek


tendon dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam
kadar 10 meq/liter. Oleh karena itu selama pengobatan magnesium
1,2,8
sulfat harus dikontrol refleks fatela .
d. Sistem syaraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat
digunakan untuk mengontrol penderita tetanus yang berat dengan
cara mencegah pelepasan katekolamin sehingga dapat menurunkan
kepekaan reseptor adrenergik alfa.
e. Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium.
Kadar magnesium dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter
menyebabkan perpanjangan waktu hantaran PR dan QRS interval
pada EKG. Menurunkan frekuensi pengiriman infuls SA node dan
pada kadar lebih dari 15 meq/liter akan menyebabkan bradikardi
bahkan sampai terjadi henti jantung yaitu pada kadar 30 meq/liter.
Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung terhadap otot jantung
atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.

7
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah.
Hal ini terjadi karena pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi
otot jantung dan hambatan gangguan simpatis. Magnesium sulfat
dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan
preeklampsia dan eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan
darah tinggi serta pada anak-anak dengan tekanan darah tinggi akibat
2,9
penyakit glomerulonefritis akut.

Hutchinson dalam penelitiannya mendapatkan sedikit penurunan


darah arteri setelah diberikan magnesium sulfat 4 gram secara
intravena dan dalam waktu 15-20 menit normal kembali. Sedangkan
Thiagarajah dkk dalam penelitiannya tidak mendapatkan perubahan
yang bermakna baik penurunan tekanan darah, perubahan denyut
jantung ataupun tahanan perifer. Cotton dkk (1842), mengumpulkan
data-data menggunakanan kateterisasi ateri pulmonal dan radial.
Setelah pemberian 4 gram magnesium sulfat intravena dalam waktu
15 menit, tekanan darah arteri rata-rata sedikit menurun. Pemberian
magnesium menurunkan tahanan vaskuler sistemik serta tekanan
arteri rata-rata, dan secara bersamaan juga meningkatkan curah
9
jantung tanpa disertai depresi miokardium.
f. Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya
lebih dari 10 meq/liter bahkan dapat menyebabkan henti napas bila
9
kadarnya mencapai 15 meq/liter.

Somjen memonitor secara ketat dua orang penderita dengan kadar


magnesium dalam darah 15 meq/liter akan didapati kelumpuhan otot
2,9
pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun sensoris.

Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi


pernapasan diberikan kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml

8
dari larutan 10%) secara intravena dalam waktu 3 menit dan
dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas
sendiri. Pemberian ini dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas
10% yang dilarutkan dalam dektrose 10% per infus. Bila keadaan
tidak dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau peritoneum
dialisis.
g. Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak
dipelajari oleh para sarjana. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita
yang diberi 4 gram MgSO4 secara intravena dan mendapatkan
adanya penurunan kontraksi uterus yang nyata pada 21 penderita ,
pada 7 penderita terdapat penurunan kontraksi uterus yang sedang
dan pada 4 penderita malah di dapatkan penambahan kekuatan
kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya berlangsung selama
3-15 menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter
menjadi 7-8 meq/liter dan menurun kembali 5-6 meq/liter pada akhir
menit ke-15. lama dan derajat perubahan sangat individual, bahkan
2
diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.

Magnesium sulfat (Mg SO4 7[H2O]), sudah cukup lama dikenal


sebagai obat utama pada preeklampsia di Amerika Serikat, namun
kini telah diterima dan bahkan menjadi obat utama diberbagai pusat
12
layanan sebagai obat tokolitik .

Tahun 1969 Vulpian pertama kali mendemontrasikan adanya aksi


paralisis dari magnesium sulfat. Tahun 1982, Nan Dyke dan Hasting
melihat bahwa pada kondisi kadar yang berbeda memberikan respon
yang berbeda pula. Tapi keadaan yang berlawanan justru terjadi
yakni adanya efek relaksasi uterus pada keadaan tidak adanya
magnesium maupun pada keadaan kadar magnesium yang tinggi.
Bila kadar magnesium sulfat berada dalam kadar menengah,
13
nampaknya terjadinya kontraksi miometrium.

9
Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium
sulfat pada miometrium. Pada penelitian ini megnesium sulfat
menyebabkan relaksasi bila konsentrasi mencapai 8-19 mEq/1,
penghambatan sempurna dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30
mEq/1. pada penelitian invivo, digunakan magnesium sulfat dengan
kadar dalam darah 5-8 mEq/1. Toksisitas tampak bila kadar dalam
darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1. Hall juga mendemontrasikan
perpanjangan proses persalinan pada penderita preeklampsia yang
diberikan pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses
persalinan secara berlangsung sebanding dengan kadar magnesium
sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali pemakaian magnesium
sulfat sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh Rusu dan tahun 1975,
Kiss dan Szoke melaporkan pengunaan magnesium secara intravena
12
untuk tokolitik.

Pemberian magnesium sulfat oleh beberapa ahli disebutkan dapat


menurunkan angka kejadian celebral palsy. Namun grether dkk, tidak
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian
magnesium sulfat dengan resiko cerebral plsy ini. Pada penelitian
lainnya Grether telah membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan resiko
14
kematian neonatus.

2. Interaksi obat dan Efek Samping

Dahulu MgSO4 dalam jumlah yang banyak secara parenteral digunakan


sebagai obat anestesi. Pemberian secara intratekal menghasilkan anestesi
yang baik, tetapi pengunaannya sebagai obat anestesi tidak bertahan
lama karena sempitnya waktu karena antara terjadinya anestesi dan
depresi pernapasan. Karena MgSO4 menghambat pelepasan asetilkolin
dan menurunkan kepekaan motor endplate maka MgSO4 mempunyai

10
pengaruh potensial, sinergis dan memperpanjang pengaruh dari obat-
obat pelemas otot non depolarisasi (kurare) dan depolarisasi
(suksinilkolin) sehingga kerja obat-obat tersebut akan lebih kuat dan
lebih lama . Pemberian reversal pada akhir operasi akan lebih sulit atau
memerlukan dosis yang lebih tinggi. Karena itu dianjurkan 20-30 menit
sebelum pemberian obat-obat pelemas otot, sebaiknya pemberian
MgSO4 dihentikan dan dosis obat-obat pelemas otot tersebut dikurangi
2
selama operasi.

MgSO4 mempunyai pengaruh potensiasi dengan obat-obat penekan SSP


(barbiturat, obat-obat anestesi umum).

Pemberian MgSO4 pada penderita yang sedang mendapat pengobatan


digitalis harus dengan hati-hati karena bila terjadi hipermagnesia,
pengobatan kalsium yang diberikan dapat menyebabkan henti jantung.

Pemberian MgSO4 bersamaan dengan promethazine dapat menyebabkan


hipotensi yang hebat karena kedua obat tersebut menpunai efek
vasodilatasi.

Bloss dkk dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gabungan MgSO4


dengan oksitosin yang sering terdapat pada penderita preeklampsia berat,
ternyata oksitasin tidak mempengaruhi farmakokinetik, distribusi dan
kadar magnesium.

Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak berupa


rasa panas dimuka, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini
segera timbul karena kadar magnesium segera meningkat dan akan
menghilang dengan menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak
didapatkan pada penyuntikan secara intramuskular walaupun dengan
dosis tinggi, karena peningkatan kadar magnesium secara perlahan-

11
lahan. Rasa panas dimuka dan muka merah akibat vasodilatasi yang
terjadi setelah pemberian magnesium sulfat.

D. PENGGUNAAN MAGNESIUM DALAM OBSTETRI

1. Anti Konvulsi

Eklampsia diyakini sebagai penyulit kehamilan 1 dalam 100 sampai 1


dalam 1.700 kehamilan di negara berkembang dan 1 dalam 2000
kehamilan di Eropa dan negara maju. Terakhir di Inggris, eklampsia
merupakan 15% faktor yang berkontribusi langsung untuk kematian ibu
dan di seluruh dunia menyebabkan 50 000 kematian per tahun. Tingkat
kematian bervariasi dari 2% sampai 5%. Magnesium sulfat telah
menjadi obat pilihan pertama di Amerika Serikat sejak tahun 1930-an
untuk mengendalikan serangan pertama dan mencegah serangan lanjut,
namun hanya 2% dari dokter kandungan Inggris mengakui telah
menggunakannya.

Crowther membandingkan diazepam dengan magnesium sulfat pada 51


pasien eklampsia. Penelitian menunjukkan hubungan antara
penggunaan magnesium dan morbiditas kurang serius (kejang
kambuhan, gagal ginjal akut, masalah kardiopulmoner dan koagulasi
intravaskular diseminata), tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan.
Ada peningkatan signifikan jumlah bayi yang lahir dengan Apgar skor
kurang dari 7 pada kelompok diazepam.

Penelitian yang kedua membandingkan magnesium sulfat dengan


fenitoin di 22 pasien eklampsia. Hal ini dihentikan lebih awal ketika 4
dari 11 pasien dalam kelompok fenitoin mengalami kejang berulang
dibandingkan dengan tidak adanya yang mengalami kejang berulang
dari 11 pada kelompok magnesium.

12
Penelitian yang memberikan bukti yang paling menarik untuk peran
magnesium dalam eklampsia adalah dari Eclampsia Trial Collaborative
Group (ETCG), berkoordinasi dengan Perinatal Trials Service di
Oxford. Secara total, 1687 wanita dengan eklampsia dari 28 pusat di
Amerika Selatan, India dan Afrika dimasukkan dalam studi acak
membandingkan magnesium sulfat dengan fenitoin, dan magnesium
sulfat dengan diazepam. Magnesium sulfat diberikan secara intravena
dengan loading dose 4 g, dengan dosis berikutnya diberikan secara
intravena atau intramuskular.

Tabel. Prosedur Tetap pemberian MgSO4 pada Preeklampsia & Eklampsia

13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang diberikan magnesium
sulfat memiliki risiko relatif 52% lebih rendah untuk terjadi kejang
berulang dibandingkan dengan mereka yang diberikan diazepam
(13,2% vs 27,9%), dan risiko relatif rendah berulang kejang (5,7% vs
17,1%). Kematian ibu berkurang pada kelompok magnesium
dibandingkan dengan diazepam dan kelompok fenitoin tetapi
perbedaannya tidak signifikan.

Penjelasan yang tepat untuk mekanisme kerja magnesium sulfat di


eklampsia tidak diketahui. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
magnesium bekerja dengan cara memblok NMDA subtipe kanal
glutamat melalui tempat kalsium memasuki sel dan menyebabkan
kerusakan saraf selama iskemia serebral.

