BAB I
PENDAHULUAN
yang cukup meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun,
meskipun diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih diperrtanyakan dengan
timbulnya penyakit baru seperti Hepatitis B dan AIDS juga angka kesakitan TBC
yang tampaknya masih tinggi. Di lain pihak penyakit menahun yang disebabkan
Perubahan pola penyakit itu diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang
berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional yang
protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat. Di samping itu juga
cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan yang menyebabkan tidak adanya
kesempatan untuk berekreasi atau berolahraga. Pola hidup beresiko inilah yang
jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang
sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi
DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa
dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% (8,2 juta jiwa) dan
daerah rural sebesar 7,2% (5,5 juta jiwa). Selanjutnya berdasar pola pertambahan
penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%)
daerah urban dan 8,1 juta jiwa di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat besar dan
merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter
spesialis / subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada.
manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak baik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
4
II.2 KLASIFIKASI
1. DM Tipe I
2. DM Tipe II
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
3. DM Tipe lain
II.3 DIAGNOSIS
sebagai berikut2 :
1. Keluhan Klasik
2. Keluhan Lain
dengan pemeriksaan kadar gula darah (vena / perifer) yang terdiri dari2 :
puasa (minimal 8 jam) dan diperiksa kadar gula darah 2 jam kemudian.
GDPT
mg/dL
Diabetes Melitus
II.4 PENATALAKSANAAN
1. Jangka Pendek
2. Jangka Panjang
glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid melalui pengelolaan
perilaku. Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari (1) edukasi; (2) terapi gizi medis;
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4
intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin2.
1. Edukasi
DM (Tipe 2) umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
dihitung dari perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca :
◦ 60-69 th (-10%)
8
◦ > 70 th (-20%)
◦ Ringan (+10%)
◦ Sedang (+20%)
◦ Berat (+30%)
◦ Gemuk (-20%)
Menyusui
Makanan sejumlah kalori tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk
makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
4. Intervensi Farmakologis
Tiazolidinedion (Rosiglitazon)
Acarbose
b. Insulin
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) : Humalog®, Apidra®,
Novorapid®
Insulin kerja pendek (short acting insulin) : Actrapid®, Humulin R®
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin) : Insulatard®,
Humulin N®
Insulin kerja panjang (long acting insulin) : Lantus®, Levemir®
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
3. Hipoglikemia
12
1. Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Nefropati diabetic
2. Makroangiopati
gangren diabetikum
MELITUS
makroangiopati. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak
disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot polos
perubahan pada pertumbuhan dan kesintasan sel, yang kemudian pada gilirannya
terjadinya komplikasi kronk DM (jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah, dan
sel retina serta lensa) mempunyai kemampuan untuk memasukkan glukosa dari
13
agar dengan demikian jaringan yang sangat penting tersebut akan diyakinkan
mendapat cukup pasokan glukosa sebeum glukosa tersebut dipakai untuk energi di
otot maupun untuk kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi pada
keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistem
transportasi glukosa yang non-insulin dependent ini, sehingga sel akan kebanjiran
Pada jalur ini, oleh enzim reduktosa aldosa, glukosa akan diubah menjadi
sorbitol dan kemudian akan dioksidasi menjadi fruktosa. Sorbitol dan fruktosa
sel akan membengkak akibat masuknya air ke dalam sel karena proses
osmotik. Sebagai akibat lain keadaan tersebut, akan terjadi pula imbalans
ini juga memberikan pengaruh pada beberapa jalur lain seperti terjadinya
Product)
terjadinya perubahan pada jaringan dan perubahan pada sifat sel melalui
14
akan menyebabkan perubahan fungsi sel secara langsung, dapat juga secara
mitogen activated protein kinase (MAPK) dan transformasi inti dari faktor
C (terutama PKC Beta) dan akan berpengaruh pada sel endotel, menyebabkan
sel otot polos serta menurunkan aktivitas fibrinolisis. Semua keadaan tersebut
lain seperti asam amino dan lipid serta proses glikasi protein. Selanjutnya akan
lanjut.
1. Inflamasi
akhir glikasi lanjut (AGEs), aktivasi PKC, dan stress oksidatif akan
petanda adanya proses inflamasi yaitu CRP dan NF-kB juga jelas meningkat
2. Peptida Vasoaktif
memfasilitasi terjadinya proliferasi sel seperti endotel dan sel otot polos
penyakit kardiovaskular.
3. Prokoagulan
Setelah terjadi aktivitas PKC akan terjadi penurunan fungsi fibrinolisis dan
pembuluh darah.
