1.1 Identitas
Identitas Pasien
a. Nama : Ny. M
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 54 Tahun
d. Pekerjaan : IRT
e. Alamat : RT. 02 Tanjung Pasir
f. Agama : Islam
Data Anggota Keluarga
Hub dgn Pendidikan
No Nama JK Pekerjaan
KK terakhir
1. Ny. M Pasien ♀ SMP IRT
2. Tn. Z Ayah ♂ SMP Buruh
3. Ny. M Anak ♀ SMA IRT
4. Ny. R Anak ♀ SMA IRT
5. Nn. M Anak ♀ SMA SPG
6. Nn. P Anak ♀ SMP Pelajar
1
Kondisi rumah :
Pasein tinggal di rumah permanen dengan
luas 10 x 6 m2. Berlantai kayu, beratap
genteng, dan berdinding kayu. Terdiri
dari 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga, 3
kamar tidur, 1 kamar mandi dengan
jamban leher angsa, dan dapur. Sumber
air menggunakan PDAM. Air minuman
pasien berasal dari air PDAM yang
dimasak. Rumah disertai ventilasi yang
cukup. Rumah tertata kurang rapi, karena
motor dimasukkan hingga ke ruang
keluarga. Rumah di huni oleh 4 orang
yang terdiri dari pasien, suami, dan kedua
anak pasien yang belum berkeluarga,
namun kadang-kadang anak dan cucu
pasien juga datang dan menginap.
2
Aspek perilaku dan psikologis di keluarga :
Hubungan dengan suami dan anak pasien baik.
Hubungan dengan tetangga di sekitar rumah dinilai baik.
Kesan : hubungan dengan keluarga dan tetangga baik, secara psikologis
pasien tidak bermasalah.
1.3 Anamnesis
Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan lemas sejak 1 hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang berobat ke Puskesmas Olak Kemang dengan keluhan lemas
sejak 1 hari yang lalu. Lemas dirasakan mendadak dan menyebabkan pasien sedikit
kesulitan dalam beraktivitas. Keluhan juga disertai dengan badan terasa meriang dan
sakit kepala. Pasien juga mengeluhkan tidak nafsu makan. Keluhan adanya
penglihatan kabur disangkal. Dilakukan pemeriksaan gula darah, didapatkan gula
darah pasien adalah 307 mg/dL. Pasien belum meminum obat untuk keluhannya ini.
Pasien mengaku sudah pernah mengalami keluhan seperti ini 3 tahun lalu.
saat itu pasien mengatakan bahwa ia sering merasa lapar dan pasien makan terus
menerus namun berat badan malah menurun. Pasien juga sering buang air kecil dan
haus terus menerus. Saat itu, pasien diberi obat penurun gula darah yaitu metformin,
namun pasien hanya meminumnya beberapa bulan lalu tidak teratur selama bulan-
bulan berikutnya.
Riwayat luka lama sulit sembuh (-), gatal-gatal pada badan (-), demam (-),
kesemutan pada ujung-ujung jari (-).
3
mengontrol ke puskesmas, namun setelah obat habis pasien mengaku tidak
ada keluhan dan tidak melanjutkan pengobatan, gula darah pasien diperiksa
saat itu kurang lebih 300mg/dl.
4
reflex cahaya +/+
Lensa : noma, keruh (-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut Bibir : lembab
Bau pernafasan : normal
Gigi geligi : lengkap
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda,
perdarahan (-)
Lidah : putih kotor, ulkus (-)
6. Leher KGB : tak ada pembengkakan
Kel.tiroid : tak ada pembesaran
JVP : 5 - 2 cmH2O
7. Thorax Bentuk : simetris
Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris, sela iga melebar (-), retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus meningkat Stem fremitus meningkat
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS VI kanan
Auskultasi Wheezing (-), rhonki basah Wheezing (-), rhonki
halus (-) di apeks basah halus (-) di apeks
Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
5
Abdomen
Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
Palpasi splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-
/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
8. Ekstremitas Atas : akral hangat +/+, deformitas -/-, CTR < 2 detik,
ulkus diabetik (-).
9. Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, udem -/-, deformitas -/-, ulkus
diabetik (-).
10. Kulit
- Turgor : baik
- Lembab/kering : lembab
- Lapisan lemak : ada
1.7 Diagnosis
Diabetes Melitus Tipe II Overweight Tidak Terkontrol
1.8 Manajemen
a. Promotif
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan komplikasinya.
6
Menjelaskan kepada keluarga pasien, terutama suami dan anak pasien
bahwa untuk penatalaksanaan penyakit isteri atau ibunya ini diperlukan
kerja sama dan dukungan keluarga. Untuk itu diharapkan keluarga serumah
pasien dapat membantu, mengingatkan, mengawasi, dan menemani pasien
untuk merubah kebiasaannya menjadi lebih baik hal ini juga bermanfaat
bagi istri dan anak pasien untuk mencegah terkena penyakit yang sama
dengan pasien dikemudian hari.
Pasien diedukasi mengenai pengertian, faktor resiko, cara pengelolaan, dan
komplikasi penyakit DM serta di ajak agar dapat menjalani pola hidup sehat
dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, dan mengurangi
mengkonsumsi makanan yang manis-manis, dan tidak tinggi kolesterol,
melakukan olah raga ringan, dan minum obat secara teratur.
b. Preventif
Mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi seperti susu dan juga buah
-sayur yang banyak mengandung vitamin.
Olahraga ringan seperti senam secara teratur minimal 3x dalam seminggu
selama 30 menit sehari.
Mengurangi makanan yang manis-manis.
Minum obat secara rutin dan teratur
Mengontrol kadar gula darah setiap obat habis dan setiap ada keluhan.
c. Kuratif
Non-farmakologi
Istirahat yang cukup.
Menyarankan agar pasien mengatur pola makan.
Melakukan olahraga teratur.
Minum obat secara teratur.
Kontrol kadar gula darah setiap obat habis atau adanya keluhan.
7
Farmakologi
Glimepirid 2 mg 1 x 1 tablet
Metformin 500mg 3 x 1 tablet
Obat tradisional
Tanaman pare merupakan salah satu alternatif obat tradisional diabetes
melitus yang bisa digunakan untuk penyembuhan, karena didalam pare
mengandung zat yang dapat menurunkan gula darah. Cara pemanfaatan pare
untuk mengobati diabetes yaitu dengan cara ambil 2 buah pare, cuci dan
lumatkan lalu tambahkan setengah gelas air bersih, aduk dan peras. Minum
sehari sebanyak satu ramuan. Diulang selama 2 minggu.
d. Rehabilitatif
Memantau penyembuhan penyakit pasien secara rutin. Hal ini dilakukan
dengan kerja sama dari pasien tersebut dengan mengikuti saran dokter untuk
datang secara berkala untuk pengobatan secara tuntas.
Jika keluhan dirasakan kembali segera berobat ke pelayanan medis terdekat.
1.9 Permasalahan
1. Pasien sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis
2. Pasien jarang berolahraga
8
Resep Puskesmas Resep Ilmiah
Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Puskesmas Olak Kemang Puskesmas Olak Kemang
dr.Flo Sunny Niko dr.Flo Sunny Niko
SIP :G1A216000 SIP :G1A216000
9
FOLLOW UP KEADAAN PASIEN
Kunjungan pertama (Jumat, 5 Januari 2018)
Diagnosis Terapi Masalah yang di Bentuk Pembinaan
temukan yang di berikan
DM Tipe II Modifikasi Badan terasa lemas Minum obatnya secara
Overweight Gaya Hidup Gula darah pasien teratur.
