Seorang Anak Laki- Laki Usia 3 tahun dengan Bronkopneumonia dan Status Gizi Baik
1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. MFZ
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Bangsal : Nakula 4
No. CM : 345XXX
Tanggal Masuk RS : 30 Januari 2019
– Perkembangan
Personal Sosial :
Menatap muka
Membalas senyum
Senyum spontan
Mengangkat tangannya
Berusaha menggapai mainan
Makan sendiri
Motorik Halus :
Menggenggam
Memainkan kedua tangannya
Memegang icik-icik
Mengamati manik-manik
Meraih
Bahasa :
Bereaksi terhadap suara
Bersuara
Oooahhhh
Tertawa
Berteriak
Menoleh ke bunyi icik-icik
Menoleh ke arah suara
Satu silabel
Meniru bunyi kata-kata
Motorik Kasar :
Mengangkat kepala
Duduk kepala tegak
Menumpu beban pada kaki
Dada terangkat menumpu pada lengan
Membalik
Duduk tanpa pegangan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak seusianya.
2.1.11. Riwayat Imunisasi
HepB : 3 kali, usia 0,2,3 bulan
Polio : 3 kali, usia 0,2,3 bulan
BCG : 1 kali, usia 1 bulan
DTP : 1 kali, usia 2 bulan
Kesan : Imunisasi tidak lengkap sesuai usia pasien hanya berdasarkan alloanamnesa dengan ibu pasien oleh karena
buku KMS tidak dibawa.
2.1.12. Riwayat Lingkungan
Sanitasi lingkungan tempat pasien tinggal cukup baik. Tetangga sekitar rumah tidak mengeluhkan hal serupa.
Kesan : sanitasi baik.
2.1.13. Riwayat Makan dan Minum Anak
Sejak lahir anak sudah mendapatkan susu formula yang dicampur dengan ASI oleh karena produksi ASI sedikit.
MPASI diberikan saat anak berusia 5 bulan berupa serelac dan buah yang lembut seperti pepaya. Ibu pasien
mengatakan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah menyiapkan makanan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup, kebersihan baik.
2.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 30 Januari 2019 di bangsal Nakula 4 RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang.
2.2.1. Keadaan umum :
Composmentis, tampak sakit sedang.
2.2.2. Tanda vital (IGD)
Heart Rate : 160 x/menit
Pernapasan : 35x/menit
Suhu : 40,4 o C
SpO2 : 98%
2.2.3. Status Gizi
Anak laki- laki, usia 3 tahun.
BB sekarang : 15 kg
PB sekarang : 96 cm
Kesan : Status gizi baik, perawakan tubuh normal, BB normal.
Ht
40-52 40,60 (%)
Leukosit
6,0-17 9,8 (/uL)
b. Kimia Klinik
Jenis Nilai
30/1/2019 Satuan
Pemeriksaan Normal
GDS 70-110 138 (mg/dL)
Natrium
135,0-147,0 135 Mmol/L
Kalium
3,50- 5,0 4,4 Mmol/L
4. DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkopneumonia
Berdasarkan etiologi:
Viral
Bakterial
Jamur
Berdasarkan WHO (Anak 2 bulan – 5 Tahun):
Pneumonia ringan
Pneumonia berat
Pneumonia sangat berat
2. Bronkiolitis
3. TB paru
4. Status Gizi
Gizi normal
Gizi lebih
Gizi Buruk
5. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis utama : Bronkopneumonia
Diagnosis komorbid :-
Diagnosis komplikasi :-
Diagnosis gizi : Gizi baik
Diagnosis sosial ekonomi : Cukup
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
Diagnosis Pertumbuhan : Tumbuh normal
Diagnosis Perkembangan : Perkembangan sesuai usia
6. TERAPI (IGD)
O2 2L/menit
Infus 2A1/2N 5 tpm
Injeksi ceftriaxone 2x400mg
Injeksi Dexamethasone 3x1/3 amp
Nebulisasi: Combi 1 resp + NaCl 2cc/8 jam
PCT 3x ¼ cth
7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. 5 Pneumonia biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.6 Bila
parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia
lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak
yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai
pada anak – anak. 7,8
ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri, jamur, parasit ) dan sebagain kecil
disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas,
dan drug – or radiation induced pneumonitis.6,9 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 1
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang berhubungan dengan proses persalinan.
Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari
serviks ibu. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B, Chlamydia
trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab
pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan
sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela,
virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.1,9
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju dapat terlihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negar maju1
USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGI YANG JARANG
Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
FAKTOR RISIKO
Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, antara lain:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi
berat badan lahir rendah ( BBLR )
tidak mendapat imunisasi
tidak mendapat ASI yang adekuat
malnutrisi
defisiensi vitamin A
tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok)
imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif )
adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak
intubasi, trakeostomi
abnormalitas anatomi 1,8
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan
paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel
saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme
patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian
ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen – agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung, orofaring ) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur ( 50% ) juga pada keadaan
penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 – 10
/mL, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada
pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas
bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah, tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang
sama. 1,6,8
PATOLOGI
Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen etiologinya. Pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret
bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimaakan.
Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi, dan stadium resolusi. Pada stadium
prodromal, yaitu 4 – 12 jam pertama, alveolus – alveolus mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor yang
ditimbulkan infeksi dengan kuman patogen yang berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan bergranulasi,
seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman,
yang disebut dengan stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli akibat deposit
fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang disebut dengan hepatisasi kelabu.
Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat menjalankan fungsi pernapasan ( jadi merupakan
gangguan restriksi ). Di samping itu, pada saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung dengan panas
yang tinggi. Proses radang juga akan mengenai pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian akan timbul pula
rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga faktor ini akan menyebabkan penderita
mengalami sesak napas, tetapi karena tak ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7 sampai 11 terjadi stadium resolusi dimana jumlah
makrofag mingingkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan
melunak untuk berubah menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada struktur
semulanya.
Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, dimanan pada pneumonia lobaris konsolidasi
ditemuka pada seluruh lobus dan pada bronkopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 – 4 cm
yang mengelilingi bronki. Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan
peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun rongga alveolar sendiri bebas dari
eksudat dan tidak ada konsolidasi. 1,6,7,8
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) : pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering
disebabkan oleh kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif ( Haemophillus
influenzae ), dan bakteri atipik.
b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah
sakit, yang lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh pneumokokus
atau Mycoplasma pneumoniae.
c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan dan asam lambung
d. Pneumonia pada penderita immunocompramised
2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal
b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh
lemah ( immunocompromised )
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial 6,10
MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran
klinis pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas
terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor
patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
Gambaran infeksi umum :
o demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC
o sakit kepala
o gelisah
o malaise
o penurunan nafsu makan
o keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
o kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
Gambaran gangguan respiratori:
o batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
o sesak nafas
o retraksi dada
o takipnea
o napas cuping hidung
o penggunaan otat pernafasan tambahan
o air hunger
o merintih
o sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak
dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda
klinis seperti vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada daerah yang terkena,
suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih
beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7,11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.
Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat
dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan
glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat. Trombositopeni
dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.1
3. Uji Serologis
Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas yang rendah
dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik.1
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang
dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang berguna.
Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua
paru. Pada suatu penelitian ditemukan pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut merupakan prediktor perjalanan penyakit yang
lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan
peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses – abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa kasus terlihat sangat mirip
dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia
terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau
subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat
gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung
disebabkan oleh infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground – glass
consolidation, serta transient pseudoconsolidation.
DIAGNOSIS
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai
pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas,
dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1
menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika
menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman
tersebut:
Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.1
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
bila ada sesak napas
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
bila tidak ada sesak napas
ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering
menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:
Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
Napas cepat
o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
kejang, letargi, atau tidak sadar
sianosis
distress pernapasan berat 12
DIAGNOSIS BANDING 12
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39
– 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri
dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.
2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung, retraksi intercostal dan
suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia
darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.
4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( > 10 mm atau pada keadaan
imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun, pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.
5. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe
dengan pola pernafasan cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan
bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.
TATALAKSANA 1,5,12
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat – ringannya
penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pada pneumonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan
suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asm – basa dan elektrolit, dan
gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama
keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris
yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidiemiologis.
Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen ( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi
tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.
Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan
adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh
anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai,
tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat
minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral
mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia
aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal.
350 -365.
2. Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.. 2009 April
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24964c5c0a.pdf
3. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors. 11th ed. [ e – book ]. Massachussets :
Blackwell Publishing. 2006
4. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. China: Thomson Brooks/Cole; 2007. hal. 451 - 455
5. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et. al. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.
6. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.
7. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal. 74 – 92
8. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810
9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. [ e – book ]. Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2007
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta:
Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 984.
11. Iwantono HS. Bronkopneumoni2008 Mar. Available from: http:// /2008/03/bronkopneumonia.html
12. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113
CATATAN KEMAJUAN
Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan Hari ke-2 perawatan
Tanggal
30/1/2019 (IGD) 31/1/2019 (PICU) 1/2/2019
Keluhan Batuk (+) Batuk (+) Batuk (+)
Sesak (+) Sesak (+) Demam berkurang
Demam (+) Demam (+) Suara ngik ngik
Nafsu makan turun
Tampak sakit sedang,
Tampak sakit sedang, composmentis Tampak sakit sedang,
Keadaan Umum
composmentis, lemas (+) Bersihan jalan napas tidak composmentis
spontan
PF
- Kepala Mesocephale Mesocephale Mesocephale
- Mata CA -/-, SI -/-, cekung -/- CA -/-, SI -/-, cekung -/- CA -/-, SI -/-, cekung -/-
- Hidung Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn
- Telinga Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn
- Bibir Bibir kering - Bibir kering - Bibir kering -
- Mulut Lidah kotor -, stomatitis -, Lidah kotor -, stomatitis -, Lidah kotor -, stomatitis -,
tonsil T1/T1, faring tonsil T1/T1, faring tonsil T1/T1, faring
- Leher hiperemis - hiperemis - hiperemis -
- Thorax Dbn, pembesaran KGB - Dbn, pembesaran KGB - Dbn, pembesaran KGB -
Inspeksi
Palpasi Datar, retraksi (-) Datar, retraksi (-) Datar, retraksi (-)
Perkusi Strem fremitus kanan=kiri Strem fremitus kanan=kiri Strem fremitus kanan=kiri
Auskultasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan