Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

Diabetes Mellitus Tipe II dan Gangren

Oleh
Mutia Ariska, S.Ked

Pembimbing
dr. Ilum Anam, Sp.PD, KGEH.
dr. Akbar Siregar, Sp.PD,

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FK UNAYA RSUD CUT NYAK DIEN
MEULABOH
Oktober, 2015

BAB I
PENDAHULUAN

Diantara penyakit degeneratif atau penyakit yang tidak menular yang akan
meningkat jumlahnya di masa kini bahkan masa yang akan datang, diabetes
adalah salah satu diantaranya yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini.
Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang, akibat
peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini banyak
disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di
kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif
termasuk diabetes mellitus (DM). Data epidemiologis di negara berkembang
memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat
ditelusuri terutama berasal dari negara maju.1
Di Indonesia kekerapan diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) secara
pasti belum diketahui, tetapi diakui memang sangat jarang. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena Indonesia selain terletak di khatulistiwa barangkali juga
karena faktor genetiknya tidak menyokong. Disamping itu mungkin juga karena
pasien DMTI yang tidak terdiagnosis karena datangnya terlambat hingga pasien
sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis.1
Pada penderita diabetes mellitus dapat terjadi komplikasi, hal ini terjadi
akibat perjalanan penyakit yang berlangsung kronis. Komplikasi yang paling
sering pada penyakit ini adalah angiopati, neuropati dan imunopati yang
selanjutnya dapat menimbulkan berbagai kelainan lain sesuai organ yang terkena.
Salah satu kelainan yang timbul akibat komplikasi diabetes mellitus adalah ulkus
pedis atau kaki diabetik dan osteomyelitis.2,3
2

Ulkus pedis diabetik merupakan komplikasi serius diabetes mellitus. Lebih


dari 50% kasus amputasi nontrauma pada ekstremitas bawah disebabkan oleh
ulkus pedis diabetik. Selain itu kelainan ini merupakan salah satu faktor penyebab
menurunnya kualitas hidup dan kemampuan, serta meningkatkan angka
morbiditas pada pasien diabetes. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman
mengenaoi faktor risiko, patogenesis, komplikasi serta penanganan ulkus pedis
diabetik.2,4
Pola pendekatan multidisiplin dalam penangan penderita ulkus diabetik
harus didasarkan pada pengobatan dasar penyakit dasar penyakit diabetes. Selain
itu perlu juga dilakukan pengobatan adjuvant dan tindakan bedah jika diperlukan,
baik secara minimal maupun secara rekonstruktif dan invasive.5 Jadi penanganan
ulkus diabetik secara keseluruhan mencakup empat hal penting yaitu terapi
penyakit dasar, terapi simptomatis, terapi fisik dan psikoterapi atau edukasi
pasien.6
Berikut ini disampaikan laporan kasus Diabetes Mellitus tipe 2 dengan
gangren pedis pada seorang laki-laki berusia 54 tahun yang dirawat di bagian
Penyakit Dalam Pria RSUD Cut Nyak Dien dari tanggal 24 Oktober 2015 sampai
dengan 26 Oktober 2015.

BAB II
LAPORAN KASUS

1. DATA PRIBADI
Nama

: Ny. Ti Zahra

MRS tanggal : 24 Oktober 2015

No.RMK

: 82 09 34

Ruangan

: Cemara

Jenis Kelamin : perempuan

Umur

: 50 tahun

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Jl. A.Yani Km.14 RT 20


Banjarmasin

2. KELUHAN UTAMA

: Bengkak di punggung tidak sembuh-

sembuh
3. ANAMNESA

Anamnesa Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)