Tidak Glimepiride masih tinggi : Dengan olah raga
Terkontrol 1x 307mg/dl diharapkan dapat
Metformin 3 Pasien suka menjaga kebugaran dan
x 500 mengkonsumsi kesehatan jasmani,
makanan dan walaupun dengan
minuman manis bentuk ringan. Olah
10
Dokumentasi Kunjungan Pertama
11
Kunjungan kedua (Jumat, 12 Januari 2018)
Masalah yang masih di Bentuk Pembinaan yang Perkembangan
temukan di berikan Pembinaan
Keluhan lemas Mengecek obat yang Pasien mulai
berkurang masih tesisa, ternyata mengurangi
Gula darah pasien pasien jarang memakan konsumsi makan
pada kunjungan obatnya. dan minuman
kedua 234mg/dl manis
BB : 63 kg Pasien mulai rajin
Memberikan contoh berolahraga,
gerakan kecil senam. namun belum 30
Dan memberikan menit dalam sehari
penyuluhan mengenai Pasien sudah
Diabetes Melitus serta mulai
table diet mengenai menjalankan
makanan yang bisa di kegiatan olahraga
konsumsi. setiap subuh
Menganjurkan pasien
untuk ikut senam DM di
puskesmas setiap hari
sabtu
Mengingatkan pasien
untuk puasa 10 jam untuk
pemeriksaan gula darah
puasa dan 2 jam setelah
makan.
12
Dokumentasi Kunjungan kedua
13
Kunjungan ketiga (Jumat, 19 Januari 2018)
Masalah yang masih di Bentuk Pembinaan yang Perkembangan
temukan di berikan Pembinaan
Keluhan lemas Makan obat teratur. Pasien mengikuti senam
tidak ada, pasien Posbindu setiap sabtu
sudah dapat Menyarankan olah raga Menjalankan kegiatan
rutin
berkativitas olahraga seperti berjalan
seperti biasa dan berlari kecil selama
Konsumsi vitamin agar
Gula darah sudah tubuh tidak lemas. 30 menit (pasien mengaku
mencapai normal sudah benar-benar
Ajak pasien ikut senam
: 149mg/dl menghitung lama kegiatan
DM.
BB : 62kg olahraganya lebih dari 30
menit).
14
Kunjungan keempat (Jumat, 26 Januari 2018)
Masalah yang masih di Bentuk Pembinaan yang Perkembangan
temukan di berikan Pembinaan
Tidak Ada Minum obat teratur
Gula darah pasien Sehabis sholat subuh
normal : 134mg/dl Konsumsi vitamin, pasien jalan pagi, kadang
BB : 61 kg dirumah saja melakukan
Olah raga rutin stiap hari gerakan kecil dalam
beberapa menit.
Ikut senam DM di
puskesmas Pasien ikut senam DM
Sabtu pagi di puskesmas.
Jaga pola makan
Jumlah obat berkurang
Kontrol sebulan sekali dari 20 jadi 13 tablet,
ke puskesmas dan ambil
obat DM nya tiap
sebulan sekali
15
Dokumentasi Kunjungan Terakhir
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi1,2,3
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak
memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penderita diabetes mellitus
tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit insulin
atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.sebagian besar diabetes mellitus
tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor
17
lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-
kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel
penghasil insulin di pankreas. untuk terjadinya hal ini diperlukan
kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel
beta) mengalami kerusakan permanen. terjadi kekurangan insulin yang berat
dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada
insulin, niddm), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih
tinggi dari normal. tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya,
sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada
anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor
resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/i>, 80-90% penderita
mengalami obesitas. diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.
Penyebab diabetes lainnya adalah :
Kadar kortikosteroid yang tinggi.
Kehamilan (diabetes gestasional).
Obat-obatan.
Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
18
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya
ketahanan selama melakukan olah raga.
Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan.
Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat
badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi
karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka
sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). pernafasan
menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi
insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
kecelakann atau penyakit yang serius.
Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl,
biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
19
2.4 Diagnosa2,3,4
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk
penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnostik kadar glukosa darah puasa.Untuk DM Gestasional juga dianjurkan
kriteria diagnostik yang sama.
2.5 Pengelolaan5,6,7
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
a. Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
20
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di
Indonesia 2006 yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
b. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan
pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurang dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
d. Intervensi Farmakologis
21
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
22
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin).
Insulin kerja pendek (short acting insulin).
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin).
Insulin kerja panjang (long acting insulin).
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin
yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi
OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.
Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik dimana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM
tipe-II).
