Oleh :
Ingga Ifada
Pembimbing :
dr. Ninung Rose Diana K, Msi.Med, Sp.A(K)
dr. Juwita Pratiwi, Sp.A
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Riwayat Penyakit Sekarang
± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat ke Poli Garuda
dengan keluhan kuning seluruh tubuh yang dirasakan muncul sejak 2 bulan
sebelumnya dan menetap. Demam (-), mual (+), muntah (-), pucat (-), nyeri perut
(+), perut membesar (-), BAK seperti teh, BAB tidak ada keluhan. Pasien
kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dikatakan Hepatitis A ringan.
Pasien diberikan obat asam ursodeoksikolat 250mg 2x1, omeprazole 20 mg 1x1,
kolestiramin 2x1/2 sachet, dan metilprednisolon 16mg-8mg-2mg. Pasien diminta
kontrol kembali 1 minggu kemudian.
Pasien dikatakan mengalami hepatitis viral akut pada tanggal 1 Juli 2019. Saat ini
kunjungan kontrol yang kedua dengan kondisi pasien tidak ada keluhan.
Riwayat Epidemiologi
- Pasien tinggal bersama kedua orangtua
- Tetangga memiliki riwayat sakit kuning yang menetap, tidak diobati
hingga saat ini
- Sehari-hari anak sering jajan di luar Rumah
- Sumber Air masak dan minum dari gallon isi ulang. Sumber air untuk
mandi dan mencuci dari sumur
Riwayat Sosial Ekonomi
- Ayah bekerja di luar negeri sebagai wiraswasta bagian industri dengan
penghasilan ± Rp 4.000.000/bulan. Ibu seorang karyawan swasta dengan
penghasilan ± Rp 1.500.000/bulan . Menanggung 1 orang anak yang
belum mandiri. Biaya pengobatan menggunakan JKN Non PBI.
- Kesan : Sosial ekonomi cukup
4
Pohon Keluarga
Keterangan:
Anak pertama meninggal di dalam kandungan saat usia 7 bulan, dilahirkan
secara normal di rumah sakit Pati.
Pasien
Riwayat Perinatal
- Riwayat prenatal: ANC tidak rutin, hanya 1x diperiksa di puskesmas dan
1x di dokter kandungan. Ibu tidak pernah ada keluhan selama kehamilan,
perdarahan disangkal, sakit darah tinggi disangkal, kencing manis
disangkal, ruam-ruam disangkal, demam disangkal, mengonsumsi obat-
obatan selain yang diberikan dokter disangkal, minum jamu-jamuan
disangkal, riwayat trauma disangkal. Selama hamil mengonumsi tablet
besi (+), injeksi TT (+).
- Riwayat natal: Lahir bayi laki-laki usia 9 bulan dari ibu G2P1A0 usia 25
tahun, lahir normal pervaginam di rumah, ditolong oleh dukun bayi dan
5
bidan, bayi langsung menangis, bayi berwarna kuning disangkal, biru
disangkal, IMD (+). BBL dan PBL lupa.
- Riwayat postnatal: saat lahir pasien tidak dibawa ke fasilitas kesehatan.
Riwayat Imunisasi
Dikatakan imunisasi dasar lengkap di puskesmas
2. Perkembangan
Saat ini pasien berusia 9 tahun
Motorik kasar : anak dapat aktivitas dengan baik
Motorik halus : anak dapat menggambar dan menulis
Bahasa : anak dapat berkomunikasi dengan baik
Personal sosial : anak dapat berekspresi dengan baik
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia
6
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di Poli Anak Instalasi Garuda RSUP Dr.
Kariadi Semarang pada tanggal 15 Juli 2019 pukul 08.40 WIB
Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : Baik
Tanda-tanda vital : HR : 88x/menit Nadi: kuat, reguler
RR : 20x/menit Suhu: 36,7oC (axilla)
SpO2 : 99%
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
7
Paru depan Paru belakang
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV 2cm lateral dari LMCS, tidak kuat
angkat
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, gallop (-), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di seluruh region, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Palpasi : Supel, hepar teraba 3 cm dibawah arcus costae, lien S0,
turgor kulit cepat kembali, nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
CRT (<2”/<2”) (<2”/<2”)
8
13,60-
Hemoglobin 12,7 13,4 13,8 g/dL
19,60
Hematokrit 37,2 38,7 37,7 % 44-62
Eritrosit 4,49 4,5 4,39 106/uL 3-5,4
23,00-
MCH 28,3 29,8 31,4 pg H
31,00
MCV 82,9 86 85,9 fl 77-101
29,00-
MCHC 34,1 34,6 36,6 g/dL H
36,00
Leukosit 7,1 11,5 7,8 103/uL 3,6 – 11
150 –
Trombosit 482 518 377 103/uL H
400
11,6 –
RDW 17,5 16,4 14,2 % H
14,8
4,00 –
MPV 9,5 9,9 9 fL
11,00
Catatan: Serum Ikterik
3. Pemeriksaan Imunoserologi
Hasil
Pemeriksaan Satuan Nilai Normal Keterangan
(01/07/2019)
HBsAg <0,10 Negatif: <1,0 Negatif
9
Equevocal 1,0 – 50,0
Positif: >50,0
Negatif: <8
Anti HBs 3,23 mIU/ml Equevocal 8 – 12 Negatif
Positif: >12
Negatif: <0,1
Hbe Ag 0,01 S/CO Negatif
Positif: >=0,1
Negatif: <0,4
Anti HAV
1,59 Equevocal 0,4 – <0,5 Positif
IgM
Positif: >=0,5
Negatif: <0,8
Anti HCV 0,11 Equevocal >=0,8 – <1,0 Negatif
Positif: >=1,0
10
Eritrosit
Silinder Neg
Neg /LPK
Lekosit
Mucus 0.00 /uL 0.0-0.5
Yeast Cell 0.00 /uL 0.0-25.0
Bakteri 7 /uL 0.0-100.0
Sperma 0.0 /uL 0.0-3.00
Kepekatan 2.7 mS/cm 3.00-27.00 L
Hasil USG:
Tak tampak effusi pleura
Tak tampak ascites
Hepar membesar, permukaan rata, sudut tajam, parenkim homogen,
ekogenisitas masih normal, tampak gambaran starry sky appearance, tak
tampak massa/nodul
Vena porta dan vena hepatika tak melebar
Duktus biliaris intra/ekstra hepatal tak melebar
Vesika fellea bentuk dan ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak
batu/sludge
11
Lien tak membesar, parenkim baik, tak tampak massa/nodul, vena lienalis
tak melebar
Ginjal kanan bentuk dan ukuran normal, ekogenesitas cortex normal, tak
tampak penipisan cortex
Batas kortikomeduler baik, PCS dan ureter tak melebar, tak tampak
batu/massa
Ginjal kiri bentuk dan ukuran normal, ekogenisitas cortex normal, tak
tampak penipisan cortex
Batas kortikomeduler baik, PCS dan ureter tak melebar, tak tampak
batu/massa
Pankreas parenkim baik, tak tampak massa/kalsifikasi, duktus tak melebar
Aorta ukuran normal, tak tampak kalsifikasi dinding dan trombus
Tak tampak pembesaran limfonodi para aorta dan para iliaka
Vesika urinaria dinding reguler, tak menebal, tak tampak batu atau massa
Prostat tak membesar, tak tampak kalsifikasi
KESAN: sonogram parenkim hepar mendukung hepatitis
2.6 Diagnosis
1. Ikterik dd/ Hepatitis Viral Akut dd/ Hepatitis A
2. Gizi baik, perawakan normal
2.7 Program/Terapi
- Urdafalk 250 mg/12 jam PO
- Omeprazole 20mg/24 jam PO
- Kolestiramin ½ sach/12 jam PO
- Metilprednisolon 16mg-8mg-2mg PO
- Tunggu Hasil laboratorium
2.8. Prognosis
12
- Quo Ad vitam : ad bonam
- Quo Ad functionam : ad bonam
- Quo Ad sanationam : ad bonam
Post Pengobatan
13
14
2.10 Kunjungan Kontrol
Tanggal
Klinis / Laboratorium Assessment Program/Terapi
Kontrol
22/07/2019 S: Pasien kontrol. Mata Hepatitis A - Urdafalk 250 mg/12 jam
tampak kuning (+), mual (+), Gizi baik, PO
muntah (-), demam (-), nyeri perawatan - Omeprazole 20mg/24 jam
perut (+) kadang-kadang. normal PO
O: - Metilprednisolon 8mg-
Kesadaran: CM 4mg-0 PO, 3 hari I
KU: Baik 4mg-2mg-0 PO, 3 hari II
HR: 110x/menit 2mg-0-0 PO, 2 hari
Nadi: reguler, isi dan selanjutnya
tegangan cukup
RR: 22x/menit
Suhu: 36,8oC
SpO2: 98%
BB: 29 kg
TB: 129,5 cm
WAZ: 0,16
HAZ: -0,57
BMI: 0,68
Mata: sklera ikterik +/+,
anemis -/-
Hidung: nafas cuping (-)
Mulut: sianosis (-)
Thorax: simetrsi, retraksi (-)
Pulmo/cor: dalam batas
normal
Abdomen: datar, supel, nyeri
tekan (-), BU (+) normal,
hepar teraba 2 cm dibawah
arcus costae, lien S0
Ekstremitas: sianosis -/-,
akral dingin -/-
Hasil laboratorium:
15
Bilirubin total; 5.66 (H)
Bilirubin direk; 3.31 (H)
Bilirubin indirek; 2.35
SGOT; 132 (3,9x) (H)
SGPT; 377 (6,3x) (H)
05/08/2019 S: Pasien kontrol. Mata Hepatitis A - Urdafalk 250 mg/12 jam
tampak kuning (+), mual (-), (perbaikan) PO
muntah (-), demam (-), nyeri Gizi baik, - Kontrol 1 bulan (cek
perut (-), BAB kuning biasa, perawatan bilirubin total dan bilirubin
BAK warna jernih. normal direk)
O:
Kesadaran: CM
KU: Baik
HR: 92x/menit
Nadi: reguler, isi dan
tegangan cukup
RR: 18x/menit
Suhu: 36,5oC
SpO2: 99%
BB: 32 kg
TB: 130 cm
WAZ: 0,75
HAZ: -0,52
BMI: 1,42
Mata: sklera ikterik +/+
berkurang, anemis -/-
Hidung: nafas cuping (-)
Mulut: sianosis (-)
Thorax: simetrsi, retraksi (-)
Pulmo/cor: dalam batas
normal
Abdomen: datar, supel, nyeri
tekan (-), BU (+) normal,
hepar just palpable, lien S0
Ekstremitas: sianosis -/-,
akral dingin -/-
16
Hasil laboratorium:
Hb; 13.8
Ht; 37.7
Leukosit; 7.800
Trombosit; 377.000
Bilirubin total; 2.13 (H)
Bilirubin direk; 1.25 (H)
Bilirubin indirek; 0.88
SGOT; 37 (H)
SGPT; 60
16/09/2019 S: Pasien kontrol. Mata Hepatitis A Kontrol bila ada keluhan
tampak kuning (-), mual (-),
muntah (-), demam (-), nyeri
perut (-), BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
O:
Kesadaran: CM
KU: Baik
HR: 90x/menit
Nadi: reguler, isi dan
tegangan cukup
RR: 20x/menit
Suhu: 36,5oC
SpO2: 99%
BB: 32 kg
TB: 130 cm
WAZ: 0,75
HAZ: -0,52
BMI: 1,42
Mata: sklera ikterik -/-
berkurang, anemis -/-
Hidung: nafas cuping (-)
Mulut: sianosis (-)
Thorax: simetrsi, retraksi (-)
Pulmo/cor: dalam batas
17
normal
Abdomen: datar, supel, nyeri
tekan (+) regio hipokondria
dextra, BU (+) normal, hepar
just palpable, lien S0
Ekstremitas: sianosis -/-,
akral dingin -/-
Hasil laboratorium:
Bilirubin total; 0.30
Bilirubin direk; 0.24
Bilirubin indirek; 0.06
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakaan virus hepatitis
menyebabkan 1,34 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2015. Sebanyak
66% diantaranya merupakan hasil komplikasi infeksi Hepatitis B Virus (HBV)
kronis, 30% oleh Hepatitis C Virus (HCV) yaitu 30%, sedangkan Hepatitis A dan
E masingmasing menyumbang 0,8% dan 3,2% kematian. Jumlah kematian akibat
hepatitis hampir setara dengan kematian akibat tuberkulosis (1,37 juta kematian,
tanpa TB terkait HIV), namun lebih tinggi dari kematian akibat HIV (1,06 juta)
dan malaria (0,44 juta)4.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2014) mencatat, KLB hepatitis A
di Indonesia pernah terjadi di berbagai provinsi pada tahun 2013, yakni di
Provinsi Riau dengan 87 kasus, Provinsi Lampung (11 kasus), Provinsi Sumatera
Barat (58 kasus), Provinsi Jambi sebanyak (26 kasus), Provinsi Jawa Tengah (26
kasus), dan Provinsi Jawa Timur dengan kasus terbanyak yaitu 287 kasus.
Kabupaten Lamongan merupakan salah satu lokasi KLB hepatitis A tahun 2013
tersebut dengan 72 kasus. Hepatitis A pada tahun 2014 KLB terjadi kembali di
Provinsi Sumatera Barat (159 kasus), Provinsi Bengkulu (19 kasus), dan Provinsi
Kalimantan Timur (282 kasus)5.
19
3.1.3 Patofisiologi
HAV adalah untai tunggal, positif-sense, enterovirus RNA linier dari
keluarga Picornaviridae. Pada manusia, replikasi virus bergantung pada
pengambilan dan sintesis hepatosit, dan perakitan terjadi secara eksklusif di sel
hati. Hasil akuisisi virus hampir secara eksklusif dari konsumsi (misalnya,
transmisi fekal-oral), meskipun kasus terisolasi transmisi parenteral telah
dilaporkan6.
