Anda di halaman 1dari 42

PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN BURUNG PARUH BENGKOK

(Psittacidae) SEBAGAI OBYEK DAYA TARIK WISATA DI


KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA

NUNING HAMIDAH SETYAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan


Kesejahteraan Burung Paruh Bengok (Psittacidae) sebagai Obyek Daya Tarik
Wisata di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Nuning Hamidah Setyawati


NIM E34100138
ii

ABSTRAK
NUNING HAMIDAH SETYAWATI. Pengelolaan Kesejahteraan Jenis Bururng
Paruh Bengkok (Psittacidae) sebagai Obyek Daya Tarik Wisata di Kebun Binatang
Gembira Loka, Yogyakarta. Di bimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan
EVA RACHMAWATI.

Kebun Binatang Gembira Loka (KBGL) dalam menjalankan tugas sebagai


lembaga konservasi perlu memperhatikan pengelolaan kesejahteraan satwa,
persepsi, dan minat pengunjung, sehingga fungsi burung paruh bengkok sebagai
objek wisata dapat berajalan secara optimal. Pengumpulan data dilakukan pada
bulan Agustus 2014 di KBGL, Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pencapaian nilai pengelolaan kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL
termasuk dalam kategori cukup. Terdapat tujuh blok kandang dalam penilaian
kesejahteraan burung paruh bengkok. Kandang Lory memiliki skor tertinggi
sebesar 87 yang termasuk dalam kategori sangat baik. Komponen kesejahteraan
yang perlu diperhatikan dengan skor terendah yaitu aspek bebas berperilaku alami
yang dipengaruhi oleh pengelolaan kandang dan fungsi-fungsi kandang. Persepsi
pengunjung terhadap kondisi pengelolaan kesejahteraan mayoritas baik.
Berdasarkan faktor pengunjung dan obyek wisata burung paruh bengkok
pengembangan media interpretasi perlu dilakukan. Pengembangan berupa
perbaikan papan interpretasi, pelatihan dan pembinaan Interpreter, dan pengadaan
Video interpretasi.
Kata kunci: burung paruh bengkok, kebun binatang Gembira Loka, kesejahteraan
satwa, media interpretasi.

ABSTRACT
NUNING HAMIDAH SETYAWATI. Parrot (Psittacidae) Management Based on
The Principles Of Ethics and Animal Welfare As Charm Poin for Tourism Object
on Gembira Loka Zoo, Yogyakarta. Supervised by BURHANUDDIN MASYUD
and EVA RACHMAWATI.

Gembira Loka Zoo as they running their activity as a conservation institution


needs to watch the animal welfare management, and also visitor perception and
preference so the function of parrot (bird with curved bill) as tourism destination
can be done optimally. Data collected on August 2014 in Gembira Loka Zoo
Yogyakarta. The research showed that the achievement of parrot welfare in KBGL
categorized as medium. There were 7 cage blocks in parrot welfare scoring. Lory
cage has the highest score as big as 87 which categorized as good. Welfare
component which need more attention is the one with low score which is the aspect
of behaving naturally that affected by cage management andthe functions of cage.
Visitor perception towards the welfare management condition was mostly good.
Based on visitor preferences, the development of media interpretation needs to be
made for parrot. The development that canbe madesuch as interpretation board
reparation, coaching and training of Interpreter, and procurement of interpretation
video.
Keywords: animal welfare. Gembira Loka zoo, media of interpretation, parrot
PENGELOLAAN KESEJAHTERAAN BURUNG PARUH BENGKOK
(Psittacidae) SEBAGAI OBYEK DAYA TARIK WISATA DI KEBUN
BINATANG GEMBIRA LOKA, YOGYAKARTA

NUNING HAMIDAH SETYAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
ii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang
dilakukan berjudul Pengelolaan Kesejahteraan Burung Paruh Bengkok
(Psittacidae) sebagai Obyek Daya Tarik Wisata di Kebun Binatang Gembira Loka,
Yogyakarta. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS dan
Eva Rachmawati, SHut, MSi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan dan saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agung yang telah mengizinkan
untuk penelitan di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta, dan keluarga Taman
Burung (Mas Surya, Mbak Ning, Mas Imron, Mas Daryanto, Mbak Devi, Mbak
Ayu, Mas Nur, Mas Wiji, Ayu, Mbak Metty, dll), serta patner penelitian (Desty,
Fulki, Dila, Arif Abduh, Tiwi) yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Slamet Harjo, bunda
Immamatul Muttahidah, kakak (Alfy dan Roni), adik (Adam, Rama, Zafin), dan
Arif Setiawan atas dukungannya dan kasih. Tak lupa penulis sampaikan terima
kasih untuk sahabat (Wida Agustina, Amalia Choirunnisa, Rini Elsita, Seli Anoda,
Anugro, Lyan), keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB, Departemen KSHE,
Nepenthes Raflessiana 47, HIMAKOVA, dan HIMASURYA, serta semua pihak
yang telah memberikan bantuan moral maupun material demi kelancaran penulisan
tugas akhir.
Semoga bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

Nuning Hamidah Setyawati


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Alat dan Bahan 2
Jenis Data 2
Pengambilan Data 3
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7
Deskripsi Burung Paruh Bengkok di KBGL 7
Pengelolaan Kesejahteraan Burung Paruh Bengkok di KBGL 8
Persepsi dan Minat Pengunjung 19
Pengembangan Media Interpretasi 22
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 27
x
vii

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data 3


2 Data pengunjung yang diamati dalam penelitian 5
3 Bobot untuk setiap parameter kesejahteraan satwa 6
4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL 6
5 Jumlah pemberian pakan burung paruh bengkok per individu 8
6 Pengelolaan pada aspek bebas dari rasa tidak nyaman di KBGL 10
7 Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang burung paruh bengkok di KBGL 11
8 Pengelolaan pada aspek bebas berperilaku alami 17
9 Pengelolaan pada aspek bebas dari rasa takut dan tertekan 18
10 Penilaian tingkat kesejahteraan burung paruh bengkok 19
11 Karakteristik pengunjung 20
12 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan KBGL 20
13 Pengembangan media interpretasi 23

DAFTAR GAMBAR

1 Pakan nuri dan parkit 9


2 Pakan kakatua, macau, dan bayan 10
3 Kandang lory 12
4 Kakatua galah 12
5 Kandang interaksi 13
6 Kandang tanimabar 13
7 Kandang joglo 14
8 Kandang akomodasi 14
9 Kondisi kandang karantina 15
10 Kakaktua jambul kuning yang mengalami kerontokan bulu 15
11 Peralatan medis 16
12 Aktivitas burung paruh bengkok 17
13 Jumlah minat terhadap burung paruh bengkok di KBGL 22
14 Ketertarikan pengunjung terhadap burung paruh bengkok 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian aspek kesejahteraan burung paruh bengk di KBGL 27


2 Jenis burung paruh bengkok di KBGL 31
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung merupakan kelompok satwa liar yang memiliki penyebaran sangat


luas mulai dari habitat pantai hingga pegunungan. Penyebaran spesies akan sesuai
dengan kemampuan pergerakannya dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
seperti luas kawasan tempat tinggal dan letak geografis (Alikodra 2002). Burung
paruh bengkok merupakan salah satu famili burung yang memiliki keunikan
tersendiri dibandingkan dengan jenis burung pada umumnya, yaitu perilaku
menelisik bulunya dan atau saling menelisik sesama pasangannya, warna bulunya
yang beragam, kemampuan meniru suara yang didengarnya serta mudah dijinakkan
sehingga akrab dengan manusia, dan membuat burung ini diminati oleh masyarakat
untuk dipelihara (BKSDA 2007). Famili psittasidae atau keluarga paruh bengkok
adalah salah satu koleksi burung yang terdapat di Kebun Binatang Gembira Loka
(KBGL).
KBGL sebagai salah satu lembaga konservasi eksitu yang berfungsi sebagai
pemeliharaan, pengembangbiakan, dan penyelamatan satwa, serta sarana wisata
dan edukasi. Pengelolaan fungsi Lembaga Konservasi dilakukan berdasarkan
prinsip kesejahteraan satwa. Moss (1992) menyatakan bahwa upaya yang dapat
dipertimbangkan untuk mewujudkan kesejahteraan satwa ada dua macam, yaitu
mengusahakan satwa hidup sealami mungkin atau membiarkan satwa hidup dengan
perjalanan fungsi biologisnya. Dallas (2006) dan WSPA (1997) mengungkapkan
bahwa prinsip kesejahteraan satwa dapat diukur dengan aspek lima kebebasan,
yaitu: (1) bebas dari haus dan lapar, (2) bebas dari rasa tidak nyaman, (3) bebas dari
rasa sakit, luka dan penyakit, (4) bebas untuk mengekspresikan perilaku normal,
dan (5) bebas dari rasa takut dan stres.
Fungsi lain kebun binatang adalah sebagai sarana edukasi dan wisata.
Tujuannya agar pengunjung mendapatkan pengetahuan baru ataupun kepuasan
setelah melihat atau menikmati keindahan satwa. Penyediaan media atau alat untuk
memudahkan menyampaikan informasi tentang satwa kepada pengunjung
merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh pengelola agar tingkat
pemahaman dan kepuasan pengunjung meningkat. Sharpe (1982) mengungkapkan
bahwa media interpretasi merupakan alat, metode, instrumen, dan sarana lainnya
untuk menyampaikan pesan interpretasi kepada publik (komunikasi).
Langkah yang diperlukan untuk melakukan kegiatan interpretasi yaitu dengan
pengembangan media interpretasi mengenai burung paruh bengkok dengan baik,
tepat, dan menarik. Selain itu media juga dapat menjadikan pesan atau informasi
yang disampaikan efektif untuk diterima pengunjung. Media seperti ini harus
dikembangkan berdasarkan pada karakteristik dan preferensi pengunjung.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka penelitian ini dipandang
penting dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengelolaan kesejahteraan


burung paruh bengkok (Psittacidae), menilai tingkat kesejahteraan burung paruh
2

bengkok, dan mengetahui persepsi dan minat pengunjung terhadap burung paruh
bengkok sebagai obyek daya tarik wisata, serta mengembangkan media interpretasi
yang terdapat di KBGL khususnya pada burung paruh bengkok.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi


pengelolaan dengan tingkat kesejahteraan burung paruh bengkok khususnya kepada
pihak pengelola KBGL agar dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan
pengelolaan kesejahteraan satwa. Informasi tentang persepsi dan minat pengunjung
terhadap burung paruh bengkok sebagai obyek daya tarik wisata juga dapat
dijadikan dasar dalam melakukan perbaikan pengelolaannya. Merekomendasikan
pengembangan media interpretasi khususnya obyek burung paruh bengkok di
KBGL yang lebih optimal dan efektif.