Iskemia menyebabkan menurunnya potensi transmembran yang diikuti


influx kalsium ion melintasi membran dan dari retikulum endoplasma
dan mitokondria. Hal ini menyebabkan influx kalsium berkelanjutan
sebagai membran fosfolipid yang dihidrolisis oleh enzim teraktivasi.
Magnesium memblok kalsium di intraseluler dan membrane lipid
terluar. Magnesium telah menunjukkan mampu melindungi kultur sel
hippocampal dari anoxia dan glutamat, dan juga telah mampu
memperpanjang waktu iskemik sebelum kerusakan sel ireversibel pada
sumsum tulang belakang kelinci.

Blok langsung neuromuskuler juga telah dianggap sebagai mekanisme


aksi di eklampsia, tapi ini tampaknya tidak mungkin ketika konsentrasi
serum jauh di bawah yang diperlukan untuk menekan transmisi
neuromuskuler untuk mengerahkan efek antieklampsia.

Temuan patologis dari otak pasien dengan eclampsia mengungkapkan


bukti adanya vasospasme serebral; temuan ini didukung dengan
pemeriksaan angiografi serebral dan CT-scan. Kalsium dan magnesium

14
bertindak sebagai antagonis satu sama lain dalam pengaturan tonus
pembuluh darah. Peningkatan konsentrasi ion kalsium menyebabkan
vasospasme yang dibalik dengan magnesium dan diperparah dengan
menurunnya konsentrasi magnesium20.

2. Tokolitik

Magnesium telah digunakan selama hampir 40 tahun untuk mengobati


kelahiran prematur dan merupakan agen yang paling umum digunakan
di Amerika Serikat, tapi bukti penggunaannya tidak meyakinkan.
Dalam sebuah tinjauan terbaru, Macones dkk memeriksa bukti-bukti
perbandingan antara ritodrin, agonis beta dan magnesium.
Dibandingkan dengan plasebo, magnesium tidak lebih baik dalam
mencapai penundaan kelahiran prematur, meskipun ritodrin, agonis
beta, dan magnesium sebanding dalam mencapai klinis signifikan
tokolitik. Selain itu, bila digunakan dalam pengobatan pre-eklampsia
sebelumnya, magnesium tidak memperpanjang atau mempengaruhi
durasi kelahiran, meskipun membutuhkan dosis yang lebih tinggi dari
oksitosin 20.

MgSO4 sudah lama dikenal dan dipakai sebagai anti kejang pada

penderita preeklamsia sebagai anti kejang yang juga bersifat sebagai


tokolitik. Di Amerika Serikat obat ini dipakai sebagai obat tokolitik
utama karena murah, mudah cara pemakaiannya dan resiko terhadap
sistem kardiovaskuler yang rendah serta hanya menghasilkan efek
samping yang minimal terhadap ibu, janin dan neonatal. Kerugian
terbesar yang signifikan dari penggunaan magnesium sulfat sebagai
obat tokolitik adalah harus diberikan secara parenteral. Hall (1959) pada
pengamatannya menemukan terjadinya hambatan kontraksi uterus
hampir komplit pada kadar serum MgSO4 antara 8-10 mEq/l. Rusu

(1966) adalah orang pertama yang memakai MgSO4 sebagai tokolitik

15
dan Kiss dan Szoke (1975) melaporkan penggunaan MgSO4 intravena
23
sebagai tokolitik.

MgSO4 mempunyai dua cara yang memungkinkannya bekerja sebagai

tokolitik yang pertama peningkatan kadar MgSO4 menurunkan

pelepasan asetilkolin oleh motor and plates pada neuromuskular


junction sehingga mencegah masuknya kalsium, cara yang kedua
MgSO4 berperan sebagai antagonis kalsium pada sel dan ekstrasel. 23

Intoksikasi MgSO4 dapat dihindari dengan memastikan bahwa

pengeluaran urin memadai, refleks patella ada dan tidak ada depresi
pernapasan. Refleks patella menghilang pada kadar 10 mEq/l (antara 9-
13 mg/dl) dan pada kadar plasma lebih dari 10 mEq/l akan timbul
depresi pernapasan dan henti napas dapat terjadi pada kadar plasma 12
mEq/l atau lebih. MgSO4 sebagai terapi tokolitik dimulai dengan dosis

awal 4-6 gr secara intravana yang diberikan selama 15-30 menit dan
diikuti dengan dosis 2-4 gr/jam selama 24 jam. Selama terapi tokolitik
dilakukan konsentrasi serum ibu biasanya dipelihara antara 4-9 mg/dl.
Untuk meminimalisir atau mencegah terjadinya intoksikasi seperti hal
di atas maka perlunya disediakan kalsium glukonas 1 gr sebagai anti
dotum dari MgSO4. 23

Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat


tokolitik yakni dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium
dan secara langsung berefek pada sel-sel miometrium. Pertama,
peningkatan kadar megnesium menurunkan pelepasan asetikolin oleh
motor end plate pada neuromuscular junction. Sebagai tambahan
magnesium mencegah masuknya kalsium neuron dan efektif memblokir
transmisi syaraf. Kedua, magnesium berefek sebagai antagonis terhadap
kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang ekstraseluler. Peningkatan