Sejak kurang lebih 3 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, pasien
mengeluh punggungnya di tumbuhi bisul dan bengkak setelah mencoba alat
kesehatan yang ditawarkan salesman. Dua hari kemudian luka tersebut
bernanah. Pasien sebelumnya pernah berobat ke pukesmas. Untuk
mengurangi nyerinya dan menurunkan panas, pasien mengaku mememinum
paracetamol. Setelah lebih dari seminggu luka tak kunjung sembuh lalu
pasien dirujuk berobat ke IGD Cut Nyak Dien.
Pasien masih mengeluh nyeri di punggungnya, pasien tidak mengeluh
adanya mual muntah. Keluhan juga tak didapatkan dari buang air besar
maupun buang air kecil pasien. Pasien juga tidak mengeluh adanya batuk,

sesak serta pusing. Kurang lebih 3 tahun yang lalu pasien mengeluh sering
haus dan sering kencing, kemudian pasien juga mengeluh sering
mendapatkan luka bisul yang susah sembuh, lalu pasien memeriksakan diri ke
puskesmas, dan di katakan bahwa pasien punya penyakit gula darah.
Anamnesa Medik dan Penyakit Terdahulu
Pasien mengaku ada riwayat hipertensi, tetapi pasien mengaku tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus.
Anamnesa Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengaku tidak ada riwayat hipertensi dan asma tetapi
pasien mengaku keluarganya punya riwayat penyakit diabetes mellitus.

4. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Komposmentis, GCS 4-5-6

Pernapasan

: Thorakoabdominal

Gizi

: Cukup

Kulit

: Sawo matang

Tanda vital
TD

: 160/100 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Suhu

: 36,3 oC

RR

: 20 x/menit

Pemeriksaan Kepala dan Leher


Kepala

: Bentuk mesosefali, simetris, tidak ada deformitas, rambut


berwarna hitam

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak ada edema


pada kedua palpebra, pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya (+/+)

Telinga

: Bentuk normal dan simetris, tidak ada deformitas, sekret tidak


ada, serumen minimal

Hidung

: Bentuk normal dan simetris

Mulut

: Bentuk normal, mukosa tidak sianosis, lidah tidak kotor, tidak


tremor, perdarahan gusi tidak ada, trismus (-), tidak hiperemis

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, pernapasan cuping


hidung tidak ada, deformitas tidak ada, epistaksis tidak ada kanan
dan kiri, tekanan vena jugularis tidak meningkat, kaku kuduk
tidak ada, tidak ada deviasi trakea.

Pemeriksaan Umum Thorax


Bentuk

: Simetris datar

Kulit

: Tidak tampak kelainan

Aksila

: Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening

Pemeriksaan Paru
Inspeksi

: Gerak napas simetris

Palpasi

: Fremitus fokal simetris normal, tidak ada nyeri tekan

Perkusi

: Sonor kanan dan kiri

Auskultasi : Suara napas vesikular, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)


Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: Tidak tampak iktus kordis

Palpasi

: Iktus kordis teraba, thrill tidak ada

Perkusi

: Batas kanan ICS II-V Linea Sternalis Dextra


Batas kiri ICS V 2 cm lateral Linea Midclavicularis Sinistra

Auskultasi : Murmur jantung (-)


Pemeriksaan Umum Abdomen
Inspeksi

: Tampak datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Palpasi

: Hepar , Lien dan massa tidak teraba.

Perkusi

: Timpani

Pemeriksaan Extremitas
Atas

: Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-),


refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-)

Bawah

: Akral hangat, Edema (-/-), parese (-/-), refleks patologis (-/-),


refleks fisiologis (+/+), tanda-tanda perdarahan (-/-), gangren (+ /
+)

Pemeriksaan Tulang Belakang


Tidak ada kelainan kongenital, skoliosis (-), kifosis (-), gibbus (-)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan

24.10.15

HEMATOLOGI
Hemoglobin
12,4
Leukosit
8,4
Eritrosit
4,04
Hematokrit
36
Trombosit
430
RDW-CV
11,7
MCV-MCH-MCHC
MCV
88,0
MCH
30,7
MCHC
34,8
Hitung Jenis
Neutrofil %
57,6
Limfosit %
35,5
Basofil %
Eosinofil %
Monosit %
MID %
6,9
Neutrofil #
4,8
Limfosit #
3,0
Basofil #
Eosinofil #
Monosit #
MID #
0,6
KIMIA
GULA DARAH
Gula Darah
591
Sewaktu
GINJAL
Ureum
21
Kreatinin
0,7
ELEKTROLIT
Natrium
128
Kalium
4,6
Clorida
100

25.10.15

Nilai
Rujukan

Satuan

11,3
5,8
3,58
32
289
13,5

14,0-18,0
4,0-10,5
4,50-6,00
40-50
150-450
11,5-14,7

g/dl
ribu/ul
Juta/ul
Vol%
Ribu/ul
%

90,1
31,6
35

80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0

Fl
Pg
%

28,4
62,1
9,5
1,6
3,6
0,5

50,0-70,0
25,0-40,0
0,0-1,0
1,0-3,0
3,0-9,0
4,0-11,0
2,50-7,00
1,25-4,00
<0,1
<0,3
0,30-1,00
-

%
%
%
%
%
%
Ribu/ul
Ribu/ul
Ribu/ul
Ribu/ul
Ribu/ul
Ribu/ul

197

<200

Mg/dL

10-45
0.5-1.7

mg/dl
mg/dl

135-146
3,4-5,4
95-100

Mmol/l
Mmol/l
Mmol/l

6. DIAGNOSIS KERJA
Diabetes Melillitus dengan gangren pedis dextra et sinistra
7. PENATALAKSANAAN
Tanggal 25 Oktober 2015
-

IVFD. NaCl 30 TPM


Inj Ranitidine /8 jam
Ceftriaxone /8 jam
Metronidazole 3 x 500 mg IV
Cek GDS / 8 jam

Follow up
Tabel 2. Follow up tanggal 25 Oktober 2015 26 Oktober 2015

10

EVALUASI
Panas
S Nyeri punggung
Nyeri sendi
Luka basah
TD (mmHg)
O N (kali/menit)
RR (kali/menit)
T (0C)
GDS
A
IVFD. NaCl 30 tpm
Ceftriaxone 2 x1 g iv
Ranitidine 2x 1 g iv
Clindamisin 2x 300 mg
Interhistin 1.0.1
P Ketokonazol 1x200 mg
Aspilet 1x80 mg
Amitriptilin 0.0.1
Semprot Gentamicin/
Metronidazole + Aqua
Rawat gangren pagi & sore
Diet DM

HARI PERAWATAN
1
2
25/10/15
26/10/15
+
+
+
+
+
+
100/70
82
24
37,8
487

110/80
80
24
37,5
456

DM Tipe II + gangren
+
+
+
+

+
+
+
+
+

BAB III
PEMBAHASAN
11

Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan


metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa yang rendah
sehingga

mengkibatkan

adanya

penumpukan

glukosa

di

dalam

darah

(hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa di dalam


darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin
pada pancreas ( DM tipe 1), atau terjadin gangguan fungsi pada enzim insulin
tersebut dalam metabolisme glukosa ( DM tipe 2)7,8,9
Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM
berupa poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan yang menurun. Gejala lain yang
mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita.10
Pada kasus ini, seorang perempuan dengan usia 50 tahun yang dirawat di
bangsal penyakit dalam RSUD CND Meulaboh di diagnosa gangren punggung
akibat diabetes mellitus. Diketahui kurang lebih 3 tahun pasien telah menderita
kencing manis. Sebelum didiagnosa terkena kencing manis, pasien mengaku
sering buang air kecil selain itu pasien juga merasakan sering haus. Keluhan lain
yang dirasakan adalah nafsu makan pasien berkurang, badan lemas dan sering
merasa pusing. Dengan keluhan tersebut pasien berobat ke puskesmas terdekat
kemudian didiagnosis dengan kencing manis. Dari anamnesa memang mengarah
ke diagnosis diabetes mellitus, karena terdapat keluhan poliuri dan polidipsi,
walaupun nafsu makan pasien berkurang. Kurang lebih 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit pasien sudah berobat ke pukesmas karena bisul yang bengkaknya

12

semakin membuatnya tidak punggungnya tidak nyaman. Setelah itu pasien


mengeluh punggungnya melepuh dan nyeri. Selain itu pasien juga mengeluh
badannya demam. Luka sempat di obati sendiri dengan membersihkan luka
dengan cairan infus seperti anjuran dari tempat rawatan sebelumnya, untuk
demam pasien meminum paracetamol, tetapi luka di punggungnya juga tidak
sembuh-sembuh. Demam yang dirasakan pasien sangat mungkin terjadi karena
proses infeksi dari luka di punggung pasien, hal ini dikuatkan dengan tidak ada
gejala batuk ataupun nyari kencing dari pasien, yang membuang diagnosis
banding bahwa pasien terkena infeksi saluran nafas atau saluran kencing.

