Anda di halaman 1dari 10

I.

Tes DNA
Tes DNA adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda genetik yang dipakai untuk
pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan
DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya. Hanya sebagian kecil
berkas DNA yang dipakai untuk pengujian, seperti bagian DNA yang berisi pengulangan
urutan basa (variable number tandam repeats / VNRT).7
Tes DNA ini sangat dipercaya dan sudah diakui keabsahannya dapat mengidentifikasi
seseorang dengan keakuratan mencapai 100 %, sehingga banyak dimanfaatkan dalam analisis,
pihak kepolisian maupun pengadilan khusunya untuk membantu mengungkap suatu perkara.
Adanya kesalahan bahwa kemiripan pola DNA bisa terjadi secara random (kebetulan) sangat
kecil kemungkinannya, yaitu dengan peluang satu diantara satu juta. Jikapun terdapat
kesalahan itu disebabkan oleh faktor human error terutama pada kesalahan interpretasi
fragmen-fragmen DNA oleh operator (manusia).7
DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah c-DNA dan mt-DNA. Sampel DNA yang
paling akurat digunakan dalam tes adalah c-DNA, karena inti sel tidak bisa berubah. Sementara
mt-DNA dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu yang dapat berubah seiring
dengan perkawinan keturunannya. Namun, keunikan dari pola pewarisan mt-DNA tersebut
sekaligus menjadi kelebihannya, sehingga mt-DNA dapat dijadikan sebagai marker (penanda)
untuk tes DNA dalam upaya mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal.8
Tes DNA pada umumnya digunakan untuk 2 tujuan yaitu: tujuan pribadi seperti penentuan
perwalian anak atau penentuan orang tua dari anak (Tes Paternitas) dan tujuan hukum, yang
meliputi masalah forensik, seperti identifikasi korban yang telah hancur maupun untuk
pembuktian kasus kejahatan semisal kasus pemerkosaan atau pembunuhan. 8
Tes paternitas adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah seorang pria
adalah ayah biologis dari seorang anak. Metode tes paternitas terbagi atas metode analisis DNA
dan metode konvensional. Tes paternitas dengan menggunakan analisis DNA merupakan
analisis informasi genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu,
sehingga dapat memastikan (hampir 100%) bahwa seseorang adalah ayah biologis si anak atau
bukan. Sedangkan metode konvensional dengan analisis fenotip dibagi menjadi tiga, yaitu 8
1. Sistem sel darah merah terdiri dari: sistem ABO, Rhesus (Rh), MNS, Kell (K), Duffy
(Fy), Kidd (Jk), Lutheran.
2. Sistem biokimia meliputi pemeriksaan plasma protein dan enzim sel darah merah terdiri
dari: haptoglobin (Hp), phosphoglucomrantaie (PGM), Esterase D (EsD), Erythrocyte
Acid Phosphatase (EAP), Glyoxalase (GLO), Adenosine Deaminase (ADA), Adenylate
Kinase (AK), Group specific Component (GC), Gm dan KM.
3. Human Leucocyte Antigen (HLA) yang mengidentifikasi antigen pada leukosit.

A. Sampel dan Penyiapan Sampel untuk Tes DNA9


Hampir semua sampel biologis tubuh seperti darah dan bercak darah, seminal, cairan
vaginal, dan bercak kering, rambut (baik rambut lengkap dengan akarnya atau hanya batang
rambut), epitel bibir (misal pada puntung rokok), sel buccal, tulang, gigi, saliva dengan
nukleus (pada amplop, perangko, cangkir), urine, feces, kerokan kuku, jaringan otot,
ketombe, sidik jari, atau pada peralatan pribadi dapat digunakan untuk sampel tes DNA,
tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi bagian dalam
(buccal swab), dan kuku. Untuk kasus-kasus forensik, sampel sperma, daging, tulang, kulit,
air liur atau sampel biologis lain yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat
dijadikan sampel tes DNA.
Tahap pengambilan dan penyimpanan bahan atau sampel merupakan tahapan yang vital,
dan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip di bawah ini:
1. Hindari tempat yang terkontaminasi DNA dengan tidak menyentuh objek secara
langsung dengan tangan, tidak bersin atau batuk di dekat barang bukti.
2. Menggunakan sarung tangan bersih untuk pengumpulan barang bukti. Sarung tangan
harus diganti untuk setiap penanganan barang bukti yang berbeda
3. Setiap barang bukti harus disimpan terpisah.
4. Bercak darah, bercak sperma, dan bercak lainnya harus dikeringkan dahulu sebelum
disimpan.
5. Sampel harus disimpan pada amplop atau kertas setelah dikeringkan. Jangan
menggunakan bahan plastik karena plastik dapat mempercepat degradasi molekul
DNA. Setiap amplop harus ditandai nomor kasus, nomor bukti, waktu pengumpulan.
6. Bercak pada permukaan meja atau lantai dapat diambil dengan swab kapas steril dan
alkohol. Keringkan kapas tersebut sebelum dibawa.
7. Di laboratorium, sampel DNA disimpan dalam kulkas bersuhu 4oC atau dalam
freezer bersuhu -20oC. Sampel yang akan digunakan dalam waktu yang lama, dapat
disimpan dalam suhu -70oC.
Secara umum DNA dapat rusak akibat pengaruh lingkungan seperti paparan sinar
matahari, terkena panas, bahan kimia, air dan akibat kerja enzim DNAase yang terdapat
dalam jaringan sendiri. Untuk itu terhadap berbagai bahan sampel tersebut harus diberi
perlakuan sebagai berikut:
1. Jaringan, organ dan tulang.
Bila masih segar, ambil tiap bagian dengan pinset lalu masukkan masing-masing
bagian ke dalam wadah tersendiri. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan
sampel, simpan di pendingin lalu kirim ke laboratorium. Namun bila sampel tidak
lagi segar (busuk), ambil sampel, bungkus dengan kerta alumunium, dan bekukan
pada suhu -20oC. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim
ke laboratorium.
2. Darah dan bercak darah (seperti darah pada pakaian, karpet, tempat tidur, perban).
- Darah
o Darah cair dari seseorang.
 Ambil dengan menggunakan semprit.
 Masukkan ke dalam tabung yang diberikan pengawet EDTA ± 1 ml
darah.
 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan dalam
termos es, lemari es atau kirim ke laboratorium.
o Darah cair di TKP.
 Ambil dengan menggunakan semprit, pipet atau kain.
 Masukkan ke dalam tabung yang berisikan pengawet EDTA. Bila
membeku, ambil dengan menggunakan spaltel.
 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, simpan di
termos es, lemari es, atau kirim ke laboratorium.
o Darah cair dalam air/salju/es.
 Sesegera mungkin, ambil secukupnya, masukkan ke dalam botol.
 Hindari kontaminasi, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan
sampel, simpan atau kirim ke lab.
- Bercak darah basah.
o Ditemukan pada pakaian
 Pakaian dengan noda ditempatkan pada permukaan bersih dan
keringkan.
 Setelah kering, masukkan kantong kertas atau amplop.
 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke
laboratorium.
o Ditemukan pada benda.
 Bila benda kecil biarkan kering, tetapi pada benda besar, hisap bercak
tersebut dengan kain katun dan keringkan.
 Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan
sampel, dan kirim ke laboratorium.
o Ditemukan pada karpet atau benda yang dapat dipotong.
 Potong bagian yang ada nodanya.
 Tiap potongan diberi label yang jelas, sertakan potongan yang tidak ada
nodanya sebagai kontrol.
 Kirim ke laboratorium.
o Percikan darah kering
 Gunakan celotape, tempelkan pada percikan noda.
 Masukkan celotape tersebut kedalam kantong plastik.
 Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, kirim ke
laboratorium.
3. Sperma dan bercak sperma.
- Sperma cair.
a. Hisap dengan semprit, masukkan ke dalam tabung.
b. Atau dengan kapas, keringkan.
c. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke
laboratorium.
- Bercak sperma pada benda yang dipindah (misalnya pada celana).
a. Bila masih basah, keringkan.
b. Bila kering, potong pada bagian yang ada nodanya, dan masukkan ke dalam
amplop.
c. Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke
laboratorium.
- Bercak sperma pada benda besar yang bisa dipotong (misalnya pada karpet).
o Potong pada bagian yang bernoda.
o Masukkan ke dalam amplop.
o Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke
laboratorium.
- Bercak pada benda yang tidak dapat dipindah dan tidak menyerap (misal:
lantai).
o Kerok bercaknya, lalu masukkan kertas.
o Lipat kertas hingga membungkus kerokan, masukkan ke dalam amplop.
o Beri label yang jelas dan tanggal pengambilan sampel, lalu kirim ke
laboratorium.
4. Urine, saliva dan cairan tubuh yang lain.
- Sampel cair
a. Urine atau saliva dimasukkan ke dalam tempat steril.
b. Simpan di pendingin, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan
sampel, lalu kirim ke laboratorium.
- Bercak urine, saliva
a. Dugaan noda, dikerok atau potong lalu kumpulkan.
b. Masukkan amplop, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan
sampel, lalu kirim ke laboratorium.
5. Rambut dan gigi.
- Rambut.
a. Cabut beberapa helai rambut (10-15 helai) dengan akarnya. Hati-hati
bila tercampur dengan darah
b. Tempatkan pada wadah, beri label yang jelas dan tanggal pengambilan
sampel. Kirim ke laboratorium.
- Pulpa Gigi
a. Cabut gigi yang masih utuh. Sampel gigi sebaiknya tidak dirusak oleh
endodontia.
b. Masukkan ke dalam kantong plastik, beri label yang jelas dan tanggal
pengambilan sampel.

B. Teknik Tes DNA10


1. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah RFLP.
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP)
adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNA
setelah dipotong dengan enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of
Tandem Repeat (VNTR). Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan suatu enzim
restriksi yang mampu mengenal urutan basa tertentu dan memotong DNA (biasanya 4-
6 urutan basa). Urutan basa tersebut disebut sebagai recognition sequence.
Enzim restriksi ini dihasilkan oleh bakteri dan dinamakan menurut spesies bakteri
yang menghasilkannya. Enzim yang berbeda memiliki recognition sequence yang
berbeda, sehingga panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini
disebabkan karena titik potong enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik
potong juga berbeda.
Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telah
ditentukan. Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code). Saat
membandingkan hasil analisa dua sampel, pola batang pada autoradiograf
dibandingkan untuk menentukan apakah kedua sampel tersebut berasal dari sumber
yang sama.

2. Polymerase Chain Reaction (PCR)


Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode untuk
memperbanyak DNA template tertentu dengan enzim polymerase DNA. Reaksi teknik
ini didesain seperti meniru penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam
makhluk hidup, hanya pada segmen tertentu dengan bantuan enzim DNA polymerase
sebanyak 20 hingga 40 siklus (umumnya 30 siklus), dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Proses ini berlangsung secara in-vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 µl. Walaupun
dengan sampel DNA yang sedikit atau sudah mulai terdegradasi, PCR mampu
menggandakan atau mengkopi DNA template hingga miliaran kali jumlah semula
sehingga dapat diperoleh informasi.
Sampel DNA yang disiapkan untuk metode PCR dapat dianalisa menggunakan
beberapa cara. Secara umum variasi per lokus sampel DNA yang disiapkan melalui
PCR lebih rendah daripada variasi pada RFLP. Dengan demikian hasil dapat diperoleh
dari sampel yang kurang secara kualitas maupun kuantitas namun kekuatan
diskriminasinya lebih rendah dengan jumlah lokus yang sama. Kekuatan metode
Analisa PCR adalah kemampuan untuk menganalisa beberapa lokus secara bersamaan
dengan proses yang otomatis.
3. Short Tandem Repeats (STRs)
Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang
berdasar pada metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat)
adalah suatu istilah genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA
pendek (2 – 5 pasangan basa) yang diulang. Genome setiap manusia mengandung
ratusan STRs. Metode ini paling banyak dikembangkan karena metode ini cepat,
otomatis dan memiliki kekuatan diskriminasi yang tinggi. Dengan metode STRs dapat
memeriksa sampel DNA yang rusak atau dibawah standar karena ukuran fragmen DNA
yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 – 500 pasangan basa. Namun
metode STRs memiliki kelemahan yaitu mensyaratkan penggunaan tiga belas lokus
sedangkan DNA inti hanya memliki dua salinan molekul dalam setiap sel. Hal ini
menyulitkan untuk menganalisis ketigabelas lokus tersebut, terutama pada
laboratorium dengan prasarana sederhana.

4. Y-Short Tandem Repeats (Y-STRs)


Y-STRs adalah STRs yang ditemukan pada kromosom Y. Y-STRs dapat diperiksa
menggunakan jumlah sampel kecil dan rusak dengan metode dan alat yang sama
dengan pemeriksaan STRs pada kromosom autosomal. Karena kromosom Y hanya
terdapat pada pria maka Y- STRs dapat berguna untuk menyaring informasi genetik
yang spesifik dari pria yang yang menjadi sampel.

5. Mitochondrial DNA (mt-DNA)


Aplikasi penggunaan mt-DNA dalam identifikasi forensik dimulai pada tahun
1990. Mitokondria adalah partikel intraselular yang terdapat di luar nukleus dalam
sitoplasma sel. Mitokondria mengandung DNA kecil berupa molekul berbentuk
sirkular yang terdiri dari 16569 pasangan basa yang dapat diidentifikasi. Setiap sel
mengandung 100 – 1000 mitokondria.

6. CODIS (Combined DNA Index System)


CODIS merupakan analisis DNA yang baru dikembangkan FBI. FBI memilih 13
STR yang digunakan sebagai deretan lokus utama standar dan meningkatkan
pengembangan kemampuan laboraturium untuk melakukan pemeriksaan pada lokus
tersebut. Laboratorium di seluruh dunia menggunakan lokus yang sama. Pengumpulan
13 lokus utama meningkatkan kemampuan diskriminasi. Kemungkinan ditemukan
kecocokan antara dua orang yang tidak berhubungan berdasarkan random di Caucasian
Amerika adalah satu diantara 575 trilyun. Angka kemungkinan ini lebih kecil
dibandingkan UK system. FBI secara aktif dilibatkan dalam pengumpulan data
frekuensi populasi pada grup dan subgrup populasi yang berbeda. Populasi ini
kemudian dibagi lagi, misalnya data dari Jepang, Cina, Korea dan Vietnam. Pada dunia
bagian barat terdapat data untuk Bahamian, Jamaica dan Trinidadian.

C. Analisa Tes DNA


Analisis DNA untuk tes paternitas meliputi beberapa tahap yaitu tahap pengambilan
spesimen, tahap proses laboraturium, tahap perhitungan statistik dan pengambilan
kesimpulan. Untuk metode tes DNA di Indonesia, masih memanfaatkan metode
elektroforesis DNA. Intrepretasi hasilnya adalah dengan cara menganalisa pola DNA
menggunakan marka STR (short tandem repeats). STR adalah lokus DNA yang tersusun
atas pengulangan 2-6 basa. Dalam genom manusia dapat ditemukan pengulangan basa yang
bervariasi jumlah dan jenisnya. Dengan menganalisa STR ini, maka DNA tersebut dapat
diprofilkan dan dibandingkan dengan sampel DNA terduga lainnya.
Ketika sampel DNA yang telah dimurnikan dimasukkan ke dalam mesin PCR) sebagai
tahapan amplifikasi, maka hasil akhirnya berupa copy urutan DNA lengkap dari DNA
sampel. Selanjutnya copy urutan DNA ini akan dikarakterisasi dengan elektroforesis untuk
melihat pola pitanya. Karena urutan DNA setiap orang berbeda, maka jumlah dan lokasi
pita DNA (pola elektroforesis) setiap individu akan berbeda juga. Pola pita inilah yang
disebut DNA sidik jari (DNA finger print) yang akan dianalisa pola STR nya. Tahap terakhir
adalah DNA berada dalam tahapan typing, proses ini dimaksudkan untuk memperoleh tipe
DNA. Mesin PCR akan membaca data-data DNA dan menampilkannya dalam bentuk
angka-angka dan gambar-gambar identifikasi DNA. Penetapan hasil tes DNA ini dilakukan
mencocokkan tipe DNA korban dengan tipe DNA pihak tercurigai atau dengan tipe DNA
yang telah tersedia dalam database. Jika dari pembacaan, diperoleh tingkat homolog
melebihi ambang yang ditetapkan (misal 90%), maka dapat dipastikan korban adalah
kerabat pihak tercurigai.
Pada kasus paternitas maupun maternitas, hasil analisis laboratorium (profil DNA) akan
terlihat berupa pita-pita DNA yang terdapat pada gel poliakrilamid. Pita DNA anak
kemudian dibandingkan dengan pita DNA ayah dan ibunya. Dapat dilihat bahwa masing-
masing orang memiliki dua pita sebagai representasi dua alel yang menggambarkan DNA
pada satu pasang kromosom. Salah satu pita pada kolom DNA anak sama tinggi dengan
salah satu pita ibu yang menunjukkan alel tersebut berasal dari ibu, artinya pita anak yang
kedua berasal dari pihak ayah terlihat bahwa salah satu pita ayah sama tinggi dengan pita
kedua anak. Kemudian dilakukan perhitungan statistik sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa pria tersebut kemungkinan besar adalah ayah dengan kemungkinan sekian persen
dibandingkan dengan orang lain dalam ras yang sama.

II.
Kesimpulan
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Identifikasi forensik erperan dalam berbagai
kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya. Untuk
meminimalisir kekeliruan maka diperlukan suatu teknik identifikasi dengan sensitivitas dan
spesifitas yang tinggi di mana pemanfaatan teknologi analisis DNA dapat dipertimbangkan
sebagai alternatif.

Anda mungkin juga menyukai