Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Diabetes Mellitus Tipe II dan Diabetic Foot

Oleh Diah Nurul Hidayati, S.Ked I1A005037

Pembimbing dr. H. Djohan Sebastian, Sp.PD

BAGIAN/UPF ILMU PENYAKIT DALAM FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN Maret, 2010

BAB I PENDAHULUAN

Diantara penyakit degeneratif atau penyakit yang tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa kini bahkan masa yang akan datang, diabetes adalah salah satu diantaranya yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif termasuk diabetes mellitus (DM). Data epidemiologis di negara berkembang memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju.1 Di Indonesia kekerapan diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) secara pasti belum diketahui, tetapi diakui memang sangat jarang. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena Indonesia selain terletak di khatulistiwa barangkali juga karena faktor genetiknya tidak menyokong. Disamping itu mungkin juga karena pasien DMTI yang tidak terdiagnosis karena datangnya terlambat hingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.1 Pada penderita diabetes mellitus dapat terjadi komplikasi, hal ini terjadi akibat perjalanan penyakit yang berlangsung kronis. Komplikasi yang paling sering pada penyakit ini adalah angiopati, neuropati dan imunopati yang selanjutnya dapat menimbulkan berbagai kelainan lain sesuai organ yang terkena.

Salah satu kelainan yang timbul akibat komplikasi diabetes mellitus adalah ulkus pedis atau kaki diabetik dan osteomyelitis.2,3 Ulkus pedis diabetik merupakan komplikasi serius diabetes mellitus. Lebih dari 50% kasus amputasi nontrauma pada ekstremitas bawah disebabkan oleh ulkus pedis diabetik. Selain itu kelainan ini merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas hidup dan kemampuan, serta meningkatkan angka morbiditas pada pasien diabetes. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman mengenaoi faktor risiko, patogenesis, komplikasi serta penanganan ulkus pedis diabetik.2,4 Pola pendekatan multidisiplin dalam penangan penderita ulkus pedis diabetik harus didasarkan pada pengobatan dasar penyakit dasar penyakit diabetes. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan adjuvant dan tindakan bedah jika diperlukan, baik secara minimal maupun secara rekonstruktif dan invasive.5 Jadi penanganan ulkus pedis diabetik secara keseluruhan mencakup empat hal penting yaitu terapi penyakit dasar, terapi simptomatis, terapi fisik dan psikoterapi atau edukasi pasien.6 Berikut ini disampaikan laporan kasus Diabetes Mellitus tipe 2 dengan gangren pedis pada seorang laki-laki berusia 54 tahun yang dirawat di bagian Penyakit Dalam Pria RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 2 Januari 2010 sampai dengan 20 Januari 2010.

BAB II LAPORAN KASUS

1. DATA PRIBADI Nama No.RMK : Tn. AR : 86 51 12 MRS tanggal : 2 Januari 2010 Ruangan Umur Suku Status Alamat : PD. Pria : 54 tahun : Banjar : Menikah : Jl. A.Yani Km.14 RT 20 Banjarmasin

Jenis Kelamin : Laki-laki Bangsa Agama Pekerjaan : Indonesia : Islam : Petani

2. KELUHAN UTAMA 3. ANAMNESA

: Luka di kaki yang tak sembuh-sembuh :

Anamnesa Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang) Sejak kurang lebih 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, pasien mengeluh kakinya melepuh dan bengkak setelah mencoba alat kesehatan yang ditawarkan salesman. Dua hari kemudian luka tersebut bernanah.Oleh pasien luka dibersihkan dengan rivanol dan diberikan ampicilin bubuk di lukanya. Untuk mengurangi nyerinya dan menurunkan panas, pasien mengaku mememinum paracetamol. Setelah lebih dari seminggu luka tak kunjung sembuh lalu pasien berobat ke IGD Gambut, dan di sarankan untuk berobat ke RS ULIN.

