Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seseorang penderita anak yang
mengalami keluhan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan frekuensi buang air kecil
(BAK). Pasien berjenis kelamin perempuan, berusia 1 tahun 10 bulan. Kasus dipilih dengan
pertimbangan bahwa keluhan yang dialami oleh pasien ini sering ditemukan dalam praktek dokter
maupun rumah sakit dengan diagnosis suspect gastroenteritis akut dengan observasi vomiting dan
dehidrasi Ringan-sedang. Disisi lain kasus suspect gastroenteritis akut dan dehidrasi bagi seorang
dokter umum merupakan kompetensi 4 yang artinya harus bisa menangani hingga tuntas mulai
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan terapi.
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penegakan diagnosis kasus An.G?
2. Bagaimanakah terapi non medikamentosa dan medikamentosa untuk An.G?
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui dan memahami penegakan
diagnosis kasus An.G dan terapi yang harus diberikan untuk An.G.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini bermanfaat sebagai resume mengenai vomiting dan dehidrasi, serta
komplikasi yang dapat terjadi, serta penanganan non medikamentosa dan medikamentosa yang
diharapkan dapat mempermudah pemahaman penulis mengenai gastroenteritis akut dengan
vomiting dan tanda-tanda adanya komplikasi

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Penderita


Identitas pasien
Nama : An. G
Umur : 1 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM :
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Agama : K.P.
Alamat : Jl.
Tanggal periksa
Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama : Tn. I Ny. S
Pekerjaan : Petani IRT
Pendidikan : SMP SLTA
Agama : K.P K.P
Suku : Kaimana
Alamat : Kaimana

2
2.2. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara Heteroanamnesis dilakukan kepada Ibu pasien (Ny.S)
1. Keluhan Utama : Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 6 hari yang lalu An.K mengalami muntah ± 2 kali/hari. Muntahan berupa susu
formula berwarna coklat (susu yang diminum susu coklat), sebanyak ½ dot (kira-kira ±120
ml). Menurut ibu penderita (Ny.S), muntah terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui
penyebab sebelumnya. Ny.S mengatakan An.K juga mengalami penurunan nafsu makan.
Oleh sebab itu, An.K hanya diberi susu formula. Ny.S menyangkal adanya keluahan diare
dan demam. Pada hari ke-5 terjadinya muntah, An.K dibawa berobat ke Poli Umum dan
diberi resep domperidon. Namun keluhan tidak mereda. Keluhan lain seperti : sakit kepala
(-), batuk pilek (-), luka pada kepala (-), benjolan/borok di kepala (-), hidung tersumbat (-),
mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), mulut kering (+), suara serak (-), sesak nafas (-),
muntah (+), diare (-), nafsu makan meningkat (-), nafsu makan menurun (+), nyeri perut
(-), rewel (+), BAK frekuensi menurun 1 hari ganti pempers 2 kali, kejang (-), ekstremitas
luka, nyeri dan bengkak disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu : Dengue Fever, Cacar air
4. Riwayat sakit serupa : Disangkal
 Riwayat mondok : Pernah masuk rumah sakit (MRS) dengan diagnosa sakit
yang sama (-), Dengue Fever (-).
 Riwayat penyakit jantung: Disangkal
 Riwayat sakit kejang : Disangkal
 Riwayat alergi obat : Disangkal
 Riwayat alergi makanan : Disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga :Kakak An.G pernah MRS karena mengalami keracunan
makanan akibat meminum susu basi.
 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Disangkal
 Riwayat hipertensi : Disangkal
 Riwayat sakit gula : Disangkal
 Riwayat jantung : Disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
3
An.K adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Ayah An.K, Tn.I berkerja sebagai wiraswasta
pedagang dipasar begitu pula ibu An.K, Ny.S juga bekerja sebagai wiraswasta pedagang
dipasar membantu Tn.I. Orang tua An.K bekerja dari pagi hari hingga sore hari. Selagi
ditinggal bekerja, An.K ditinggal di rumah bersama dengan pembantu rumah tangga.
Kakak An.K, saat ini berumur 7 tahun dan sedang menempuh pendidikan sekolah dasar.
Biaya sekolah, biaya hidup sehari-hari, dan biaya rumah sakit ditanggung oleh orang tua
dan penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Riwayat Gizi
Frekuensi makan sehari-hari biasanya 2 kali sehari dengan variasi lauk pauk. Diberi
minum susu formula. ASI hanya diberikan selama An.K berusia 0-1 bulan.
8. Riwayat Pranatal
Kenaikan berat badan ibu : Ny.S mengalami peningkatan berat badan sebanyak ±7 kg dari
sebelum kehamilan hingga hamil usia 9 bulan
 Jumlah kehamilan :3
 Lama Kehamilan : ± 36 minggu
 Komplikasi : disangkal
 Perdarahan abnormal : disangkal
 Obat yang pernah digunakan : disangkal
9. Riwayat Kelahiran
 Jumlah kelahiran :2
 Berat lahir : An.K 3.300 gram
10. Riwayat Neonatal
 Ikterus : disangkal
 Sianosis : disangkal
 Masalah respirasi : disangkal
 Kondisi saat lahir : Normal
11. Riwayat Perkembangan
Mulai bisa berjalan pada usia 14 bulan. Saat ini usia An.K 3 tahun, bisa menyebutkan nama
lengkap, bisa menggunakan celana dan melepas celana sendiri.
12. Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengakap mulai dari hepatitis B, BCG, DPT, polio, dan campak.
4
2.2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Kesan : Tampak lemas (lethargi), tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis (GCS E4 V5 M6 )
Vital sign : 12 Kg Pernafasan : -
:- Suhu : 36,4 C
Tensi : - Sp02 : 97 %
: 110 x/menit
Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit menurun (+)
Bentuk normocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut (-),
Kepala makula (-), papula (-), nodula (-).
Mata Mata cowong (+/+), Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), pupil
isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+), warna kelopak (coklat
kehitaman), katarak (-/-), arcus senilis (-/-), radang/conjunctivitis/ uveitis
(-/-).

Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung
(-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-).
Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-),
tepi lidah hiperemis (-), tremor (-)
Telinga : Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-),
cuping telinga bentuk
Tenggorokan Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
: JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
Leher pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
:

Toraks : Simetris, bentuk normochest, retraksi interkostal (-), retraksi


5
subkostal (-), spider nevi (-), venectasi (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
- Cor : I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis tidak kuat angkat
P : batas-batas jantung sulit dievaluasi karena anak rewel.
A : BJ I–II intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo : Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kanan sama dengan kiri
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+ ), suara tambahan (-/-) Dinamis
(depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kanan sama dengan kiri
P : sonor/sonor
A : Suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, suara tambahan
tidak ditemukan
Abdomen I : dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
A : bising usus (+)
P : tympani
P : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas palmar eritema(-/-)
akral dingin oedem ulkus
+ + - - - -
+ + - - - -

2.3. Diagnosa Kerja


Suspect Gastroenteritis akut dengan dehidrasi berat
2.4. Diagnosa Banding

1. Gastroenteritis akut
2. Ulkus peptikum

6
3. Pankreatitis
4. Keracunan makanan
2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium
Planning : Darah Lengkap, C-Reactive Protein (CRP), Urin Lengkap.
Darah Lengkap – Spesimen darah (Tanggal 08 Oktober 2014) Jumlah Sel
Darah
Hemoglobin : 12,1 g/dL MCHC
Hematokrit MCH
Leukosit
Trombosit
Eritrosit Differential
PDW
Basofil
RDW-CV
Eosinofil
MPV
Limfosit
PCT
Monosit
Index Netrofil
Large Imm. Cell
MCV
Atyph

2.6. Resume
Berdasarkan heteroanamnesis yang dilakukan pada ibu An.K (Ny.S), An.K usia 3 tahun muntah
sejak 6 hari yang lalu dengan frekuensi ± 2 kali/hari. Selain muntah, An.K juga mengalami penurunan
nafsu makan. Keluhan diare dan demam disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
tampak lemah dan sakit sedang, kesadaran composmentis, mata cowong (+), mulut kering (+),
penurunan frekuensi buang air kecil (+), status gizi nampak baik. Hasil laboratorium pemeriksaan
darah lengkap yang menunjukkan adanya kelainan adalah penurunan limfosit (limfopenia) dan
peningkatan monosit (monositosis).
2.7. Diagnosis Holistik
An.K merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Tn.I dan Ny.S dan merupakan
penderita gastroenteritis akut dengan observasi vomiting dan dehidrasi derajat ringan/sedang.
An.K tinggal bersama kedua orangtuanya dan kakaknya yang dapat digolongkan dalam
nuclear family.
1. Diagnosis Klinis

7
An.K menderita suspect gastroenteritis akut dengan observasi vomiting dan dehidrasi
berat.
2. Diagnosis Resiko Internal
Pasien merupakan seorang anak usia 3 tahun yang masih belum mengetahui tentang
pembelajaran personal hygiene.
3. Diagnosis Resiko Eksternal
Setiap hari (pagi hingga sore hari) An.K dititipkan kepada pembantu rumah tangga
sehingga kurang pemantauan dan perhatian langsung dari orang tua. Pasien aktif
berhubungan dan bermain dengan teman sebayanya. Kemungkinan pasien tertular melalui
kontak langsung dengan penderita infeksi saluran cerna.
2.8. Penatalaksanaan
 Non Medikamentosa
Menjelaskan kepada orangtua/wali An.K mengenai keadaan dan kondisi An.K
Memberikan diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)
 Medikamentosa
Tanggal 08 Oktober 2014

 Resusitasi cairan dengan pemberian infus KAEN-3B intravena dengan jumlah cairan
840cc/5 jam (50 tetes/menit) dilanjutkan dengan terapi rumatan KAEN-3B dengan
jumlah cairan 1100cc/24 jam (15 tetes/menit).
 Injeksi Cefotaxim 3x400 mg
 Injeksi Ondansentron 3x1,5 mg
 Injeksi Ranitidin 2x15 mg
 Injeksi Omeperazol 1x20 mg
 Injeksi Antrain 150 B Kp

