Anda di halaman 1dari 17

F6 Hipertensi (masy)

LB:
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu
pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena masih banyak
kasus belum terselesaikan, bahkan beberapa penyakit menular yang semula dapat dikendalikan
muncul kembali dengan penyebaran tidak mengenal batas-batas daerah maupun batas antar
negara. Dilain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit tidak menular (PTM), yang
merupakan penyakit akibat gaya hidup serta penyakit-penyakit degeneratif.
Proporsi penyebab kematian karena penyakit kardiovaskuler tahun 1986, 1992, 1995 dan 2001
cenderung meningkat. Faktor risiko penyakit Kardiovaslerantara lain merokok, obesitas, diet
rendah serat tinggi lemak dengan akibat gangguan kadar lemak dalam darah, dan kurangnya
olah raga. Diperoleh data bahwa di Indonesia terdapat 28 % perokok pada usia 10 tahun ke
atas, kurang aktivitas fisik merupakan proporsi terbanyak yaitu 92% dari penduduk usia 15
tahun ke atas di pulau Jawa dan Bali terutama untuk kelompok perempuan. Overweight dan
obesitas lebih tinggi prevalensinya pada perempuan dan cenderung meningkat dengan
bertambahnya umur.
Sedangkan angka penderita Hipertensi kian hari semakin mengkhawatirkan, seperti yang
dilansir oleh The Lancet tahun 2000 sebanyak 972 juta (26%) orang dewasa di dunia menderita
Hipertensi. Angka ini terus meningkat tajam, diprediksikan oleh WHO pada tahun 2025 nanti
sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia yang menderita hipertensi.
Pada saat ini hipertensi adalah faktor risiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini,
hipertensi berakibat terjadinya gagal jantung kongestif serta penyakit cerebrovaskuler. Penyakit
ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang, sering disebut sebagai the killer
disease karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi. Penderita
datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat Hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai
heterogeneouse group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok
umur, sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi,
modernisasi dan globalisasi memunculkan sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan
angka kesakitan hipertensi.

Permasalahan:
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. BS
Umur : 57 tahun
Tanggal Periksa : 24 September 2020

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 24 September 2020
1. Keluhan Utama
Pusing
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing sejak 2 hari yang lalu. Pusing dirasakan terus menerus.
Pasien juga mengeluh leher terasa kencang sehingga pasien tidak bisa tidur. Pasien merupakan
pasien rutin pengobatan hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : (+) sejak 5 tahun yang lalu
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat sakit jantung : disangkal
d. Riwayat mondok : disangkal
e. Riwayat asma/alergi : disangkal
4. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : (+) sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma/alergi : disangkal
d. Riwayat sakit jantung : disangkal
6. Riwayat Gizi
Pasien sehari – hari makan dengan nasi sayur tiga kali sehari @ 1 piring
dengan lauk tahu tempe, kadang telur, jarang makan buah dan tidak minum
susu.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang pensiunan. Pasien tinggal bersama istrinya. Saat ini,
biaya perawatan pasien menggunakan ASKES.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 4 November 2014
1. Keadaan Umum : Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
a. Tensi : 170 / 100 mmHg
b. Nadi : 85 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
c. Pernapasan : 16 x/menit
d. Suhu : 37,2 °C per axiler
3. Status Gizi
BB = 72 kg TB = 165 cm
BMI = 2 (1,65)
72
= 26,45 kg/m2 (overweight)
4. Kulit
Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
5. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam dan putih
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-),
pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem
palpebra (-/-), strabismus (-/-), cowong (-/-)
8. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
10. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah atropi (-)
11. Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-).
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan abdominothorakal, sela iga
melebar (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan parasternal tidak
tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung : spatium intercostale III, linea parasternalis sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 85 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-), gallop (-)
Pulmo Depan
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal
(-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Pulmo Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : paru kanan sonor, paru kiri sonor
Batas paru kanan bawah setinggi vertebre thoraks VI
Batas paru kiri bawah setinggi vertebre thoraks VII
Penanjakan diafragma : 5 cm kanan sama dengan kiri
Auskultasi:
Kanan: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak teraba
14. Kelenjar getah bening inguinal
tidak membesar
15. Ekstremitas : normal

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


1. DIAGNOSIS : Hipertensi Stage II
2. Rencana Penatalaksanaan: Non-farmakolgi dan farmakologi

Pelaksanaan:
Tatalaksana pengendalian hipertensi dilakukan dengan pendekatan:
a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup sehat dalam
pengendalian hipertensi.
b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik untuk
mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi faktor
risiko.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan. Kematian
mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya
pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua tingkat
pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan
yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan
melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat
diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan
unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan.

Terapi Non-farmakologis:
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya
terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
d. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Terapi famakologis:
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan
terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal , masa
kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat
ditarnbahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap
obat anti hipertensi.
Beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
b. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi.
c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi.
d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur
hidup.

Terapi farmakologis yang diberikan adalah:


- Terapi Oral: Amlodipin 10 mg 1x1 tab (malam)

Edukasi yang diberikan kepada pasien:


a. Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh
namun dapat dikontrol dengan modifikasi gaya hidup dan obat
b. Mengontrol faktor risiko, antara lain menurunkan kelebihan berat badan, mengurangi
asupan garam sehari-hari, menciptakan keadaan rileks, melakukan olah raga teratur
c. Meminum obat secara teratur dan kembali kontrol sebelum obat habis
d. Rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan primer belum dapat
mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi penyakit lainnya akibat
penyakit hipertensi.

Monitoring Evaluasi:
Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi apakah keluhan yang dialami sudah
berkurang atau belum. Memeriksa tekanan darah pasien. Ditanyakan apakah obat masih ada
atau tidak. Jika tekanan darah masih belum memenuhi sasaran setelah beberapa kali
pengobatan dan modifikasi gaya hidup yang tepat atau ditemukan komplikasi dari hipertensi,
maka pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis.
F6 Asma Bronkhial (Masy)

LB: Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan.
Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit asma. Asma
merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik,
batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir
prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-
negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa
tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat
dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan
melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan
manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang direkomendasikan
Global Initiative for Asthma (GINA).
Asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius diseluruh dunia. Prevalensi
asma menurut laporan Word Health Organization (WHO) tahun 2013, saat ini sekitar 235 juta
penduduk dunia terkena penyakit asma. Behavioral Risk Factor Surveillance Survey (BRFSS)
tahun 2002 – 2007 melaporkan di Florida prevalensi asma dewasa sebanyak 10,7%. Asma
menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 menduduki urutan ke lima dari 10
penyebab kesakitan. Penderita asma Indonesia sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan
perempuan 6,6%.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama
yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan
pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan
kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi
penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu
menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.

Permasalahan:
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 28 tahun
Tanggal Periksa : 25 Agustus 2020

II. Anamnesis
1. Keluhan Utama: Sesak Nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang mulai dirasakan 4 jam yang lalu. Keluhan
dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat maupun perubahan posisi. Pasien
masih dapat berbicara dalam bentuk kalimat, masih dapat berjalan sendiri. Pasien belum
mengkonsumsi obat untuk mengatasi keluhannya. Biasanya pasien mengkonsumsi salbutamol
bila sesak timbul.
Pasien sudah merasakan keluhan tersebut sejak kecil. Keluhan timbul bila terpapar cuaca/udara
dingin. Sudah beberapa bulan keluhan tidak timbul. Namun dalam satu bulan terakhir keluhan
beberapa kali timbul. Serangan dapat terjadi dua kali dalam satu minggu, namun dalam satu
hari hanya satu kali.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma : (+)
d. Riwayat sakit jantung : disangkal
e. Riwayat mondok : disangkal
f. Riwayat alergi : (+) alergi udara dingin
4. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat asma/alergi : (+) ibu pasien menderita asma
d. Riwayat sakit jantung : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum : Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
a. Tensi : 130 / 90 mmHg
b. Nadi : 90 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup.
c. Pernapasan : 28 x/menit
d. Suhu : 36,8 °C per axiler
3. Status Gizi
BB = 50 kg
TB = 150 cm
BMI = = 22,22 kg/m2 (normoweight)
4. Kulit
Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
5. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam, sukar dicabut
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-), strabismus (-/-),
cowong (-/-)
8. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-)
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
10. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah atropi (-)
11. Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah
bening (-).
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan abdominothorakal, sela iga
melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial, epigastrium dan parasternal tidak
tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial linea medio
clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea sternalis dextra
pinggang jantung :spatium intercostale III, linea parasternalis sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 90 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal,bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (+), Wheezing (+) saat ekspirasi minimal.
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (+), Wheezing (+) saat ekspirasi minimal.
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi: tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas : dalam batas normal

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


DIAGNOSIS : Asma Bronkial
Rencana tatalaksana : Non-farmakologi dan farmakologi
Tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah dapat mengontrol manifestasi klinis dari
penyakit untuk waktu yang lama, meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Global Initiative for Asthma (GINA, 2009) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2006)
menganjurkan untuk melakukan penatalaksanaan berdasarakan kontrol.
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol terdapat dua faktor yang
perlu dipertimbangkan, yaitu:
1. Medikasi (non farmakologis dan farmakologis)
2. Pengobatan berdasarkan derajat
Terapi Non-farmakologis:
Terapi non farmakologis meliputi 2 komponen utama, yaitu:
- Kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan asma.
Berbagai pemicu serangan asma antara lain adalah debu, polusi, merokok, olah raga,
perubahan temperatur secara ekstrim, termasuk penyakit-penyakit yang sering mempengaruhi
kejadian sama, seperti rinitis, sinusitis, GERD, dan infeksi virus. Untuk memastikan alergen
pemicu serangan pasien, maka direkomendasikan untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien
serta uji alergi pada kulit (skin prick test).
- Edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang asma. Setelah
jenis alergen telah diketahui, pasien perlu diedukasi mengenai berbagai cara untuk mencegah
dan mengatasi saat terjadi serangan asma. Edukasi juga meliputi pengetahuan tentang
patogenesis asma, bagaimana mengenal pemicu asma dan mengenal tanda-tanda awal
keparahan asma, cara penggunaan obat yang tepat, dam bagaimana memonitor fungsi paru
nya. Selain itu pasien diminta untuk melakukan fisioterapi napas (senam asma), vibrasi dan atau
perkusi toraks dan batuk yang efisien.

Terapi famakologis:
Menurut PDPI (2006), medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara seperti inhalasi,
oral dan parenteral. Dewasa ini yang lazim digunakan adalah melalui inhalasi agar langsung
sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal ataupun tidak ada. Macam–macam
pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi dosis terukur (IDT), IDT dengan alat bantu
(spacer), Dry powder inhaler (DPI), breath–actuated IDT, dan nebulizer. Medikasi asma terdiri
atas pengontrol (controllers) dan pelega (reliever).
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang, terutama untuk asma persisten, yang
digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap terkontrol (PDPI, 2006). Menurut PDPI
(2006), pengontrol, yang sering disebut sebagai pencegah terdiri dari:
1. Glukokortikosteroid inhalasi dan sistemik
2. Leukotriene modifiers
3. Agonis β-2 kerja lama (inhalasi dan oral)
4. Metilsantin (teofilin)
5. Kromolin (Sodium Kromoglikat dan Nedokromil Sodium)
Pelega adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan untuk cepat mengatasi
bronkokonstriksi dan mengurangi gejala – gejala asma. Prinsip kerja obat ini adalah dengan
mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat
bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan
batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan
hipersensitivitas jalan napas. Pelega terdiri dari:
1. Agonis β-2 kerja singkat
2. Kortikosteroid sistemik
3. Antikolinergik (Ipratropium bromide)
4. Metilsantin

Pelaksanaan:
Terapi farmakologis dan nonfarmakologis yang diberikan adalah :
Pasien menolak dirujuk ke rumah sakit, diberikan terapi obat-obatan oral dan juga edukasi
kepada pasien.

Terapi Oral:
- Dexametason tab 0,5mg 3x1
- CTM tab 4mg 2x1
- Salbutamol tab 4mg 3x1

Edukasi yang diberikan kepada pasien:


1. Menghindari faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan asma, misalnya
menghindari udara dingin.
2. Olah raga yang mampu melatih otot-otot pernapasan seperti berenang dan senam
secara rutin 1-2 kali/ minggu.
3. Istirahat yang cukup, konsumsi makanan yang bergizi dan buah-buahan.
4. Minum obat secara teratur dan kontrol secara rutin.
5. Segera datang ke IGD rumah sakit terdekat apabila keluhan sesak nafas tidak
berkurang/bertambah dengan pemberian obat

Monitoring Evaluasi:

Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi dan follow up mengenai keluhan yang
dialami sudah berkurang atau belum. Dilakukan pemeriksaan pada kedua lapang paru untuk
menilai apakah masih ada wheezing. Ditanyakan apakah obat masih ada atau tidak. Pasien juga
direncanakan untuk dirujuk ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan spirometri agar
dapat mengetahui fungsi paru, prognosis dan penatalaksaan selanjutnya.

