PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah
penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang
terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Diabetes mellitus
merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Bilous, 2002).
Jumlah penduduk dunia yang sakit diabetes mellitus cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Hal ini berkaitan dengan jumlah populasi meningkat, pola
hidup, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang (Smeltzer &Bare,
2002). Laporan dari WHO mengenai studi populasi DM di berbagai negara,
jumlah penderita diabetes mellitus pada tahun 2000 di Indonesia menempati
urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus dengan prevalensi
8,4 juta jiwa. Urutan diatasnya adalah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta
jiwa), dan Amerika Serikat (17,7 juta jiwa) (Darmono, 2007).
Pada tahun 2010 jumlah penderita DM di Indonesia minimal menjadi 5 juta
dan di dunia 239,9 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2030 prevalensi
diabetes mellitus di Indonesia meningkat menjadi 21,3 juta angka kesakitan dan
kematian akibat DM di Indonesia cenderung berfluktuasi setiap tahunnya sejalan
dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang mengarah pada makanan siap saji
dan sarat karbohidrat (Depkes RI, 2006).
Terapi gizi merupakan komponen utama keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan
merupakan salah satu kendala pada pasien diabetes. Penderita diabetes banyak
yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan jumlah makanan yang
dianjurkan (Maulana, 2009).
Penelitian Setyani (2007) menggambarkan tingkat ketaatan diet bagi pasien
diabetes mellitus. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya 43% pasien yang patuh
menjalankan diet diabetes mellitus. Sebanyak 57% pasien tidak patuh
menjalankan diet yang dianjurkan. Pasien yang patuh akan mempunyai kontrol
glikemik yang lebih baik, dengan control glikemik yang baik dan terus menerus
akan dapat mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka
panjang. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan penurunan kejadian
retinopati, nefropati dan neuropati. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh akan
mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol,
hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang mungkin timbul tidak dapat dicegah
(Bilous, 2002).
BAB II
LAPORAN KASUS NON-INFEKSI
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Makassar
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : jl. Tamangapa Raya RW 04 RT 001
Tanggal periksa : 27 November 2017
Waktu : 10.00 WITA
Nama PKM :
No.Register :
Dokter Jaga : dr. E
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien dengan riwayat DM terkontrol
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang dengan riwayat DM terkontrol. Penglihatan kabur (-), nyeri
kepala (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Pasien mengeluhkan akhir-akhir
ini sering merasa haus dan nafsu makan pasien meningkat. Seringnya
terbangun buang air kecil pada malam hari (+). Saat ini, pasien juga
mengeluhkan nyeri pada kedua lututnya.
BAB : biasa, lancar
BAK : warna kuning, frekuensi sering.
Rhonki Wheezing
D. RESUME
E. DIAGNOSIS
Diabetes Melitus Tipe II
F. DIAGNOSIS BANDING
Diabetes Melitus Tipe I
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS 225 mg/dl
Asam urat 5,1 mg/dl
H. RENCANA TERAPI
1. Metformin 500 mg, 1x1
2. Meloxicam 7,5 mg 2x1
3. Vitamin B6 10 mg 3x1
I. PROGNOSIS
Qua ed vitam : Bonam
Qua ed sanationem : Bonam
Qua ed funcionam : Bonam
J. EDUKASI :
Makan makanan yang sehat
1. Batasi kebiasaan makan makanan yang tinggi kadar gulanya
2. Biasakan makan makanan yang tinggi serat.
Berolahraga
1. Diutamakan olah raga endurance / ketahanan
2. Frekuensi 35 menit seminggu
3. Lamanya 3060 menit tiap hari
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduaduanya.1
E pidemiologi
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu penyakit tidak
merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
Data terakhir dari WHO menunjukkan justru peningkatan tertinggi jumlah pasien
diabetes malah di Negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.2
Jumlah pasien diabetes dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan
besar yaitu 86138%, yang disebabkan oleh karena:2
Faktor demografi: 1) jumlah penduduk meningkat, 2) penduduk usia lanjut
bertambah banyak, 3) urbanisasi makin tak terkendali.
Gaya hidup yang ke baratbaratan: 1) penghasilan per kapita tinggi, 2)
kurang gerak badan.
Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi
lebih panjang.
Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel berikut:1
Etiologi
Penyebab DM Tipe II antara lain:3
1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan stress oksidatif, IL1b, dan NFkB dengan akibat peningkatan
apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam
yang toksik terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar
glukosa darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha
mengkompensasinya dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi
hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi insulin juga di ikuti dengan sekresi
amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar sel beta hingga menjadi
jaringan amyloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri sehingga akhirnya
Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 5060%.
d) Efek inkretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabtes tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering
terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut.
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen
menghasilkan hormon insulin, selsel jaringan target yang menghasilkan
glukosa,system saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik
2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM tipe II sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktorfaktor berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah
berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di
otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi system saraf
simpatis yang di ikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress
menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan diaktifkan.
Patomekanisme
timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin
untuk mengkompensasi retensi insulin itu agar kadar glukosa darah tetap normal.
Lamakelamaan sel β tidak akan sanggup lagi mengkompensasi retensi insulin
hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel β makin menurun, saat
secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mensekresi
insulin.4
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolism glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukagon dalam darah
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
sedikit meningkat. Namun demikian, jika selsel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadi diabetes mellitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas diabetes mellitus tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya.4
mg/dl, hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh
merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ektrasel sehingga
mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan emrangsang hypothalamus
untuk mensekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (polidipsi).
Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus
menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat
Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa
dibagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (polifagia).4
Pada diabetes mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi
tubuh, dan degenerative pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada
komplikasi lain seperti thrombosis coroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan,
gagal ginjal dan neuropati.4
Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya diabetes mellitus adalah:
a) Usia >45 tahun
b) Gemuk : BB > 120% BB idaman, IMT>25 kg/m2
c) Hipertensi, tekanan darah ≥140/90 mmHg
d) Riwayat DM di keluarga
e) Riwayat melahirkan bayi BB>4.000 gram
f) Riwayat DM pada kehamilan (DM gestasional)
g) Riwayat TGT dan GDPT
h) Penderita PJK, TBC dan hipertensi
i) Kadar lipid (kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥200
mg/dl).5
Gejala Klinik
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Gejala yang
dikeluhkan pada pasien diabetes mellitus berupa:1
1) Keluhan klasik DM: poliuria, polifagia, polydipsia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan masukkan.
2) Keluahan lain, dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum adalah paling pertama kita perhatikan dalam pemeriksaan
fisis. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan tandatanda vital, yaitu tekanan
darah, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan frekuensi pernafasan. Inspeksi didahului
pada daerah tungkai bawah yaitu melihat apakah terdapat luka atau ulkus, lalu
dehidrasi akibat hiperglikemia. Perhatikan juga apakah terdapat tanda takipnea
atau pernapasan kusmaull. Selain itu pemeriksaan juga dilakukan pada mata yaitu
pemeriksaaan ketajaman penglihatan dan respon pupil mata. Pada pemeriksaan
tungkai bawah juga penting untuk mendeteksi apakah terdapat neuropati dengan
tes raba halus menggunakan monofilament dan tes ulang fisiologis. Palpasi juga
dapat dilakukan untuk meraba adanya pulsasi terutama pada tungkai bawah.5
Pada pemeriksaan fisis dicari tanda penyakit penyerta/komplikasi
gangguan pulsasi PD.6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut:1
1) Glukosa darah sewaktu
2) Glukosa darah puasa
3) Uji toleransi glukosa oral
Tes ini digunakan untuk menetukan status pre DM, namun tidak
dibutuhkan untuk penapisan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia.
4) Pemeriksaan HbA1C
Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:1
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegak kan diagnosis DM
keluhan klasik
3) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75
praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
dilihat pada bagan1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat
dilihat pada tabel1. Apabila hasil pe meriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT).
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL
(7,811,0 mmol/L).
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L)
dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam <140 mg/dL.
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM 1
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1
terakhir
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0
sedikitnya 8 jam
dilarutkan ke dalam air.
dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi.
Pengobatan
hidup penyandang diabetes. Adapun Pilar penatalaksanaan DM, yaitu:1
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (24 minggu). Apa bila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat
badan yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai
edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat di halaman.
mendapat pelatihan khusus
2. Terapi gizi medis
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain serta pasien dan keluarganya).
- Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
- Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masingmasing
keteraturan ma kan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
glukosa darah atau insulin.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
q Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 4565% total asupan energi.
q Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
q Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbo hidrat
atau makanan lain sebagai bagian dari kebu tuhan kalori sehari.
Lemak
q Asupan lemak dianjurkan sekitar 2025% kebutuhan kalori.
q Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak
dan susu penuh (whole milk).
q Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
q Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
q Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang cumi,dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacangkacangan, tahu, dan tempe.
Natrium
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 67 gram (1 sendok teh) garam dapur.
Serat
vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
q Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani seharihari dan latihan jasmani secara teratur (34 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), meru pakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang di anjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang
relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
glinid
- Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan
tiazolidindion
- Penghambat glukoneogenesis (metformin)
- Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
- DPPIV inhibitor
Perbandingan Golongan OHO1
hipoglikemia
Glinid Meningkatkan BB naik, 0,51,5% Sangat efektif Meningkatkan berat
pemberian3x/hari,
Metformin Menekan produksi Dispepsia, 1,02,0% Tidak ada kaitan Efek samping
terhadap insulin
Penghambat Menghambat Flatulens, 0.,50,8% Tidak ada kaitan Sering menimbulkan
alfa gastrointestinal,
Tiazolidindion Menambah Edema 0,51,4% Memperbaiki Retensi cairan,
berpotensi menimbulkan infark
DPP4 Meningkatkan Sebah, muntah0,50,8% Tidak ada kaitan Penggunaan
Inkretin menghambat
Meningkatkan Sebah, muntah 0,5 Penurunan berat panjang tidak
Injeksi 2x/hari,
menghambat panjang tidak
Insulin Menekan Hipoglikemi, 1,5 Dosis tidak Injeksi 14 kali/hari,
Penyulit akut1
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300320 mOs/ mL) dan terjadi peningkatan anion gap.
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, os molaritas plasma sangat
meningkat (330380 mOs/mL), plasma keton (+/), anion gap normal atau
sedikit meningkat.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya:
mg/dL
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sam pai koma).
berkalori atau glukosa 1520 gram melalui intra vena. Perlu dilakukan
Gluk agon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.
q Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat
darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Penyulit menahun1
1. Makroangiopati
q Pembuluh darah jantung
claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
q Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
q Retinopati diabetik
q Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me ngurangi risiko
dan memberatnya retinopati. Terapi aspi rin tidak mencegah timbulnya
retinopati
q Nefropati diabetik
q Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati
mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
q Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
kaki dan amputasi.
q Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari.
sedikitnya setiap tahun.
trisiklik, atau gabapentin.
q Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati peri fer harus
dengan bidang/disiplin ilmu lain
Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Sasaran pencegahan primer:
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Materi pencegahan primer
dapat dilihat pada bagan4.
Materi penyuluhan meliputi antara lain:
1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai
risiko diabetes dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan
merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau
badan
510% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM
tipe 2.
2. Diet sehat.
v Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.
v Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat ba dan ideal.
dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah
yang tinggi setelah makan.
v Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
3. Latihan jasmani.
meningkatkan kadar kolesterol HDL.
v Latihan jasmani yang dianjurkan:
v Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik
sedang (mencapai 5070% denyut jantung
menjadi 34 x aktivitas/minggu.
4. Menghentikan merokok.
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe2
2) Pencegahan Sekunder
pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak
awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program
dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada
pertama dan lan jutan dapat dilihat pada materi edukasi pada bab II.3.1 dan
materi tentang edukasi tingkat lanjut, pada bab II.4.2.
darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta
kardiovaskular pada penyandang diabetes.
3) Pencegahan Tersier
q Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyan dang
terjadinya kecacatan lebih lanjut
sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80325
makroangiopati.
q Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada
yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal,
tersier.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan riwayat DM terkontrol. Gejala yang saat ini pasien keluhkan adalah
nyeri pada kedua lutut. Pasien juga mengeluhkan akhir-akhir ini sering merasa haus/polidipsi dan
nafsu makan pasien meningkat/polifagia. Pasien juga sering terbangun buang air kecil pada
malam hari. Keluhan yang dialami pasien ini menunjukkan gejala klasik dari DM.
Pasien terdiagnosis DM sejak 1 bulan yang lalu dan pasien telah menjalani pengobatan
monoterapi dengan mengonsumsi metformin. Riwayat kebiasaan pasien ini sering mengonsumsi
makanan dan minuman manis sehingga diberikan edukasi mengenai gaya hidup sehat (GHS).
Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada, IMT pasien : 20,39 kg/m2 (Normal).
Hasil lab menunjukkan GDS pasien 225 mg/dl.
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl dengan keluhan sesuai gejala klasik
DM sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai
faktor resiko yang diderita pasien diantaranya faktor strees, diet tidak sehat rendah serat tinggi
glukosa, dll.