Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

KEPANITERAAN KLINIK KOMPREHENSIF


LAPORAN KELUARGA BINAAN

1.1 Identitas
Identitas Pasien
a. Nama : Ny. M
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 54 Tahun
d. Pekerjaan : IRT
e. Alamat : RT. 02 Tanjung Pasir
f. Agama : Islam
Data Anggota Keluarga
Hub dgn Pendidikan
No Nama JK Pekerjaan
KK terakhir
1. Ny. M Pasien ♀ SMP IRT
2. Tn. Z Ayah ♂ SMP Buruh
3. Ny. M Anak ♀ SMA IRT
4. Ny. R Anak ♀ SMA IRT
5. Nn. M Anak ♀ SMA SPG
6. Nn. P Anak ♀ SMP Pelajar

1.2 Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


Status perkawinan : Menikah
Jumlah anak :4
Jumlah saudara : Anak ke1 dari 5 bersaudara
Status ekonomi keluarga : Cukup

1
Kondisi rumah :
Pasein tinggal di rumah permanen dengan
luas 10 x 6 m2. Berlantai kayu, beratap
genteng, dan berdinding kayu. Terdiri
dari 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 3
kamar tidur, 1 kamar mandi dengan
jamban leher angsa, dan dapur. Sumber
air menggunakan PDAM. Air minuman
pasien berasal dari air PDAM yang
dimasak. Rumah disertai ventilasi yang
cukup. Rumah tertata kurang rapi, karena
motor dimasukkan hingga ke ruang
keluarga. Rumah di huni oleh 4 orang
yang terdiri dari pasien, suami, dan kedua
anak pasien yang belum berkeluarga,
namun kadang-kadang anak dan cucu
pasien juga datang dan menginap.

Lingkungan di sekitar rumah :


Pasien tinggal di lingkungan yang tidak cukup padat penduduk, jarak antara rumah
kira-kira 5 meter dengan tetangga kiri, bagian depan rumah pasien kurang lebih 6
meter dari jalan raya dan disebelah kanan rumah merupakan jalan masuk lorong.

2
Aspek perilaku dan psikologis di keluarga :
 Hubungan dengan suami dan anak pasien baik.
 Hubungan dengan tetangga di sekitar rumah dinilai baik.
 Kesan : hubungan dengan keluarga dan tetangga baik, secara psikologis
pasien tidak bermasalah.

1.3 Anamnesis
Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang berobat ke Puskesmas Olak Kemang dengan keluhan lemas
sejak 1 hari yang lalu. Lemas dirasakan mendadak dan menyebabkan pasien sedikit
kesulitan dalam beraktivitas. Keluhan juga disertai dengan badan terasa meriang dan
sakit kepala. Pasien juga mengeluhkan tidak nafsu makan. Keluhan adanya
penglihatan kabur disangkal. Dilakukan pemeriksaan gula darah, didapatkan gula
darah pasien adalah 307 mg/dL. Pasien belum meminum obat untuk keluhannya ini.
Pasien mengaku sudah pernah mengalami keluhan seperti ini 3 tahun lalu.
saat itu pasien mengatakan bahwa ia sering merasa lapar dan pasien makan terus
menerus namun berat badan malah menurun. Pasien juga sering buang air kecil dan
haus terus menerus. Saat itu, pasien diberi obat penurun gula darah yaitu metformin,
namun pasien hanya meminumnya beberapa bulan lalu tidak teratur selama bulan-
bulan berikutnya.
Riwayat luka lama sulit sembuh (-), gatal-gatal pada badan (-), demam (-),
kesemutan pada ujung-ujung jari (-).

Riwayat Penyakit dahulu


 Riwayat tekanan darah tinggi (-).
 Riwayat asma (-).
 Riwayat Diabetes Mellitus (+) sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, pasien
mengeluh sering BAK, mudah haus dan sering lapar, saat itu pasien hanya
berobat ke puskesmas dan diberikan obat selama 3 hari, yaitu metformin
yang dikonsumsi 3 kali sehari, beberapa bulan pasien mengaku rajin

3
mengontrol ke puskesmas, namun setelah obat habis pasien mengaku tidak
ada keluhan dan tidak melanjutkan pengobatan, gula darah pasien diperiksa
saat itu kurang lebih 300mg/dl.

Riwayat Penyakit keluarga


Ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti pasien yaitu ibu.

Riwayat obat-obatan, alergi, makanan, dan perilaku kesehatan.