F6  Penanganan Pasien Dyspepsia Fungsional Secara Holistik (Masy)


LB:
Sindroma dispepsia mulai sering dikemukakan sejak 1980. Sindroma ini menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak nyaman yang terutama dirasakan di
daerah perut bagian atas (epigastrium) dan disertai rasa mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa perut penuh atau begah, sendawa dan rasa panas yang menjalar di dada.
Menurut data Profil Kesehatan Indonesia 2007, dispepsia menempati peringkat ke-10 untuk
kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 dengan jumlah pasien
34.029 atau sekitar 1,59%. Sindroma dispepsia dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya
yaitu sindroma dispepsia akibat kelainan organik dan sindroma dispesia fungsional (non-
organik). Berdasarkan survei epidemiologi kasus sindroma dispepsia akibat kelainan organik
sebanyak 40 % dan fungsional sebanyak 60%.
Banyak faktor yang memicu timbulnya keluhan sindroma dispepsia, diantaranya sekresi asam
lambung, kebiasaan makan, Infeksi bakteri Helicobacter pylori, tukak peptikum dan psikologis.
Konsumsi kebiasaan makanan beresiko seperti makanan pedas, asam, bergaram tinggi dan
minuman seperti kopi, alkohol merupakan faktor pemicu timbulnya gejala dispepsia.
World Health Organization (WHO) menetapkan batasan usia remaja yaitu 10-19 tahun. Kategori
usia remaja ini, cendrung ditemui pada seorang pelajar ataupun mahasiswa yang tentunya
memiliki rutinitas sangat banyak, mulai dari kegiatan akademik seperti mengikuti jadwal
aktivitas perkuliahan, mengerjakan tugas-tugas kuliah, diskusi kelompok dan kegiatan non-
akademik lainnya seperti mengikuti kegiatan organisasi. Pola aktivitas yang padat membuat
seseorang sering mengabaikan atau menunda waktu makan.

Permasalahan:
Identitas Pasien
Nama : Nn. N
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Hurnala I
Hari/Tanggal : Kamis, 17 September 2020

Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Poli Puskesmas dengan keluhan nyeri
ulu hati yang dialami sejak 1 minggu yang lalu, tidak terus menerus, nyeri di rasakan memberat
jika terlambat makan, perut terasa kembung dan sering merasa mual. Keluhan disertai cepat
kenyang saat makan. Pasien sering makan tidak teratur. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Pengobatan : Tidak ada


Riwayat Penyakit Dahulu :-
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak diketahui

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang/composmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5 C
BB : 40 kg
TB : 150 cm
Status gizi : BMI = 17,77 kg/m2 Kesan : Underweight

Status Generalis :
Kepala : Anemis -/-, Ikterus -/-
Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)
Leher : Limfadenopati tidak ada,
Thoraks :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I/II murni, regular. Bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, sela iga normal, retraksi napas (-)
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium, massa (-), H/L pembesaran (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Akral teraba hangat pada seluruh ekstremitas, tidak di jumpai oedema pada ke
empat ekstremitas

Pemeriksaan Penunjang :
-

Diagnosis : Dyspepsia Fungsional

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Intervensi yang diberikan yaitu pasien dirawat jalan dengan pemberian terapi secara
farmakologis dan non farmakologis.

Pelaksanaan:
Non Farmakologi :
- Tidak menunda makan, mengatur pola makan dengan makan secara teratur dan sebaiknya
mengkonsumsi makanan berserat tinggi, bergizi, serta per- banyak minum air putih.
- Kurangi mengkonsumsi makanan pedas, kecut, banyak mengandung gas yang dapat
menimbulkan gas di lambung (kubis, kol, kentang, semangka, melon) dan berlemak tinggi yang
menghambat pengosongan isi lambung.
- Menghindari konsumsi obat –obat yang dapat mengiritasi lambung seperti obat anti inflamasi,
misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin dan keto- profen. Sebaiknya di ganti dengan
Acetaminophen karena tidak mengaki-batkan iritasi pada lambung.
- Menghindari stress

Farmakologi
- Ranitidin 150 mg 2dd1ac (Dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan)
- Domperidone 10 mg 3dd1ac (Dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan)
- Vit. B6 1dd1

Monitoring Evaluasi:
Setelah mendapat diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dokter memberikan
terapi serta memberikan edukasi ke pasien terkait Dypepsia fungsional.