2.9. Follow Up
Nama : An.G
Diagnosis : Susp. Gastroenteritis Akut

Tanggal Subjective Objective Assessment Planning


08 Muntah (+) BB: 12 Kg Suspect 3. Pemeriksaan
8
Oktober dan TB: - gastroenteritis Laboratorium:
2014 penurunan BMI : akut dengan Darah lengkap,
nafsu makan Tensi: - observasi CRP, urin
(+) sejak 6 Nadi: 110 x/menit vomiting akut lengkap
hari yang lalu, RR : - dan dehidrasi
4. Cefotaxim
penurunan Suhu : 36,4 C berat 3x400 mg
frekuensi Mata cowong (+), 5. Ondansentron
buang air mukosa kering (+), turor 3x1,5 mg
kecil (+), kulit menurun (+) 6. Ranitidin 2x15
diare (-), Pemeriksaan mg
demam (-). Laboratorium: Darah 7. Omeperazol
lengkap 1x20 mg
Hemoglobin:12,1 g/dL 8. Antrain 150 B
Hematokrit: 36,8 % Kp
Leukosit: 7,34 ribu/uL
Trombosit: 210 ribu/uL
Eritrosit: 4,37 juta/uL
PDW: 12,0 fL
RDW-CV: 11,4 %
MPV: 7,81 fL
PCT: 0,2 %
Index
MCV: 84,2 fL
MCH: 27,6 pg
MCHC : 32,9 %
Differential
Basofil: 0,2 %
Eosinofil: 2,7 %
Limfosit: 28,0 %
Monosit: 10,8 %
Netrofil: 58,3 %
9
09 Demam (-), BB: - Suspect 10. Cefotaxim
Oktober Muntah (-), TB: - gastroenteritis 3x400 mg
2014 BAB dan Nadi: 98 x/menit akut 11. Ondansentron
BAK normal, Suhu: 36 oC 3x1,5 mg (Jika
dan sudah T: - mmHg anak mual)
mau makan RR: - x/menit 12. Ranitidin 2x15
Serologi-Spesimen mg
darah 13. Omeperazol
9. CRP: +6 1x20 mg
Urin Lengkap- 14. Antrain 150 B
Spesimen urin Kp (Jika
Warna: Kuning jernih
pH/Berat jenis: 7/1.010
Albumin: Negatif
Reduksi: Negatif
Bilirubin: Negatif
Urobilin: Negatif
Keton: Negatif
Nitrit: Negatif
Eritrosit: 0-1
Leukosit: 0-1
Epitel: 0-1
Kristal: Negatif
Bakteri : Negatif

10 Muntah (-), Nadi: 99 x/menit Cefotaxim 400


Oktober diare (-), Suhu: 36,2o C mg
2014 BAB/ BAK Ranitidine 2x15
dalam batas mg
normal, Zinc 2x10 mg
peningkatan
10
nafsu makan

11
12
BAB III
DAFTAR MASALAH

3.1. Masalah Medis


Gastroenteritis akut dengan vomiting dan dehidrasi derajat ringan/sedang
3.2. Masalah Non Medis
1. Usia An.K yang terhitung masih usia anak kecil (toddler)
2. Kurangnya pengetahuan orang tua An.K mengenai penyakit dan gejala yang
berbahaya bagi anak
3. Kurangnya pengetahuan An.K mengenai kebersihan diri
4. Kurangnya pemantauan dari orang tua
5. Lingkungan yang padat penduduk

4. Kurangnya perhatian
dari orang tua
3. Kurangnya pengetahuan
5. Hunian padat An.K mengenai kebersihan
penduduk diri
An.K, 3 tahun
Diagnosa :
observasi vomiting dan
dehidrasi ringan/sedang

1. Usia An.K yang 2. Kurangnya pengetahuan


terhitung masih usia anak orang tua An.K mengenai
kecil (toddler) penyakit dan gejala yang
berbahaya bagi anak

Diagram 2: Masalah Non Medis pada An.K

13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Anatomi dan Fisiologi


4.1.1. Anatomi Lambung
Lambung adalah bagian yang mengembang pada saluran pencernaan diantara
esophagus dan intestinum tenue. Lambung adalah organ khusus untuk pengumpulan
makanan yang teringesti, yang secara kimiawi dan mekanis mempersiapkan makanan
tersebut untuk digesti dan pasase ke dalam duodenum. Pada sebagian besar orang,
bentuk lambung menyerupai huruf J, tetapi bentuk dan posisi lambung dapat berbeda
secara nyata pada orang dengan bentuk tubuh berbeda dan bahkan pada orang yang
sama sebagai akibat gerakan diafragmatik selama respirasi, isi lambung, dan posisi
orang tersebut (yaitu, apakah berbaring atau berdiri).1 Lambung dapat dibedakan
menjadi empat daerah lambung. Zona sempit selebar 2-3 cm sekitar lubang esophagus
disebut kardia. Daerah mirip kubah yang menonjol ke kiri di atas muara esophagus
adalah fundus. Daerah pusat yang luas adalah korpus dan dan bagian distal yang
menyempit berakhir pada orifisium gastroduodenal adalah pilorus. Terdapat
perbedaan nyata dalam kelenjar mukosa kardia, korpus, dan pilorus, sedangkan dari
fundus dan korpus adalah hampir sama.2 Lambung juga memiliki dua kurvatura, yaitu
kurvatura minor dan major. Kurvatura minor membentuk batas konkaf lebih pendek
pada lambung. Kurvatura major membentuk batas konveks lebih panjang pada
lambung.1 Lambung memiliki banyak suplai arterial yang berasal dari truncus
coeliacus dan percabangannya. Sebagian darah disuplai oleh anastomosis yang
terbentuk sepanjang kurvatura minor oleh arteria gastrica dextra dan sinistra, dan
sepanjang kurvatura major oleh arteria gastro-omentalis dextra dan sinistra. Fundus
dan tubuh atas menerima darah dari arteria gastrica brevis dan posterior.1 Vena
gastric sejajar dengan arteri pada posisi dan perjalanannya. Vena gastrica dextra dan
sinistra bermuara ke dalam vena porta; vena gastrica brevis dan vena gastro-
omentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis, yang menyatukan vena
mesenterica superior (SMV) untuk membentuk vena porta. Vena gastro-omentalis
dextra bermuara ke dalam SMV. Vena prepylorik naik pada pilorus ke vena gastrica
dextra. Karena vena tersebut jelas pada orang yang hidup, ahli bedah
menggunakannya untuk mengidentifikasi pilorus.1

