Anda di halaman 1dari 43

REFLEKSI KASUS

Seorang Anak Laki- Laki Usia 3 tahun dengan Bronkopneumonia dan Status Gizi Baik

dr. Adriana Lukmasari, Sp. A


Refleksi Kasus

1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : An. MFZ
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Alamat : Semarang
Bangsal : Nakula 4
No. CM : 345XXX
Tanggal Masuk RS : 30 Januari 2019

Nama Ayah : Tn. P


Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Ny. R


Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
2. DATA DASAR
2.1. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada tanggal 30 Januari 2019 jam 15.00 WIB di IGD
dan didukung dengan catatan medis.
2.1.1. Keluhan utama : Panas tinggi
2.1.2. Keluhan tambahan : Batuk (+), sesak (+).
2.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga minggu SMRS ibu pasien mengeluhkan anaknya batuk yang dirasakan terus menerus, namun tidak disertai pilek.
Keluhan disertai demam dengan suhu tubuh pasien mencapai 39℃ saat diukur di rumah. Ibu pasien sudah
memeriksakan pasien ke bidan terdekat serta diberikan obat batuk sirup dan obat penurun panas. Setelah pemberian
obat tersebut ibu mengatakan pasien sempat turun panasnya namun kembali naik sampai suhu 38 ℃ dan keluhan batuk
tidak berkurang. Saat malam hari pasien tampak sulit tidur. Anak masih mau makan dan minum. Tidak terdapat
keluhan BAK maupun BAB.
1 hari SMRS ibu pasien mengeluhkan anaknya batuk lebih parah dari sebelumnya sampai terdengar bunyi
grok-grok dan demam yang naik turun. Ibu masih memberikan obat yang sebelumnya diberikan. Pasien tampak sesak
napas, sulit tidur dan nafsu makan dan minum mulai berkurang. Keluhan BAK dan BAB masih dalam batas normal.
Beberapa jam SMRS demam anak masih tetap dan batuk disertai suara grok-grok belum berkurang bahkan
sampai anak terlihat sesak, pasien sulit makan dari sebelumnya, demam tinggi, kemudian ibu pasien memutuskan
untuk membawa anaknya ke UGD RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro.
2.1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sering mengalami batuk pilek.
- Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.
2.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak terdapat keluarga yang memiliki riwayat keluhan serupa.
- Riwayat keluhan batuk lama pada keluarga disangkal.
- Riwayat alergi pada keluarga disangkal.
2.1.6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua. Total ada 3 orang yang tinggal bersama. Ayah pasien adalah seorang
wiraswasta, dan ibu pasien adalah karyawan swasta. Sehari-hari pasien diasuh oleh ayah, ibu, dan neneknya. Sumber
biaya pengobatan ditanggung BPJS PBI .
Kesan : Sosial ekonomi cukup.

2.1.7. Riwayat Persalinan dan Kehamilan


Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan atau puskesmas. Pasien merupakan anak laki laki
yang lahir dari ibu G1P1A0, usia 30 tahun, hamil 38 minggu, lahir secara spontan di bidan, anak lahir langsung
menangis, warna ketuban jernih, berat badan lahir 3200 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala dan lingkar dada
saat lahir ibu tidak ingat, tidak ada kelainan bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan, bayi berat lahir cukup, vigorous baby.
2.1.8. Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan atau puskesmas terdekat dan mendapat suntikan
TT 2 kali selama kehamilan. Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat perdarahan
dan trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.
2.1.9. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Ibu mengaku tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk mendapat imunisasi dasar lengkap dikarenakan terkendala
oleh pengurusan surat KK dan anak tidak dalam keadaan BBLR dan baik.
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal tidak baik.
2.1.10. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
– Pertumbuhan
• BB lahir : 3200 gram
• BB saat ini : 15 kg
• PB lahir : 48 cm
• PB saat ini : 96 cm