 Riwayat merokok pada pasien (-), suami pasien merokok (+).
 Riwayat mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis (+).
 Jarang berolahraga (+)

1.4 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Pengukuran Tanda Vital :
- Nadi : 84x per menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
- Suhu : 36,7°C
- Respirasi : 22x/menit, reguler
- BB : 64 Kg
- TB : 154 cm
- Status gizi : overweight
 Pemeriksaan Organ
1. Kepala Bentuk : normocephal
Simetri : simetris
2. Mata Exopthalmus/enophtal : (-)
Kelopak : normal
Conjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterik (-)
Kornea : normal
Pupil : bulat, isokor,

4
reflex cahaya +/+
Lensa : noma, keruh (-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : lembab
Bau pernafasan : normal
Gigi geligi : lengkap
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda,
perdarahan (-)
Lidah : putih kotor, ulkus (-)
6. Leher KGB : tak ada pembengkakan
Kel.tiroid : tak ada pembesaran
JVP : 5 - 2 cmH2O
7. Thorax Bentuk : simetris
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris, sela iga melebar (-), retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus meningkat Stem fremitus meningkat
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS VI kanan
Auskultasi Wheezing (-), rhonki basah Wheezing (-), rhonki
halus (-) di apeks basah halus (-) di apeks

Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

5
Abdomen
Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
Palpasi splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-
/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal

8. Ekstremitas Atas : akral hangat +/+, deformitas -/-, CTR < 2 detik,
ulkus diabetik (-).
9. Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, udem -/-, deformitas -/-, ulkus
diabetik (-).
10. Kulit
- Turgor : baik
- Lembab/kering : lembab
- Lapisan lemak : ada

1.5 Pemeriksaan Penunjang


GDS : 307 mg/dl

1.6 Pemeriksaan Anjuran


 GDS (Gula Darah Sewaktu)
 GDP (Gula Darah Puasa)
 GD2PP (Gula Darah 2 jam Post Prandial)
 HbA1C

1.7 Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe II Overweight Tidak Terkontrol

1.8 Manajemen
a. Promotif
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya.

6
 Menjelaskan kepada keluarga pasien, terutama suami dan anak pasien
bahwa untuk penatalaksanaan penyakit isteri atau ibunya ini diperlukan
kerja sama dan dukungan keluarga. Untuk itu diharapkan keluarga serumah
pasien dapat membantu, mengingatkan, mengawasi, dan menemani pasien
untuk merubah kebiasaannya menjadi lebih baik hal ini juga bermanfaat
bagi istri dan anak pasien untuk mencegah terkena penyakit yang sama
dengan pasien dikemudian hari.
 Pasien diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan, dan
komplikasi penyakit DM serta di ajak agar dapat menjalani pola hidup sehat
dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, dan mengurangi
mengkonsumsi makanan yang manis-manis, dan tidak tinggi kolesterol,
melakukan olah raga ringan, dan minum obat secara teratur.

b. Preventif
 Mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seperti susu dan juga buah
-sayur yang banyak mengandung vitamin.
 Olahraga ringan seperti senam secara teratur minimal 3x dalam seminggu
selama 30 menit sehari.
 Mengurangi makanan yang manis-manis.
 Minum obat secara rutin dan teratur
 Mengontrol kadar gula darah setiap obat habis dan setiap ada keluhan.

c. Kuratif
Non-farmakologi
 Istirahat yang cukup.
 Menyarankan agar pasien mengatur pola makan.
 Melakukan olahraga teratur.
 Minum obat secara teratur.
 Kontrol kadar gula darah setiap obat habis atau adanya keluhan.

7
Farmakologi
 Glimepirid 2 mg 1 x 1 tablet
 Metformin 500mg 3 x 1 tablet
Obat tradisional
Tanaman pare merupakan salah satu alternatif obat tradisional diabetes
melitus yang bisa digunakan untuk penyembuhan, karena didalam pare
mengandung zat yang dapat menurunkan gula darah. Cara pemanfaatan pare
untuk mengobati diabetes yaitu dengan cara ambil 2 buah pare, cuci dan
lumatkan lalu tambahkan setengah gelas air bersih, aduk dan peras. Minum
sehari sebanyak satu ramuan. Diulang selama 2 minggu.

d. Rehabilitatif
 Memantau penyembuhan penyakit pasien secara rutin. Hal ini dilakukan
dengan kerja sama dari pasien tersebut dengan mengikuti saran dokter untuk
datang secara berkala untuk pengobatan secara tuntas.
 Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan medis terdekat.