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014. Lokasi penelitian di Kebun


Binatang Gembira Loka, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, pita ukur, kamera,
dry-wet, timbangan digital, laptop/komputer. Bahan yang digunakan yaitu
tallysheet, kuisioner sebagai panduan wawancara kepada pengelola dan
pengunjung, serta burung paruh bengkok dan pengunjung sebagai obyek yang
dikaji dalam penelitian.

Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) pengelolaan


kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL, (2) tingkat kesejahteraan burung
paruh bengkok meliputi lima aspek kesejahteraan satwa yang dikelola di KBGL,
(3) pengunjung, meliputi karakteristik, persepsi, dan minat pengunjung terhadap
keberadaan burung paruh bengkok di KBGL, dan (4) data yang menunjang
pengembangan media interpretsi meliputi data jenis burung, pengunjung, kondisi
media interpretasi di KBGL.
3

Pengambilan Data

Studi pustaka
Pustaka yang digunakan antara lain buku Panduan Pengenalan Jenis Burung
Paruh Bengkok, literatur tentang aspek kesejahteraan satwa, data pengunjung
tahun-tahun sebelumnya di KBGL dari berbagai sumber seperti dokumen
pengelola, laporan. Data yang didapatkan dari pustaka diverifikasi di lapangan.

Pengamatan lapang
Pengamatan lapang dilakukan dengan mengamati obyek kajian di lokasi
penelitian meliputi lima aspek kesejahteraan satwa khususnya pada burung paruh
bengkok di KBGL yang dilakukan pada pukul 08.00- 16.00 WIB dilakukan setiap
hari selama 30 hari. Lima aspek kesejahteraan tersebut disajikan pada (Tabel 1).
Pengamatan terhadap kegiatan dokter hewan dan animal keeper dalam melakukan
pemeliharaan dan perawatan terhadap burung paruh bengkok berupa pemberian
pakan, pembersihan kandang, pemeriksaan kesehatan, serta pemberian obat.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data terkait pengelolaaan kesejahteraan


burung paruh bengkok di KBGL
No Jenis Data Metode Informasi yang dikumpulkan
pengumpulan
data
1. Bebas dari rasa Wawancara a. Frekuensi pemberian pakan dan
lapar dan haus dan minum.
pengamatan b. Waktu pemberian pakan dan minum.
lapang c. Jenis pakan dan minum yang diberikan
kepada satwa
d. Kualitas dan kuantitas jenis
pakan dan minum.
e. Terdapat ahli nutrisi satwa
f. Kontrol pakan dan minum
g. Letak dan bentuk tempat penyimpanan
pakan dan minum
2. Bebas dari rasa Wawancara a. Ketersediaan tempat
tidak nyaman dan berlindung/beristirahat
pengamatan b. Bentuk tempat berlindung/beristirahat
lapang c. Bentuk kandang
d. Luas kandang
e. Jenis lantai kandang
f. Jumlah satwa per kandang
g. Kondisi lingkungan kandang dan
sekitarnya mengenai limbah
pembuangan, suhu, cahaya matahari,
dan ventilasi.
h. Jenis kandang untuk fungsi lain (misal.
kandang karantina
4

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data terkait pengelolaaan kesejahteraan


burung paruh bengkok di KBGL (lanjutan)
No Jenis data Metode Informasi yang dikumpulkan
pengumpulan data
3. Bebas dari Wawancara dan a. Frekuensi pemeriksaan kesehatan
rasa sakit, pengamatan lapang b. Tindakan preventif (pengontrolan dan
luka, dan pencegahan penyakit)
penyakit c. Jenis obat
d. Kelengkapan dan kondisi fasilitas
peralatan medis
e. Ketersediaan ruang atau kandang
medis Ketersediaan tenaga ahli medis
f. Pemeriksaan kesehatan terhadap satwa
pada masa reproduksi
4. Bebas untuk Wawancara dan a. Kecukupan ruang bagi satwa dalam
menampilkan pengamatan melakukan aktivitas Perilaku satwa di
perilaku depan pengunjung
alami b. Kandang khusus bagi pejantan dan
betina yang kawi
c. Keamanan kandang bagi satwa
d. Pengkayaan kandang
5. Bebas dari Wawancara dan a. Pengaturan sex ratio
rasa takut dan pengamatan b. Ketersediaan staf ahli
tertekan c. Tanda-tanda perilaku satwa yang
menunjukkan stres
d. Penanganan terhadap satwa yang baru
dipindahkan ke kandang baru
e. Upaya pencegahan rasa takut dan
tertekan
Pengambilan data pengunjung meliputi data mengenai karakteristik
pngunjung, minat pengunjung, serta persepsi pengunjung yang dilakukan selama
penelitian berlangsung. Data pengunjung yang diamati dalam penelitan disajikan
pada (Tabel 2).

Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan melalui wawancara terstruktur menggunakan
kuisioner atau daftar pernyataan yang telah dibuat dan menggunakan prosedur
tanya jawab. Wawancara ini ditujukan kepada responden yang terdiri dari:
1. Pengelola KBGL meliputi manajer pelaksana, dokter hewan, dan animal
keeper. Sasaran pengelola ditentukan secara sengaja oleh peneliti dengan
pertimbangan penguasaan informasi yang terkait dengan subyek penelitian
agar benar-benar sesuai dengan penelitian yang dilakukan (purposive
sampling). Informasi yang ditanyakan terkait pengelolaan kesejahteraan
satwa sesuai bidang tugas masing-masing.
2. Pengunjung KBGL dengan menggunakan metode convenient sampling
dengan mencari pengunjung yang mudah ditemukan dan bersedia
diwawancarai pada saat penelitian dilakukan, sehingga penentuan sampel
5

dapat dengan mudah ditentukan (Neuman 2006). Jumlah responden yang


digunakan dalam penelitian ini sebanyak 120 orang.

Tabel 2 Data pengunjung yang diamati dalam penelitian


No. Jenis data Metode Informasi yang dikumpulkan
pengumpulan data
1. Karakteristik Kuisioner dan a. Nama
pengunjung wawancara b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Daerah asal
e. Pendidikan terakhir
f. Pekerjaan
2. Motivasi Kuisioner dan a. Tujuan datang ke KBGL
pengunjung wawancara b. Alasan berkunjung kembali ke
KBGL.
c. Obyek satwa yang paling disukai
3. Minat Kuisioner dan a. Jenis burung yang paling disukai
pengunjung wawancara b. Jenis burung paruh bengkok yang
paling disukai.
c. Alasan menyukai jenis
tersebut.(dilihat dari suara, warna,
bentuk morfologi/bentuk fisik)
4. Persepsi Kuisioner dan a. Sarana dan prasarana di KBGL
pengunjung wawancara b. Pelayanan dari pengelola KBGL
c. Harga tiket masuk KBGL
d. Kepusan terhadap keberadaan
burung paruh bengkok di KBGL
Kondisi kesejahteraan burung paruh
bengkok di KBGL
5. Perilaku Kuisioner, Perlakuan pengunjung terhadap burung
pengunjung wawancara, dan paruh bengkok (melihat, memberi
pengamatan lapang makan, menangkap, mengambil
gambar burung, jalan-jalan,
meningkatkan pengetahuan terhadap
burung paruh bengkok, bermain,
istirahat, menghilangkan kejenuhan)
6. Hubungan Kuisioner, Bahan mediayang digunakan dalam
pengunjung wawancara, dan pembuatan media interpretasi dan
dengan pengamatan lapang Persepsi pengunjung terhadap media
media informasi

Analisis Data

Pengelolaan kesejahteraan satwa di KBGL


Metode yang digunakan dalam menganalisis data pengelolaan kesejahteraan
satwa di KBGL dengan cara memberikan skor atau nilai pada setiap parameter atau
variabel yang ditetapkan. Metode ini diacu dalam PKBSI (Persatuan Kebun
6

Binatang Seluruh Indonesia). Nilai untuk setiap variabel diadaptasi dari peraturan
direktur jendral PHKA No P.6/IV-SET/2011 yang telah ditetapkan berdasarkan
lima prinsip kesejahteraan satwa (Tabel 1) yaitu dengan nilai skor 1=buruk,
2=kurang, 3=cukup, 4=baik, dan 5=memuaskan. Pada penelitian ini terdapat lima
parameter untuk kesejahteraan satwa berdasarkan prinsip kesejahteraan satwa
(Lampiran 3). Penilaian dilakukan dengan pemberian bobot pada setiap parameter
(Tabel 3). Nilai terbobot didapatkan dengan menggunakan rumus:

Nilai terbobot = Bobot x Skoring

Penentuan bobot pada setiap parameter dilakukan berdasarkan tingkat


kepentingan. Parameter yang memiliki bobot paling tinggi adalah bebas dari rasa
lapar dan haus, karena parameter tersebut merupakan faktor pembatas bagi
kelangsungan hidup satwa. Nilai bobot bebas dari rasa sakit, penyakit, dan luka
diambil dari PKBSI tahun 2012. Perilaku satwa secara alami menunjukkan bahwa
pengelolaan kesejahteraan satwa berhasil. Salah satu faktor yang menentukan
perilaku alami satwa adalah kenyamanan saat beraktifitas, sehingga bobot untuk
parameter bebas dari ketidaknyamanan nilainya lebih tinggi dibanding dengan dua
parameter lainnya yaitu bebas berperilaku alami dan bebas dari rasa takut dan
menderita. Berdasarkan prisip tersebut maka penetapan bobot untuk kelima aspek
kesejahteraan satwa seperti Tabel 3.