16
kadar magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penekanan
sekresi hormon paratiroid dan melalui peningkatan pembuangan
kalsium oleh ginjal. Baik Magnesium dan kalsium direabsorbsi pada
tubulus renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan kadar magnesium
mencegah rabsorbsi kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria.
Disamping menyebabkan hipokalsemia, peningkatan kadar magnesium
juga berkompetisi dengan sisi ikatan kalsium yang sama yang
mengakibatkan penurunan menurunnya kadar ATP (adenosine
triphosphate) sampai pada kadar dimana sel tidak mengikat kalsium.
Hal ini mencegah aktivasi dari kompleks aktin dan myosin. Data klinik
mendukung teori bahwa magnesium berefek sebagai tokolitiknya
melalui antogonism kalsium : pada keadaan hipokalsemia pada
penderita yang menerima magnesium sulfat kemudian diobati dengan
12
pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas uterus.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektifitas


magnesium sulfat sebagai tokolitik. Namun, batasan saat pemberian
tokolitik sulfat sangat bervariasi. Steer dan Petrie mengemukan bahwa
magnesium sulfat efektif sebagai tokolitik dan ma,pu menghambat
persalinan prematur selama 24 jam pada 96% penderita bila pembukaan
serviks kurang dari 1 sentimeter. Tetapi bila pembukaan serviks 2-5
sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para ahli berkesimpulan bahwa
makin cepat pemberian obat tokolitik merupakan kunci keberhasilan
penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan magnesium
sulfat secara konvensional dibatasi selama 72 jam. 23

Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada


kadar 4-9 mg/dl. Bila digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium
sulfat sangat jarang meskipun kecepatan pemberiannya kurang lebih 4
g/jam atau pasien penderita penyakit ginjal. Refleks patella akan
menghilang bila kadar magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi
pernapasan terjadi pada kadar 14 mg/dl. Sebagai antodotum untuk

17
toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium glukonas yang dinerikan
secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara ketat dan
pemberian cairan sacara intravena harus dibatasi untuk mencegah
12
terjadinya edema paru.

Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian


magnesium sulfat adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh,
nyeri kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nystagmus, lethargy,
hipotermi, retensi urin, dan konstipasi. Laporan dari penelitian Scudiero
menunjukan bahwa ternyata ada hubungan antara pembaerian tokolitik
magnesium sulfat dan terjadinya kematian pada janin. Pada sebagian
besar penderita efek samping itu ringan. Efek samping yang jarang
tetapi dampaknya serius adalah hipokalsemi. Pada kadar kalsium
12
kurang dari 7 mg/dl dapat menyebabkan tegang.

Menurut Abarbanel kontraksi uterus yang diakibatkan oleh pemberian


7
oksitosin dapat dihambat dengan pemberian magnesium sulfat .

Sekitar 20-40 pasien nulipara dalam persalinannya membutuhkan


oksitosin augmentasi. Tetapi 7-33% berkembang menjadi
hiperstimulasi uterus dan diberhentikan pemberian oksitosin.
Valenzuela dkk. mencoba mengamati penggunaan magnesium sulfat
untuk mengatasi keadaan tersebut. Dalam 5 menit setelah pemberian 4
gram magnesium sulfat intravena terjadi peningkatan interval amplitudo
17
kontraksi uterus.

Elliot merupakan salah satu dari yang pertama kali menggambarkan


efek samping maternal yang dapat timbul pada pasien yang menerima
magnesium sulfat untuk menghambat persalinan prematur. Pada 355
pasien dengan diagnosis persalinan prematur yang diterapi dengan
magnesium sulfat setelah dirujuk dari rumah sakit lain, efek samping

18
muncul pada 7% pasien, dan 2% diantaranya perlu dihentikan
pemberiannya. Komplikasi yang terlihat berupa edema pulmonal, nyeri
dada, nausea berat atau kemerahan, mengantuk, dan pandangan kabur.
Namun, secara keseluruhan, efek samping terhadap ibu jarang terjadi.
Pada studi ini, magnesium sulfat juga dianggap sebagai obat yang
berhasil, murah dan relatif non toksik dengan efek samping yang
sedikit. Banyak penyelidik telah mengkonfirmasi penemuan ini,
membuat magnesium sulfat menjadi obat tokolitik yang umum
digunakan. 23

Efek samping yang paling signifikan dari terapi magnesium sulfat


adalah berkembangnya edema pulmonal. Elliot menemukan insiden
sebesar 1,1% pada pasien yang menerima tokolitik magnesium sulfat.
Resiko ini lebih kecil pada magnesium sulfat jika dibandingkan dengan
β-adrenergik agonis. Edema pulmonal merupakan komplikasi yang
serius dan berpotensi mematikan akibat komplikasi terapi tokolitik.
Armson mengevaluasi dinamika ibu-janin selama terapi tokolitik
dengan kedua obat ini, menyimpulkan bahwa retensi natrium
tampaknya menjadi penyebab utama ekspansi volume plasma pada
pasien. Ekspansi volume selama terapi magnesium sulfat mungkin
berkaitan dengan overhidrasi intravena. Ekspansi atau overload cairan
merupakan mekanisme utama untuk terjadinya edema pulmonal selama
terapi tokolitik. Ginjal merupakan jalur eksresi utama dari magnesium.
Jika timbul fungsi ginjal yang buruk, atau rata-rata infus magnesium
terlalu tinggi, maka hipermagnesia dengan sekuele yang signifikan dan
serius tidak hanya untuk pasien namun juga untuk janinnya dapat
timbul. Efek samping termasuk penurunan refleks patella, depresi
pernafasan, perubahan konduksi miokardium, henti nafas, dan henti
jantung. Pada pasien yang menerima magnesium sulfat intravena, kadar
magnesium serum dan keseimbangan cairan harus diawasi ketat.23
Henti nafas dapat muncul pada pasien dengan miastenia gravis dan
diterapi dengan magnesium sulfat. Karena resiko ini, pasien dengan

19
miastenia gravis harusnya tidak menerima baik magnesium sulfat atau
23
β-adrenergik agonis sebagai obat tokolitik.

Magnesium sulfat merupakan non spesifik kalsium antagonis. Macones


& collegues (1997) dan Gyetvai & cowokers (1999) mengevaluasi
efikasi magnesium sulfat dan tokolisis secara meta-analsis. Magnesium
sulfat sebagai tokolisis dapat memperpanjang kehamilan 24-48 jam
dengan efeks samping ibu yang minimal. Setara dengan golongan beta-
18
mimetik seperti ritidrine.

3. Neuroproteksi

Hipotesis bahwa paparan MgSO4 antenatal dalam keadaan persalinan


prematur, bisa mencegah cerebral palsy berasal dari data studi kasus-
kontrol retrospektif California Birth Defects Surveillance Program.
Dalam penelitian ini, data yang berasal dari lebih 150.000 anak diikuti
sampai setidaknya tiga tahun. Hanya 7% dari anak-anak yang berat
lahir sangat rendah (3 dari 42) diberikan MgSO4 antenatal menderita
cerebral palsy (CP), sedangkan 36% dari anak-anak kehamilan cukup
bulan dipilih acak (27 dari 75) menderita CP (OR 0,14, 95% CI 0,05-
0,51). Laporan ini menghasilkan minat yang sangat besar di Amerika
Serikat bahwa MgSO4 obat murah yang sudah digunakan secara luas
oleh dokter kandungan Amerika sebagai tokolitik untuk persalinan
prematur, dan sebagai profilaksis untuk kejang pre-eklampsia-akan
menjadi praktis dan nyaman pra- preventif untuk CP. Memang, harapan
yang begitu besar sehingga United Cerebral Palsy (UCP) Research and
Educational Foundation secara cepat mendanai kelompok kami untuk
melakukan salah satu uji coba terkontrol secara acak pertama (RCT)
magnesium sebagai suatu neuropreventive. Penelitian ini dikenal
sebagai Magnesium and Neurologic Endpoints Trial (MAGNET) 13.

20
Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen
dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan)
dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis
dapat berubah selama hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan
pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis.
Gangguan ganglia basal dan serebellum dan kelainan mental. 21

Istilah serebral palsi merupakan istilah yang digunakan untuk


menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan
tonus yang bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan akibat cedera
pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan. 22

Gambar. Mekanisme terjadinya Cerebral Palsy

21
Ada lima uji coba terkontrol secara acak yang memiliki dampak besar
pada penggunaan MgSO4 sebagai neuroproteksi: Magnesium and
Neurologic Endpoints Trial [MagNET]; the Australasian Collaborative
Trial of Magnesium Sulphate [ACTOMgSO4]; the Magnesium Sulphate
for Prevention of Eclampsia [MAGPIE]; PREMAG; and, the Beneficial
Effects of Antenatal Magnesium Sulphate [BEAM].

Tabel. Karakteristik dari 5 RCT tentang neuroproteksi

22
Empat dari percobaan menunjukkan kecenderungan berkurangnya
tingkat kejadian cerebral palsy dengan pemberian MgSO4 dan tidak
berpengaruh pada angka mortalitas anak. Namun, hasil mengenai
penurunan angka kejadian cerebral palsy hanya signifikan secara
statistik pada BEAM. Sidang MAGNET mengakibatkan tingkat
penurunan cerebral palsy pada kelompok magnesium terpajan
dibandingkan dengan kelompok plasebo di lengan tokolitik nya, namun
lengan saraf menunjukkan lebih banyak kasus cerebral palsy pada
kelompok magnesium dibandingkan dengan kelompok plasebo. Hasil
lain yang signifikan secara statistik ditemukan dalam uji coba individu
mengalami penurunan fungsi motorik substansial bruto pada BEAM
dan ACTOMgSO4 studi. Ketika data dari uji coba ini dikombinasikan
melalui review sistematis baik dilakukan dan meta-analisis, hasil yang
signifikan secara statistik mencapai yang menegaskan peran saraf dari
MgSO4 terapi diberikan kepada perempuan pada risiko kelahiran
prematur. Kesimpulan berikut dibuat dalam ulasan / meta-analisis
mengenai MgSO4 diberikan kepada ibu berisiko untuk lahir prematur:
itu mengurangi risiko cerebral palsy pada anak-anak mereka,
mengalami penurunan risiko absolut cerebral palsy dibandingkan
dengan plasebo, rata-rata jumlah orang yang diperlukan untuk
mengobati untuk mencegah satu kasus cerebral palsy adalah dan
MgSO4 mengurangi tingkat disfungsi motorik substansial kotor pada
anak-anak mereka. MgSO4 administrasi juga tidak berpengaruh
signifikan secara statistik pada kematian anak, atau hasil yang buruk
lainnya pada masa neonatus atau dalam beberapa tahun pertama
kehidupan (misalnya, kebutaan, tuli, gangguan perkembangan). Hasil
diselidiki pada periode baru lahir adalah skor Apgar kurang dari 7 pada
lima menit, dukungan pernapasan berkelanjutan, perdarahan
intraventrikular, Leukomalacia periventricular, kejang-kejang,
pernapasan sindrom, displasia bronkopulmonalis, ventilasi mekanis,
dan entercolitis necrotising (NEC ), meskipun melayang ke arah
peningkatan NEC ditemukan. Semua ulasan juga menemukan bahwa

23
studi memberikan MgSO4 khusus untuk neuroproection memberikan
bukti yang paling kuat untuk mengurangi resiko cerebral palsy.
Sementara uji coba terkontrol secara acak besar tidak independen
menunjukkan hasil yang signifikan, secara kolektif mereka
menghasilkan bukti kuat yang dapat membujuk dokter untuk
menggunakan MgSO4 sebagai agen saraf.

Mekanisme yang tepat dimana MgSO4 menyediakan pelindung saraf


masih belum diketahui. Saat ini, ada dua teori yang menjelaskan
bagaimana magnesium dapat menghambat kerusakan saraf, yaitu
hipoksia-iskemik kerusakan dan kerusakan inflamasi. Cerebral palsy
dianggap akibat dari kerusakan materi periventricular putih yang
mendominasi pada bayi prematur, terutama yang lahir sebelum usia
kehamilan 32 minggu. kerusakan Periventricular digambarkan oleh
hilangnya oligodendrocytes (sel-sel otak yang myelinate atau
melindungi saraf) dan mendapatkan astrosit (sel yang terlibat dalam
jaringan parut) . hipoksia-iskemik kerusakan akibat oksigen rendah dan
pasokan glukosa, yang akhirnya mengarah pada rilis glutamat
berlebihan. Glutamat merangsang N-methyl-D-aspartate (NMDA)
reseptor, yang memungkinkan masuknya besar natrium dan kalsium ke
dalam neuron. kalsium intraselular menginduksi beberapa enzim yang
menyebabkan kematian neuronal, sementara reperfusi menyebabkan
kerusakan oksidatif melalui radikal bebas. MgSO4 adalah reseptor
NMDA antagonist dan antagonis NMDA telah terbukti
neuroprotectants kuat dalam model berbagai hewan. Namun, reseptor
NMDA sangat penting dalam aspek-aspek tertentu dari perkembangan
otak, yang menimbulkan masalah karena MgSO4 bisa memiliki potensi
untuk mengganggu perkembangan otak normal janin jika diberikan
pada tahap tertentu dalam neurodevelopment. Penting untuk diingat
bahwa ada korelasi yang kuat antara kelahiran prematur spontan dan
peradangan intrauterin. Fakta bahwa kelahiran prematur karena
peradangan dan produksi sitokin menyebabkan penghinaan saraf telah

24
ditunjukkan pada hewan model. Burd et al. menyelidiki mekanisme
eksplisit bertanggung jawab atas cedera dan menemukan bahwa neuron
janin terluka pada tikus mampu merusak neuron normal lainnya.
Mereka juga menemukan bahwa otak janin tikus terkena
lipopolisakarida, antigen bakteri yang menyebabkan peradangan
intrauterin, dipamerkan morfologi neuronal abnormal dengan proses
dendritik menurun, yang pada akhirnya dapat mengganggu komunikasi
sinaptik neuron. Sebuah studi hewan selanjutnya menunjukkan bahwa
otak janin mengalami peradangan yang kemudian diobati dengan
MgSO4 tidak menampilkan cedera saraf yang berhubungan dengan
proses dendritik lebih sedikit. Komunitas medis terus menghadapi
kesulitan mengenai praktik terbaik dan penggunaan antenatal dari
MgSO4 meskipun tahun penggunaan klinis dan temuan yang signifikan
dari data gabungan. Kekhawatiran muncul dalam konteks yang tepat
dosis dan waktu administrasi, pilihan tokolitik, efek samping ibu, dan
efek samping bayi. Beberapa penelitian dan ulasan menunjukkan bahwa
dosis tokolitik tinggi kenaikan 50g atau more 30 kematian anak.
Meskipun percobaan besar terkontrol secara acak yang digunakan
berbeda rejimen dosis, dosis total tetap rendah. The total eksposur
median untuk MgSO4 dalam sidang ACTOMgSO4 kurang dari 10.5g
(4g bolus infus dengan pemeliharaan 2g/hour hingga 24 jam) dengan
dosis total maksimum dari 28g, total eksposur 30 dalam sidang
PREMAG adalah 4g (bolus tunggal infus), dan 20, dosis total median
dalam sidang BEAM adalah 31.5g (6g bolus infus dengan pemeliharaan
2g/hour). Dosis rendah digunakan dalam semua percobaan
menunjukkan penurunan dalam diagnosis berikutnya cerebral palsy.
Mungkin ada peningkatan bahkan lebih dalam hasil cerebral palsy
dalam uji dosis yang lebih rendah dibandingkan sidang dosis yang lebih
tinggi BEAM. Menentukan jendela terapi atas yang MgSO4 bisa
menjadi racun bagi janin telah terbukti sulit, karena mendeteksi kadar
magnesium pada bayi dapat diandalkan. Bayi disampaikan segera
setelah infus magnesium mungkin memiliki kadar magnesium tinggi

25
palsu, sedangkan bayi yang lahir setelah paparan magnesium lama
mungkin memiliki kadar magnesium rendah palsu.