1.9 Permasalahan
1. Pasien sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis
2. Pasien jarang berolahraga

8
Resep Puskesmas Resep Ilmiah
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
dr.Flo Sunny Niko dr.Flo Sunny Niko
SIP :G1A216000 SIP :G1A216000

Jambi, Januari 2018 Jambi, Januari 2018

Pro / BB: Ny. M/64 kg Pro / BB: Ny. M/64 kg


Umur : 54 Tahun Umur : 54 Tahun
Alamat : RT 02 Tanjung Pasir Alamat : RT 02 Tanjung Pasir

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
dr.Flo Sunny Niko dr.Flo Sunny Niko
SIP :G1A216000 SIP :G1A216000

Jambi, Januari 2018 Jambi, Januari 2018

Pro / BB: Ny. M/64 kg Pro / BB: Ny. M/64 kg


Umur : 54 Tahun Umur : 54 Tahun
Alamat : RT 02 Tanjung Pasir Alamat : RT 02 Tanjung Pasir

9
FOLLOW UP KEADAAN PASIEN
Kunjungan pertama (Jumat, 5 Januari 2018)
Diagnosis Terapi Masalah yang di Bentuk Pembinaan
temukan yang di berikan
DM Tipe II  Modifikasi  Badan terasa lemas Minum obatnya secara
Overweight Gaya Hidup  Gula darah pasien teratur.
Tidak  Glimepiride masih tinggi : Dengan olah raga
Terkontrol 1x 307mg/dl diharapkan dapat
 Metformin 3  Pasien suka menjaga kebugaran dan
x 500 mengkonsumsi kesehatan jasmani,
makanan dan walaupun dengan
minuman manis bentuk ringan. Olah

 Pasien jarang raga dapat melancarkan


berolahraga aliran darah,

 Status Gizi Pasien merenggangkan otot


berlebih/ juga merilekskan

Overweight pikiran. Serta dapat


membantu menurunkan
berat badan, sehingga
dapat mencapai berat
badan yang ideal
Menyarankan untuk
mengurangi konsumsi
makanan dan minuman
manis

10
Dokumentasi Kunjungan Pertama

11
Kunjungan kedua (Jumat, 12 Januari 2018)
Masalah yang masih di Bentuk Pembinaan yang Perkembangan
temukan di berikan Pembinaan
 Keluhan lemas Mengecek obat yang  Pasien mulai
berkurang masih tesisa, ternyata mengurangi
 Gula darah pasien pasien jarang memakan konsumsi makan
pada kunjungan obatnya. dan minuman
kedua 234mg/dl manis
 BB : 63 kg  Pasien mulai rajin
Memberikan contoh berolahraga,
gerakan kecil senam. namun belum 30
Dan memberikan menit dalam sehari
penyuluhan mengenai Pasien sudah
Diabetes Melitus serta mulai
table diet mengenai menjalankan
makanan yang bisa di kegiatan olahraga
konsumsi. setiap subuh

Menganjurkan pasien
untuk ikut senam DM di
puskesmas setiap hari
sabtu

Mengingatkan pasien
untuk puasa 10 jam untuk
pemeriksaan gula darah
puasa dan 2 jam setelah
makan.

12
Dokumentasi Kunjungan kedua

13
Kunjungan ketiga (Jumat, 19 Januari 2018)
Masalah yang masih di Bentuk Pembinaan yang Perkembangan
temukan di berikan Pembinaan
 Keluhan lemas Makan obat teratur. Pasien mengikuti senam
tidak ada, pasien Posbindu setiap sabtu
sudah dapat Menyarankan olah raga Menjalankan kegiatan
rutin
berkativitas olahraga seperti berjalan
seperti biasa dan berlari kecil selama
Konsumsi vitamin agar
 Gula darah sudah tubuh tidak lemas. 30 menit (pasien mengaku
mencapai normal sudah benar-benar
Ajak pasien ikut senam
: 149mg/dl menghitung lama kegiatan
DM.
BB : 62kg olahraganya lebih dari 30
menit).