Tabel 3 Bobot untuk setiap parameter kesejahteraan satwa


No. Parameter Bobot Skor Nilai terbobot
1. Bebas dari rasa lapar dan haus 30 1-5 30-150
2. Bebas dari rasa tidak nyaman 20 1-5 20-100
3. Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit 20 1-5 20-100
4. Bebas berperilaku alami 15 1-5 15-75
5. Bebas dari rasa takut dan tertekan 15 1-5 15-75
Jumlah 100

Nilai kesejahteraan satwa dinilai menggunakan rumus:

nilai terbobot
Skor penilaian =
5
Skor penilaian dimasukkan dalam klasifikai penilaian kesejahteraan satwa
(Tabel 4) mengacu pada Peraturan Direktur Jendral PHKA No.6 tahun 2011 tentang
Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi.

Tabel 4 Klasifikasi penilaian kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL


No Klasifikasi Penilaian Skor
1 Sangat baik (SB) 80.00-100
2 Baik (B) 70.00-79.99
3 Cukup (C) 60.00-69.99
4 Kurang (K) <60
7

Persepsi dan minat pengunjung


Analisis persepsi pengunjung dilihat dari data hasil kuisioner pengunjung
tentang ketertarikannya burung paruh bengkok, perilaku pengunjung tentang
penilaian kesejahteraan burung paruh bengkok, sarana dan prasarana, pelayanan
dari pengelola, kepuasan terhadap pemanfaatan burung paruh bengkok sebagai
obyek wisata di KBGL, serta karakteristik pengunjung dianalisis menggunakan
deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Pengembangan media interpretasi wisata


Hasil wawancara dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
persentase. Data karakteristik pengunjung dipresentasikan secara tabulatif dan
grafik berdasarkan pengelompokan jenis kelamin, umur, asal, tingkat pendidikan,
tujuan datang ke kawasan, jenis pekerjaan, serta fasilitas yang dibutuhkan
pengunjung. Informasi-informasi dan data media interpretasi yang tersedia di
KBGL untuk dijadikan dasar pengembangan media interpretasi sesuai dengan jenis
burung paruh bengkok yang ada serta kondisi tingkat kesejahteraan, keinginan
pengunjung, dan kemampuan pengelola KBGL, serta kondisi iklim di KBGL.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kebun Binatang Gembira Loka (KBGL) merupakan lembaga konservasi eks-


situ yang memiliki area seluas 19,88 ha. Kondisi Kebun Binatang Gembira Loka
terbagi menjadi dua, yaitu area bagian timur yang terletak di Kecamatan Kota Gede
dan area yang terletak di bagian barat termasuk dalam wilayah Kecamatan
Umbulharjo. Kebun Binatang Gembira Loka merupakan salah satu wahana wisata
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jarak 4 km sebelah timur pusat
kota.
Kebun Binatang Gembira Loka memiliki koleksi satwa terdiri dari 51 jenis
aves, 80 jenis reptil dan amfibi, 33 jenis mamalia, serta 30 jenis pisces. Beberapa
spesies flora yaitu jati (Tectona grandis), beringin (Ficus benjamina), damar
(Agathis dammara), mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus
heterophyllus), pisang (Musa paradisiaca), dan beberapa flora lainnya. Fasilitas
rekreasi tambahan yang disediakan berupa wahana sepeda air, kolam tangkap,
perahu engkol, kereta mini, speed boat, dan yang lainnya (Irmawati 2013). Area
Kebun Biantang Gembira Loka berada pada ketinggian rata-rata 114 mdpl. Rata-
rata curah hujan tertinggi pada bulan Januari yakni 351.3 mm dan rata-rata curah
hujan terendah pada bulan Juni 24 mm.

Deskripsi Burung Paruh Bengkok di KBGL

Burung paruh bengkok secara ilmiah dikelompokkan ke dalam bangsa (ordo)


Psittaciformes dan hanya memiliki suku/famili tunggal, yaitu Psittacidae (Prijono
& Handini 2002). Burung paruh bengkok (Psittacidae) merupakan suku yang besar
(337 jenis), tersebar di kawasan tropis di seluruh dunia, khusus untuk pulau Papua
8

memiliki 46 jenis (Beehler et al. 1986). Taksonomi burung paruh bengkok sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Vertebrata
Sub filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Psittaciformes
Famili : Psittacidae
Burung bayan-bayanan atau kelompok parrot mempunyai karakteristik yang
khas, yaitu memiliki paruh yang bengkok. Kebun binatang Gembira Loka memiliki
21 jenis burung paruh bengkok yang terbagi dalam empat subfamili yaitu
Cacatuidae, Loriinae, Arinae, dan Psittacinae (Lampiran 2). Koleksi burung
berasal dari penangkaran, dibeli dari pedagang burung, dan sumbangan dari
lembaga konservasi lainnya. Jenis burung hasil sumbangan adalah jenis asli
Indonesia.

Pengelolaan Kesejahteraan Burung Paruh Bengkok di KBGL

Bebas dari rasa lapar dan haus


Pencegahan agar satwa terhindar dari rasa lapar dan haus adalah dengan
menyediakan pakan yang layak dan bergizi, serta akses untuk air bersih. Jumlah
dan jenis pakan yang diberikan di KBGL pada tiap individu (Tabel 5). Air bersih
disediakan setiap hari untuk minum satwa, kecuali kandang lory terdapat kolam dan
waterfall buatan. Sumber pakan burung paruh bengkok di KBGL berasal dari
penjual khusus yang telah dipesan oleh pengelola. Pemberian pakan dilakukan oleh
pengelola sesuai dengan pakan di habitat alami maupun penangkaran burung paruh
bengkok. Pembuatan ransum pakan dilakukan oleh animal keeper kemudian dibagi
menurut kebutuhan blok kandang. Penyajian pakan diletakkan pada nampan plastik
dan aluminium dan didistribusikan ke seluruh areal kandang.

Tabel 5 Jumlah pemberian pakan burung paruh bengkok per individu


No Jenis Kakatua, macau, bayan Nuri, parkit
Jumlah
1 Jagung Pipil 15 gram 9 gram
2 Sawi Putih 5 gram -
3 Biji bunga matahari 1,5 gram 12 gram
4 Kacang Tanah 1,5 gram -
5 Kacang Panjang 5 gram -
6 Wortel 5 gram -
7 Mentimun 5 gram -
8 Pisang 100 gram 7 gram
9 Pepaya - 4 gram
10 Bubur bayi - 4. gram
11 Madu - 0,5 ml
12 Susu - 19 ml
Jumlah 138 gram 55.5 gram
9

Nuri dan parkit diberikan pakan pisang, pepaya, madu, bubur, susu, biji bunga
matahari, dan jagung muda yang telah disisir (Gambar 1a). Pakan diberikan
sebanyak 55.5 gram per individu per hari. Selain pakan yang diberikan, nuri juga
memanfaatkan pucuk tanaman di dalam kandang sebagai sumber pakan. Kebutuhan
pakan nuri dalam sehari berkisar antara 53-120 gram per hari (Mayasari dan
Suryawan 2012). Pakan diberikan tiga kali sehari dengan menu pakan yang berbeda
diberikan pada pukul 09.00, 13.00, dan 16.00 WIB. Pakan yang diberikan
disesuaikan dengan kebutuhan burung dan habitat di alam. Widodo (1999 dan
2006) mengungkapkan bahwa di habitat alami burung paruh bengkok memakan
daun dan bunga Shorea sp. yang masih muda, buah-buahan, nektar/madu bunga,
dan biji-bijian. Selain pakan yang telah disediakan, terdapat beberapa individu
burung yang memanfaatkan pucuk tanaman sebagai sumber pakan (Gambar 1b).

(a) (b)
Gambar 1 (a) Jagung dan biji bunga matahari, (b) nuri pelangi memanfaatkan
pucuk tanaman sebagai pakan.

Prahara (1999) menyatakan bahwa burung kakatua sangat menggemari jagung


muda yang berbonggol, biji bunga matahari, kacang tanah, tebu, buah kenari,
sedikit sayuran (kangkung dan wortel) dan buah-buahan (jambu biji, papaya).
Jumlah pakan yang diberikan untuk kakatua dan bayan 138 gram per individu per
hari. Gowland (2014) menyatakan bahwa burung kakatua di penangkaran diberi
pakan sebanyak 30 gram biji-bijian (padi, gandum, biji bunga matahari, dan jagung)
dan 120 gram ransum (sayuran dan buah-buahan) per pasang setiap hari.
Petugas animal keeper di KBGL memberikan pakan yang telah dipotong
menjadi berukuran kecil (ransum), agar memudahkan burung untuk memakannya.
Pakan diberikan dalam jumlah secukupnya dan diberikan sekali dalam sehari, yaitu
pada pagi hari setelah sangkar dibersihkan mulai pukul 09.00 sampai dengan 12.00
WIB. Pakan disajikan pada nampan-nampan dan mangkok aluminium yang
diletakkan dekat dengan kayu tenggeran (Gambar 2). Kyriazakis dan Savory (1997)
menyatakan bahwa tidak tercukupinya pakan dan air bagi satwa akan berpengaruh
pada kesehatan, tenaga, serta kesejahteraan satwa. Penyediaan pakan melibatkan
ahli nutrisi dan dokter hewan.
10

Gambar 2 Pakan kakatua, macau, dan bayan

Bebas dari rasa tidak nyaman


Aspek ini pada dasarnya menjamin kondisi lingkungan di sekitar agar dapat
melindungi satwa dari cedera fisik atau cuaca ekstrim yang menyebabkan
ketidaknyamanan bagi satwa. Kandang dirancang sesuai dengan habitat alaminya.
Kondisi burung paruh bengkok dari aspek bebas dari rasa tidak nyaman disajikan
pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengelolaan pada aspek bebas dari rasa tidak nyaman di KBGL
Aspek Deskripsi
Jenis kandang Display dan nondisplay
Meterial kandang Kawat Ram, besi, semen, bata, asbes
Bentuk dan kondisi Shelter terdapat di setiap kandang yaitu sebuah ranting yang
(shelter dan cover) digunakan burung paruh bengkok bertengger. Kandang
burung paruh bengkok juga berfungsi sebagai cover.
Kondisi suhu dan Suhu rata-rata kandang 30,7C dan kelembaban rata-rata
kelembaban 82%.
Kebersihan kandang Kandang dibersihkan setiap hari sebelum pakan diberikan.