14
Gambar 2.2 Anatomi Lambung. Bagian abdominal, oesofagus, dan lambung.1

4.1.2. Fisiologi Lambung


Mukosa lambung memiliki suatu kemampuan yang luar biasa untuk mensekresi asam. Sel
parietal, berselang-seling sepanjang perjalanan kelenjar korpus dan fundus lambung,
mensekresi asam hidrogen klorida oleh suatu proses yang melibatkan fosforilasi oksidatif. Sel
parietal mensekresi ion hidrogen dalam konsentrasi kira-kira 3 juta kali yang ditemukan
didalam darah. Konsentrasi HCl yang disekresi secara langsung oleh sel parietal adalah kira-
kira 160 mM. Tiap ion hidrogen (H+) yang disekresi disertai oleh ion klorida (Cl -). Dengan
tiap peningkatan dalam sekresi ion hidrogen, terdapat pengurangan yang timbal balik dalam
sekresi ion natrium. Untuk setiap ion hidrogen yang disekresikan ke dalam lumen lambung,
satu ion bikarbonat (HCO3-) dilepaskan ke dalam sirkulasi vena lambung, yang menerangkan
gelombang alkalin, suatu pencerminan langsung dari besarnya sekresi H + lambung.
Bikarbonat dilepaskan dari asam karbonik yang dibentuk dari karbondioksida oleh karbonik
anhidrase sel parietal. Tindakan terkahir pada sekresi ion hidrogen diselesaikan oleh
mekanisme pompa proton yang melibatkan hydrogen-potassium adenosine triphosphatase
(H+, K+-ATPase). Enzim tersebut menukar hidrogen dengan kalium melintasi membran
mikrovilus.3

Faktor kimiawi, saraf (neural), dan hormonal yang multipel berpartisipasi dalam
pengaturan sekresi asam lambung. Sekresi asam dirangsang oleh gastrin dan oleh serabut
vagal paskaganglion melalui reseptor kolinergik muskarinik pada sel parietal. Gastrin,
stimulan sekresi asam lambung yang dikenal paling kuat, dikandung dalam dan dilepaskan ke

15
dalam sirkulasi dari granula sekretorius sitoplasmik sel gastrin (sel G) yang tersebar satu-satu
atau dalam kelompok kecil diantara sel pelapis epitelial bagian tengah dan lebih dalam dari
kelenjar pilorik antral. Efek gastrin dan perangsangan vagal pada sekresi asam lambung
saling berhubungan dengan erat. Perangsangan vagal meningkatkan sekresi asam lambung
melalui perangsangan kolinergik sekresi sel parietal, dengan dirangsangnya pelepasan gastrin
ke dalam sirkulasi, dan dengan menurunkan ambang sel parietal untuk berespon terhadap
konsentrasi gastrin yang beredar. Cabang atau serabut tertentu juga mencegah pelepasan
gastrin.3

Mukosa lambung mengandung histamin dalam jumlah besar. Histamin terkandung


dalam granula sitoplasmik sel mast, yang letaknya bukan epithelial (interstisial) dan sel
menyerupai enterokromafin (LEK), sel endokrin epithelial yang tersebar satu demi satu
dalam kelenjar oksintik, sering pada kontak langsung (direct contact) dengan sel parietal.
Kebanyakan data menyokong kesimpulan bahwa histamin memainkan suatu peran penting
dalam perangsangan sekresi asam lambung, histamin bekerja bersama dengan aktivitas
gastrin, kolinergik gastrin, dan kolinergik atas sel parietal, tetapi bahwa masih terdapat
ketidaktentuan mengenai apakah histamin adalah molekul efektor umum terakhir dalam
perangsangan sekresi sel parietal. Membrana basolateral sel parietal mengandung reseptor
untuk histamin, gastrin, dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam, dan untuk
prostaglandin dan somatostatin yang menghambat sekresi asam. Reseptor somatostatin,
gastrin, dan histamin sel parietal adalah anggota dari the seven-membranae spanning class of
G protein-coupled receptors. Gastrin merangsang sekresi asam lambung dengan
perangsangan sel parietal langsung dan perangsangan pelepasan histamin oleh LEK.
Histamin merangsang sekresi asam lambung dengan meningkatkan adenosin monofosfat
siklik (AMP) sel parietal, dengan demikian mengaktifkan protein kinase yang bergantung
pada AMP siklik. Gastrin dan asetilkolin, yang tidak merangsang produksi AMP siklik,
merangsang sekresi asam dengan meningkatkan kalsium sitosolik sel parietal.3

Pengaturan sekresi pepsinogen oleh sel peptik di dalam kelenjar oksintik terjadi sebagai
respons terhadap dua jenis sinyal: (1) perangsangan sel-sel peptik oleh asetilkolin yang
dilepaskan oleh nervus vagus atau oleh pleksus saraf enterik gastrik dan (2) perangsangan
sekresi sel peptik sebagai respon terhadap adanya asam di lambung. asam kemungkinan tidak
merangsang sel peptik secara langsung tetapi justru menimbulkan refleks saraf enterik
tambahan yang mendukung saraf asli pemberi sinyal ke sel-sel peptik. Karena itu, kecepatan

16
sekresi pepsinogen, prekursor enzim pepsin yang menyebabkan pencernaan protein,
dipengaruhi kuat oleh jumlah asam di dalam lambung.4

Rangsang fisiologik utama untuk sekresi asam lambung ialah menyantap makanan.
Secara tradisional, pengaturan sekresi asam lambung telah diklasifikasikan dalam tiga tahap
yakni, sefalik, gastrik, dan intestinal. Tahap sefalik yang mencakup respon sekresi asam
lambung pada pandangan, bau, rasa, dan menantikan makanan. Tahap lambung disebabkan
oleh makanan dalam lambung. Tahap usus disebabkan karena masuk atau terdapatnya
makanan di dalam lumen usus halus.3

Hambatan sekresi asam lambung dapat dihasilkan oleh beberapa mekanisme.


Somatostatin tampaknya memainkan peranan penting dalam hambatan mekanisme umpan
balik yang disebabkan oleh asam dari pelepasan gastrin. Somatostatin menghambat pelepasan
gastrin melalui efek lokalnya (parakrin) pada sel gastrin. Sel endokrin mukosa antrum yang
mengandung somatostatin (sel D) mempunyai proses sitoplasmik yang meluas ke sel gastrin
yang berdekatan. Somatostatin mengurangi sekresi asam lambung melalui penghambatan
pelepasan gastrin dan melalui penghambatan secara langsung sekresi sel parietal. 3 Adapula
prostaglandin yang berperan dalam fisiologi lambung yakni sebagai sitoprotektif yang
mengontrol sekresi asam lambung, aliran darah mukosa, produksi mukus, dan menjaga
integritas mukosa. Prostaglandin sitoprotektif ini ditemukan pada sel epitel kolon dan
intestinal, sel imun pada lamina propria, dan sel mesenkim subepitelial.5
5. Vomiting/Muntah
Definisi
Muntah didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung dengan paksa atau dengan kekuatan.
Mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan fungsional saluran cerna.
Keduanya berfungsi sebagai perlindungan terhadap toksin yang secara tidak sengaja tertelan.6
Diagnosa Banding
Diagnosa banding pasien dengan keluhan muntah terlihat pada tabel 5.1
Tabel 5.1 Diagnosa Banding pada Anak dan Remaja7

17
Diadaptasi dari dr. Deddy Satya Putra, Sp.A yang diadaptasi dari buku Nelson WE, Behrman
RE, Kliegman RM, Arfin AM, editor. Nelson Text Book of Pediatrics 15th ed Philadelphia
Edition, Saunders; 1996; 1033

Etiologi
Penyebab terjadinya muntah dibedakan menjadi 2 kategori, yakni bilious dan non bilious.8

Diadaptasi dari Review Article oleh Karen F Muray dan Dennis L. Christie dalam Pediatrics
in Review. © Copyright by American Academy of Pediatrics. Print ISSN: 0191-9601.8

6. Ulkus Lambung

Ulkus lambung adalah kerusakan lokal permukaan jaringan yang meluas melalui mukosa
muskularis hingga submukosa yang ditimbulkan oleh terkupasnya jaringan nekrotik radang
pada lambung yang terpajan getah asam-peptik sehingga sel mengalami kematian dan tidak

18
mampu memproduksi getah lambung sebagaimana mestinya. Ulkus lambung paling sering
didiagnosis pada laki-laki dewasa usia pertengahan sampai lanjut, tetapi lesi ini mungkin
sudah muncul pada usia muda. Khususnya diantara para pemakai kronis obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS), alkoholik, dan perokok.9

Etiologi dan Patogenesis Ulkus Lambung

Faktor Asam Lambung; Pengaturan Sekresi Asam Lambung Pada Sel Parietal
(Schwarst 1910)

Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/zimogen


mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah menjadi pepsin, dimana HCl dan pepsin
adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH <4 (sangat agresif terhadap mukosa
lambung). Bahan iritan tersebut menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik
ion H+. Histamin terangsang untuk menyekresikan asam lambung, timbul dilatasi dan
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis
akut/kronis, dan ulkus peptik mukosa lambung.10

Balance Theory 1974 (Shay and Sun)

Ketidakseimbangan antara faktor agresif (asam pepsin) dengan defensif (mukus,


bikarbonat, aliran darah, prostaglandin) dapat menimbulkan ulkus. Mekanisme ini terjadi
akibat faktor agresif yang meningkat atau faktor defensif yang menurun.10

Helicobacter pylori (HP)

Timbulnya ulkus peptikum akibat infeksi H.pylori adalah karena bakteri ini mampu
bertahan dalam kondisi asam, hidup pada permukan epitel di antrum, mengandung enzim
urease dan alfa-karbonil anhidrase. Enzim urease mampu mengubah urea menjadi amonia
dan karbon dioksida, sedangkan alfa-karbonil anhidrase akan mengubah karbon dioksida
menjadi bikarbonat. Amonia dan bikarbonat ini yang nantinya akan mentralkan kondisi asam
dan melindungi kuman terhadap HCl, kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung,
dan pada akhirnya H.pylori berkolonisasi di lambung tersebut. Sebagai akibatnya H.pylori
berproliferasi dan muncul respon inflamasi sebagai sistem pertahanan lambung.10

Proses ini juga dipengaruhi oleh faktor host, lamanya infeksi (lokasi, respon
inflamasi, genetik), bakteri (virulensi, struktur, adhesin, porins, enzim urease dan alfa-
karbonil anhidrase), dan lingkungan (asam lambung, NSAIDs, empedu, dan faktor iritan

19
lainnya) sehingga terbentuklah ulkus peptikum mukosa lambung, Mucosal Associated
Lymphoid Tissue (MALT) limfoma, dan kanker lambung.10