Tantangan lain klinis muncul ketika mempertimbangkan waktu yang


optimal untuk mengelola MgSO4 ibu dalam persalinan prematur.
Percobaan magnet dan BEAM digunakan persalinan prematur aktif dan
dilatasi serviks (> 4cm dan 4-8cm) sebagai indikasi untuk pengobatan.
Wanita yang memenuhi syarat untuk pengobatan di BEAM tersebut,
ACTOMgSO4 dan percobaan PREMAG jika pengiriman diharapkan
dalam waktu 24 jam. The Brigham dan Rumah Sakit Wanita (BWH) di
Boston, Massachusetts, telah mengembangkan sebuah protokol baru
mengenai MgSO4 untuk pelindung saraf, dan tujuan mereka untuk
memulai infus diatur selama empat jam sebelum pengiriman. Namun,
ada kesulitan dalam memprediksi kapan seorang wanita akan
memberikan, dan pertanyaan apakah atau tidak untuk kembali
mengobati (memberikan satu dosis muatan dan infus maintenance)
muncul jika pasien tidak disampaikan dalam waktu 24 jam dari dosis
awal. Meskipun uji coba terkontrol secara acak terbesar, sidang BEAM,
akan terus MgSO4 infus jika enam jam telah berlalu sejak pengobatan
dihentikan, tidak ada bukti yang cukup untuk sangat mendukung
pengobatan ulang.

Keprihatinan atas penggunaan bias dari MgSO4 untuk tokolisis juga


timbul mengingat kualitas saraf nya. Dokter dihadapkan dengan dilema
administrasi magnesium sebagai tokolitik utama bukan apa yang saat
ini digunakan, atau menggunakan MgSO4 bersamaan dengan tokolitik
pilihan rumah sakit, seperti indometasin atau nifedipine.36
Menggabungkan MgSO4 dan calcium channel blockers terutama
menantang, karena dapat menyebabkan efek samping yang serius ibu
seperti hipotensi. BWH telah berurusan dengan masalah ini dalam
protokol mereka dengan menghentikan nifedipine dan mulai infus
dengan magnesium saat pengiriman diyakini terjadi dalam empat hours.

26
Namun, tokolisis dan pelindung saraf harus memikirkan secara terpisah,
dan semua data yang relevan sekitarnya tokolitik berbagai , bersama
dengan ciri-ciri pasien secara individu, harus dipertimbangkan untuk
memilih yang paling cocok tocolytic. Efek samping ibu lain adalah isu
penting dalam antenatal MgSO4 digunakan. Kedua ulasan dan studi
independen melaporkan lebih banyak efek samping di MgSO4 yang
diobati dibandingkan dengan kelompok plasebo yang diobati kelompok.

Efek samping ringan termasuk pembilasan, mual, muntah, berkeringat,


masalah di tempat suntikan, lesu dan penglihatan kabur, dan tampaknya
mereda setelah pengobatan selesai. efek samping yang lebih serius
seperti hipotensi dan takikardi juga terlihat, dan meningkat sebanyak
50% pada kelompok MgSO4 dibandingkan dengan kelompok plasebo.
MgSO4 terapi jarang dikaitkan dengan efek samping yang parah seperti
kematian, serangan jantung dan pernapasan, paru edema perdarahan
postpartum, dan operasi caesar. Dokter juga harus berhati-hati dari
overload cairan, yang dapat mengakibatkan komplikasi kardiovaskular
yang parah. Bayi terkena MgSO4 juga mungkin memiliki efek samping.
Meskipun secara statistik tidak signifikan dalam uji coba dan ulasan,
mereka adalah kenyataan klinis. Telah dicatat oleh dokter beberapa di
BWH bahwa bayi sering muncul kurang kuat dibandingkan mereka
yang belum terkena magnesium, tapi ini berumur pendek. Namun, jika
ini adalah efek, dikenal transien, dokter mungkin kurang peduli ketika
terjadi dan ini kemudian dapat menyebabkan pengabaian masalah medis
serius yang menjamin pengobatan agresif. Tidak ada bukti untuk
mendukung temuan ini, tetapi bisa menjadi fokus menarik dari
penelitian di masa depan. Isu-isu yang terkait dengan penggunaan
MgSO4 untuk pelindung saraf sangat penting dalam hal praktik terbaik
dan harus dipertimbangkan dengan cermat.

Studi tambahan harus dilakukan untuk memberikan informasi penting


tentang penggunaan antenatal dari MgSO4 untuk pelindung saraf dalam

27
kelahiran prematur. Uji coba terkontrol secara acak yang lebih
diperlukan untuk menentukan usia kehamilan optimum, waktu
administrasi, takaran, kebutuhan pengobatan ulang, peningkatan risiko
NEC, dan efek langsung pada bayi baru lahir. Ada kebutuhan untuk
tindak lanjut dari bayi dimasukkan dalam uji baru dan sebelumnya
dilakukan ke anak nanti, karena hasil neurologis seperti cerebral palsy
kadang-kadang tidak sepenuhnya diakui sampai anak yang lebih tua.