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan
pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
23
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis
awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat
hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
24
diabetes harus selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk
menghadapi serangan hipoglikemia. atau penderita segera minum segelas
susu, air gula atau jus buah, sepotong kue, buah-buahan atau makanan
manis lainnya. penderita diabetes tipe I harus selalu membawa glukagon,
yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat memakan makanan yang
mengandung gula. Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah: rasa lapar
yang timbul secara tiba-tiba, sakit kepala, kecemasan yang timbul secara
tiba-tiba, badan gemetaran, berkeringat, bingung, penurunan kesadaran,
koma.
Penyulit Menahun
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio,
meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati Diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
dan memberatnya retinopati. Dapat diobati secara langsung dengan
pembedahan laser untuk menyumbat kebocoran pembuluh darah mata
sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang menetap. terapi laser
dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya
penglihatan.
Terapi kombinasi bertujuan untuk menurunkan produksi glukosa dari
hati, meningkatkan sekresi insulin dan meningkatkan kerja insulin
dengan menurunkan resistensi insulin., kombinasi mulai 2 sampai 4
macam OHO, jenis OHO ditambahkan secara bertahap sesuai respon.
Nefropati diabetik.
25
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati.
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kg BB) juga akan
mengurangi risiko terjadinya nefropati.
Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen
10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki
yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
2.7 Pencegahan5,6,7
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua
jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam
program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah
hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani
26
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan
sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring,
namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan
penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul
penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan
primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-
langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang
optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tatacara pengobatan baku
yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.
Pencegahan Tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka
pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk
diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit
makro-angiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli
sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para
ahli dari disiplin lain seperti dari bagian ilmu penyakit mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain
sebagainya.
27
2.8 Komplikasi6,7,8
Peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf dan
struktur internal lainnya terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di
dalam dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. akibat penebalan ini maka aliran darah akan
berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.Kadar gula darah yang
tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam
darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis
(penimbunan plak di dalam pembuluh darah). aterosklerosis ini 2-6 kali lebih
sering terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi yang jelek melalui pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai
jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit dan memperlambat
penyembuhan luka. karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa
mengalami berbagai komplikasi jangka panjang yang serius. Serangan
jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan
gangguan penglihatan (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal
menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani dialisa.
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu
saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau
tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke
tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum),
maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti
terbakar dan kelemahan. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih
sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat Meredakan perubahan
tekanan maupun suhu.
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok)
dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat
dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga
sebagian tungkai harus diamputasi.
28
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.
29
reaktifitas bronkus serta bronkodilatasi.5,6 Gangguan fungsi imun dan
fisiologi paru pada pasien DM dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 2.1. Gangguan fungsi imun dan fisiologis paru penderita DM .
Kelainan fungsi imunologi paru pada Disfungsi fisiologis paru pada
DM DM
Gangguan kemotaksis, perlengketan, Reaktifitas bronkial berkurang
fagositosis dan mikrobisida
polimorfonuklear
Penurunan monosit perifer dengan Penurunan elastic recoil dan volume
gangguan fagositosis paru
Buruknya fungsi transformasi sel blast Penurunan kapasitas difusi
menjadi limfosit
Cacat fungsi opsonisasi C3. Sumbatan mukus pada saluran
napas
Penurunan respons ventilasi
terhadap
hipoksemia
30
BAB III
ANALISIS KASUS
31
efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe ii bisa
terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia
30 tahun. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas,/i>, 80-
90% penderita mengalami obesitas. diabetes tipe II juga cenderung
diturunkan. Jadi pada kasus ini dapat disimpulkan kalau tidak ada
hubungan anatar keadaan keluarga dan hubungan keluarga dengan
penyakit yang diderita pasien.
32
Menjaga ruangan agar cukup pencahayaan dan bersih.
Rutin berolahraga untuk menjaga kesehatan dan kebugaran badan.
Minum obat teratur sesuai anjuran dokter.
Segera kunjungi pelayanan kesehatan terdekat jika obat habis atau
penyakit semakin memberat.
Sebaiknya pasien teratur minum obat dan rajin mengontrol gula darah.
33
DAFTAR PUSTAKA
34