– Perkembangan
Personal Sosial :
 Menatap muka
 Membalas senyum
 Senyum spontan
 Mengangkat tangannya
 Berusaha menggapai mainan
 Makan sendiri
Motorik Halus :
 Menggenggam
 Memainkan kedua tangannya
 Memegang icik-icik
 Mengamati manik-manik
 Meraih
Bahasa :
 Bereaksi terhadap suara
 Bersuara
 Oooahhhh
 Tertawa
 Berteriak
 Menoleh ke bunyi icik-icik
 Menoleh ke arah suara
 Satu silabel
 Meniru bunyi kata-kata
Motorik Kasar :
 Mengangkat kepala
 Duduk kepala tegak
 Menumpu beban pada kaki
 Dada terangkat menumpu pada lengan
 Membalik
 Duduk tanpa pegangan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan sesuai anak seusianya.
2.1.11. Riwayat Imunisasi
HepB : 3 kali, usia 0,2,3 bulan
Polio : 3 kali, usia 0,2,3 bulan
BCG : 1 kali, usia 1 bulan
DTP : 1 kali, usia 2 bulan
Kesan : Imunisasi tidak lengkap sesuai usia pasien hanya berdasarkan alloanamnesa dengan ibu pasien oleh karena
buku KMS tidak dibawa.
2.1.12. Riwayat Lingkungan
Sanitasi lingkungan tempat pasien tinggal cukup baik. Tetangga sekitar rumah tidak mengeluhkan hal serupa.
Kesan : sanitasi baik.
2.1.13. Riwayat Makan dan Minum Anak
Sejak lahir anak sudah mendapatkan susu formula yang dicampur dengan ASI oleh karena produksi ASI sedikit.
MPASI diberikan saat anak berusia 5 bulan berupa serelac dan buah yang lembut seperti pepaya. Ibu pasien
mengatakan selalu cuci tangan sebelum dan sesudah menyiapkan makanan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup, kebersihan baik.
2.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 30 Januari 2019 di bangsal Nakula 4 RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang.
2.2.1. Keadaan umum :
Composmentis, tampak sakit sedang.
2.2.2. Tanda vital (IGD)
 Heart Rate : 160 x/menit
 Pernapasan : 35x/menit
 Suhu : 40,4 o C
 SpO2 : 98%
2.2.3. Status Gizi
Anak laki- laki, usia 3 tahun.
BB sekarang : 15 kg
PB sekarang : 96 cm
Kesan : Status gizi baik, perawakan tubuh normal, BB normal.

2.2.4. Status Internus


- Kepala : Normosefal, Kulit kepala tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi merata, ubun-ubun besar
cekung (-).
- Kulit : Sianosis (-)
- Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+) normal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-).
- Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-).
- Tenggorok: Tonsil T1-T1 hiperemis (-) kripte melebar (-), mukosa dinding faring hiperemis (-) granulasi (-).
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe mandibula (-).
- Thorax
1. Pulmo
 Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi
suprasternal, intercostal dan epigastrial (-).
 Palpasi : nyeri tekan (-), sterm fremitus dextra et sinistra simetris.
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara dasar : vesikuler (+/+) menurun
suara tambahan : ronkhi basah (+/+), wheezing (-/-)
2. Cor
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea mid clavicula sinistra, tidak kuat angkat.
 Perkusi batas jantung: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-).
- Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : BU (+)
 Perkusi : Timpani (+)
 Palpasi : Supel, cubitan kulit kembali cepat, nyeri tekan (-)
- Genitalia : laki- laki, tidak ada kelainan
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/-  -/-
Akral Sianosis  -/-  -/-
Capillary Refill Time <2" <2"

2.3. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Hematologi
Jenis Nilai
30/1/2019 Satuan
Pemeriksaan Normal
Hb
11-15 13,8 (g/dL)

Ht
40-52 40,60 (%)

Leukosit
6,0-17 9,8 (/uL)

Trombosit 150 – 400 207 (/uL)

b. Kimia Klinik
Jenis Nilai
30/1/2019 Satuan
Pemeriksaan Normal
GDS 70-110 138 (mg/dL)
Natrium
135,0-147,0 135 Mmol/L

Kalium
3,50- 5,0 4,4 Mmol/L

Calsium 1,12- 1,32 1,23 Mmol/L


c. X foto thorax AP
Cor : Ukuran, bentuk dan letak normal
Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat, tampak bercak di perihiler, pericardial paru.
Diafragma dan sinus kostofrenikus kanan kiri normal.
Tak tampak lesi litik dan sklerotik pada tulang.
Tulang dan soft tissue baik.

Kesan: gambaran Bronkopneumonia.


3. RESUME
Anak laki- laki usia 3 tahun dibawa ke UGD RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang dengan keluhan panas tinggi
disertai batuk sampai terdengar bunyi grok grok yang dirasakan terus menerus dan sesak napas. Pasien juga demam yang naik
turun yang tidak dapat mencapai suhu normal, sulit makan dan tidu. BAK dan BAB dalam batas normal, pilek (-). Batuk dan
demam sudah dirasakan sejak 3 minggu SMRS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan umum anak kompos mentis, tampak sakit sedang, konjungtiva palpebra
anemis (-/-), auskultasi paru terdengar suara tambahan ronkhi basah (+/+), kesan gizi baik, tanda vital : nadi 160 x/menit,
pernapasan 35 x/menit, suhu 40,7 o C, dan SpO2 98%
Pada pemeriksaan hematologi didapatkan Hb: 13,8g/dL, Ht: 40,6%, Leukosit: 9,8/uL. Pemeriksaan X Foto thorax AP
didapatkan kesan gambaran bronkopneumonia.

4. DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkopneumonia
 Berdasarkan etiologi:
 Viral
 Bakterial
 Jamur
 Berdasarkan WHO (Anak 2 bulan – 5 Tahun):
 Pneumonia ringan
 Pneumonia berat
 Pneumonia sangat berat
2. Bronkiolitis
3. TB paru
4. Status Gizi
 Gizi normal
 Gizi lebih
 Gizi Buruk

5. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis utama : Bronkopneumonia
Diagnosis komorbid :-
Diagnosis komplikasi :-
Diagnosis gizi : Gizi baik
Diagnosis sosial ekonomi : Cukup
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
Diagnosis Pertumbuhan : Tumbuh normal
Diagnosis Perkembangan : Perkembangan sesuai usia

6. TERAPI (IGD)
 O2 2L/menit
 Infus 2A1/2N 5 tpm
 Injeksi ceftriaxone 2x400mg
 Injeksi Dexamethasone 3x1/3 amp
 Nebulisasi: Combi 1 resp + NaCl 2cc/8 jam
 PCT 3x ¼ cth
7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad sanam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi dari parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstisial. 5 Pneumonia biasanya
disebabkan oleh mikroorganisme, namun pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.6 Bila
parenkim paru terkena infeksi dan mengalami inflamasi hingga meliputi seluruh alveolus suatu lobus paru maka disebut pneumonia
lobaris atau pneumonia klasik. Bila proses tersebut tidak mencakup satu lobus dan hanya di bronkiolus dengan pola bercak – bercak
yang tersebar bersebelahan maka disebut bronkopneumonia. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang sering dijumpai
pada anak – anak. 7,8

ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh infeksi mikroorganisme ( virus, bakteri, jamur, parasit ) dan sebagain kecil
disebabkan oleh hal lain, seperti aspirasi makanan dan asam lambung, benda asing, senyawa hidrokarbon, reaksi hipersensitivitas,
dan drug – or radiation induced pneumonitis.6,9 Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan penumonia anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 1
Pada neonatus sering terjadi pneumonia akibat transmisi vertikal ibu – anak yang berhubungan dengan proses persalinan.
Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekoneum, cairan amnion, atau dari
serviks ibu. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B, Chlamydia
trachomatis, dan bakteri Gram negatif seperti E. coli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. disamping bakteri utama penyebab
pneumonia yaitu Streptococcus pneumoniae. Infeksi oleh Chlamydia trachomatis akibat transmisi dari ibu selama proses persalinan
sering terjadi pada bayi di bawah 2 bulan. Penularan transplasenta juga dapat terjadi dengan mikroorganisme Toksoplasma, Rubela,
virus Sitomegalo, dan virus Herpes simpleks ( TORCH ), Varisela – Zoster, dan Listeria monocytogenes.
Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia lebih sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri
tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.1,9
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data di negara maju dapat terlihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negar maju1
USIA ETIOLOGI YANG SERING ETIOLOGI YANG JARANG
Lahir – 20 hari BAKTERI BAKTERI
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
VIRUS
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu – 3 bulan BAKTERI BAKTERI
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
VIRUS Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 VIRUS
Respitatory Syncytical Virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 tahun BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
VIRUS Staphylococcus aureus
Virus Adeno VIRUS
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Synncytial virus
5 tahun – remaja BAKTERI BAKTERI
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
VIRUS
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster

FAKTOR RISIKO
Faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, antara lain:
 pneumonia yang terjadi pada masa bayi
 berat badan lahir rendah ( BBLR )
 tidak mendapat imunisasi
 tidak mendapat ASI yang adekuat
 malnutrisi
 defisiensi vitamin A
 tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
 tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industri atau asap rokok)
 imunodefisiensi dan imunosupresi ( HIV, penggunaan obat imunisupresif )
 adanya penyakit lain yang mendahului, seperti campak
 intubasi, trakeostomi
 abnormalitas anatomi 1,8

PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan
paru antara lain, mekanisme pertahanan awal yang berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus dan mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Risiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel
saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan saluran napas: aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme
patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius, dan penyebaran hematogen dari bagian
ekstrapulomonal. Dari ketiga cara tersebut, aspirasi dan inhalasi agen – agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria, atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 – 2,0 mm melalui udara dapat mencapai bronkus terminal
atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas ( hidung, orofaring ) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian
besar infeksi paru. Aspirasi dan sebagian sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur ( 50% ) juga pada keadaan
penurunan kesadaran. Sekret dari faring tersebut mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8 – 10
/mL, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret ( 0,001 – 1,1 mL ) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada
pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas
bagian atas sama dengan saluran napas bagian bawah, tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang
sama. 1,6,8

PATOLOGI
Gambaran patologi tergantung dalam batas tertentu tergantung pada agen etiologinya. Pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri ditandai dengan eksudat intraalveolar supuratif disertai konsolidasi. Awalnya, mikroorganisme yang masuk bersama sekret
bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Kemudian, disusul dengan konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel – sel PMN dan diapedesis eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuk antibodi. Sel – sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan
dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimaakan.
Secara garis besar terdapat 3 stadium, yaitu stadium prodromal, stadium hepatisasi, dan stadium resolusi. Pada stadium
prodromal, yaitu 4 – 12 jam pertama, alveolus – alveolus mulai terisi sekret dari pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor yang
ditimbulkan infeksi dengan kuman patogen yang berhasil masuk. Pada 48 jam berikutnya, paru tampak merah dan bergranulasi,
seperti hati, dimana alveoli terisi dengan sebukan sel – sel leukosit terutama sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan kuman,
yang disebut dengan stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, selama 3 – 8 hari, terjadi konsolidasi di dalam alveoli akibat deposit
fibrin dan leukosit yang semakin bertambah, yang disebut dengan hepatisasi kelabu.
Sebagai akibat dari proses ini, secara akut salah satu lobus tidak lagi dapat menjalankan fungsi pernapasan ( jadi merupakan
gangguan restriksi ). Di samping itu, pada saat yang bersamaan juga ada peningkatan kebutuhan oksigen sehubung dengan panas
yang tinggi. Proses radang juga akan mengenai pleura viseralis yang membungkus lobus tersebut. Dengan demikian akan timbul pula
rasa nyeri setempat. Nyeri dada ini juga akan menyebabkan ekspansi paru terhambat. Ketiga faktor ini akan menyebabkan penderita
mengalami sesak napas, tetapi karena tak ada obstruksi bronkus, maka tidak akan terdengar wheezing.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi akut ini, maka pada hari ke – 7 sampai 11 terjadi stadium resolusi dimana jumlah
makrofag mingingkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang, dan isi alveolus akan
melunak untuk berubah menjadi dahak dan yang akan dikeluarkan lewat batuk, dan jaringan paru kembali kembali pada struktur
semulanya.
Proses infeksi tersebut juga dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, dimanan pada pneumonia lobaris konsolidasi
ditemuka pada seluruh lobus dan pada bronkopneumonia terjadi penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 – 4 cm
yang mengelilingi bronki. Pada pneumonia akibat virus atau Mycoplasma pneumoniae, gambaran patologi ditandai dengan
peradangan interstisial yang disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus, meskipun rongga alveolar sendiri bebas dari
eksudat dan tidak ada konsolidasi. 1,6,7,8

KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti ( community – acquired pneumonia ) : pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering
disebabkan oleh kokus Gram positif ( Pneumokokus, Staphylococcus ), basil Gram negatif ( Haemophillus
influenzae ), dan bakteri atipik.
b. Pneumonia nosokomial ( hospital – acquired pneumonia ) : pneumonia yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah
sakit, yang lebih sering disebabkan oleh bakteri gram negatif ( Staphylococcus aureus ) dan jarang oleh pneumokokus
atau Mycoplasma pneumoniae.
c. Pneumonia aspirasi : pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan dan asam lambung
d. Pneumonia pada penderita immunocompramised
2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal
b. Pneumonia atipikal : disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur : sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada penderita dengan daya tahan tubuh
lemah ( immunocompromised )
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris
b. Bronkopneumonia
c. Pneumonia interstisial 6,10

MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar dari ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terjadi komplikasi sehingga perlu dirawat. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran
klinis pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak khas
terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor
patogenesis.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai
berikut:
 Gambaran infeksi umum :
o demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC
o sakit kepala
o gelisah
o malaise
o penurunan nafsu makan
o keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
o kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner
 Gambaran gangguan respiratori:
o batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
o sesak nafas
o retraksi dada
o takipnea
o napas cuping hidung
o penggunaan otat pernafasan tambahan
o air hunger
o merintih
o sianosis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak
dijumpai pada anak – anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda
klinis seperti vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada daerah yang terkena,
suara napas melemah, suara napas bronkial, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pnuemonia lebih
beragam dan tidak selalu terlihat jelas. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.1,7,11

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia virus dan mikoplasma, umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat.
Akan tetapi pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia ( < 5.000 / mm3 ) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Clamydia pneumoniae kadang – kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat
dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000 / mm3, protein > 2,5 g/dL, dan glukosa relatif lebih rendah dibandingkan
glukosa darah. Kadang – kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah ( LED ) yang meningkat. Trombositopeni
dapat ditemukan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. Secara umum hasil pemeriksaan darah perifer tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.1

2. C – Reaktive Protein ( CRP ) dan LED


CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan,
produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL – 6, IL – 1, dan TNF. Secara klinis CRP digunakan
sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
bakteri superfisialis dan profunda, dimana kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis dibandingkan infesksi bakteri profunda.1

3. Uji Serologis
Uji serologis untukj mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas yang rendah
dan secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri atipik.1

4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang
dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru. Pemeriksaan sputum kurang berguna.

5. Analisa Gas Darah


Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
metabolik.

6. Pemeriksaan Rontgen Thorax


Foto toraks dengan proyeksi antero – posterior merupakan dasar diagnosis untuk pneumonia. Foto lateral dilakukan
bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Kelainan foto toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan
dengan gambaran klinis. Kadang – kadang bercak – bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul
gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.
Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks
diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tidak lanjut. Bronkopneumonia : ditandai dengan
gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak – bercak infiltrat halus yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial
Gambar 6. Perbedaan Bronkopneumonia dan Pneumonia Klasik

Gambaran foto rontgen toraks pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua
paru. Pada suatu penelitian ditemukan pneumonia pada anak terbanyakk di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal tersebut merupakan prediktor perjalanan penyakit yang
lebih berat dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.
Gambaran foto toraks pada pneumona dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan
peribronkial, infiltrat interstisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopnumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
Pada pneumonia Stafilokokus sering ditemukan abses – abses kecil dan pneumoatokel dengan berbagai ukuran.
Gambaran foto toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa kasus terlihat sangat mirip
dengan gambaran foto rontgen toraks pneumonia virus. Selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia
terutama di lobus bawah, inflitrat interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau
subsegmen. Biasanya gambaran foto toraks yang jauh lebih berat dibandingkan gejala klinis. Meskipun tidak terdapat
gambaran foto toraks yang khas, tetapi bila ditemukan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini cenderung
disebabkan oleh infeksi Mikoplasma. Demikian pula bila ditemukan gambaran perkabutan atau ground – glass
consolidation, serta transient pseudoconsolidation.

DIAGNOSIS
WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan Primer dan sebagai
pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas,
dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1
menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika
menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman
tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.1
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
 bila ada sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
 bila tidak ada sesak napas
 ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering
menyebabkan kematian. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi Di Bawah 2 Bulan.1


Bayi di bawah 2 bulan
Pneumonia
 bila ada napas cepat ( > 60 x/menit ) atau sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat saja, dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
 Napas cepat
o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
 Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
 tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
 kejang, letargi, atau tidak sadar
 sianosis
 distress pernapasan berat 12

DIAGNOSIS BANDING 12
1. Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39
– 40 oC dan biasanya tipe kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut dan nyeri
dada. Anak lebih suka tidur pada sisi yang terkena. Pada foto rotgen terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa
lobus.

2. Bronkioloitis
Diawali infeksi saluran nafas bagian atas, subfebris, sesak nafas, nafas cuping hidung, retraksi intercostal dan
suprasternal, terdengar wheezing, ronki nyaring halus pada auskultasi. Gambaran labarotorium dalam batas normal, kimia
darah menggambarkan asidosis respiratotik ataupun metabolik.

3. Aspirasi benda asing


Ada riwayat tersedak, stridor atau distress pernapasan tiba – tiba, wheezing atau suara pernapasan yang menurun yang
bersifat fokal.

4. Tuberkulosis
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif ( > 10 mm atau pada keadaan
imunosupresi > 5 mm ), demam 2 minggu atau lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun, pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik, pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggulm lutut, dan falang, dan dapat disertai nafsu makan menurun dan malaise yang dapat ditegakkan melalui skor TB.