Pasien masih mengeluh nyeri di luka kakinya, pasien tidak mengeluh adanya mual muntah. Keluhan juga tak didapatkan dari buang air besar maupun buang air kecil pasien. Pasien juga tidak mengeluh adanya batuk, sesak serta pusing. Kurang lebih 3 tahun yang lalu pasien mengeluh sering haus dan sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh berat badannya terus menurun,lalu pasien memeriksakan diri ke puskesmas, dan di katakan bahwa pasien punya penyakit gula dan rutin meminum obat. Anamnesa Medik dan Penyakit Terdahulu Pasien mengaku tidak ada riwayat hipertensi dan asma, tetapi pasien mengaku memiliki riwayat diabetes mellitus. Anamnesa Penyakit Keluarga Keluarga pasien mengaku tidak ada riwayat hipertensi dan asma tetapi pasien mengaku keluarganya punya riwayat penyakit diabetes mellitus.

4. PEMERIKSAAN UMUM Keadaan Umum Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang Kesadaran Pernapasan Gizi Kulit : Komposmentis, GCS 4-5-6 : Thorakoabdominal : Cukup : Sawo matang

Tanda vital TD Nadi Suhu RR : 130/60 mmHg : 80 x/menit : 36,3 oC : 20 x/menit

Pemeriksaan Kepala dan Leher Kepala : Bentuk mesosefali, simetris, tidak ada deformitas, rambut berwarna hitam Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak ada edema pada kedua palpebra, pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) Telinga : Bentuk normal dan simetris, tidak ada deformitas, sekret tidak ada, serumen minimal Hidung Mulut : Bentuk normal dan simetris : Bentuk normal, mukosa tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak tremor, perdarahan gusi tidak ada, trismus (-), tidak hiperemis Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, pernapasan cuping hidung tidak ada, deformitas tidak ada, epistaksis tidak ada kanan dan kiri, tekanan vena jugularis tidak meningkat, kaku kuduk tidak ada, tidak ada deviasi trakea. Pemeriksaan Umum Thorax Bentuk Kulit : Simetris datar : Tidak tampak kelainan

Aksila

: Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan Paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Gerak napas simetris : Fremitus fokal simetris normal, tidak ada nyeri tekan : Sonor kanan dan kiri

Auskultasi : Suara napas vesikular, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) Pemeriksaan Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Tidak tampak iktus kordis : Iktus kordis teraba, thrill tidak ada : Batas kanan ICS II-V Linea Sternalis Dextra Batas kiri ICS V 2 cm lateral Linea Midclavicularis Sinistra Auskultasi : Murmur jantung (-) Pemeriksaan Umum Abdomen Inspeksi : Tampak datar dan supel

Auskultasi : Bising usus (+) normal Palpasi Perkusi : Hepar , Lien dan massa tidak teraba. : Timpani

Pemeriksaan Extremitas Atas : Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-), refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-) Bawah : Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-), refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-), gangren (+ / +) Pemeriksaan Tulang Belakang Tidak ada kelainan kongenital, skoliosis (-), kifosis (-), gibbus (-)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan 02.01.10 19.01.10 11,3 5,8 3,58 32 289 13,5 90,1 31,6 35 28,4 62,1 9,5 1,6 3,6 0,5 Nilai Rujukan 14,0-18,0 4,0-10,5 4,50-6,00 40-50 150-450 11,5-14,7 80,0-97,0 27,0-32,0 32,0-38,0 50,0-70,0 25,0-40,0 0,0-1,0 1,0-3,0 3,0-9,0 4,0-11,0 2,50-7,00 1,25-4,00 <0,1 <0,3 0,30-1,00 Satuan g/dl ribu/ul Juta/ul Vol% Ribu/ul % Fl Pg % % % % % % % Ribu/ul Ribu/ul Ribu/ul Ribu/ul Ribu/ul Ribu/ul

HEMATOLOGI Hemoglobin 12,4 Leukosit 8,4 Eritrosit 4,04 Hematokrit 36 Trombosit 430 RDW-CV 11,7 MCV-MCH-MCHC MCV 88,0 MCH 30,7 MCHC 34,8 Hitung Jenis Neutrofil % 57,6 Limfosit % 35,5 Basofil % Eosinofil % Monosit % MID % 6,9 Neutrofil # 4,8 Limfosit # 3,0 Basofil # Eosinofil # Monosit # MID # 0,6 KIMIA GULA DARAH Gula Darah 591 Sewaktu GINJAL Ureum 21 Kreatinin 0,7 ELEKTROLIT Natrium 128 Kalium 4,6 Clorida 100

197

<200

Mg/dL

10-45 0.5-1.7 135-146 3,4-5,4 95-100

mg/dl mg/dl Mmol/l Mmol/l Mmol/l

6. DIAGNOSIS KERJA Diabetes Melillitus dengan gangren pedis dextra et sinistra

7. PENATALAKSANAAN Tanggal 2 Januari 2010


IVFD. NaCl 30 TPM Actravid 4x4 ui/ jam , kemudian Actrapid 3 x 8 ui Ceftriaxone 2 x1 g iv Metronidazole 3 x 500 mg IV Cek GDS / 8 jam

10

Follow up Tabel 2. Follow up tanggal 3 Januari 2010 19 Januari 2010

EVALUASI Panas S Nyeri kaki Nyeri sendi Luka basah TD (mmHg) O N (kali/menit) RR (kali/menit) T (0C) GDS A IVFD. NaCl 30 tpm Actravid 3 x Ceftriaxone 2 x1 g iv Metronidazole 3 x 500 mg Grahabion tab 2 x 1 Clindamisin 2x 300 mg Interhistin 1.0.1 P Ketokonazol 1x200 mg Aspilet 1x80 mg Amitriptilin 0.0.1 Semprot Gentamicin/ Metronidazole + Aqua Rawat gangren pagi & sore Diet DM

1 3/1/10 + + + 100/70 82 24 37,8 487

2 4/1/10 + + + 110/80 80 24 37,5 456

HARI PERAWATAN 3 4 5/1/10 6/1/10 + + + < + + 110/70 78 22 36,8 251 100/70 78 20 36,5 281

5 7/1/10 < < + 110/80 78 20 36,1 317

6 8/1/10 < + 100/80 74 22 36 196

DM Tipe II + gangren pedis D et S + 8 iu + + + + 12 iu + + + + + + 12 iu + + + + G + + + 12 iu + + + + G + + 12 iu + + + + G + + 16 iu + + + + G + +

EVALUASI Panas S Nyeri kaki Nyeri sendi Luka basah TD (mmHg) O N (kali/menit) RR (kali/menit) T (0C) GDS A IVFD. NaCl 30 TPM Actravid 3 x Ceftriaxone 2 x1 g iv P Metronidazole 3 x 500 mg IV Grahabion tab 2 x 1 Clindamisin 2 x 300 mg Interhistin 1.0.1

7 9/1/10 + + + 100/70 82 24 37,8 302

8 10/1/10 + + + 110/80 80 24 37,5 261

HARI PERAWATAN 9 10 11/1/10 12/1/10 + + + < + + 110/70 78 22 36,8 285 100/70 78 20 36,5 268

11 13/1/10 < < + 110/80 78 20 36,1 296

12 14/1/10 < + 100/80 74 22 36 235

DM Tipe II + Gangren pedis D et S 16 iu + STOP + + + 16 iu + + + + 16 iu + + + + 16 iu + + + + 16 iu + + + + 16 iu + + + +

11

Ketokonazol 1x200 mg Aspilet 1x80 mg Amitriptilin 0.0.1 Semprot Gentamicin / Metronidazole + Aqua Rawat gangren pagi & sore Diet DM

G + +

M + +

M + +

M + +

M + +

M + +

EVALUASI Panas S Nyeri kaki Nyeri sendi Luka basah TD (mmHg) O N (kali/menit) RR (kali/menit) T (0C) GDS A IVFD. NaCl 30 TPM Actravid 3 x Ceftriaxone 2 x1 g iv Metronidazole 3 x 500 mg IV Grahabion tab 2 x 1 Clindamisin 2 x 300 mg Interhistin 1.0.1 P Ketokonazol 1x200 mg Aspilet 1x80 mg Ranitidin 2x 1 amp Amitriptilin 0.0.1 Semprot Gentamicin / Metronidazole + Aqua Rawat gangren pagi & sore Diet DM

13 15/1/10 + + + 100/70 82 24 37,8 293

14 16/1/10 + + + 110/80 80 24 37,5 258

HARI PERAWATAN 15 16 17/1/10 18/1/10 + + + < + + 110/70 78 22 36,8 274 100/70 78 20 36,5 262

17 19/1/10 < < + 110/80 78 20 36,1 277

18 20/1/10 < + 100/80 74 22 36 183

DM Tipe II + gangren pedis D et S 18 iu + + + + M + + 20 iu + + + + M + + 20 iu + + + + M + + 20 iu + + + + + + + + M + + 20 iu + + + + + + + + + M + + 20 iu STOP + + + STOP + + + + M + +

12

Hasil Pemeriksaan Kultur Resistensi Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kultur Resistensi tanggal 13 Januari 2010 Hasil Biakan : Enterobacter cloacea
Jenis Obat Hasil

1 Ampicillin 2 Ampicillin sulbactam 3 Cefazolin 4 Cefoperazone sulbactam 5 Cefotaxime 6 Ceftazidime 7 Chepalexin 8 Chloramphenicol 9 Clindamycin 10 Fosfomycine 11 Gentamicin 12 Imipenem 13 Kanamycin 14 Nalidixid acid 15 Netilmicine 16 Piperacilline 17 Streptomycine R (Resisten); I (Intermediet); S (Sensitif) Grafik 1.Hasil Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu

R R R S R I R R R S R S R I I R R

Grafik Gula Darah Sewaktu (GDS)


700 600 500 400 300 251 200 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 281 317 196 302 285 268 296 261 293 235 GDS 258 274 262 277 183 591 487 456

13

BAB III PEMBAHASAN

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa yang rendah sehingga mengkibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah

(hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa di dalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas ( DM tipe 1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa ( DM tipe 2)7,8,9 Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan yang menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita.10 Pada kasus ini, seorang laki-laki dengan usia 54 tahun yang dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Ulin Banjarmasin di diagnosa gangren pedis akibat diabetes mellitus. Diketahui kurang lebih 3 tahun pasien telah menderita kencing manis. Sebelum didiagnosa terkena kencing manis, pasien mengaku sering buang air kecil selain itu pasien juga merasakan sering haus. Keluhan lain yang dirasakan adalah nafsu makan pasien berkurang, badan lemas dan sering merasa pusing. Dengan keluhan tersebut pasien berobat ke puskesmas terdekat kemudian didiagnosis dengan kencing manis. Dari anamnesa memang mengarah ke diagnosis diabetes mellitus, karena terdapat keluhan poliuri dan polidipsi, walaupun nafsu makan pasien berkurang. Kurang lebih 3 minggu sebelum masuk

14

rumah sakit pasien menggunakan alat kesehatan (pemanas) yang dijual oleh salesman. Setelah itu pasien mengeluh kakinya melepuh dan nyeri. Selain itu pasien juga mengeluh badannya demam. Luka sempat di obati sendiri dengan rivanol dan pemberian bubuk ampicilin, untuk demam pasien meminum paracetamol, tetapi luka di kaki juga tidak sembuh-sembuh. Demam yang dirasakan pasien sangat mungkin terjadi karena proses infeksi dari luka di kaki pasien, hal ini dikuatkan dengan tidak ada gejala batuk ataupun nyari kencing dari pasien, yang membuang diagnosis banding bahwa pasien terkena infeksi saluran nafas atau saluran kencing.