Dokumentasi Kunjungan Ketiga

14
Kunjungan keempat (Jumat, 26 Januari 2018)
Masalah yang masih di Bentuk Pembinaan yang Perkembangan
temukan di berikan Pembinaan
Tidak Ada Minum obat teratur
Gula darah pasien Sehabis sholat subuh
normal : 134mg/dl Konsumsi vitamin, pasien jalan pagi, kadang
BB : 61 kg dirumah saja melakukan
Olah raga rutin stiap hari gerakan kecil dalam
beberapa menit.
Ikut senam DM di
puskesmas Pasien ikut senam DM
Sabtu pagi di puskesmas.
Jaga pola makan
Jumlah obat berkurang
Kontrol sebulan sekali dari 20 jadi 13 tablet,
ke puskesmas dan ambil
obat DM nya tiap
sebulan sekali

15
Dokumentasi Kunjungan Terakhir

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus1,2


Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam
darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin
secara adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah
makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. kadar gula darah yang normal
pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl
darah. kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dl pada 2 jam
setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun
karbohidrat lainnya. kadar gula darah yang normal cenderung meningkat
secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-
orang yang tidak aktif.

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat


utama yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang
tepat. insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa
menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan
kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk
menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang
lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.
Pada saat melakukan aktifitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena
otot menggunakan glukosa untuk energi.

2.2 Etiologi1,2,3

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak
memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus
tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin
atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.sebagian besar diabetes mellitus
tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor

17
lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-
kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel
penghasil insulin di pankreas. untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel
beta) mengalami kerusakan permanen. terjadi kekurangan insulin yang berat
dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada
insulin, niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih
tinggi dari normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya,
sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada
anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor
resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/i>, 80-90% penderita
mengalami obesitas. diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab diabetes lainnya adalah :
 Kadar kortikosteroid yang tinggi.
 Kehamilan (diabetes gestasional).
 Obat-obatan.
 Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

2.3 Manifestasi Klinis1,2,3


Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan
membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang
hilang. karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan,
maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga
banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. untuk mengkompensasikan hal
ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak
makan (polifagi).

18
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan selama melakukan olah raga.
Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat
badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi
karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka
sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). pernafasan
menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi
insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
kecelakann atau penyakit yang serius.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl,
biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

19
2.4 Diagnosa2,3,4
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >200 mg/dL.


Atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) >126 mg/dl Puasa berarti
tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir.
Atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa
75 gram pada TTGO.

Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnostik kadar glukosa darah puasa.Untuk DM Gestasional juga dianjurkan
kriteria diagnostik yang sama.

2.5 Pengelolaan5,6,7
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

a. Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk

20
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di
Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
b. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurang dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
d. Intervensi Farmakologis

21
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

1. Obat hipoglikemik oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):Nsulfonilurea dan
glinid.
 Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion.
 Penghambat glukoneogenesis (metformin).
 Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:


OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan Repaglinid, Nateglinid :
sesaat/ sebelum makan. Metformin: sebelum /pada saat / sesudah makan.
Penghambat glukosidase α (Acarbose): bersama makan suapan pertama.
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
 Penurunan berat badan yang cepat.
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
 Ketoasidosis diabetik.
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke).
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan.

22
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
 Insulin kerja cepat (rapid acting insulin).
 Insulin kerja pendek (short acting insulin).
 Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin).
 Insulin kerja panjang (long acting insulin).
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
Efek samping terapi insulin
 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
 Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi
OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM
tipe-II).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali

23
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis
awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat
hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.

2.6 Penyulit Diabetes Melitus7,8


Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
Penyulit Akut
1. Ketoasidosis Diabetik
Merupakan suatu keadaan darurat. tanpa pengobatan yang tepat dan
cepat, bisa terjadi koma dan kematian. Penderita harus dirawat di unit
perawatan intensif. diberikan sejumlah besar cairan intravena dan
elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang
hilang melalui air kemih yang berlebihan. insulin diberikan melalui
intravena sehingga bisa bekerja dengan segera dan dosisnya
disesuaikan.kadar glukosa, keton dan elektrolit darah diukur setiap
beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan.
2. Hiperosmolar Non Ketotik
Pengobatan sama dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum.
diberikan cairan dan elektrolit pengganti. kadar gula darah harus
dikembalikan secara bertahap untuk mencegah perpindahan cairan ke
dalam otak. kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol dan
keasaman darahnya tidak terlalu berat. Jika kadar gula darah tidak
terkontrol, sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara
progresif.
3. Hipoglikemia
Harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi berat,
menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. jika terdapat tanda
hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. karena itu penderita

24
diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk
menghadapi serangan hipoglikemia. atau penderita segera minum segelas
susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan
manis lainnya. penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon,
yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang
mengandung gula. Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah: rasa lapar
yang timbul secara tiba-tiba, sakit kepala, kecemasan yang timbul secara
tiba-tiba, badan gemetaran, berkeringat, bingung, penurunan kesadaran,
koma.
Penyulit Menahun
1. Makroangiopati :
 Pembuluh darah jantung
 Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio,
meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
 Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
 Retinopati Diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
dan memberatnya retinopati. Dapat diobati secara langsung dengan
pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata
sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. terapi laser
dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya
penglihatan.
Terapi kombinasi bertujuan untuk menurunkan produksi glukosa dari
hati, meningkatkan sekresi insulin dan meningkatkan kerja insulin
dengan menurunkan resistensi insulin., kombinasi mulai 2 sampai 4
macam OHO, jenis OHO ditambahkan secara bertahap sesuai respon.
 Nefropati diabetik.

25
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati.
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan
mengurangi risiko terjadinya nefropati.
 Neuropati
 Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi.
 Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
 Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen
10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
 Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki
yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.

2.7 Pencegahan5,6,7
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua
jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam
program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani

26
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring,
namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul
penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan
primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-
langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang
optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tatacara pengobatan baku
yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.
Pencegahan Tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka
pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk
diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit
makro-angiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli
sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para
ahli dari disiplin lain seperti dari bagian ilmu penyakit mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain
sebagainya.

27
2.8 Komplikasi6,7,8
Peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan
struktur internal lainnya terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di
dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. akibat penebalan ini maka aliran darah akan
berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.Kadar gula darah yang
tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam
darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis
(penimbunan plak di dalam pembuluh darah). aterosklerosis ini 2-6 kali lebih
sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai
jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat
penyembuhan luka. karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa
mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius. Serangan
jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan
gangguan penglihatan (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal
menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa.
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu
saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau
tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke
tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum),
maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti
terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih
sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat Meredakan perubahan
tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok)
dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat
dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga
sebagian tungkai harus diamputasi.

28
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.

Gangguan Fungsi Imun Pada Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang dapat menyebabkan
penurunan sistem imunitas selular. Terdapat penurunan jumlah sel limfosit T
dan netrofil pada pasien DM yang disertai dengan penurunan jumlah T helper
1 (Th1) dan penurunan produksi mediator inflamasi seperti TNF α, IL-1β
serta IL-6. Limfosit Th1 mempunyai peranan penting untuk mengontrol dan
menghambat pertumbuhan basil M.tb, sehingga terdapatnya penurunan pada
jumlah maupun fungsi limfosit T secara primer akan bertanggungjawab
terhadap timbulnya kerentanan pasien DM untuk terkena TB. Fungsi
makrofag juga mengalami gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan
untuk menghasilkan reactive oxygen species, fungsi kemotaksis dan fagositik
yang menurun.7 Infeksi oleh basil tuberkel akan menyebabkan gangguan yang
lebih lanjut pada sitokin, makrofag-monosit dan populasi sel T CD4/CD8.
Keseimbangan antara sel limfosit T CD4 dan CD8 memainkan peranan
penting dalam mengatur pertahanan tubuh melawan mikobakteri dan
menentukan kecepatan regresi pada TB aktif.6
Derajat hiperglikemi juga berperan dalam menentukan fungsi
mikrobisida pada makrofag. Pajanan kadar gula darah sebesar 200 mg%
secara signifikan dapat menekan fungsi penghancuran oksidatif dari
makrofag. Penderita DM yang kurang terkontrol dengan kadar hemoglobin
terglikasi (HbA1c) tinggi menyebabkan TB menjadi lebih parah dan
berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi. Selain terjadi kerusakan
pada proses imunologi, pada pasien DM juga terdapat gangguan fisiologis
paru seperti hambatan dalam proses pembersihan sehingga memudahkan
penyebaran infeksi pada inang. Glikosilasi non enzimatik pada protein
jaringan menginduksi terjadinya gangguan pada fungsi mukosilier atau
menyebabkan neuropati otonom diabetik sehingga menyebabkan
abnormalitas pada tonus basal jalan napas yang mengakibatkan menurunnya