5. Atelektasis
Adalah pengembangan tidak sempurna atau kempisnya bagian paru yang seharusnya mengandung udara. Dispnoe
dengan pola pernafasan cepat dan dangkal, takikardia, sianosis. Perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan
bergeser dan letak diafragma mungkin meninggi.

TATALAKSANA 1,5,12
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat – ringannya
penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan
terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. Dasar
tatalaksana pada pneumonia rawat inap adalah pengobatan kasual dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan
suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asm – basa dan elektrolit, dan
gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama
keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Karena identifikasi dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris
yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidiemiologis.

1. Pneumonia Rawat Jalan


Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25
mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid,
baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk pengobatan inisial
pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari
atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau tidak dapat minum atau menyusui. Bila pernapasannya membaik ( melambat ),
demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam,
dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda
pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia berat.

2. Pneumonia Rawat Inap


Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia
yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 – 10 hari pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi. Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera mungkin.
Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik spektrum luas seperti kombinasi betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam yang dipantau
dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta – laktam dengan/tanpa
klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta – laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat maka ditambahkan kloramfenikol 25
mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson 80 – 100
mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48 jam, maka bila mungkin foto toraks.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM sekali sehari dan
klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan
anak membaik, lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu
atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk
terapi oksigen ( berikan pada anak dengan saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi
tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.

Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik seperti parasetamol. Bila ditemukaan
adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh
anak, hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan runatan yang sesuai,
tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat
minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral
mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia
aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
1. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal.
350 -365.
2. Hudoyo A. Anatomi Saluran Napas.. 2009 April
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e4e3ff458efaa961c32c1e9163a77a24964c5c0a.pdf
3. Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior Doctors. 11th ed. [ e – book ]. Massachussets :
Blackwell Publishing. 2006
4. Sherwood L. Human Physiology. 6th ed. China: Thomson Brooks/Cole; 2007. hal. 451 - 455
5. Pusponegoro HD, Hadinegoro SRS, Firmanda D, Tridjaja B, Pudjadi AH, Kosim MS, et. al. Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004. hal. 351 - 354.
6. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002.
7. Danusantosos H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Penerbit Hipokrates. 2000. Hal. 74 – 92
8. Price S, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Vol 2. 6th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. Hal. 804 – 810
9. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. [ e – book ]. Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2007
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. 4th ed. Jakarta:
Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007. Hal 984.
11. Iwantono HS. Bronkopneumoni2008 Mar. Available from: http:// /2008/03/bronkopneumonia.html
12. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit: Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta: World Health Organization. 2009. hal. 83 – 113
CATATAN KEMAJUAN
Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan Hari ke-2 perawatan
Tanggal
30/1/2019 (IGD) 31/1/2019 (PICU) 1/2/2019
Keluhan Batuk (+) Batuk (+) Batuk (+)
Sesak (+) Sesak (+) Demam berkurang
Demam (+) Demam (+) Suara ngik ngik
Nafsu makan turun
Tampak sakit sedang,
Tampak sakit sedang, composmentis Tampak sakit sedang,
Keadaan Umum
composmentis, lemas (+) Bersihan jalan napas tidak composmentis
spontan

HR : 122 x/menit RR : HR : 112 x/menit RR : HR : 102 x/menit RR :


TTV
25 x/menit 24 x/menit 22 x/menit
Suhu : 37,8 0C Suhu : 37,5 0C Suhu : 37,10C

PF
- Kepala Mesocephale Mesocephale Mesocephale
- Mata CA -/-, SI -/-, cekung -/- CA -/-, SI -/-, cekung -/- CA -/-, SI -/-, cekung -/-
- Hidung Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn
- Telinga Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn Sekret -/-, dbn
- Bibir Bibir kering - Bibir kering - Bibir kering -
- Mulut Lidah kotor -, stomatitis -, Lidah kotor -, stomatitis -, Lidah kotor -, stomatitis -,
tonsil T1/T1, faring tonsil T1/T1, faring tonsil T1/T1, faring
- Leher hiperemis - hiperemis - hiperemis -
- Thorax Dbn, pembesaran KGB - Dbn, pembesaran KGB - Dbn, pembesaran KGB -
Inspeksi
Palpasi Datar, retraksi (-) Datar, retraksi (-) Datar, retraksi (-)
Perkusi Strem fremitus kanan=kiri Strem fremitus kanan=kiri Strem fremitus kanan=kiri
Auskultasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Anda mungkin juga menyukai