Penggunaan OAINS

OAINS dapat menghambat kerja enzim siklooksigenase 1 dan 2. Penghambatan pada


COX-1 akan menyebabkan penghambatan pada sintesis prostaglandin yang merupakan
sistem pertahanan mukosa lambung yaitu dengan mengontrol sekresi asam lambung, aliran
darah, produksi mukus, dan menjaga integritas mukosa lambung. Dengan adanya
penghambatan ini, akan mengurangi mekanisme pertahanan pada mukosa lambung yang
memicu terjadinya ulkus.23,25 Penghambatan COX-2 dapat meningkatkan perlekatan neutrofil
pada endotelium pembuluh darah di lambung. Kontribusi neutrofil pada kerusakan mukosa
lambung disebabkan adanya protease dan radikal bebas yang mampu merusak sel endothelial
pembuluh darah dan epitelial mukosa lambung. Selain proses penghambatan tersebut, OAINS
juga mampu merusak mukosa lambung secara langsung karena bersifat asam. 11 Sehingga
keadaan tersebut diatas akan memperparah efek korosif yang ditimbulkan oleh asam lambung
dan pepsin. 10

Respon Inflamasi Akut pada Lambung


Masuknya produk bakterial atau antigen lainnya ke lamina propria dapat memicu
terjadinya respon inflamasi akut, tujuannya adalah untuk mengurangi masuknya antigen lebih
banyak dan untuk mencegah sirkulasi sistemik. Sel mast dan makrofag pada lamina propria
bekerja sebagai “sel alarm”, mendeteksi adanya substansi asing. Sel ini mampu melepaskan
mediator inflamasi dan sitokin yang dapat mengatur aliran darah dan meningkatkan
pengerahan granulosit pada area yang terkena. Pada beberapa jaringan, inflamasi dapat
menjadi suatu pertahanan mukosa, tetapi di sisi lain inflamasi dapat menyebabkan kerusakan
mukosa.12
Penelitian model ulkus yang telah dilakukan terhadap sel mast menunjukkan bahwa
stabilisasi sel mast kemungkinan adalah suatu mekanisme kunci yang dapat melindungi
lambung dari kerusakan melalui prostaglandin, dimana prostaglandin merupakan senyawa
penghambat pelepasan mediator yang dikeluarkan oleh sel mast, termasuk platelet-activating
factor, histamin, dan tumor necrosis factor (TNF).13

Sel mast dapat diaktivasi oleh iskemia dan antigen yang kemudian mengeluarkan
mediator, seperti histamin dan platelet activating factor yang dapat meningkatkan
permeabilitas epitelium. Mediator tersebut juga dapat mempengaruhi permeabilitas

20
endotelium pembuluh darah serta meningkatkan molekul adesi pada endotelium dan pada
leukosit. TNF juga dikeluarkan oleh sel mast dan dapat meningkatkan interaksi adesi leukosit
dan endotel. Prostaglandin dan nitric oxide mempunyai kemampuan untuk menghambat
reaktivitas dari sel mast, karenanya dapat menghambat efek yang muncul akibat aktivasi sel
mast.14,15,16

Gambaran Klinis Ulkus Lambung


Secara umum pasien ulkus lambung mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu
sindroma klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati, dan cepat
merasa kenyang. Rasa sakit ulkus lambung timbul setelah makan dan terlokalisasi di sebelah
kiri. Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar ke
punggung.10
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis ulkus lambung
karena dispepsia non ulkus juga bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat
digunakan lokasi sakit sebelah kiri.10
Terapi Ulkus Lambung
Terapi ulkus lambung dapat terlihat pada tabel 2.2 berikut.10
Tabel 2.2 Obat yang digunakan pada Ulkus Lambung10

Jenis
obat/mekanisme
Contoh Dosis
penghambatan
asam lambung

Antasida Mylanta, Maalox,Tums, 100-140 meq/L 1 & 3


Gaviscon h after meals and hs
- Antagonis reseptor 400 mg bid
H2 Cimetidine 300 mg hs
Ranitidine 40 mg hs
Famotidine 300 mg hs
Nizatidine 20 mg/d
Penghambat pompa Omeprazole 30 mg/d
proton Lansoprazole 20 mg/d
Rabeprazole 40 mg/d

21
Pantoprazole 20 g/d
Esomeprazole 1 g qid
Obat pelindung Sucralfate
mukosa sukralfat 200 μg/ qid
Analog Misoprostol
prostaglandin Bismuth Sub Salicylate
Obat yang (BSS)
mengandung
bismut

7. Gastroenteritis Akut
Gastroenteritis akut merupakan penyakit yang paling sering menyerang bayi maupun
anak-anak. Trias gastroenteritis adalah muntah/vomiting, diare, dan demam. Waspada dalam
mengevaluasi anak dengan gejala muntah. Anak dengan nutrisi yang kurang dapat
meningkatkan resiko terjadinya komplikasi.17
Etiologi
Penyebab paling sering terjadinya gastroenteritis akut adalah 70% diakibatkan oleh
virus (rotavirus, norovirus, enteric adenovirus, calicivirus, astrovirus, dan enterovirus), kedua
adalah infeksi bakteri dengan persentase 10-20% (Compylobacter jejuni, Non-typhoid
salmonella spp, Enteropathogenic Escherichia coli, Shigella spp, Yersinia enterocolitica, S.
typhii dan S. paratyphii, dan Vibrio cholera). Ketiga adalah parasit protozoa dengan
presentase <10% (Cryptosporidium, Giardia lamblia, Entamoeba histolytica), dan helminthes
(Strongyloides stercoralis).17
Manifestasi Klinik17
Gejala:
1. Diare
2. Muntah
3. Demam
4. Nyeri Abdomen
5. Riwayat bepergian menuju daerah endemik kolera atau parasit
6. Riwayat penggunaan obat antibiotik
7. Adanya tanda-tanda infeksi: demam, menggigil, myalgia, batuk
Tanda:
1. Kesan umum: tampak sakit, letargi, irritable (tanda dehidrasi)
22
2. Kepala, mata, telinga, hidung, bibir - membran mukosa kering, air mata kering, mata cekung
(tanda dehidrasi)
3. Kulit: Abdominal rash: mengindikasikan typhoid fever (infeksi Salmonella typhii), penurunan
turgor kulit.
4. Adanya tanda-tanda dehidrasi.