29
reaktifitas bronkus serta bronkodilatasi.5,6 Gangguan fungsi imun dan
fisiologi paru pada pasien DM dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 2.1. Gangguan fungsi imun dan fisiologis paru penderita DM .
Kelainan fungsi imunologi paru pada Disfungsi fisiologis paru pada
DM DM
Gangguan kemotaksis, perlengketan, Reaktifitas bronkial berkurang
fagositosis dan mikrobisida
polimorfonuklear
Penurunan monosit perifer dengan Penurunan elastic recoil dan volume
gangguan fagositosis paru
Buruknya fungsi transformasi sel blast Penurunan kapasitas difusi
menjadi limfosit
Cacat fungsi opsonisasi C3. Sumbatan mukus pada saluran
napas
Penurunan respons ventilasi
terhadap
hipoksemia

30
BAB III
ANALISIS KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


 Pasien tinggal di rumah yang terbuat dari kayu berlantai kayu, sumber
penerangan dari PLN dan pada siang hari rumah cukup terang karena
jendela rumah selalu dibuka. Rumah terdiri dari ruang tamu, ruang
keluarga, tiga kamar, dan dapur, rumah tampak cukup lapang namun
diruang keluarga sering dijadikan tempat motor, sumber air dari PDAM
(untuk memasak, minum, dan mandi), jamban leher angsa dengan septic
tank yang terletak di luar rumah pasien, pembuangan sampah terkadang
dengan cara dibakar dan kadang-kadang dibuang di tempat pembuangan
sampah.
 Penyakit yang diderita pasien tidak mempunyai hubungan dengan
keadaan rumah pasien: Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana
kadar glukosa di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat
melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal
dalam waktu 2 jam. Jadi dapat disimpulakan kalau tidak ada hubungan
antara penyakit yang diderita pasien dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga
 Hubungan pasien dengan suami dan anaknya baik.
 Hubungan pasien dengan tetangga baik.
 Ada riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga yaitu ibu pasien.
 Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada
insulin, niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya
lebih tinggi dari normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap

31
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe ii bisa
terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia
30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/i>, 80-
90% penderita mengalami obesitas. diabetes tipe II juga cenderung
diturunkan. Jadi pada kasus ini dapat disimpulkan kalau tidak ada
hubungan anatar keadaan keluarga dan hubungan keluarga dengan
penyakit yang diderita pasien.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
 Kurang memperhatikan gizi makanan dan jarang berolahraga.
 Pasien mempunyai kebiasaan yang kurang baik, yaitu suka makan
mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis serta tidak pernah
olahraga. Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Jadi pada pasien ini ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien
dengan perilaku kesehatan pasien.

d. Analisis kemungkinan berbagai factor resiko atau etiologi penyakit


pada pasien ini
 Kebiasaan pasien yang suka mengkonsumsi makanan manis, jarang
berolahraga dan riwayat ibu dengan DM dapat menjadi hubungan faktor
risiko terjadinya DM.

e. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan


dengan factor resiko atau etiologi pada pasien ini.
 Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi.
 Pola hidup sehat yakni menjaga kebersihan lingkungan dan tempat
tinggal.

32
 Menjaga ruangan agar cukup pencahayaan dan bersih.
 Rutin berolahraga untuk menjaga kesehatan dan kebugaran badan.
 Minum obat teratur sesuai anjuran dokter.
 Segera kunjungi pelayanan kesehatan terdekat jika obat habis atau
penyakit semakin memberat.
 Sebaiknya pasien teratur minum obat dan rajin mengontrol gula darah.

f. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


Edukasi untuk memperbaiki pola hidup, untuk mengurangi konsumsi
makanan yang manis, berolah raga secara teratur, dan pasien di anjurkan
untuk meminum obat secara teratur setiap hari dan kontrol kembali bila obat
habis.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani, Reno. Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.


Edisi IV; jilid II. Jakarta. 2007. 1867-1857
2. Mansyur, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran. Edisi III; Jilid I. Jakarta.
Media Aesculapius. 1999. 588-580
3. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6; Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006.
4. Soegondo S, Pradana S, Subekti I, et all, Petunjuk Praktis Pengelolaan
Diabetes Melitus Tipe 2, PB PERKENI, Jakarta, 2003 ; 1-50
5. Kadri, piliang S, Asjiah N, et all, Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus
di Indonesia, Denpasar, 1998
6. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006
7. Gustaviani, Reno. Diabetes Mellitus dalam Buku Ajar Penyakit Dalam.
Edisi IV; jilid II. Jakarta. 2007. 1867-1857
8. Mansyur, Arif, dkk. Kapita selekta Kedokteran. Edisi III; Jilid I. Jakarta.
Media Aesculapius. 1999. 588-580
9. Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6; Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006.

34

Anda mungkin juga menyukai