Indikasi untuk terapi MgSO4 harus diselidiki lebih lanjut, karena ada
adalah kurangnya konsistensi dalam karakteristik pasien antara lima
percobaan besar. indikasi Berbagai pengobatan berkisar dari pre-
eklampsia pecah dini prematur persalinan prematur dan membran, dan
MgSO4 dapat mempengaruhi indikasi berbeda. Mekanisme yang
MgSO4 menyediakan neuroprotection ke otak janin manusia juga harus
ditentukan, namun, hal ini menimbulkan kesulitan etis, teknis dan
keuangan. Jika mekanisme di tempat kerja pada bayi individu dapat
ditentukan, hal ini akan memberikan potensi untuk mengembangkan
pengobatan yang cocok dengan kebutuhan pasien tertentu. Akhirnya,
informasi penting mengenai efek samping yang serius ibu harus
diperoleh. Misalnya, hanya melihat ke sidang BEAM edema paru ibu,
sementara ACTOMgSO4 adalah sidang hanya untuk mengeksplorasi
takikardia ibu.

28
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Magnesium (Mg) merupakan kation keempat yang terpenting di dalam


tubuh, dan merupakan kation kedua terpenting dalam sel setelah kalium.
2. Magnesium juga terlibat dalam proses ikatan hormon dengan reseptornya,
penghantaran pintu masuk pada kanal kalsium, pergerakan ion
transmembran dan pengaturan enzim adenilsiklase, kontraktilitas otot,
aktifitas saraf, mengontrol tonus vasomotor, eksitabilitas jantung, dan
pelepasan neurotransmitter.
3. Dalam bidang obstetric, magnesium sulfat dapat berperan sebagai
antikonvulsi pada eklampsia, tokolitik untuk mencegah kelahiran
premature dan neuroproteksi pada bayi premature.

29
DAFTAR PUSTAKA

th
1. Goodman and Gilman’s. The pharmacological bases of therapeutics. 7
edition. New York : Mac Millian Publishing Co. Inc, 1985
2. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical
pharmacology applied to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998
3. Pritchard JA. The use of magnesium ion in the management of eclamtogenic
toxemia. Gynecol Obstet 1955
4. Zuspan FP. Treatmen of severe preeclampsia and eclampsia. Clin Obstet
Gynecol 1966
5. Sibai BM, Villar MA, Bray E. Magnesium suplementation during pregnancy :
a double blind randomizid controlled clinical trial. Am J Obstet Gynecol 1989
6. Sibai BM. Prevention of preeclampsia : a big disappointment. Am J Obstet
Gynecol 1998
7. Angsar MD, Simanjuntak P, Handaya, Syahid S. Panduan pengolahan
hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Edisi pertama. Satgas Gestosis
POGI, 1985
8. Seydoux J, LucPaunier EG, Beguin F. Serum and intracellular magnesium
during normal pregnancy and in patients with pre-eclampsia. Br J Obstet
Gynecol 1992
9. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NP. William obstetrics. Edisi 18.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC, 1995
10. Sibai BM, Graham JM, Mc Cubbin JH. A comparation of intravenous and
intramuscular magnesium sulphate regimen in preeclampsia. Am J Obstet
Gynecol 1984
11. Hutchinson HT, Nichols MM, Kuhn CR, Vasicka A. Effects of magnesium
sulfate on uterine contractility, intra uterin fetus and infant. Am J Obstet
Gynecol 1964
12. Gordon MC, Iams JD. Magnesium sulfate. Clin Obstet Gynecol 1995

30
13. Mittendorf R, Pryde P. A review of the role for magnesium sulphate in

preterm labour. BJOG: an International Journal of Obstetrics and


Gynaecology. 2005
14. Grether JK, Hoogstrate J, Selvin S, Nelson KB. Magnesium sulfate tocolys
and risk of neonatal death. Am J Obstet Gynecol 1998
15. Dudley D, Gagnon D, varner M. Long term tocolysis with intravenous
magnesium sulfate. Obstet Gynecol 1989
16. Duley L. Magnesium sulphate : the time of reckoning. Br J Obstet Gynecol
1996
17. Valenzuela GJ, Foster TC. Use of magnesium sulfate to treat hyperstimulation
in term labor. Obstet Gynecol. 1990
18. Guinn DA, Parilla BP. Acute therapy for preterm labor. In :Ransom SB,
Evans MI, Dombrowski MP, Ginsburg KA. Contemporery therapy in
obstetrics ang gynecology. Philadelphia : W.B. Saunders company, 2002
19. Marnoto, BW. Masalah bayi dari ibu penderita gestosis. Dalam: Pusponegoro
T. EPH gestosis. Unit Perinatologi-Anak, RSAB Harapan Kita, Jakarta 2000.
20. Fawcet, W.J., etc. Magnesium: Physiology and pharmacology. British Journal
of Anaesthesia. 1995
21. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak
2. Jakarta : Infomedika Jakarta ; 2007
22. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's
Pediatrics, 21st Ed. McGraw-Hill. USA. 2003
23. Putra, Hadrians Kesuma. 2007. Obat Tokolitik di Bidang Kebidanan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Palembang

31

Anda mungkin juga menyukai