Diagnosa Banding17
1. Ulkus lambung
2. Pankreatitis
3. Hepatitis
4. Appendicitis
5. Pertusis
6. Infeksi saluran kemih
Pemeriksaan Penunjang17
1. Darah lengkap
2. Elektrolit
3. Urinalisis
4. Kultur urin
5. Faeces lengkap
6. Kultur faeces
7. Pemeriksaan C-Reactive Protein (CRP)
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Tujuan farmakoterapi pada pasien dengan gastroenteritis akut adalah untuk mengurangi
angka morbiditas, mencegah terjadinya komplikasi, dan untuk terapi profilaksis. Antidiare
(contoh: Kaolin pectin) dan anti-emetik (contoh: loperamid) menjadi kontraindikasi pada
pasien dengan gastroenteritis akut, karena penggunaan terapi tersebut tidak menguntungkan
sebagai terapi dan juga meningkatkan resiko terjadinya efek samping, yakni ileus, nausea.17

23
8. Dehidrasi
Tabel 5.1 Klasifikasi dehidrasi berdasarkan World Health organization (WHO)18

Diadaptasi dari Buku Saku Pelayanan Anak Di RS yang diadaptasi dari Department of Child
and Adolescent Helath and Development (CAH World Organization, Switzerland 2011.

Tabel 5.2 Penilaian Derajat Dehidrasi dan Penanganan19

Diadaptasi dari Prof. Elliot Elizabeth Jane. clinical review Acute Gastroenterology in
Children. Pediatric and Child Health Sydney university. Yang diadaptasi dari World Health

24
Organization. The treatment of diarrhoea—a manual for physicians and other senior health
workers. 4th rev. Geneva: WHO, 2005.

Rencana Terapi
1. Tatalaksana anak dengan dehidrasi ringan dapat terlihat pada tabel 5.3
2. Tatalaksana anak dengan dehidrasi ringan dapat terlihat pada tabel 5.4
3. Tatalaksana anak dengan dehidrasi ringan dapat terlihat pada tabel 5.5

25
Tabel 5.5 Rencana Terapi A
Tanpa Dehidrasi18

26
27
Tabel 5.7 Rencana Terapi C
(Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat)18

BAB VI
PEMBAHASAN
A. Dasar Penegakan Diagnosis dan Rencana Penatalaksanaan

28
Faktor Resiko An.K
Internal Usia 3 tahun
1. Infeksi (bakteri, virus,
parasit)
2. Ketidakseimbangan antara Anamnesa:
faktor pertahanan dan faktor 1. Keluahan utama muntah
agresif lambung 2. Muntah selama 6 hari
Eksternal 3. Penurunan nafsu makan
1. Pengetahuan orang tua 4. Penurunan frekuensi buang air kecil
2. Personal Hygiene Pemeriksaan Fisik:
3. Daerah padat penduduk KU: tampak sakit sedang, letargi, composmentis (E4 V5 M6)
4. Kurangnya intake makanan TTV: N: 110x/menit, Suhu: 36,4o C, BB:12 Kg
Mata cowong (+), Mukosa kering (+), Akral dingin (+)
Differential Diagnosa
1. Darah Lengkap 1. Gastroenteritis
Hemoglobin:12,1 g/dL Hematokrit: 36,8 % 2. Cholecystitis
Leukosit: 7,34 ribu/uL Trombosit: 210 ribu/uL 3. Ulkus lambung
Eritrosit: 4,37 juta/uL PDW: 12,0 fL 4. Keracunan makanan
RDW-CV: 11,4 % MPV: 7,81 fL 5. Dehidrasi
PCT: 0,2 % ringan/sedang
Index 6. Dehidrasi berat
MCV: 84,2 fL
MCH: 27,6 pg
MCHC : 32,9 % Planning Diagnosa
Differential 1. Darah Lengkap
Basofil: 0,2 % Eosinofil: 2,7 % 2. Elektrolit
Limfosit: 28,0 % Monosit: 10,8 % 3. C-Reactive Protein
Netrofil: 58,3 % 4. Endoscopy
2. Serologi-Spesimen darah
 CRP: +6

Working Diagnosa
Susp. Gastroenterologi akut dengan
vomiting dan dehidrasi berat

Tatalaksana
Farmakoterapi:
1. Terapi Untuk Rehidrasi
Sesuai Tabel 5.7 Rencana Terapi C
2. Terapi Simptomatik
Sebagai antiemetik injeksi ondansentron 3x1,5 mg
Penghambat pengeluaran asam injeksi Ranitidine 2x15 mg dan omeprazol 1x20 mg
Sebagai analgesik dan antipiretik injeksi antrain (metamizol) 150 B Kp (jika anak
demam)
Curiga adanya bakteri pada saluran cerna injeksi Cefotaxime 3x400 mg