Setio dan Takandjandji (2007) menyatakan bahwa untuk mendapatkan


kondisi kandang seperti habitat alami, maka ada beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan dalam memilih lokasi kandang burung, yaitu berada di lokasi yang
bebas banjir ketika musim hujan, jauh dari keramaian dan kebisingan, berada di
tempat yang mudah diawasi dan mudah tercapai, tidak terganggu oleh polusi udara,
lokasi kandang bebas dari penyakit, tersedianya air bersih, di sekitar lokasi ditanami
dengan pohon-pohon agar burung merasa seperti pada habitat alaminya, dan mudah
mendapatkan pakan. Kandang paruh bengkok di KBGL terdiri dari tujuh blok
kandang yaitu kandang lory, kandang heksagonal, kandang interaksi, kandang
tanimbar, kandang joglo, kandang akomodasi, dan kandang karantina (Tabel 7).
Burung nuri dan parkit yang berada di kandang lory sebanyak 108 individu
dari sembilan jenis. Di dalam kandang lory (Gambar 3) terdapat pengkayaan
kandang (enrichment) berupa rangkaian ranting, pohon, bambu, kolam, waterfall
buatan, jalur pengunjung dan sangkar. Sangkar ukuran (20x15x20) cm terbuat dari
kayu, diletakkan di pojok-pojok kandang yang berfungsi sebagai shelter dan cover,
serta tempat untuk pemberian pakan burung.
11

Tabel 7 Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang burung paruh bengkok di KBGL
No. Jenis Konstruksi Ukuran Unit Jumlah Fungsi
Kandang kandang kandang (ekor/unit) kandang
(p x l x t) m
1. Lory Dinding dari (25x10x13) 1 108 Display
batako, atap
berupa kawat ram,
dan paranett,
lantai dari tanah
dan semen,
2. Heksagonal Dinding kaca, (3.7x2.1x 4 2-6 Display
batako, kawat ram, 4.5)
atap besi seng,
lantai semen
Dinding kaca, D = 3 2 2 Display
kawat ram, atap T = 4.5
besi seng, lantai
semen
3. Interaksi Dinding dan lantai (0.87x1x1) 4 2-3 Nondisply
kawat ram, atap
asbes
Dinding kawat (3x2x2) 1 3 Nondisplay
ram, atap asbes
lantai semen
4. Tanimbar Dinding kawat (6x 3.7x3.5) 1 16 Display
ram, besi, atap
kawat ram, lantai
semen
5. Joglo Dinding besi, atap D = 1.2 6 1-2 Display
besi seng, lantai T = 1.7
semen
6. Akomodasi Dinding besi, (1x1x1) 20 1-2 Nondisply
kawat ram atap
asbes, lantai kawat
ram, semen
7. Karantina Kawat ram. atap (2x1x1) 2 1-2 Karantina
asbes.

Kandang bervolume 3250 m3 dengan atap hanya menggunakan kawat ram


yang dilapisi paranet agar sinar matahari dapat menembus kandang. Prijono dan
Handini (2002) menyatakan bahwa sinar matahari pagi berfungsi membantu
pembentukan vitamin D, dapat membunuh kuman penyakit, dan akan mengurangi
kelembaban di dalam kandang.
12

Gambar 3 Kandang Lory

Kolam dan waterfall buatan digunakan untuk minum burung sedangkan


ranting-ranting pohon digunakan untuk shelter dan meletakkan pakan burung.
Kandang tersebut dirancang agar pengunjung dapat menikmati obyek secara
langsung dalam kandang, sehingga pintu masuk dan keluar kandang diberikan
desinfektan untuk menjaga agar pengunjung selalu dalam keadaan steril.
Kandang heksagonal berjumlah enam kandang yang terbuat dari dinding
kawat ram, kaca, dan pipa besi. Material yang digunakan tersebut susah untuk
ditembus oleh sinar matahari. Minimal 70 % dari kandang harus merupakan ruang
terbuka dan dapat ditembus oleh sinar matahari (Prahara 1999). Atap kandang
berupa besi seng yang dibuat segitiga agar saat hujan air dapat mengalir. Lantai
kandang terbuat dari semen, agar mudah membersihkkan sisa pakan dan kotoran
burung. Jenis burung yang berada dalam kandang tersebut adalah (jenis eksotik)
macau merah, kakatua galah, kakatua rawa, kakatua amazon, nuri abu-abu afrika,
kasturi raja atau nuri kabare. Fasilitas dalam kandang berupa ranting, tali tambang
dan tempat pakan. Tali tambang digunakan burung paruh bengkok untuk bermain
dan memanjat menuju tempat pakan dengan menggunakan paruh dan kakinya
(Gambar 4).

Tali tambang

Gambar 4 Kakatua galah menggunakan tali tambang untuk memanjat

Kandang interaksi (Gambar 5) digunakan shelter dan cover burung paruh


bengkok setelah kegiatan atraksi. Kegiatan atraksi ini bertujuan untuk mengenalkan
burung pada pengunjung. Jenis burung yang digunakan untuk atraksi yaitu, kakatua
13

jambul kuning, nuri abu-abu afrika, macau biru, dan nuri bayan. Kegiatan atraksi
yaitu dengan melakukan foto bareng bersama burung. Kandang berbentuk persegi
panjang dengan bahan konstruksi sebagian besar kawat ram dan pipa besi. Prahara
(1999) mengungkapkan bahwa kawat harus terbuat dari baja dan tahan karat
(galvanized), pada umumnya digunakan kawat yang mempunyai ketebalan 0,2 cm
dengan besar spasi sekitar 4 cm2. Pengkayaan berupa ranting yang digunakan
sebagai tempat istirahat burung. Ada beberapa kandang yang diberikan kawat kecil
dibuat seperti ayunan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kandang Interaksi

Kandang tanimbar (Gambar 6) memiliki volume 77,7 m3 , material yang


digunakan untuk kandang ini adalah kawat ram, atap asbes, dan lantai kandang
semen. Kandang dibersihkan tiap hari oleh Animal keeper. Terdapat 16 ekor burung
paruh bengkok, terdiri dari 14 ekor kakatua tanimbar dan 2 ekor nuri bayan.
Peletakan burung tidak sesuai dengan sex ratio dimana nuri bayan yang berada
dalam kandang tersebut berjenis kelamin betina, sehingga hal tersebut membuat
burung tidak nyaman dengan lingkungan sekitar.

Gambar 6 Kandang Tanimabar

Area kandang joglo terdapat 4 kandang, masing-masing memiliki volume


1,93 m3 (Gambar 7). Setiap kandang terdapat dua individu burung paruh bengkok,
antara lain kakatua putih, kakatua maluku, kakatua raja, dan kakatua jambul kuning.
Perilaku abnormal terlihat pada burung-burung tersebut, tidak adanya perilaku
terbang. Hal tersebut disebabkan ukuran kandang yang terlalu kecil diacu dalam
Prahara (1999) ukuran kandang minimum 15 m3. Pengkayaan pada kandang tidak
dilakukan hanya terdapat ranting yang digunakan untuk burung bertengger.
14

Gambar 7 Kandang joglo

Kandang akomodasi (Gambar 8) berfungsi untuk kandang nondisplay.


Terdapat 38 individu dalam kandang yang dipisahkan dalam kandang satuan
berukuran (1x1x1)m. Kondisi kandang banyak yang rusak. Pada kawat ram terlihat
banyak yang berluang serta tutup kandang tidak menggunakan kunci. Keadaan ini
dapat menyebabkan satwa lepas. Selain itu, ukuran kandang yang terlalu kecil juga
menyebabkan satwa stres dan banyak satwa yang mengalami rontok bulu. Fasilitas
yang terdapat dalam kandang adalah kayu untuk bertengger, tempat makan dan
minum, tidak ada tempat untuk bersarang, Prahara (1999) menyatakan bahwa
ukuran kandang minimum adalah (3x2x2.5)m, di dalamnya disediakan berbagai
fasilitas seperti tempat bersarang, kayu tenggeran, tempat makan dan minum.

Gambar 8 Kandang akomodasi

Kandang karantina dikhususkan untuk satwa yang sakit, satwa yang


mengalami stres, dan satwa yang baru didatangkan. Terdapat empat ahli medis di
KBGL yang menangani semua jenis satwa. Perlakuan khusus yang diberikan
terhadap satwa yang sakit yaitu pemberian vitamin dan pengobatan lebih intensif,
tetapi untuk pakan tidak ada perlakuan khusus. Pakan diberikan sama halnya
dengan burung paruh bengkok yang lainnya. Tidak ada kandang khusus yang
digunakan untuk satwa yang berada di kandang karantina. Saat penelitian
berlangsung terdapat dua jenis paruh bengkok yang berada di karantina, yaitu
kakatua jambul kuning, dang kasturi raja (Gambar 9). Kasus penyakit kakatua
jambul kuning yaitu stres dan terdapat luka di bagian sayap. Kasturi raja berada di
kandang belakang. Perilakunya hanya diam dan bertengger di sebuah ranting.
15

Burung ini belum siap didisplay dikarenakan mudah stres jika berinteraksi langsung
dengan manusia.

(a) (b)
Gambar 9 Kondisi kandang karantina untuk (a) kasturi raja dan (b) kakatua jambul
kuning

Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit


Sakit, luka dan penyakit merupakan bagian yang tidak dapat dihindari dalam
melakukan pengelolaan satwa di penangkaran. Burung yang sehat dicirikan oleh
tingkah lakunya yang selalu lincah dan sering berkicau, makan dan minum secara
wajar, matanya bening dan bersinar, bulunya tetap mulus atau tidak kusut
(Soemarjoto dan Prayitno 1999).
Kondisi burung paruh bengkok di KBGL sebagian besar baik, namun ada
beberapa burung yang mengalami kerontokan bulu yaitu jenis Sun parakeet.
Kerontokan bulu disebabkan oleh adanya kutu, hal tersebut dinyatakan dan telah
dilakukan penangnan oleh dokter hewan KBGL. Kandang akomodasi terdapat
enam individu burung yang mengalami kerontokan bulu (mabung), bahkan ada dua
individu yang bulunya hampir habis (Gambar 10). Engebretson (2006)
mengungkapkan bahwa kerontokkan bulu (mabung) merupakan proses alami yang
bersifat sementara dan bulu akan tumbuh kembali dalam waktu 12 sampai 18 bulan.

Gambar 10 Kakaktua jambul kuning yang mengalami kerontokan bulu


16

Praktik dalam pengelolaan ini sudah dilakukan dalam aspek ini tindakan
terhadap burung yang sakit melibatkan dokter hewan. Obat-obatan dan perlatan
medis yang tersedia cukup lengkap (Gambar 11). Terdapat empat ahli medis yang
menangani seluruh satwa di KBGL. Pemeriksaan kesehatan burung paruh bengkok
di KBGL dilakukan ketika terdapat burung yang sakit dengan prosedur petugas
animal keeper akan melaporkan terlebih dahulu kepada dokter hewan. Pemeriksaan
rutin dilakukan oleh petugas animal keeper dengan mengamati tingkah laku, nafsu
makan, penampilan luar fisik, dan feses burung paruh bengkok.

(a) (b)
Gambar 11 Peralatan medis untuk burung, (a) Bird Brooder ICU, (b) alat bedah
satwa.

Burung paruh bengkok yang digunakan sebagai satwa atraksi sering


mengalami stres, karena burung berinteraksi langsung dengan pengunjung yang
digunakan untuk atraksi wisata, yaitu foto bersama burung. Petugas berinisiatif
untuk membuat jadwal khusus pada burung yang digunakan untuk atraksi wisata,
agar meminimal terjadi stres pada burung. Burung yang digunakan atraksi diberikan
hadiah oleh petugas animal keeper, hal ini bertujuan agar burung tetap bergairah,
hadiah berupa pakan burung yaitu kacang tanah dan biji bunga matahari.
Keistimewaan kakatua terletak pada adanya bedak pada bulu tubuhnya, bila
bulu kakatua diusap dengan tangan akan seperti terkena tepung atau bedak
(berwarna keputihan), yang lazim disebut dengan bulu bedak atau bulu debu
(Harrison 2005). Bulu ini tidak lain adalah bulu kapas yaitu bulu yang telah
mengalami penghancuran menjadi butir-butir seperti bedak atau tepung yang
berfungsi sebagai sanitasi dan kebersihan bulu kakatua (Kurniawan 2004).

Bebas untuk menampilkan perilaku alami


Aspek bebas untuk menampilkan perilaku alami merupakan kebebasan satwa
untuk berperilaku seperti di habitat alaminya. Saat penelitian berlangsung, pagi
sampai sore hari burung paruh bengkok yang berada di kandang lory melakukan
aktifitas mencari makan, bermain, terbang secara berkelompok, dan bercumbu
dengan sesama jenis. Birchall (1990) menyatakan bahwa di alam burung paruh
bengkok menggunakan 90% waktu untuk mencari makan dan bercumbu dengan
pasangannya. Gambaran pengelolaan burung paruh bengkok di KBGL disajikan
pada Tabel 8.
17

Tabel 8 Pengelolaan pada aspek bebas berperilaku alami


Aspek Deskripsi
Pengkayaan kandang Kandang lory: shelter, cover, tempat makan dan minum,
tumbuhan bawah, kolam,
Perilaku alami Subfamili loriinae : terbang, berjalan, berkelahi, bertengger,
istirahat, berjemur, makan, minum, membersihkan paruh,
mendekati betina, menelisik, bercumbu, Subfamili
cacatuiinae: berjalan, menggelantung, bertengger, istirahat,
makan, minum, membersihkan paruh, menelisik.
Perubahan perilaku Terdapat perubahan perilaku pada burung paruh bengkok
Ukuran kandang Lory: 3250 m3, heksagonal: 34.96 m3, interaksi: 0.87 m3,
tanimbar: 77.7 m3, joglo: 1.92 m3, akomodasi: 1 m3,
karantina: 2 m3.
Pengamanan Pada kandang lory terdapat pengaman pada pintu masuk
kandang berupa rantai yang terbuat dari plastik, yang berfungsi agar
burung tidak lepas ketikan pengnjung masuk.
Pada kandang lainnya terdapat pintu berukuran (0.5x0.5) m
yang dilengkapi dengan gembok, digunakan keeper untuk
memberihkan kandangdan meletakkan pakan

Takandjandi, Kayat, dan Njurumana (2010) mengatakan perilaku alami


burung paruh bengkok adalah perilaku bergerak (terbang, berjalan, berkelahi, dan
menggelantung), perilaku diam (bertengger, istirahat, berjemur), perilaku ingestif
(makan, minum, dan membersihkan paruh), dan perilaku kawin (mendekati betina,
menelisik, san bencumbu). Perilaku makan burung kakatua yaitu mengambil pakan
dengan menggunakan satu kaki satu kaki lainnya dan paruh mencengkeram sisi
kandang. Burung kakatua cenderung memilih bentuk makanan yang mudah
digenggam dengan kaki.
Pengkayaan kandang sangat berperan penting agar burung paruh bengkok
dapat merasa nyaman seperti berada di habitat alaminya dan dapat terhindar dari
stres akibat perubahan habitat. Burung paruh bengkok memanfaatkan fasilitas
pengkayaan dalam kandang, misalnya ranting pohon, ranting bambu, dan sarang.
Aktifitasnya berupa membuat sarang, mencari makan, bermain dan beristirahat
(BKSDA 2007). Perilaku alami lainnya yang ditampilkan oleh Subfamili Lorrinae
adalah mencari pasangan dan perilaku menelisik (Gamabr 12).

(a) (b)
Gambar 12 (a) Perilaku menelisik Sun parakeet, (b) aktivitas makan
18

Beberapa jenis burung paruh bengkok di KBGL mengalami perilaku


abnormal, seperti kakatua alba, kakatua seram, kakatua raja, dan kakatua jambul
kuning yang berada di kandang joglo. Perilaku abnormal yang ditunjukkan adalah
burung cenderung tidak aktif, hanya bertengger di ranting diam, dan sesekali
begerak ke kanan dan ke kiri. Selama penelitian berlangsung tidak terlihat adanya
aktifitas terbang, kemungkinan karena kandang terlalu kecil. Kandang joglo
berukuran 1,93 m3. Satwa atraksi juga mengalami perilaku abnormal seperti tidak
ada perilaku terbang.

Bebas dari rasa takut dan tertekan


Rasa takut dan tertekan merupakan bentuk psikologis yang ditunjukkan
perilaku satwa tersebut. Pada dasarnya burung yang berada di penangkaran
biasanya mengalami stres dan tertekan, karena secara tidak langsung perilaku alami
satwa tersebut dibatasi. Graham (1998) mengatakan bahwa penentuan terhadap
satwa yang menderita (takut dan tertekan) sangat sulit, namun hal tersebut biasanya
diwujudkan secara fisik, seperti stres dan perilaku abnormal. Kondisi pengelolaan
pada aspek bebas dari rasa takut dan tertekan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pengelolaan pada aspek bebas dari rasa takut dan tertekan
Aspek Deskripsi
Interaksi pengunjung Pengunjung menganbil gambar, melihat, burung paruh
dengan satwa benkok
Penangan bagi satwa Burung paruh bengkok yang baru datang dimasukkan
yang baru datang dalam kandang karantina, agar burung dapat berdaptasi
dengan lingkungan baru.
Jumlah perawat satwa Terdapat 8 keeper, 11 pembantu keeper (casual) untuk
mengurus perkandangan dan penglahan pakan,
Penanganan terhadap Burung paruh bengkok yang sakit dipisahkan ke
satwa yang sakit atau kandang karantina, tetapi pada satwa yang stres tidak
sters dipisahkan.

Pengelolaan pada kandang lainnya menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan


dengan aspek tersebut kurang. Hal tersebut disebabkan keterbatasan sarana dan
prasarana yang mendukung pengelolaan burung paruh bengkok seperti pengayaan
(enrichment) kandang yang disesuaikan dengan kebutuhan burung paruh bengkok
(sangkar kecil, pohon, kolam, tanaman bawah, serta ranting bambu dan ranting
pohon yang telah dimodifikasi sebagai tempat pemberian pakan).

Hasil penilaian tingkat kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL


Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan serta wawancara terhadap
pengelola menunjukkan perbedaan nilai kesejahteraan pada setiap blok pengelolaan
burung paruh bengkok. Penilaian pengelolaan dibagi menjadi tujuh blok yang
disesuaikan dengan kondisi kandang dan petugas animal keeper. Hasil penilaian
menunjukkan ada perbedaan tingkat kesejahteraan pada setiap blok kandang, yakni
mulai dari kategori kurang (K), sampai sangat baik (SB) seperti disajikan pada
Tabel 10.
19

Tabe 10 Penilaian tingkat kesejahteraan burung paruh bengkok


No Prinsip kesejahteraan satwa KL KH KI
KT KJ KA KK Rataa
n
1 Bebas dari rasa lapar dan haus 138 129 123 129 120 105 120 123
2 Bebas dari rasa tidak nyaman 94 68 50 70 50 52 40 61
3 Bebas dari rasa sakit,luka, dan 80 82 58 82 64 66 72 72
penyakit
4 Bebas untuk berperilaku alami 66 42 32 48 29 30 26 39
5 Bebas dari rasa takut dan 57 53 38 56 39 36 38 45
tertekan
Jumlah terbobot 435 374 300 385 302 289 295 340
Skor 87 75 60 77 60 58 59 68
Klasifikasi penilaian S B C B C K K C
Keterangan: KL: Kandang lory; KH: Kandang heksagonal; KI: Kandang interaksi; KT: Kadang
Tanimbar; KJ: Kandang joglo; KA: Kandang akomodasi; Kandang karantina. SB:
sangat baik; B: Baik; C: Cukup; K: Kurang.

Dari tujuh blok kandang pengelolaan (Tabel 6), dua blok kandang termasuk
dalam klasifikasi penilaian kurang (K), dan hanya satu blok kandang yang termasuk
klasifikasi penilaian sangat baik (kandang lory). Pengelolaan pada aspek bebas
lapar dan haus telah berjalan dengan baik seperti pemberian pakan yang disesuaikan
dengan kondisi di alam yaitu biji-bijian dan sayuran. Investigasi terhadap wabah
penyakit belum pernah dilakukan pada aspek bebas dari sakit, luka, dan penyakit,
tetapi penanganan terhadap satwa yang terserang penyakit dilakukan dengan
pemeriksaan, perawatan, dan pemberian obat. Aspek yang perlu diperhatikan dalam
pengelolan kesejahteraan satwa yaitu aspek bebas dari rasa tidak nyaman, aspek
bebas berperilaku secara alami, dan aspek vbebas dari rasa takut dan tertekan.
Perbedaan penilaian dikarenakan ketidaksesuaian kondisi kandang terhadap satwa
dan pengelolaan serta petugas animal keeper yang berbeda di setiap kandang.

Persepsi dan Minat Pengunjung

Karakteritik pengunjung
Karakteristik dari pengunjung yang digunakan sebagai responden dalam
penelitian ini beragam. Hal ini dikarenakan pengambilan responden tanpa
menggunakan klasifikasi terlebih dahulu, baik kelas usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, maupaun jenis pekerjaan. Pengambilan data pengunjung dilakukan
dengan memilih responden yang bersedia untuk diwawancarai. Respoden dalam
penelitian ini sebanyak 120 orang dengan empat kelas usia Data karakteristik
pengunjung disajikan pada (Tabel 11).
20

Tabel 11 Karakteristik pengunjung


No. Karakteristik pengunjung Jumlah Persentase
1. Asal
a. Yogyakarta 94 78%
b. Luar yogyakarta 26 22%
2. Jenis kelamin
a. Laki-laki 42 35%
b. Perempuan 78 65%
3. Tingkat pendidikan
a. SD 16 13%
b. SMP 15 13%
c. SMA 69 58%
d. Diploma 3 3%
e. Sarjana 17 14%
4. Pekerjaan
a. Pelajar 27 23%
b. Mahasiswa 26 22%
c. Swasta 42 35%
d. Wiraswasta 6 5%
e. IRT (Ibu Rumah Tangga) 10 8%
f. Buruh 4 3%
g. PNS 5 4%
5. Kelompok usia
Remaja (13-19) thn 30 25%
Dewasa muda (20-24) thn 46 38%
Dewasa tua (25-50) thn 44 37%
Tua >50 thn 0 0%
Jumlah responden 120

Presepsi pengunjung KBGL


Setiap orang memiliki perilaku dan persepsi yang berbeda. Pesepsi terhadap
sesuatu sangat dipengaruhi oleh perilaku dan motivasinya (Rangkuti 2008).
Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan KBGL disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Persepsi pengunjung terhadap pengelolaan KBGL


No Persepsi pengunjung Persentase % Mayoritas
Baik Cukup Kurang presepsi
1 Sarana prasarana di KBGL 68 20 12 Baik
2 Pelayanan dari pengelola KBGL 67 23 11 Baik
3 Kepuasan terhadap keberadaan 65 23 12 Puas
burung paruh bengkok di KBGL
4 Kondisi kesejahteraan burung 68 23 10 Sejahtera
paruh bengkok di KBGL
21

Penilaian persepsi pengunjung terhadap sarana prasarana sebesar 68 % yang


menyatakan pengelolaan sudah baik. Alasan pengunjung menilai sarana prasarana
baik karena sarana prasarana di KBGL yang lengkap, seperti lokasi parkir yang
luas, toilet bersih, pusat informasi, tempat sampah, rumah makan, papan petunjuk
arah. Pihak pengelola KBGL melakukan peningkatan sarana prasarana bertujuan
untuk kenyamanan pengunjung. Mulai dari penambahan jenis satwa, peluasan
lokasi KBGL, kebersihan lingkungan dan penambahan wahana wisata lainnya.
Aspek pelayanan yang diberikan kepada pengunjung KBGL sebagian besar
pengujung menyatakan baik. Pelayayan yang telah diberikan oleh pengunjung,
seperti pelayanan pembelian tiket masuk, peta lokasi KBGL, keramahan petugas
KBGL, serta obyek wisata (satwa dan arena wisata lainnya) yang sangat
diperhatikan. Peningkatan pelayanan terhadap pengunjung dilakukan oleh
pengelola, agar pengunjung merasa puas dengan perjalanan wisata yang mereka
lakukan.ng baru yang akan digunakan oleh satwa baru.
Persepsi pengunjung mengenai kesejahteraan satwa dilihat dari kondisi
kandang, kondisi fisik burung, dan interaksi antar burung. Alasan pengunjung
menilai kesejahteraan burung paruh bengkok baik karena kondisi burung pauh
bengkok yang gemuk, kondisi kandang dan kondisi fisik satwa dapat dilihat
langsung oleh pengunjung. Hasil dari wawancara yang dilakukan terdapat 68%
pengunjung mengatakan bahwa pengelolaan kesejahteraan burung paruh bengkok
dinilai baik. 23% pengunjung mengatakan pengelolaan kesejateraan satwa cukup,
sedangkan 10% pengunjung mengatakan bahwa pengelolaan kesejahteraan burung
paruh bengkok di KBGL kurang. Perbedaan persepsi pengunjung disebabkan oleh
pengetahuan yang kurang sehingga perlu adanya media yang berfungsi memberikan
persamaan persepsi terhadap pengunjung.
Selain kesejahteraan satwa, pengunjung juga menilai tentang kepuasan
terhadap adanya burung paruh bengkok di KBGL sebagai obyek wisata. Sebanyak
65% pengunjung merasa puas dengan adanya obyek satwa yang telah disediakan
oleh pihak KBGL. Alasan pengunjung merasa puas yaitu dengan melihat kondisi
satwa yang gemuk, sehat, dan dapat foto bersama burung paruh bengkok. Beberapa
pengunjung kurang puas dengan keberadaan burung paruh bengkok, dikarenakan
pengunjung kurang tertarik dengan burung paruh bengkok.

Minat pengunjung KBGL


Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar pengunjung bertujuan untuk
rekreasi (41%) dengan intensitas kunjungan lebih dari dua kali. Secara umum
pengunjung tertarik dengan koleksi burung di KBGL terutama pada burung paruh
bengkok (75%). Kakatua jambul kuning adalah jenis burung paruh bengkok yang
paling diminati pengunjung (Gambar 13). Mulyati (2004) menyatakan bahwa minat
merupakan perasaan senang dalam diri yang memberikan perhatian pada obyek
tertentu dan adanya ketertarikan terhadap obyek tertentu.
22

80 72
68 68 68 65
70 62
60 59 60 60 60 60
60 53 53 54 55 54
50 43 43 43 43
Jumlah

40
30
20
10
0

Gambar 13 Jumlah minat terhadap burung paruh bengkok di KBGL

Warna pada burung paruh bengkok merupakan bagian yang dianggap paling
menarik menurut penilaian pengunjung, dibandingkan dengan aspek lainnya seperti
suara, bentuk morfologi, dan perilaku burung (Gambar 14). Warna yang beragam
pada burung paruh bengkok yang terdapat di KBGL, menyebabkan ketertarikan
pengunjung lebih tinggi. Lelloltery dan Tjoa (2006) mengatakan bahwa burung
merupakan salah satu jenis satwa yang menarik perhatian masyarakat terutama
karena bentuk tubuh dan warna bulu yang indah.

40
31
Persentase (%)

30 26 24
20 17

10

0
Suara Warna Bentuk Perilaku
morfologi burung

Gambar 14 Ketertarikan pengunjung terhadap burung paruh bengkok

Pengembangan Media Interpretasi

Media interpretasi berfungsi untuk meningkatkan wawasan pengunjung dan


menyamakan persepsi pengunjung terhadap suatu obyek wisata. Menurut Horrigan
(2009) persepsi muncul tidak hanya dengan pengalaman pribadi, tetapi gambar atau
alat media juga membantu mengembangkan persepsi seseorang. Media interpretasi
yang tersedia di KBGL yaitu papan interpretasi dan interpreter.
23

Pegembangan media interpretasi dipengaruhi oleh preferensi pengunjung


terhadap media interpretasi dan karakteristik pengunjung yang mendominasi di
KBGL (Tabel 13). Karakteristik yang mendominasi adalah:
1. Perempuan (65%) lebih memilih media video, karena mereka menganggap
media tersebut yang paling efektif. Wood diacu dalam Benokraitis (1996)
menyatakan bahwa perempuan lebih sering menanyakan sejumlah pertanyaan
yang mendorong percakapan.
2. SMA (58%) lebih memilih media papan interpretasi. Pada literatur
merekomendasikan media yang tepat yaitu Interpreter. U.S. office of
Personnel Management (1962) menyebutkan bahwa siswa/siswi sekolah
lebih cocok dipandu oleh seorang Interpreter.
3. Daerah asal pengunjung Yogyakarta (78%) lebih memilih video sebagai
media interpretasi dianggapa pling efektif. Diasumsikan pengunjung cukup
mengetahui kondisi kawasan dan sering berkunjung ke KBGL.
4. Kelompok usia dewasa muda (20-24) tahun (38%) lebih memilih audio
sebagai media interpretasi. Lamme (1995) mengatakan bahwa masa dewasa
muda merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru
dan harapan-harapan sosial baru.

Tabel 13 Pengembangan media interpretasi


Media interpretasi Pengunjung Rekomendasi media interpretasi
yang tersedia
1. Papan 1. Karakteristik 1. Papan interpretasi
interpretasi a. Jenis kelamin a. Perbaikan material
2. Interpreter perempuan (65%) b. Penyebaran media di setiap
b. Tingkat pendidikan kandang burung paruh
terakhir SMA (58%) bengkok.
c. Daerah asal 2. Interpreter
pengunjung Pelatihan dan pembinaan
Yogyakarta (78%) interpreter materi mengenai
d. Kelompok usia burung paruh bengkok
dewasa muda (20-24) 3. Video
tahun (38%) Pengadaan Video mengenai
2. Preferensi alternatif burung paruh bengkok.
media interpretasi.
a. Video
b. Audio
c. Papan interpretasi

Papan interpretasi
Papan interpretasi yang dikembangkan di KBGL berupa perbaikan material
dengan menggunakan Anodized aluminum (Gambar 15). Peletakan papan
interpretasi dilakukan pada setiap kandang satwa di KBGL. Tinggi sebuah papan
interpretasi sebaiknya disesuaikan dengan tinggi badan pengunjung. Umumnya
orang indonesia memiliki tinggi badan sekitar 150-165 cm, sehingga tinggi papan
interpretasi yang ideal adalah sekitar 130-140 cm dari atas permukaan tanah. Hal
tersebut dilakukan agar tidak menyulitkan pengunjung untuk membacanya. Sebuah
24

pesan juga harus sederhana, ringkas, jelas, dan tidak panjang lebar sehingga
pengunjung tidak bingung ketika membacanya (Natural Resources Service 2003).

Interpreter
Soemanagar (2008) dan Hughes and Sounders (2005) menyatakan bahwa
komunikasi antarpersonal memiliki tingkat interaktif yang tinggi, dapat dilakukan
dengan tatap muka sehingga respon feedback akan mudah terlihat, jika ada pesan
yang dipersepsikan berbeda oleh penerima pesan bisa langsung diperbaiki atau
diklarifikasi. Seorang interpreter memandu dari awal hingga akhir kegiatan. Bahasa
yang digunakan oleh interpreter harus mudah dimengerti oleh pengunjung.
Interpreter yang baik harus mempunyai rencana kegiatan pelaksanaan program dan
dapat menyampaikan materi interpretasi. Saat ini KBGL sudah memiliki
interpreter, tetapi belum menguasai tentang seluruh satwa di KBGL, sehingga perlu
dilakukan pelatihan dan pembinaan khusus kepada interpreter agar menguasai
materi terutama satwa di KBGL.

Video
Media interpretasi yang paling memungkinkan untuk diadakan di KBGL
yaitu video. Durianto dan Liana (2004) menyatakan bahwa video dipandang
sebagai media paling efektif untuk menyampaikan informasi kepada sasaran
dengan tekanan pada dua indera sekaligus, penglihatan dan pendengaran. Video
merupakan media interpretasi yang direkomendasikan. Multimedia interaktif dapat
memberikan kemudahan bagi pengunjung untuk memperoleh informasi. Video
dapat membantu belajar dalam berbagai bidang, selain media visual dan media
cetak (Gay 1986). Desain video dibuat menarik dengan kombinasi video burung
yang akan di dubbing dengan suara yang menjelaskan tentang burung paruh
bengkok dan latar belakang (background) musik yang membuat pengunjung
semakin tertarik untuk memperhatikannya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Kesejahteraan burung paruh bengkok (Psittacidae) di KBGL dalam kategori


cukup. hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengelolaan
kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL yaitu pada aspek bebas
bereperilaku alami dan bebas dari rasa takut dan tertekan.
2. Persepsi pengunjung terhadap kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL
dinilai baik. Pengunjung KBGL tertarik dengan adanya koleksi burung paruh
bengkok, jenis yang paling diminati adalah kakatua jambul kuning karena
warnanya yang menarik.
3. Pengembangan media interpretasi dilakukan pada papan interpretasi,
Interpreter, dan pengadaan video.
25

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian kesejahteraan satwa tiap spesies burung paruh


bengkok di KBGL.
2. Perlu dilakukan perbaikan konstruksi dan pengkayaan kandang terutama pada
kandang akomodasi dan kandang joglo yang berfungsi memenuhi aspek
berperilaku alami burung paruh bengkok.
3. Pemisahan burung yang stres dan burung pada masa reproduksi pada kandang
khusus.
4. Pelatihan pada burung paruh bengkok untuk berperilaku seperti di alam.

DAFTAR` PUSTAKA

Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan (YPFK).
Beehler BM, Pratt TK, and Zim-merman DA. 1986. Birds of New Guinea. New
Jersey:Princeton University Press.
Benokraitis NV. 1996. Marriages and Families: Change schoices, and constraints
(2nd. Ed). New Jersey: Prentice Hall.
Birchall A. 1990. Whos A Clever Parrot, Then? New Scientist 24: 38-43
[BKSDA] Balai Konservasi Sumberdaya Alam. 2007. Laporan kajian sebaran
habitat burung paruh bengkok di Suaka Margasatwa Gunung Tambora
[lembaran tahunan]. BKSDA Nusa Tenggara Barat.
Dallas S. 2006. Animal biology and care. Oxford (UK): Blackwell Science.
Durianto D, Liana C. 2004. Analisis Efektif Iklan Televisi Softener Soft & Fresh di
Jakarta dan Sekitarnya dengan Menggunakan Costumer Decision Model.
Jurnal ekonomi perusahaan 2 (1): 35-55.
Engebretshon. 2006. The Welfare and Suitability of Parrots as Companion
Animals: A Review. Animal Welfare 15: 263-276.
Gowland DJ. 2014. Captive Amazon Parrots and Their Diet a Study On
Repdoduktive Success. Queanbeyan (AU): Priam Psittaculture Centre.
Graham DL 1998 Pet birds: historical and modern perspectives on the keeper and
the kept. Journal of the American Veterinary Medical Association 212(8):
1216-1219
Harrison J. 2005. All about cockatoos A comprehensive pet owners guide.
Geostar Communication LLC. US.
Horrigon D. 2009. Branded content: A New Model For Driving Tourism Via Film
and Branding Strategis. Tourism: an international multidisciplinary. Journal
of tourism 4(3): 51-65.
Hughes M, Morrison S. 2005. Influece of on site interpretation intensity on visitors
to nayural areas. Journal of ecotourism 4 (3):161-177.
Irmawati W. 2013. Manajemen limbah cair buangan Kebun Bintang Gembira Loka
dan dampaknya terhadap kualitas air sungai gajah wong. [skripsi].
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
26

Kurniawan A. 2004. Kajian hispatologi kasus filariasis pada kakatua jambul kuning
(Cacatua sulphurea-Lesser sulphur). [skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lamme BH. 1995. Development in adulthood. Masschusetts:Allyn & Bacon.
Lellotery, Tjoa. 2006. Potensi burung kakatua maluku (Cacatua moluccensis)
sebagai obyek ekowisata di Taman Nasional Manusela kabupaten Maluku
tengah. Agroforestry 1 (2): 19-26.
Mayasari A, Suryawan A. 2012. Morfologi dan preferensi pakan Sarimpi (Eos
histiro) di Penangkaran. Manado (ID): Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Mulyati. 2004. Psikologi Belajar. Yogyakarta (ID): Andi Publisher.
Moss R. 1992. Definition of health and welfare. Di dalam: Moss R. Livestock
Health and Welfare. Essex: Longman. Hal: 1-19.
Neuman ML. 2006. Social Research Method: Qualitalive and Quantitative
Approaches. Boston:Pearson.
Prahara W. 1999. Pemeliharaan, Penangkaran, dan Penjinakan Kakatua. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Prahara W. 2003. Pemeliharaan dan Penangkaran Burung Paruh Bengkok yang
Dilindungi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Peraturan Direktur Jendral PHKA No.6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian
Lembaga Konservasi.
Prijono dan Handini S. 2002. Memelihara, Menangkarkan dan Melatih Nuri.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Rangkuti F. 2008. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka
Setio P, Takandjandji M. 2007. Konservasi ex situ burung endemik langka melalui
penangkaran. Di dalam: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan.
Prodiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian; 20 September 2006. Bogor: Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hlm 47-61.
Sharpe GW. 1982. Interpreting the Environment. 2nd ed. Singapura (SG): John
Wiley & Sons, Inc.
Soemarjoto R, Prayitno. 1999. Agar Burung Selalu Sehat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Takandjandji, Kayat, dan Njurumana. 2010. Perilaku Burung Bayan (Electus
roratus) di Penangkaran Hambala, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi 7 (4): 385-369.
Widodo W. 1999. Kelimpahan dan pakan alami burung-burung paruh bengkok
(Psittacidae) di Tanimbar Selatan. Gakuryoku 5 (3): 168-175.
Widodo W. 2006. Kelimpahan sumber pakan burung-burung di Taman Nasional
Manusela Seram Maluku Tengah. Biodeversitas 7 (1): 54-58.
[WSPA] World Society for the Protection Animals. 1997. Welfare Assessment and
Five Freedoms. Bristol: Bristol University.
27

Lampiran 1 Penilaian aspek kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL


Keterangan Skor
Buruk, apabila standart operational procedure tentang pengelolaan kesejahteraan satwa tidak ada 1
Kurang, apabila standart operational procedure tentang pengelolaan kesejahteraan satwa sudah ada tetapi tidak sesuai 2
Cukup, apabila standart operational procedure tentang pengelolaan kesejahteraan satwa sudah ada dan belum dilaksanakan 3
Baik, apabila standart operational procedure tentang pengelolaan kesejahteraan satwa sudah ada dan sebagian sudah dilaksanakan 4
Memuaskan, standart operational procedure tentang pengelolaan kesejahteraan satwa sudah ada dan semua sudah dilaksanakan 5
Aspek bebas dari lapar dan haus
No Keterngan KL KH KI KT KJ KA KK
1 Ketersediaan daftar pakan 5 5 5 5 5 5 5
2 Ketersediaan air bersih untuk minum satwa 5 3 3 3 3 3 2
3 Kualitas dan kuantitas pakan 5 4 5 5 5 5 4
4 Terdapat suplemen vitamin dan mineral 5 5 5 5 3 4 5
5 Kecukupan jumlah pakan 5 5 5 5 5 2 5
6 Penditribusian pakan keseluruh areal kandang sehingga satwa bergerak untuk mencari 5 5 3 4 3 4 3
pakan sendiri
7 Pakan yang telah rusak dibuang 5 5 4 5 5 3 5
8 Pemberian pakan khusus untuk satwa yang bunting 1 1 1 1 1 1 1
9 Penentuan pakan mempertimbangkan palatabilitas pakan 5 5 5 5 5 3 5
10 Penentuan pakan melibatkan ahli nutrisi 5 5 5 5 5 5 5
Total skor 46 43 41 43 40 35 40
Rata-rata 4,6 4,3 4,1 4,3 4 3,5 4
Terbobot (30) 138 129 123 129 120 105 120
28

Lampiran 1 Penilaian aspek kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL (lanjutan)


Bebas dari rasa tidak nyaman
No Keterangan KL KH KI KT KJ KA KK
1 Ukuran kandang cukup memadai 5 3 1 3 1 1 1
2 Kesesuaian tipe pagar kandang 5 2 2 4 2 2 2
3 Pagar kandang dapat mencegah satwa lepas 5 4 3 4 3 2 1
4 Tersedia peneduh dengan material yang sesuai 5 5 4 4 5 3 2
5 Satwa dapat menghindari pengunjung dengan bebas 5 3 1 5 1 2 1
6 Areal dalam dan luar dibersihkan setiap hari 5 5 5 5 5 5 5
7 Terdapat kandang lain (karantina,reproduksi) 4 4 4 4 4 4 4
8 Kesesuaian materal lantai 4 3 2 2 2 2 2
9 Pemberian desinfektan memadai 5 1 1 1 1 2 1
10 Sistemm drainase 4 4 2 3 1 3 1
Total 47 34 25 35 25 26 20
Rata-rata 4,7 3,4 2,5 3,5 2,5 2,6 2
Terbobot (20) 94 68 50 70 50 52 40
Bebasa dari rasa sakit luka dan penyakit
No Keterangan KL KH KI KT KJ KA KK
1 Satwa dalam keadaan sehat 3 4 4 4 2 3 1
2 Kondisi kesehatan satwa diperiksa setiap hari 3 3 2 3 1 1 3
3 Satwa yang sakit segera mendapatkan pertolongan 3 3 1 3 3 3 3
4 Tindakan preventif untuk mencegah serangan penyakit 5 5 1 5 3 3 5
5 Pelayanan dokter hewan 5 5 3 5 5 5 5
6 Investigasi wabah penyakit 3 3 2 3 2 2 3
7 Obat yang diberikan sesuai dengan dosis dan penyakit 5 5 5 5 5 5 5
8 Kelengkapan perlatan medis 5 5 5 5 5 5 5
29

Lampiran 1 Penilaian aspek kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL (lanjutan)


Bebasa dari rasa sakit luka dan penyakit
9 Penanganan satwa mati dilaksanakan secara aman dan benar 4 4 3 4 3 3 3
10 Pembungan bangkai dilakukan dengan aman dan benar 4 4 3 4 3 3 3
Total skor 40 41 29 41 32 33 36
Rata-rata 4 4,1 2,9 4,1 3,2 3,3 3,6
Terbobot (20) 80 82 58 82 64 66 72
Bebas dari menampilkan perilaku alami
No Keterangan KL KH KI KT KJ KA KK
1 Kolam air 5 1 1 1 1 1 1
2 Penyediaan pakan sesuai dengan perilaku satwa dan habitat aslinya 4 4 4 4 4 4 4
3 Satwa bertingkah laku tidak normal 4 2 3 3 1 1 1
4 Ada tindakan dalam mengubah perilaku yang abnormal menjadi normal 4 2 3 2 2 3 2
5 Enrichmen kandang 5 3 1 3 1 1 1
6 Satwa tidak berpengaruh oleh kehadiran pengunjung 3 3 1 3 2 2 2
7 Satwa dapat menghindari pengunjung 4 3 1 4 1 3 1
8 Pintu kandang dirancang sehingga satwa tidak lepas 5 4 3 4 3 2 2
9 Kandang bebas dari benda yang dapat melepaskan satwa 5 4 3 4 3 2 2
10 Luas kandang dapat memberikan perilaku alami satwa 5 2 1 4 1 1 1
Total 44 28 21 32 19 20 17
Rata-rata 4,4 2,8 2,1 3,2 1,9 2 1,7
Terbobot (15) 66 42 31,5 48 28,5 30 25,5
30

Lampiran 1 Penilaian aspek kesejahteraan burung paruh bengkok di KBGL (lanjutan)


Bebas dari rasa takut dan tertekan
No Keterngan KL KH KI KT KJ KA KK
1 Tanda-tanda satwa stress 3 2 1 3 1 1 1
Tiap kelompok satwa dapat berdampingan dan tidak ada interaksi yang mengkibatkan
2 stress 4 2 1 3 1 1 1
3 Tindakan pemisahan kandang satwa yang sedang reproduksi 3 3 1 3 1 1 1
4 Terdapat kandang adaptasi 5 5 4 5 5 5 5
5 Kegiatan pemeliharaannya staf dan keeper membuat satwa stress 4 4 3 4 3 3 2
6 Terdapat penjaagaan dari pihak pengelola 4 4 4 4 1 3 1
7 Tindakan terhadap satwa yang stress 3 3 3 3 3 3 3
8 Terdapat tanda perilaku satwa yang menunjukkan sterss 4 4 1 4 3 1 3
9 terdapat staf ahli kesehatan satwa (dokter hewan) 5 5 5 5 5 5 5
10 Salah satu penyebab satwa stress yaitu dengankehadiran pengunjung 3 3 2 3 3 1 3
Total skor 38 35 25 37 26 24 25
Rata-rata 3,8 3,5 2,5 3,7 2,6 2,4 2,5
Terbobot (15) 57 52,5 37,5 55,5 39 36 37,5
Keterangan: KL= kandang lory, KH= kandang heksagonal, KI= kandang interaksi, KT= kandang tanimbar, KJ=kandang joglo, KA= kandang akomodasi, KK= kandang
karantina
31

Lampiran 2 Jenis burung paruh bengkok di KBGL


No Nama lokal Nama inggris Nama latin IUCN CITES PP No. 7 Tahun 1999
1. Nuri maluku Red Lory Eos bornea LC Appendix II Tidak dilindungi
2. Nuri pelangi Rainbow Lory Tricoglossus haematadus LC Appendix II Tidak dilindungi
3. Nuri tanimbar Blue-streaked Lory Eos reticulate NT Appendix II Tidak dilindungi
4. Nuri kalung ungu Violet Lory Eos squamata - Appendix II Tidak dilindungi
5. Nuri kepala hitam Black-capped Lory Lorius Lory - Appendix II dilindungi
6. Nuri hitam Black Lory Chalopsitta atra - Appendix II Tidak dilindungi
7. Nuri kelam Dusky Lory Pseudeos fuscata LC Appendix II Tidak dilindungi
8. Sun parkit Sun parakeet Aratinga solstitialis EN Nonappendix -
9. Macaw merah Red macau Ara macao LC Appendix I -
10. Macaw biru emas Blue macau Ara ararauna LC Appendix II -
11. Kakatua galah Galah Eolophus roseicapilla LC Appendix I -
12. Kakatua amazon Blue-fronted parrot Amazon aestiva LC Nonappendix -
13. Kakatua rawa Little corella Cacatua sanguinea LC Appendix II -
14. Nuri abu-abu afrika Gray parrot Psittacus erithacus VU Appendix II -
15. Kasturi raja/Nuri kabare Pesquest parrot Psittichas fulgidus VU Appendix II dilindungi
16. Kakatua putih White cockatoo Cacatua alba VU Appendix II Tidak dilindungi
17. Kakatua maluku Salmon-crested cockatoo Cacatua moluccensis VU Appendix I dilindungi
18. Kakatua raja Palm cockatoo Probosciger aterrimus LC Appendix I dilindungi
19. Kakatua jambul kuning Yellow-crestd cockatoo Cacatua garelita eleonora CR Appendix I dilindungi
20. Kakatua tanimbar Tanimbar corella Cacatua goffini NT Appendix I dilindungi
21. Nuri bayan Eclectus parrot Eclectus roratus LC Appendix II dilindungi
Keterangan: status IUCN (keterancaman): VU= Vulnerable, CR= Critically endangered, EN= Endangered, NT= Near threatened, LC= Least conce
32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 02 Desember 1990. Penulis


merupakan anak kedua dari pasangan Slamet Harjo dan Imamatul Muttahidah.
Penulis lulus dari SMA Wahidiyah Kediri (Pondok Pesantren Kedung Lo, Al
Munadhoroh) pada tahun 2010 kemudian melanjutkan pendidikan di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) pada Mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (DKSHE). Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi
kemahasiswaan sebagai anggota biro kewirausahaan Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) pada kepengurusan
2011-2012 dan bergabung dalam Kelompok pemerhati herpetofauna (KPH)
Himakova (2011-sekarang).
Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Taman
Nasional (TN) Gunung Ciremai dan Indramayu (2012), Praktek Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) (2013), Praktek Kerja Lapang
Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Merapi di Yogyakarta (2014). Penulis
juga menjadi asisten praktikum mata kuliah interpretasi alam (2014)
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melaksanakan
penelitian di Kebun Binatang Gembira Loka Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
judul Pengelolaan Kesejahteraan Burung Paruh Bengkok (Psittacidae) sebagai
Obyek Daya Tarik Wisata di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta di bawah
bimbingan Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS dan Eva Rachmawati, SHut, MSi.

Anda mungkin juga menyukai