Gambar 1. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

15

Hasil laboratorium didapatkan kadar glukosa darah sewaktu pasien 591 mg/dL. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan timbulnya gejalagejala khas, seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan , serta mudah terkena penyakit infeksi. Diagnosis Diabete Mellitus dapat ditegakkan jika11: 1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki tanda klinis diabetes mellitus, atau 2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupan kalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau 3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberian beban glukosa oral 75g Pada pasien juga ditemukan luka pada kaki yang tak kunjung sembuh. Gambaran luka berupa adanya gangren diabetik pada kaki kanan dan kiri. Pada gangren diabetik penderita tidak disertai dengan osteomyelitis sekunder. Sehingga kaki diabetik pada penderita ini dapat dimasukkan pada derajat II klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut 12,13 Derajat 0 Derajat I Derajat II tulang : Tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan

16

Derajat III

: Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang

dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis Derajat IV Derajat V : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit : gangren seluruh kaki

Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat sesuai denganderajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu 2,13 Derajat 0 Derajat I-IV Derajat V : tidak ada perawatan lokal secara khusus : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan

bedah mayor misalnya amputasi Pada pemeriksaan radiologis, ditemukan gambaran soft tissue swelling dan gas bebas, namun belum terdapat tanda-tanda osteomyelitis. Soft tissue swelling menunjukkan jaringan di daerah cruris pasien mengalami proses peradangan kronik dan akumulasi cairan akibat buruknya sirkulasi di daerah tersebut. Meskipun osteomyelitis merupakan komplikasi lanjutan dari ulkus pedis, namun pada pasiem ini, ulkus masih berada di superfisial dan belum ada destruksi tulang. Sehingga, menurut klasifikasi Wagner, pasien ini masih berada pada derajat II ulkus pedis diabetik 14 Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan

17

mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi6. Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan antihiperglikemi. Salah satu obat antihiperglikemi yang diberikan pada pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actravid pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi pada kedua kakinya. Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain : 1 1. DM tipe I 2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3. DM dengan kehamilan 4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV) 5. DM dengan gangguan faal hati yang berat 6. DM dan TB paru yang berat 7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren) 8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM 9. DM dan operasi 10. DM dengan patah tulang 11. DM dengan underweight 12. DM dan penyakit gravid Pada pasien ini untuk perawatan luka infeksi dilakukan dengan dressing menggunakan NaCl untuk membersihkan dan membilas lalu menggunakan semprotan gentamycine atau metronidazole sebagai antibiotika topikal.

Penanganan infeksi secara sistemik diberikan antibiotika broad spectrum dan

18

narrow spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral maupun secara injeksi seperti ceftriaxone, dan clindamycin. Menurut adam (1998) pada keadaan infeksi berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob12 Selain pemberian antibiotika , penderita juga diberikan aspilet dan interhistin. Aspilet yang diberikan bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi perifer, oleh karena pada penderita kaki diabetes sering disertai dengan penyakit pembuluh darah perifer yang akan memperburuk iskemik kaki
12

. Sedangkan

interhistin bertujuan sebagai antihistamin untuk mengurangi reaksi alergi dari pasien. Ketokonazole yang diberikan kepada pasien bertujuan untuk menurunkan resiko terjadi infeksi jamur. Pada pasien ini juga diberikan obat-obat untuk menghilangkan gejala yang ada seperti ranitidine, grahabion, dan

amitripthyline.Terapi simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik meliputi semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi gejala sekunder akibat peningkatan glukosa darah.Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan pencernaan.14,15,16 Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering, resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa sarah tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi dengan situasi tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al
17

meneliti bahwa kepuasan pasien paska perawatan ulkus pedis diabetikum lenih

19

tinggi pada mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya 6.