F6 Pelaksanaan Poliklinik Umum di Puskesmas Tulehu (pend, peserta pidi, masy)

LB: Pembangunan kesehatan mempunyai visi “Indonesia sehat“, diantaranya dilaksanakan


melalui pelayanan kesehatan oleh puskesmas dan rumah sakit. Puskesmas adalah unit
pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.
Puskesmas sebagai upaya pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan
kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satulah upaya kesehatan
wajib dalam puskesmas berupa upaya pengobatan dasar yang ditujukan kepada semua
penduduk, tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur. Pengobatan merupakan
suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh
selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah
yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan
yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat
dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional. Adapun tujuan pengobatan dasar ini
adalah meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat di Indonesia, yaitu
terhentinya proses perjalanan penyakit yang diderita diderita oleh seseorang, berkurangnya
penderitaan karena sakit, mencegah dan berkurangnya kecacatan, serta merujuk penderita ke
fasilitas diagnosis dan pelayanan yang lebih canggih bila perlu.

Permasalahan:

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


diperlukan suatu upaya anamnesis dan pemeriksaan fisis secara menyeluruh dan teliti pada
setiap pasien yang datang ke poliklinik umum, serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan.

Pelaksanaan:
Telah dilakukan kegiatan poliklinik umum di Puskesmas Tulehu selama periode Agutus
2020 - November 2020. Pemeriksaan meliputi anamnesis tentang gejala utama seperti
demam, nyeri kepala, batuk, sesak, mual muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, nafsu
makan, berak encer, gatal, serta keluhan penyerta. Kemudian dilakukan anamnesis tentang
riwayat penyakit, faktor risiko, riwayat keluarga, dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Setelah anamnesis dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis berupa inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Dan jika diperlukan, dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium.

Monitoring Evaluasi:
Pada anamnesis, didapatkan keluhan terbanyak pasien yang datang berobat ke poliklinik umum
yaitu nyeri ulu hati, demam, batuk, dan sakit kepala.
Dari anamnesis tersebut dengan keluhan nyeri ulu hati, paling banyak dengan diagnosis akhir
dyspepsia, keluhan demam, batuk paling banyak dengan diagnosis ISPA, dan keluhan sakit
kepala paling banyak dengan diagnosis Tension Type Headache.
Pasien yang dirujuk ke rumah sakit sebagian besar adalah pasien yang tidak dapat ditangani di
Puskesmas seperti tumor, katarak, dan trauma.

F6 Tonsilitis Akut (masy)

LB:
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi kuman golongan streptococcus atau virus yang dapat bersifat
akut atau kronis. Masalah kekambuhan pada pasien tonsillitis perlu diperhatikan. Apabila
tonsillitis diderita oleh anak tidak sembuh maka akan berdampak terjadinya penurunan nafsu
makan, demam, berat badan menurun, menangis terus-menerus, nyeri waktu menelan dan
terjadi komplikasi seperti sinusitis, laringtrakeitis, otitis media, gagal nafas, serta osteomielitis
akut.
Pada umumnya serangan tonsillitis dapat sembuh sendiri apabila daya tahan tubuh penderita
baik. Tonsil yang mengalami peradangan terus-menerus sebaiknya dilakukan tonsilektomi
(operasi pengangkatan amandel) yang harus dipenuhi terlebih dahulu indikasinya. Tindakan
tonsilektomi mempunyai risiko yaitu hilangnya sebagian peran tubuh melawan penyakit yang
dimiliki jaringan amandel.
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering meningkat pada anak usia 5-
12 tahun. Tonsilitis paling sering terjadi di negara subtropis. Pada negara iklim dingin angka
kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan yang terjadi di negara tropis, infeksi
Streptococcus terjadi di sepanjang tahun terutama pada waktu musim dingin (Rusmarjono,
2003). Hasil Penelitian Jagdeep (2008) menunjukkan bahwa gangguan tonsillitis berdampak
pada penampilan pasien, seperti sering mengalami radang namun tidak sampai mengalami
gangguan suara.
Sebagian besar penderita mengalami tonsillitis karena kebiasaan mereka mengkonsumsi
makanan seperti goreng-gorengan, makanan pedas dan juga minuman yang dingin seperti es.
Faktor pencetus yang dapat mengakibatkan anak mengalami tonsillitis harus dihindari. Oleh
karena itu anak-anak dengan riwayat pernah menderita tonsillitis diusahakan untuk
menghindari faktor pencetus dengan cara minum banyak air atau cairan seperti sari buah,
terutama selama demam, menghidari minum minuman dingin, sirup, es krim, gorengan,
makanan awetan yang diasinkan, manisan dan makanan yang pedas.

Permasalahan:
Tn. D; Umur : 22 tahun; Alamat : Jahab ; Pekerjaan : Mahasiswa

Keluhan Utama : Nyeri menelan


RPS : Pasien dating dengan keluhan nyeri menelan disertai rasa sulit menelan. Keluhan dialami
sejak 3 hari terakhir sebelum ke Puskesmas. Nyeri menelan dirasakan terus menerus. Batuk,
pilek, hidung tersumbat juga dirasakan pasien. Demam juga dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
Terkadang disertai mual namun tidak sampai muntah jika mencoba makanan yang padat.
Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal. Pasien sering mengkonsumsi
minuman manis dan dingin.
RPD : Riwayat diabetes melitus, hipertensi, sakit jantung, asma, alergi disangkal

Riwayat Kebiasaan : Riwayat merokok (-). Konsumsi alkohol (-)

RPK : -

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit ringan, compos mentis, gizi kesan cukup.
TTV : TD 110/70 mmHg, Nadi 86 x/menit, irama regular, RR 20 x/menit, Suhu 38,5 C
Status Gizi : BB 60 kg, TB 165 cm, BMI = 22,03 kg/m 2 (Gizi baik)

Kepala: normosefalik, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)


Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi pendengaran (-) Hidung :
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-), papil lidah atropi (-),
lidah kotor (-)
Tonsil : T3| T3, hiperemis (+), detritus (+), kripte melebar (-)

Leher : peningkatan JVP (-), pembesaran KGB (-)


Thoraks :
Inspeksi : simetris, retraksi (-), iktus kordis terlihat (+)
Palpasi : fremitus simetris, gerak dinding dada simetris, iktus kordis teraba cukup, teratur,
diameter 1 cm
Perkusi : sonor seluruh lapang paru, batas jantung dbn
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-), S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : tampak datar, sikatrik(-)
Auskultasi : BU (+) kesan normal
Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen
Palpasi : soefl, nyeri (-), massa (-)
Ext : hangat, edema (-), CRT <2 detik
Kulit : ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering (-).
Perencanaan &Pemilihan Intervensi:
Dagnosis : Tonsilitis Akut
Rencana Tatalaksana : Pemberian terapi farmakologis dan edukasi

Pelaksanaan:
erapi farmakologis (oral) :
Amoxicillin 3x500 mg tab po (selama 7 hari)
Paracetamol 3x500 mg tab po (bila demam)
Vitamin C 1 x 1 tab po (10 tablet untuk 10 hari)
Metilprednisolon 3x4mg tab po (10 tab untuk 3 hari)

Terapi non farmakologis


Edukasi yang diberikan kepada pasien:
• edukasi tentang penyakit tonsillitis akut
• edukasi pola makan, minum air hangat, kurangi konsumsi makanan berminyak, dan
manis
• edukasi tentang komplikasi yang mungkin dari tonsillitis akut dan kemunginan terjadi
kekambuhan
• edukasi bahwa rujukan dilakukan bilamana terapi yang diberikan di pelayanan primer
belum dapat mencapai sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi penyakit
lainnya akibat penyakit Tonsilitis akut

Monitoring Evaluasi:

Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi:


• keluhan yang dialami pasien
• cek lab rutin
• penggunaan antibiotic
• pelaksanaan pola makan yang baik dan faktor risiko lain
Jika leukosit masih belum mengalami penurunan dengan pemberian antibiotic yang rasional
atau kondisi memburuk dan intake memburuk, maka pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis

F6

LB:

Permasalahan:

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:

Pelaksanaan:

Monitoring Evaluasi:

Anda mungkin juga menyukai