HAV adalah virus nonenveloped icosahedral, berukuran diameter sekitar
28 nm. Ketahanannya ditunjukkan dengan ketahanannya terhadap denaturasi oleh
eter, asam (pH 3,0), pengeringan, dan suhu setinggi 56°C dan serendah -20°C.
Virus hepatitis A dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun. Air mendidih
adalah cara yang efektif untuk menghancurkannya. Klorin dan yodium sama
efektifnya. Berbagai genotipe HAV ada; namun, tampaknya hanya ada 1 serotipe.
Protein virion 1 dan 3 adalah situs utama pengenalan antibodi dan netralisasi
berikutnya. Tidak ada reaktivitas silang antibodi yang telah diidentifikasi dengan
virus lain yang menyebabkan hepatitis akut. Bukti dalam beberapa tahun terakhir
tampaknya menunjukkan bahwa eksosom memainkan peran ganda dalam
transmisi HAV dan HCV, memungkinkan virus ini untuk menghindari respons
imun yang dimediasi antibodi tetapi, secara paradoks, juga dapat dideteksi oleh sel
dendritik plasmacytoid (pDCs) yang mengarah ke bawaan. aktivasi imun dan
produksi interferon tipe I6.
Kontak orang ke orang adalah cara penularan yang paling umum dan
umumnya terbatas pada kontak dekat. Penularan melalui produk darah telah
dijelaskan. Periode pelepasan HAV terbesar adalah selama prodromal anikterik
(14-21 hari) infeksi dan sesuai dengan saat penularan tertinggi. Penting untuk
mengetahui bahwa virus aktif dilepaskan setelah perkembangan penyakit kuning,
meskipun jumlahnya menurun dengan cepat4.
Masa inkubasi biasanya berlangsung 2-6 minggu, dan waktu timbulnya
gejala mungkin berhubungan dengan dosis. Adanya manifestasi penyakit dan
beratnya gejala setelah infeksi HAV berkorelasi langsung dengan usia pasien. Di
negara berkembang, usia akuisisi sebelum usia 2 tahun. Dalam masyarakat Barat,
akuisisi paling sering terjadi pada orang berusia 5-17 tahun. Dalam rentang usia
20
ini, penyakitnya lebih sering ringan atau subklinis; namun, penyakit berat,
termasuk gagal hati fulminan, memang terjadi3.
3.1.4 Gejala
Anak yang berusia lebih kecil seringkali tidak menunjukkan gejala apa-
apa. Walaupun begitu, mereka tetap dapat menularkan infeksi virus ini pada orang
lain di sekitarnya. Sementara itu, anak yang lebih besar dapat merasa sangat
lemah. Gejala yang mungkin dapat muncul adalah:7
1. Demam
2. Kehilangan nafsu makan
3. Merasa letih
4. Sakit perut
5. Muntah
6. Warna BAK yang seperti teh
7. Kulit dan mata yang terlihat kuning
Waktu yang dibutuhkan berkisar antara 15-50 hari untuk terinfeksi, namun
pada umumnya kurang lebih 28 hari. Gejala yang timbul setelah adanya infeksi
virus Hepatitis A sebenarnya bukanlah akibat langsung dari virus tersebut
melainkan akibat respons imun tubuh anak untuk mengeluarkan virus pada sel
hati. Munculnya gejala penyakit ini merupakan pertanda respons imun tubuh
seseorang sudah bekerja dengan baik. Pada anak di bawah 6 tahun, respons imun
tubuhnya belum begitu sempurna sehingga gejala dari penyakit Hepatitis A ini
seringkali tak terlihat8.
Penyakit Hepatitis A tergolong penyakit yang akut dan jarang sampai
mengalami proses berkelanjutan. Pada umumnya, virus dapat dikeluarkan
sempurna oleh respons imun tubuh anak. Tapi, pada sebagian kecil anak, terutama
yang berusia lebih besar, penyakit ini dapat berkembang menjadi hepatitis
fulminant (sangat berat) sehingga anak terlihat kuning sekali, kejang, bahkan tak
sadar6.
21
3.1.5 Diagnosis
Penemuan kasus Hepatitis A dilakukan melalui orang yang mempunyai
gejala ikterik dan urine seperti air teh. Diagnosis Hepatitis A ditegakkan selain
adanya gejala klinis yang kadang tidak muncul, berdasarkan hasil pemeriksaan
IgM-anti VHA serum penderita reaktif9.
HAV dapat diidentifikasi dalam serum, saliva, feses, urin, air, dan
makanan. Dalam kasus suspek infeksi HAV akut, dokter menggunakan deteksi
serum HAV IgM sebagai "standar emas" untuk diagnosis. Viremia terjadi segera
setelah infeksi dan biasanya berlangsung selama seminggu setelah presentasi
klinis awal10.
Biasanya, HAV IgM menjadi terdeteksi 5-10 hari sebelum timbulnya
gejala dan menurun ke tingkat yang tidak terdeteksi dalam waktu 6 bulan setelah
infeksi. Namun, pada anak di bawah 6 tahun tanpa gejala, deteksi dini sangat
penting untuk mencegah penularan penyakit ke orang lain, terutama saat terjadi
wabah. Pada tahun 2004, sebuah studi oleh V.S. de Paula dkk menunjukkan
bahwa 12-13% anak sekolah dasar dan penitipan anak dapat memiliki serologi
HAV IgM negatif tetapi RNA HAV positif dalam serum. Poovorawan dkk
menemukan bahwa kombinasi RNA HAV dan deteksi IgM anti-HAV dapat
meningkatkan hasil diagnostik sebesar 7,2% pada fase awal infeksi akut.
Akibatnya, penggunaan serum antibodi anti-HAV IgM dan RNA HAV
bermanfaat dalam situasi epidemi dan wabah infeksi pada anak-anak dan dapat
mengarah pada kontrol yang lebih efektif10.
Untuk diagnosis infeksi HAV pada anak-anak, sampel alternatif telah
diusulkan untuk diagnosis, seperti urin, air liur, dan tinja. Sebuah studi baru-baru
ini menunjukkan bahwa RNA HAV dapat dideteksi pada 67,7%, 52,3%, 12,3%,
dan 8,7% spesimen serum, tinja, urin, dan air liur, masing-masing, menggunakan
RT-PCR. Penelitian ini telah menunjukkan keterbatasan mendeteksi RNA HAV
dalam urin dan air liur. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa RNA HAV
dapat dideteksi dalam air liur dalam waktu 5 hari setelah timbulnya gejala, dengan
kemungkinan deteksi sekitar 50% selama 30 hari pertama setelah infeksi10.
Untuk deteksi antibodi IgM anti-HAV, analisis spesimen urin telah
terbukti memiliki akurasi diagnostik yang tinggi, dengan sensitivitas dan
22
spesifisitas masing-masing 95,7% dan 100%. Namun, tes urin membutuhkan urin
segar dalam jumlah besar, karena pembekuan mempengaruhi stabilitas sampel
urin. Sampel urin dapat disimpan pada suhu -70 °C jika tes tidak dapat dilakukan
segera10.
Untuk deteksi antibodi IgM anti-HAV dalam air liur, spesimen dapat
bertahan selama 150 hari dengan antibodi yang masih dapat dideteksi dalam
waktu 30 hari setelah infeksi. Akibatnya, jenis spesimen alternatif ini dapat
dipertimbangkan untuk mendeteksi HAV selama perjalanan awal infeksi dengan
keuntungan pengumpulan spesimen yang sederhana, murah, dan noninvasif bila
dibandingkan dengan pungsi vena dan pengambilan sampel serum konvensional10.
Spesimen klinis rutin yang digunakan untuk deteksi HAV adalah sampel
serum. Pada wabah penyakit, terutama pada anak-anak, spesimen alternatif,
seperti tinja, air liur, dan urin, diusulkan dengan keuntungan pengumpulan sampel
diagnostik noninvasif. Namun, proses pengumpulan spesimen, persiapan
laboratorium, dan ekstraksi RNA sangat penting untuk memastikan hasil
diagnostik yang akurat. Kombinasi teknik molekuler dan serologi dapat
meningkatkan nilai diagnostik deteksi HAV pada anak yang diduga terinfeksi.
23
Gambar 1. Timeline infeksi virus hepatitis A dengan manifestasi klinis dan
diagnosis laboratorium
24
3.1.5 Tatalaksana
Perawatan suportif termasuk tirah baring, nutrisi dan hidrasi yang cukup,
dan perawatan rutin untuk mengatasi demam dan gangguan gastrointestinal (diare,
mual, dan muntah). Penghindaran, atau penggunaan yang hati-hati, obat-obatan
yang memiliki efek hepatotoksik seperti asetaminofen diperlukan. Sekitar 30%
pasien dengan gejala memerlukan rawat inap; kurang dari 1% akan berkembang
menjadi gagal hati fulminan. Sebuah penelitian di Amerika Serikat menemukan
bahwa 13% pasien memerlukan rawat inap, dengan kisaran dari 7% untuk anak-
anak di bawah usia 15 tahun hingga 27% orang dewasa berusia 45 tahun atau
lebih. Sekitar 100 kematian setiap tahun di Amerika Serikat dikaitkan dengan
infeksi hepatitis A fulminan10.
Ada korelasi antara tingginya jumlah virus dan prognosis penyakit, karena
pasien dengan penyakit hati kronis yang mendasarinya, seperti infeksi hepatitis B
atau C kronis, memiliki peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. Karena
pasien dengan infeksi HAV dapat hadir dengan gejala nonspesifik ringan, kasus
pediatrik harus dirawat di rumah sakit jika memungkinkan untuk observasi ketat
untuk mencegah perkembangan komplikasi serius. Tanda dan gejala klinis yang
mungkin mengindikasikan perlunya rawat inap pada anak meliputi:10
1. Ikterus berkepanjangan >2 minggu, tanpa perbaikan klinis, terutama
dengan gejala mual dan muntah
2. Ikterus kolestatik dengan bilirubin total >342 mol/L
3. PT berkepanjangan atau albumin serum rendah (<3,5 g/dL)
4. Peningkatan serum aminotransferase >3400 IU/L
5. Ketidakmampuan untuk meraba hati, meskipun hati sebelumnya
membesar
6. Asites
7. Hipoglikemia
8. Leukositosis dengan dominasi sel polimorfonuklear
9. Elektroensefalogram (EEG) menunjukkan aktivitas gelombang lambat
frontal bilateral (2–3/dtk)
10. Kolesterol total rendah <90 mg/dL
11. Leukopenia (<4000/L)
25
12. Trombositopenia (<150.000/L)
13. Protein C-reaktif (CRP) serum tinggi (>8 mg/L)
14. Indeks lain, seperti viral load serum LDH, gammaglobulin, atau
kreatinin yang tinggi
3.1.6 Komplikasi
Penyakit Hepatitis A tergolong penyakit yang akut dan jarang sampai
mengalami proses berkelanjutan. Pada umumnya, virus dapat dikeluarkan
sempurna oleh respons imun tubuh anak. Tapi, pada sebagian kecil anak, terutama
yang berusia lebih besar, penyakit ini dapat berkembang menjadi hepatitis
fulminant (sangat berat) sehingga anak terlihat kuning sekali, kejang, bahkan tak
sadar. Komplikasi dari Hepatitis A pada anak adalah:11
1. Ascites
2. Penebalan dinding kantung empedu
3. Koagulopati (Prothrombin time INR >1.5)
4. Efusi pleura
5. Peningkatan enzim jantung (kenaikan CPK-MB >3x)
6. Glomerulonefritis akut
7. Gagal ginjal akut
8. Pankreatitis akut
9. Hepatitis fulminant / acute liver failure (ALF)
10. Kematian
Biasanya kebanyakan pasien sembuh total dari hepatitis A. Sayangnya,
sebagian kecil dari pasien yang terinfeksi mengakibatkan komplikasi hepatitis
fulminan dengan tingkat kematian yang tinggi. Kurang dari 1% infeksi HAV akut
menyebabkan ALF. Anak kecil umumnya termasuk dalam kelompok pasien
dengan hepatitis yang tidak tampak atau subklinis dan tidak memiliki gejala atau
penyakit kuning. Sebaliknya, infeksi lebih parah pada orang dewasa, dengan
gejala terjadi pada 70%. Umumnya, ALF terkait hepatitis A memiliki tingkat
kelangsungan hidup spontan sebesar 69%; sisanya 31% memerlukan transplantasi
hati darurat (ELT) atau meninggal. Pasien dengan kerusakan hati yang sudah ada
sebelumnya seperti non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) atau alkoholic
26
steatohepatitis (ASH) lebih rentan untuk menderita gagal hati akut-kronis dalam
kasus infeksi HAV11.
27
Gambar 2. Mekanisme yang diusulkan dari cedera hati yang dimediasi oleh
HAV. (A) Selama infeksi HAV, virus mengaktifkan sel T CD8+, menghasilkan
sel T CD8+ spesifik virus. Sel T CD8+ spesifik virus yang teraktivasi
berdiferensiasi menjadi limfosit T sitotoksik efektor yang secara spesifik
membunuh sel yang terinfeksi virus, sehingga berkontribusi pada kerusakan hati.
(B) Pada pasien dengan hepatitis A, kadar IL-15 yang tinggi dalam serum
mengaktifkan sel T CD8+ non-virus, yang mampu melisiskan hepatosit yang
terinfeksi dan tidak terinfeksi. (C) Kadar IL-18 yang tinggi telah terdeteksi pada
makrofag dan hepatosit pada pasien dengan defisiensi IL-18BP dengan hepatitis A
fulminan. Karena kurangnya aktivitas penetral terhadap IL-18, IL-18 yang
berlebihan dan tidak terkontrol mengaktifkan sel NK, yang selanjutnya memediasi
lisis hepatosit yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. (D) Pada pasien dengan
hepatitis A berat, HAV tampaknya mengaktifkan sel-sel NKT dengan cara yang
bergantung pada TIM-1. Sel yang terinfeksi HAV memiliki aktivitas sitotoksik
28
yang lebih tinggi pada sel NKT yang membawa bentuk TIM-1 yang lebih panjang
daripada sel NKT yang menyimpan TIM-1 tipe liar, sehingga berkontribusi
terhadap cedera hati. Apoptosis hepatosit yang terinfeksi HAV yang dimediasi
oleh pensinyalan yang bergantung pada MAVS-IRF3/IRF7 juga telah terlibat
dalam cedera hati pada model murine HAV12.
29
3.1.7.3 Peran Apoptosis Intrinsik dalam Kerusakan Hati yang Diinduksi
HAV
Pada tahun 2016, Hirai-Yuki dkk. menggambarkan pengembangan model
murine untuk infeksi HAV. HAV tidak menginfeksi tikus tetapi bereplikasi secara
efisien pada tikus yang kekurangan reseptor IFN tipe I (IFNAR1) atau MAVS.
Menariknya, tikus yang kekurangan IFNAR1 mengembangkan hepatitis setelah
infeksi HAV, tetapi tikus yang kekurangan MAVS tidak. Lesi histopatologi yang
khas, termasuk hepatosit nekrotik atau apoptosis dan infiltrasi sel inflamasi,
diamati pada jaringan hati mereka. Namun, lesi histopatologi khas ini tidak
diamati pada tikus yang kekurangan MAVS, meskipun HAV bereplikasi 10 kali
lebih efisien pada tikus yang kekurangan MAVS daripada pada tikus yang
kekurangan IFNAR1. Hasil pada tikus dengan defisiensi IRF3 atau IRF7 serupa.
Khususnya, tikus yang kekurangan IFNAR1 memiliki respons sel T spesifik virus
tingkat rendah, menunjukkan bahwa cedera hati yang dimediasi HAV pada tikus
terkait dengan jalur pensinyalan MAVS-IRF3 / IRF7 tetapi bukan CTL. Lebih
lanjut mendukung gagasan ini, penipisan sel T memiliki sedikit efek pada
peningkatan ALT yang diinduksi HAV pada tikus yang kekurangan IFNAR13.
Sebuah studi terpisah telah menunjukkan bahwa HAV dapat dengan kuat
menginfeksi tikus Alb-uPA/SCID yang dicangkokkan dengan hepatosit manusia.
Dalam model ini, tikus dengan imunodefisiensi gabungan yang parah direkayasa
untuk mengekspresikan aktivator plasminogen tipe urokinase (uPA) di bawah
promotor albumin. Ekspresi uPA tingkat tinggi mengakibatkan kematian progresif
hepatosit murine, memungkinkan penggantiannya dengan hepatosit manusia yang
ditransplantasikan. Kurangnya kekebalan adaptif pada tikus ini menawarkan
keuntungan unik untuk menilai kerusakan hati yang diinduksi HAV tanpa adanya
respons imun adaptif, meskipun hepatotoksisitas yang sedang berlangsung karena
ekspresi transgen mungkin menjadi faktor perancu. Respons IFN tipe I dan tipe II
minimal terdeteksi pada tikus yang terinfeksi HAV. Tidak ada bukti pasti untuk
kerusakan hepatosit terkait dengan infeksi HAV yang ditemukan dalam penelitian
itu14.
Studi-studi ini dengan model murine telah memberikan wawasan baru
tentang infeksi dan patogenesis HAV. Temuan yang mengejutkan adalah bahwa
30
pensinyalan yang dimediasi MAVS tidak hanya menentukan kisaran spesies inang
dari HAV tetapi juga menghasilkan apoptosis intrinsik dari hepatosit yang
terinfeksi HAV. Data ini menyiratkan bahwa pembelahan MAVS oleh protease
HAV tidak hanya meningkatkan replikasi virus tetapi juga dapat membantu
mencegah/mengurangi kerusakan hati12.
31
hepatitis A, memfasilitasi evaluasi risiko untuk mengembangkan hepatitis virus
parah pada pasien12.