29
Gambar 6.1 Differential Diagnosis of Nausea and Vomiting20

30
31
Gambar 6.2 Algoritma Vomiting20

32
Gambar 6.3 Tes Diagnostik 20

33
Gambar 6.3 Pemilihan Antiemetik 20

BAB VII
PENUTUP

34
7.1 Kesimpulan
1. Diagnosis Klinis
An.K menderita susp. Gastroenteritis akut dengan vomiting dan dehidrasi berat.
2. Diagnosis personal
15. An.K datang diantar ibunya Ny.S dengan keluhan muntah yang tidak mereda selama 6
hari disertai keluhan penurunan nafsu makan serta penurunan frekuensi buang air kecil.
Sebelum di mondok, Ny.S membawa An.K ke poli umum dan sudah minum obat yang telah
diresepkan dokter poli umum.
16. Harapan keluarga An.K ingin sembuh dan bisa kembali aktif.
3. Diagnosis Resiko Internal
Pasien merupakan seorang anak usia 3 tahun yang masih belum mengetahui tentang
pembelajaran personal hygiene.
4. Diagnosis Resiko Eksternal
Setiap hari (pagi hingga sore hari) An.K dititipkan kepada pembantu rumah tangga sehingga
kurang pemantauan dan perhatian langsung dari orang tua. Pasien aktif berhubungan dan
bermain dengan teman sebayanya. Kemungkinan pasien tertular melalui kontak langsung
dengan penderita infeksi saluran cerna.
5. Derajat Fungsional
Derajat fungsional An.K memiliki score 5 karena An.K hanya mampu berbaring pasif dan
perawatan diri dilakukan oleh orang lain dalam hal ini ibu An.K.
7.2 Saran
Promotif
1. Memberikan penjelasan mengenai gizi seimbang.
2. Meberikan penjelasan mengenai personal hygiene.

Preventif
1. Mengatur pola makan dengan gizi seimbang.
2. Memberikan anak multivitamin penambah nafsu makan.
3. Meningkatkan kualitas personal hygiene dengan memberi pengetahuan kepada anak tentang
cara cuci tangan dan membiasakan anak untuk mencuci tangan sebelum makan dan setelah
beraktivitas di luar.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Moore ME. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Edisi
Kelima Jilid 1 Hal: 248-259. Jakarta: Penerbit Erlangga.
2. Fitrie AA. 2004. Histologi Lambung. Sumatera Utara: e-USU Repository ©2004 Universitas
Sumatera Utara.
3. McGuigan, James E. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam volume 4; Ulkus
Peptikum dan Gastritis hal.1532. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11 Bab 64 Fungsi Sekresi
Saluran Pencernaan Hal: 832; Alih bahasa, Irawati. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

36
5. Kargman S, Charleson S, Cartwright M, Frank J, Riendeau D, Mancini J, Evans J, O’Neill G.
1996. Characterization of Prostaglandin G/H Synthase 1 and 2 in Rat, Dog, Monkey, and
Human Gastrointestinal Tracts [Online]. By The American Gastroenterological Association.
6. Hasler WL, Chey WD. Nausea and vomiting. Gastroenterology 2003;125:1860-7.
7. dr. Deddy Satya Putra, Sp.A yang diadaptasi dari buku Nelson WE, Behrman RE, Kliegman
RM, Arfin AM, editor. Nelson Text Book of Pediatrics 15th ed Philadelphia Edition,
Saunders; 1996; 1033.
8. Karen F Muray dan Dennis L. Christie dalam Pediatrics in Review. © Copyright by
American Academy of Pediatrics. Print ISSN: 0191-9601.
9. Crawford JM, Kumar V. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2; Rongga Mulut
dan Saluran Gastrointestinal Hal: 625. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
10. Tarigan, Pengarapen. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V; Tukak Gaster Hal:
338. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
11. Wallace JL. 2001. Pathogenesis of NSAID-induced Gastroduodenal Mucosal Injury Best
Practice & Research Clinical Gastroenterology Vol.15, No.5, pp.691-703 [Online]. Available
at: URL:http://www.idealibrary.com.
12. Wallace JL, Granger DN. The Cellular and Molucular Basis of Gastric Mucosal Defense
[online]. Available at: The Faseb Journal URL: http://www.fasebj.org/content/10/7/731.
13. Hogaboam CM, Bissonnette EV, Chin BC, Befus AD, and Wallace JL. 1993. Prostaglandins
inhibit inflammatory mediator release from rat mast cells. Gostroentenology 104, 122-129
14. Kanwar S, Wallace JL, Befus D, and Kubes, P. 1994. Nitric oxide synthesis inhibition
increases epithelial permeability via mast cells. Am.). Physiol. 266, C222-G229.
15. Kubes P, Kanwar S, Niu XF, Gaboury JP. 1993. Nitric oxide synthesis inhibition induces
leukocyte adhesion via superoxide and mast cells. FASEB J. 7, 1293-1299.
16. Kubes P. 1992. Nitric oxide modulates epithehial permeability in the feline small intestine.
Am.). Physiol. 262, Cl 138-C 1142.
17. Santuci, KA., Li, J., Windle, ML., Wolfram, W., Halamka, JD., Bechtel, KA. 2014.
Pediatrics Gastroebteritis Treatment and Management. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/801948.
18. Buku Saku Pelayanan Anak Di RS yang diadaptasi dari Department of Child and Adolescent
Helath and Development (CAH World Organization, Switzerland 2011.
19. Elliot Elizabeth Jane. 2005. clinical review Acute Gastroenterology in Children. Pediatric and
Child Health Sydney university diadaptasi dari World Health Organization. The treatment of

37
diarrhoea—a manual for physicians and other senior health workers. 4th rev. Geneva:
WHO, 2005
20. Scorza, K., Williams, A., Phillips, JD., Shawl, J. 2007. Evaluation of Nausea and Vomiting.
American Family Physician Web site at www.aafp.org/afp. Copyright © 2007 American
Academy of Family Physicians

38

Anda mungkin juga menyukai