4. PPAR
kelainan vaskular terutama pada sel otot polos, endotel, dan monosit. Ligand
lain, tampak bahwa yang terpenting pada pembentukan dan kemudian lebih lanjut
sitokin, dan substrat vasokatif. Tampak pula bahwa apapun jalur mekanisme yang
terjadi dan proses lain yang terlibat yang terpenting adalah adanya hiperglikemia
oleh peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa kimia dari
dari gangguan biokimia yang disebabkan karena insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan ini berupa (1) penimbunan
A. RETINOPATI DIABETIK
dari 5% pasien, namun setelah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita
retinopati diabetik. Pada waktu di diagnosis DM tipe 2, sekitar 25% pasien sudah
a) Patofisiologi
Penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
resiko utama. Ada 3 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia yang
18
diduga berkaitan dengan dengan timbulnya retinopati diabetik yaitu jalur poliol,
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung dari jaringan
kapiler retina. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak
pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari 3 lapisan sel dari
luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis, dan sel endotel. Sel perisit
saling berkaitan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel
dari membran basalis membentuk barier yang bersifat selektif terhadap beberapa
jenis protein dan molekul kecil. Perubahan histopatologis kapiler retina pada
dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut perbandingan antara sel
1. Pembentukan mikroaneurisma.
retina.
19
retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan
merupakan penyebab utama dari kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari
diabetik didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan ada atau
hambatan perfusi yang secara klinik ditandai dengan perdarahan, kelainan vena,
dan IRMA. Iskemia retina akibat hambatan perfusi akan merangsang proliferasi
c) Penatalaksanaan
educator, ahli gizi, spesialis mata, optometris, dan dokter umum akan memberi
kebutaan dapat dicegah. Kontrol glukosa darah yang baik merupakan dasar dalam
yang sudah ada. Metode pencegahan dan pengbatan retinopati diabetik saat ini
meliputi :
yang jarang, atau ada eksudat keras tetapi tidak disertai edema makula perlu
d) Prognosis
prognosis yang baik. Pasien yang tergolong RDNP sedang tanpa disertai edema
macula perlu pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering progresif. Pasien
RDNP ringan sampai sedang dengan edema makula memiliki resiko besar
berkembang menjadi edema makula yang secara klinik signifikan dan harus
22
diterapi fotokoagulasi. Pasien RDNP berat memiliki resiko tinggi menjadi RDP.
Pasien dengan RDP resiko tinggi harus segera diterapi dengan fotokoagulasi1.
B. NEFROPATI DIABETIK
pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam
atau > 200 ug/menit) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3
a) Patofisiologi
dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi akan menyebabkan sklerosis dari nefron
glomerolus) pada nefropati diabetik ini masih belum jelas benar, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol oleh aferen oleh efek yang
dapat menyebabkan terjadinya glikasi non-enzimatik asam amino dan protein, dan
NO. Proses ini akan terjadi terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan
juga akan mendorong sklerosis pada ginjal pasien diabetes. Diperkirakan bahwa
Kurang terkendalinya kadar gula darah (GDP > 140-160 mg/dL; A1C > 7-
8%).
Faktor-faktor genetis.
Hipertensi sistemik.
Keradangan / Inflamasi.
Hiperlipidemia.
Aktivasi PKC.
Atrofi tubulus.
Fibrosis interstitial.
menjadi 5 tahapan1.
AER = Albumin Excretion Rate; LFG = Laju Filtrasi Gomerolus (GFR); N = Normal
TD = Tekanan Darah
dari 30 mg/hari dan dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya nefropati
c) Penatalaksanaan
3. Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE-I, dan ARB).
rutin, diet, menghentikan rokok dan konsumsi alkohol. Diet rendah garam (4-5
gr/hr) dan rendah protein hingga 0,8 gr/kg/hr. Pada pasien yang penurunan fungsi
ginjalnya berjalan terus, maka saat LFG mencapai 10-20 ml/menit (setara dengan
klirens kreatinin < 15 ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl) dianjurkan untuk
memulai hemodialisis1.
C. NEUROPATI DIABETIK
sering ditemukan pada DM. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan neuropati
26
diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh, dan
menunjukkan adanya gangguan baik klinis maupun subklinis yang terjadi pada
DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan neuropati ini termasuk
manifestasi somatik dan atau otonom dari sistem saraf perifer. Angka kejadian dan
derajat keparahan sesuai dengan usia, lama menderita DM, kendali glikemik, dan
a) Patofisiologi
sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf sehingga menyebabkan keadaan hipertonik
AGEs yang sangat toksik dan merusak semua protein tubuh termasuk sel saraf.
Produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS)
diabetik, serta adanya penumpukan antibody dan komplemen pada saraf yang
diabetic. Dan juga pada penyandang DM terjadi penurunan kadar nerve growth
pertumbuhan saraf1.
perjalanan penyakitnya (lama menderita DM) dan kedua menurut jenis serabut
Gejala muncul akibat perubahan biokimiawi dan pada fase ini masih
bersifat reversible
Gejala timbul akibat kerusakan struktural serabut saraf dan pada fase ini
Pada fase ini terjadi kematian neuron dan sudah bersifat irreversibel.
neuropati)
Manifestasi klinis bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi
(sensorik, motorik, atau otonom) yang dapat berupa kesemutan; kebal; tebal; mati
rasa; nyeri seperti ditusuk, disobek, ditikam, rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia,
nyeri yang menjalar; dll. Polineuropati sensori-motor distal atau distal symethrical
terjadi yang ditandai dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan
fungsi motorik (lebih jarang) yang berlangsung pada bagian distal yang
tahun cukup tinggi. Disfungsi ereksi adalah gejala utama yang terjadi dan
menimpa 70% pria penderita diabetes diikuti dengan rendahnya minat atau gairah
dan Low (1993) merupakan kombinasi neuropati otonom dan angiopati yaitu
keterlibatan arteriosklerosis pada arteri pudenda interna.. Selain itu, kaum pria
penderita Diabetes Mellitus type 2, terutama mereka yang kelebihan berat badan,
Penelitian yang melibatkan sebanyak 355 pria penderita diabetes type 2 diatas
usia 30 tahun dan menemukan 17% diantaranya memiliki kadar testosteron yang
c) Penatalaksanaan
menjadi1 :
a. Refleks motorik.
30
b. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit sperti tes
hantar saraf.
hemoglobin, albumin, dan lipid. Untuk perawatan umum / kaki perlu dijaga
kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit, dan cegah
kedua dikerjakan.
fruktosa
Ace inhibitor
dianjurkan adalah1 :
Selain itu juga diberikan edukasi pada pasien tentang penyakit yang
bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki
pada setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya evaluasi secara teratur
psikoseksual dan obat oral antara lain sildenafil (Viagra ®) dan vardenafil. Pada
penyandang DM dengan kadar testosteron yang rendah dan tidak responsif dengan
MELITUS
dengan perubahan gaya hidup, di antaranya dalam konsumsi jenis makanan. Bila
diabaikan, penyakit ini juga bisa menyebabkan munculnya penyakit lain, seperti
stroke. Tak heran bila jumlah penderita stroke pun terus meningkat. Angka
kejadian stroke dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk dalam setahun. Di
negara maju, stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah kanker dan
kalinya setiap tahun dan 150.000 orang di antaranya meninggal, di mana frekuensi
kematian dan kecacatan yang utama dan diperkirakan 500.000 penduduk terkena
memburuk, bahkan kematian dalam kurun waktu 24 jam pertama. disebabkan oleh
penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah otak. Lama kelamaan
oleh adanya Transient Ischemic Attack (TIA) yang disebabkan oleh adanya
sumbatan pada pembuluh darah otak yang bersifat temporer dengan gejala defisit
Jika gejala tidak membaik dalam beberapa menit, maka selanjutnya akan dapat
kelainan patologik pada pembuluh darah yang prosesnya bertahap dimulai jauh
mempunyai faktor resiko kardiovaskular termasuk pasien dengan usia >40 tahun
jantung koroner (PJK), yang merupakan salah satu penyulit makrovaskular pada
a) Patofisiologi
non-DM.
suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi insulin atau
1. Hiperglikemia
terjadinya vasokonstriksi.
bersifat aterogenik.
35
PKC dan DAG serta resistensi insulin dapat menimbulkan gangguan langsung
3. Hiperamlininemi
Amilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (IAPP) disintesis dan
4. Inflamasi
AGEs akan disertai dengan over produksi berbagai growth factors seperti
36
Platelet Derived Growth Factors (PDGF), Insulin Growth Factor I (IGF I),
terhadap fungsi sel-sel pembuluh darah. Seain itu juga terjadi peningkatan
5. Trombosis / Fibrinolisis
akibat resistensi insulin. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas faktor VII dan
platelet. Terjadinya proteolisis pada daerah fibrous cup dari plak akan memicu
6. Dislipidemia
dense LDL yang lebih bersifat aterogenik, dan penurunan kadar HDL) yang
7. Hipertensi
8. Hiperhomosisteinemi
glomerolus (LFG).
Angina Pektoris, Angina Pektoris Tidak Stabil, Infark Miokard, dan Sindrom
Koroner Akut dengan gejala utama berupa rasa nyeri di dada yang khas dan dapat
disertai dengan sesak napas. Sedangkan pada pasien DM terjadinya iskemia atau
infark miokard kadang-kadang tidak disertai dengan nyeri dada yang khas (angina
pektoris). Keadaan ini dikenal dengan Silent Myocardial Ischaemia atau Silent
Pasien DM dengan SMI, gejala yang timbul biasanya tidak khas seperti mudah
Elektrokardiografi (EKG).
Uji latih (Treadmill Test), dilakukan pada pasien dengan gejala SMI dan
Ekokardiografi.
c) Penatalaksanaan
Pengobatan hiperglikemi dengan diet, latihan jasmani, OHO dan atau insulin.
Stop merokok.
F. KAKI DIABETES
kecacatan dan kematian. Di Negara maju kaki diabetes juga masih merupakan
pengelolaan dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak
pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah dan
angka kematian serta angka amputasi dapat ditekan sangat rendah. Di RSUPN
Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing 16% dan 25%
(2003)1.
a) Patofisiologi
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
dipakai adalah1 :
2003)
41
3. Klasifikasi Wagner
1 : Tukak superfisial
c) Penatalaksanaan
yaitu (1) pencegahan primer (pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya
ulkus atau sebelum terjadinya perlukaan pada kulit); (2) pencegahan sekunder
42
(pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah / pencegahan dan
1. Pencegahan Primer
pencegahan kaki diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap
melihat dan memeriksa kaki penyandang DM. Edukasi perawatan kaki harus
diberikan secara rinci dan teratur pada semua orang dengan ulkus maupun
Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki termasuk di pasir dan air
Periksa kaki setiap hari dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas
Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih dan mengoleskan krim pelembab
tukak disesuaikan dengan keadaan resiko kaki. Keadaan kaki penyandang diabetes
masalah (Frykberg)1 :
5) Kombinasi (Complicated) :
Untuk kaki yang kurang merasa / insensitif (kategori 3 dan 5) alas kaki
perlu diperhatikan benar untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Kalau
sudah ada deformitas (kategori 2 dan 5) perlu perhatian khusus mengenai sepatu /
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
dan diperbaiki. Berbagai hal lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki
seperti kadar albumin serum, Hb, dan derajat oksigenasi jaringan, demikian
Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien
dan juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer
dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti : warna dan suhu kulit,
perabaan arteri Dorsalis Pedis dan arteri Tibialis Posterior serta pengukuran
dislipidemia)
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
pus / cairan dari ulkus / gangren. Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka seperti cairan salin sebagai pembersih
luka atau iodine encer dan senyawa silver sebagai bagian dari dressing
pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Selama proses inflamasi masih
ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses penyembuhan
Antibiotik yang dianjurkan harus sesuai dengan hasil biakan kuman dan
Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam
dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik dengan
spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (seperti golongan
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat
badan – weight bearing). Luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan
seperti luka pada kaki Charcot. Berbagai cara untuk mendapatkan keadaan
non-weight bearing antara lain dengan Removable Cast Walker, Total Contact
Carts, dan Craddled Insoles. Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk
mengurangi tekanan pada luka seperti dekompresi ulkus / abses dengan insisi
46
abses dan prosedur koreksi bedah (operasi untuk hammer toe, metatarsal
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan
II.7 PENCEGAHAN
2. Pemeriksaan A1C
yang diharapkan serta kadar lipid dan A1c juga mencapai kadar yang diharapkan.
Demikian juga pada status gizi dan tekanan darah. Kriteria pengendalian DM
1. Pencegahan Primer
memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belom terkena, tetapi berpotensi
dari faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi (ras dan etnik, riwayat keluarga
DM, umur, riwayat melahirkan bayi BB > 4000 gram) dan faktor resiko yang
dapat dimodifikasi (obesitas, kurang aktifitas dan pola hidup yang tidak sehat,
2. Pencegahan Sekunder
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal
sehat.
3. Pencegahan Tersier
menetap dan tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga untuk
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 KESIMPULAN
vascular disease), penyakit jantung koroner diabetik, dan pembuluh darah perifer
glukosa darah mandiri, pemeriksaan glukosa urin, dan penentuan benda keton).
Pencegahan dapat dimulai dari pencegahan primer (kepada kelompok yang belum
terkena namun memiliki faktor resiko dan berpotensi untuk mendapatkan DM),
pada pasien yang telah menderita DM berupa modifikasi terhadap faktor resiko
III.2 SARAN
DM baik akut maupun kronik. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga
Hal tersebut juga dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim yang terdiri
Daftar Pustaka
Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta. Pusat
http://pharos.co.id/news-a-media/53-beritakesehatan/336-disfungsi-
kedokteran/referat-kedokteran-patofisiologi-diagnosis-dan-penatalaksanaan-
http://www.tokodiabetes.com/info-diabetes/113-cegah-stroke-a-jantung-
November 2010.