20

BAB IV KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Diabetes mellitus Tipe 2 dan gangren pedis D et S pada seorang pria (54 tahun) yang dirawat di bagian Penyakit Dalam Pria dengan keluhan utama luka yang tidak sembuh-sembuh. Selama perawatan di bangsal penyakit dalam pria RSUD ULIN Banjarmasin telah diberikan terapi yaitu IVFD. NaCl 30 tpm, Actravid , Ceftriaxone 2 x1 g ,Metronidazole 3 x 500 mg ,Grahabion tab 2 x 1, Clindamisin 2 x 300 mg, Interhistin 1.0.1 , Ketokonazol 1x200 mg,
Aspilet 1x80 mg, Ranitidin 2x 1 amp, Amitriptilin 0.0.1, Semprot Gentamicin / Metronidazole + Aqua , Rawat gangren pagi & sore dan Diet DM. Setelah 19 hari perawatan, kondisi pasien telah menunjukkan perbaikan, gangrene mengering dan tertutup jaringan yang mulai tumbuh, pasien tidak mengeluh adanya demam lagi, serta sudah mulai dapat berjalan. Pasien diperbolehkan pulang atas izin dokter dengan anjuran kontrol ke Poli Penyakit Dalam dan diberikan obat hipoglikemik oral tambahan yaitu metformin 2x500mg dan actrapid 3x20ui.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokroprawiro,H.Askandar. Diabetes melliitus.Ilmu penyakit dalam jilid II. Balai penerbit fkui, Jakarta 2. Waspadji S. Telaah mengenai hubungan faktor metabolik dan respons imun pada pasien diabetes mellitus tipe 2 : kaitannya dengan ulkus atau gangren diabetes. Badan Litbang Kesehatan Universitas Indonesia 2000 3. Sanusi H. Penyakit vascular perifer diabetik.Dexamedia 2004;17;2 4. Watkins PJ.ABC of diabetes :the diabetic foot. Br Med J 2003 ; 326:977-9 5. Puruhito.Surgical management of diabetic foot. Bagian Ilmu Pengetahuan Teknologi Kedokteran Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya. 6. Subekti I.Pengelolaan nyeri neuropati diabetic. Dalam naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah tahunan 2006. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 7. Soegono S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus terkini. Dalam Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2004:17-28 8. Frykberg RG, Armstrong DG, Giurini J et al. Diabetic foot Disorders: A clinical Practice Guide. Data trace USA 2004 9. Levy J,gavin JR, sowers JR.Diabetes Mellitus : A disease of abnormal cellular calcium metabolism? The american journal of medicine 1994;96:260273 10. Anonim, Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia PERKENI, Jakarta, 2006 11. Kadri .Konsensus Pengelolaan diabetes mellitus terpadu.Subbagian Endokrinologi-matabolik dan diabetes, Bagian Ilmu penyakit Dalam fakultaskedokteran universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) dalam buku penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta; FKUI 2002: h 161-167 12. Adam,John MF.Pengobatan Medik Kaki Diabetes dalam Kumpulan Makalah Kongres Nasional IV.Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI) Konfrensi kerja perkumpulan endokrinologi Indonesia (PERKENI), Denpasar 22-25 Oktober 1998 Hal 241-242.1998 13. R.Boedisantoso A.etiopatogenesis dan klasifikasi kaki diabetik dalam kumpulan Makalah Kongrea Nasional IV. Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI) Konfrensi kerja perkumpulan endokrinologi Indonesia (PERKENI), Denpasar 22-25 Oktober 1998 Hal 9-11.1998 14. Chen NT.Diabetic foot. Disampaikan pada One day Seminar for Diabetes Mellitus.FK UNLAM/RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 25 November 2005 15. Yates,John.Kelainan Metabolisme. Dalam Panduan klinik Ilmu penyakit dalam. Alih bahasa oleh nugroho. EGC.Jakarta.2001

22

16. Ortegon MA, Redekop WK, Niessen LW. Cost-effectiveness of prevention and treatment of the diabetic foot.Diabetes care 2004;27:901-7 17. Ward A,Metz L, Oddone EZ, Edelman D. Foot Education Improves Knowledge and satisfication among patient at high risk for diabetic foot ulcer.The diabetes educator 199;25(4):560-7

23

Anda mungkin juga menyukai