3.1.8 Faktor yang Mempengaruhi Prolonged Jaundice
Faktor risiko prolonged jaundice adalah pasien yang lebih tua (35 vs 30
tahun), tingkat bilirubin yang lebih tinggi (15,7 mg/dL vs 6,4 mg/dL) dan pada
pasien dengan tingkat albumin rendah (3,5 g/dL vs 3,7 mg/dL). g/dL). Durasi
waktu dari masuk sampai sembuh dan perbaikan fungsi hati bisa sampai 70 hari
dibandingkan dengan pasien kontrol yaitu 36 hari (p <0,01). Infeksi hepatitis A
kronis, perpanjangan waktu protrombin/INR (1,6 vs. 1,2) dan tingkat bilirubin
yang lebih tinggi juga berhubungan. Meskipun kolestasis meningkatkan
morbiditas tetapi pasien dapat sembuh total16.
Prolonged jaundice juga disebabkan oleh faktor host atau kerusakan parah
pada sel-sel hati pada awal infeksi. Memang benar karena ada juga waktu
protrombin yang memanjang dan peningkatan bilirubin pada pasien dengan
kolestasis yang berkepanjangan. Bisa juga disebabkan oleh virus itu sendiri yang
menghambat pengangkutan garam empedu meskipun mekanismenya belum
diketahui. Pada pasien dengan kolestasis berkepanjangan karena hepatitis A,
durasi viremia HAV lebih lama dari yang klasik, sehingga mungkin membuat efek
langsung pada transporter yang terkait dengan kolestasis17.
32
infeksi hepatitis memberikan hasil yang positif dan perbaikan kondisi pasien
secara bermakna.19
33
BAB IV
DISKUSI
34
bilirubin total, direk, indirek, serta urin lengkap. Didapatkan peningkatan kadar
SGOT, SGPT, alkalin fosfatase, bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin urin.
Diagnosis juga ditunjang dengan hasil USG pasien yang memberikan kesan
gambaran parenkim hepar yang mendukung adanya hepatitis A.
Berdasarkan kepustakaan yang ada, tidak ada tatalaksana khusus pada
pasien hepatitis A. Pengobatan yang dianjurkan cukup berupa tirah baring
sedangkan terapi yang dilakukan hanya untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan.
Pengobatan yang diberikan pada kasus ini hanya simptomatik untuk mengurangi
gejala yang dirasakan oleh pasien. Pemberian kortikosteroid ditujukan untuk
menekan respon imun yang berlebihan dan reaksi inflamasi. Kortikosteroid juga
memiliki peran hepatoprotektif termasuk mencegah sitolisis hepatosit yang
mengalami inflamasi dan keadaan apoptosis. Terapi juga harus didukung dengan
menjaga keseimbangan gizi yang cukup. Diet disesuaikan dengan kebutuhan dan
menghindari makanan yang mengandung zat pengawet hepatotoksik ataupun zat
hepatotoksik lainnya. Setelah kurang lebih 2 bulan menjalani perawatan, pasien
mengalami perbaikan ditandai dengan klinis yang sudah membaik tanpa keluhan
dan parameter laboratorium fungsi hati yang kembali normal.
35
DAFTAR PUSTAKA
36
12. Wang M, Feng Z. Mechanisms of hepatocellular injury in hepatitis A.
Viruses. 2021;13(5):1–9.
13. Hirai-Yuki A, Hensley L, McGivern DR, González-López O, Das A, Feng
H, et al. MAVS-dependent host species range and pathogenicity of human
hepatitis A virus. Science (80- ) [Internet]. 2016 Sep 30;353(6307):1541–5.
Available from:
https://www.sciencemag.org/lookup/doi/10.1126/science.aaf8325
14. Hirai-Yuki A, Whitmire JK, Joyce M, Tyrrell DL, Lemon SM. Murine
models of hepatitis A virus infection. Cold Spring Harb Perspect Med.
2019;9(1).
15. Belkaya S, Michailidis E, Korol CB, Kabbani M, Cobat A, Bastard P, et al.
Inherited IL-18BP deficiency in human fulminant viral hepatitis. J Exp
Med. 2019;216(8):1777–90.
16. Jung YM, Park SJ, Kim JS, Jang J-H, Lee SH, Kim J-W, et al. Atypical
manifestations of hepatitis A infection: A prospective, multicenter study in
Korea. J Med Virol [Internet]. 2010 Aug;82(8):1318–26. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/jmv.21822
17. Yoon EL, Yim HJ, Kim SY, Kim JH, Lee JH, Lee YS, et al. Clinical
courses after administration of oral corticosteroids in patients with severely
cholestatic acute hepatitis A; three cases. Korean J Hepatol.
2010;16(3):329–33.
18. Zakaria HM, Saleem TA, Araby HA et al. Steroid therapy in children with
fulminant hepatitis A. J Viral Hepat. 2018 Jul;25(7):853-859.
19. Lin SJ, Wu MC, Wang DJ. Successful treatment of pediatric acute liver
failure with steroids. Case Report. J Clin Exp Med 2020;13(4):2649-2654
37