Gambar 1. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

13

Hasil laboratorium didapatkan kadar glukosa darah sewaktu pasien 591


mg/dL. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan timbulnya gejalagejala khas, seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan , serta
mudah terkena penyakit infeksi. Diagnosis Diabete Mellitus dapat ditegakkan
jika11:
1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memiliki
tanda klinis diabetes mellitus, atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupan
kalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberian
beban glukosa oral 75g
Pada pasien juga ditemukan luka pada punggung yang tak kunjung
sembuh. Gambaran luka berupa adanya gangren diabetik pada punggung. Pada
gangren diabetik penderita

disertai dengan osteomyelitis sekunder. Sehingga

diabetik pada penderita ini dapat dimasukkan pada derajat III klasifikasi kaki
diabetik menurut Wagner.
Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut 12,13
-

Derajat 0
Derajat I
Derajat II

: Tidak ada lesi terbuka, kulit masi utuh


: Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit
: Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan

tulang
Derajat III

: Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang

dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa


-

osteomyelitis
Derajat IV
: gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit
Derajat V
: gangren seluruh kaki
Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat

14

sesuai denganderajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu 2,13


-

Derajat 0
Derajat I-IV
Derajat V

: tidak ada perawatan lokal secara khusus


: pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
: tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan

bedah mayor misalnya amputasi


Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan pada
pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa darah serta pengelolaan
medik dan tindakan bedah minor. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control
and Complication Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study
(UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi
kronik diabetes dapat dikurangi6. Pengendalian kadar glukosa darah dapat
dilakukan antara lain dengan cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat
dengan obat-obatan antihiperglikemi. Salah satu obat antihiperglikemi yang
diberikan pada pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu
novorapid pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai
infeksi pada punggungnya. Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan
insulin antara lain : 1
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM dengan kehamilan
4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV)
5. DM dengan gangguan faal hati yang berat
6. DM dan TB paru yang berat
7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren)
8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM
9. DM dan operasi
10. DM dengan patah tulang
11. DM dengan underweight
12. DM dan penyakit gravid
Pada pasien ini untuk perawatan luka infeksi dilakukan dengan dressing

15

menggunakan NaCl untuk membersihkan dan membilas lalu menggunakan


semprotan

gentamycine

atau

metronidazole

sebagai

antibiotika

topikal.

Penanganan infeksi secara sistemik diberikan antibiotika broad spectrum dan


narrow spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral maupun secara injeksi
seperti ceftriaxone, dan clindamycin. Menurut adam (1998) pada keadaan infeksi
berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan semaksimal mungkin, dengan
pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis
kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob12
Selain pemberian antibiotika , penderita juga diberikan aspilet dan
interhistin. Aspilet yang diberikan bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi perifer,
oleh karena pada penderita gangren diabetes sering disertai dengan penyakit
pembuluh darah perifer yang akan memperburuk iskemik daerah luka12.
Sedangkan interhistin bertujuan sebagai antihistamin untuk mengurangi reaksi
alergi dari pasien. Ketokonazole yang diberikan kepada pasien bertujuan untuk
menurunkan resiko terjadi infeksi jamur. Pada pasien ini juga diberikan obat-obat
untuk menghilangkan gejala yang ada seperti ranitidine, grahabion, dan
amitripthyline.Terapi simptomatik pada pasien dengan gangren diabetik meliputi
semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi gejala
sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada pasien diabetes melitus dengan
gangren, seringkali ditemukan penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri
dan gangguan pencernaan.14,15,16
Eradikasi total diabetik gangren jarang terjadi. Meskipun dapat mengering,
resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa darah tidak terkendali.

16

Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi dengan situasi tersebut menjadi
sangat penting dalam pengelolaan diabetes mellitus dengan gangren. Ward et al

17

meneliti bahwa kepuasan pasien paska perawatan ulkus diabetikum lebih tinggi
pada mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu
penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di
lukanya, perlunya pemeriksaan luka pada setiap pertemuan dengan dokter, dan
perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya kembali
gangren paska perawatan sebelumnya 6.

BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Diabetes mellitus Tipe 2 dan gangren


punggung pada seorang perempuan (50 tahun) yang dirawat di bagian Penyakit
Dalam Perempuan dengan keluhan utama luka yang tidak sembuh-sembuh.
Selama perawatan di bangsal penyakit dalam perempuan RSUD CND Meulaboh
telah diberikan terapi yaitu IVFD. NaCl 30 tpm, Novorapid , Ceftriaxone 2 x1 g
,Metronidazole 3 x 500 mg , Aspilet 1x80 mg,

Ranitidin 2x 1 amp,

Semprot

Gentamicin / Metronidazole + Aqua , Rawat gangren pagi & sore dan Diet DM.. Pasien
diperbolehkan pulang atas izin dokter jika kondisi pasien telah menunjukkan perbaikan,
gangrene mengering dan tertutup jaringan yang mulai tumbuh, pasien tidak mengeluh
adanya demam lagi, serta sudah mulai dapat berjalan dengan anjuran kontrol ke Poli

17

Penyakit Dalam dan diberikan obat hipoglikemik oral tambahan yaitu metformin
2x500mg dan actrapid 3x20ui.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokroprawiro,H.Askandar. Diabetes melliitus.Ilmu penyakit dalam jilid II.


Balai penerbit fkui, Jakarta
2. Waspadji S. Telaah mengenai hubungan faktor metabolik dan respons imun
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 : kaitannya dengan ulkus atau gangren
diabetes. Badan Litbang Kesehatan Universitas Indonesia 2000
3. Sanusi H. Penyakit vascular perifer diabetik.Dexamedia 2004;17;2
4. Watkins PJ.ABC of diabetes :the diabetic foot. Br Med J 2003 ; 326:977-9

18

5. Puruhito.Surgical management of diabetic foot. Bagian Ilmu Pengetahuan


Teknologi Kedokteran Fakultas Universitas Airlangga, Surabaya.
6. Subekti I.Pengelolaan nyeri neuropati diabetic. Dalam naskah lengkap
penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah tahunan 2006. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
7. Soegono S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus terkini. Dalam
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadi. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
2004:17-28
8. Frykberg RG, Armstrong DG, Giurini J et al. Diabetic foot Disorders: A
clinical Practice Guide. Data trace USA 2004
9. Levy J,gavin JR, sowers JR.Diabetes Mellitus : A disease of abnormal cellular
calcium metabolism? The american journal of medicine 1994;96:260-273
10. Anonim, Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia PERKENI,
Jakarta, 2006
11. Kadri .Konsensus Pengelolaan diabetes mellitus terpadu.Subbagian
Endokrinologi-matabolik dan diabetes, Bagian Ilmu penyakit Dalam
fakultaskedokteran universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo
(FKUI/RSCM) dalam buku penatalaksanaan diabetes melitus terpadu.
Jakarta; FKUI 2002: h 161-167

19

12. Adam,John MF.Pengobatan Medik Kaki Diabetes dalam Kumpulan Makalah


Kongres Nasional IV.Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADI) Konfrensi
kerja perkumpulan endokrinologi Indonesia (PERKENI), Denpasar 22-25
Oktober 1998 Hal 241-242.1998
13. R.Boedisantoso A.etiopatogenesis dan klasifikasi kaki diabetik dalam
kumpulan Makalah Kongrea Nasional IV. Persatuan Diabetes Indonesia
(PERSADI) Konfrensi kerja perkumpulan endokrinologi Indonesia
(PERKENI), Denpasar 22-25 Oktober 1998 Hal 9-11.1998
14. Chen NT.Diabetic foot. Disampaikan pada One day Seminar for Diabetes
Mellitus.FK UNLAM/RSUD Ulin Banjarmasin pada tanggal 25 November
2005
15. Yates,John.Kelainan Metabolisme. Dalam Panduan klinik Ilmu penyakit
dalam. Alih bahasa oleh nugroho. EGC.Jakarta.2001
16. Ortegon MA, Redekop WK, Niessen LW. Cost-effectiveness of prevention
and treatment of the diabetic foot.Diabetes care 2004;27:901-7
17. Ward A,Metz L, Oddone EZ, Edelman D. Foot Education Improves
Knowledge and satisfication among patient at high risk for diabetic foot
ulcer.The diabetes educator 199;25(4):560-7

20

Anda mungkin juga menyukai