ABSTRAK
NUNING HAMIDAH SETYAWATI. Pengelolaan Kesejahteraan Jenis Bururng
Paruh Bengkok (Psittacidae) sebagai Obyek Daya Tarik Wisata di Kebun Binatang
Gembira Loka, Yogyakarta. Di bimbing oleh BURHANUDDIN MASYUD dan
EVA RACHMAWATI.
ABSTRACT
NUNING HAMIDAH SETYAWATI. Parrot (Psittacidae) Management Based on
The Principles Of Ethics and Animal Welfare As Charm Poin for Tourism Object
on Gembira Loka Zoo, Yogyakarta. Supervised by BURHANUDDIN MASYUD
and EVA RACHMAWATI.
Skripsi
sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
Pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang
dilakukan berjudul Pengelolaan Kesejahteraan Burung Paruh Bengkok
(Psittacidae) sebagai Obyek Daya Tarik Wisata di Kebun Binatang Gembira Loka,
Yogyakarta. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2014.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Burhanuddin Masyud, MS dan
Eva Rachmawati, SHut, MSi selaku pembimbing atas arahan, bimbingan dan saran.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Agung yang telah mengizinkan
untuk penelitan di Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta, dan keluarga Taman
Burung (Mas Surya, Mbak Ning, Mas Imron, Mas Daryanto, Mbak Devi, Mbak
Ayu, Mas Nur, Mas Wiji, Ayu, Mbak Metty, dll), serta patner penelitian (Desty,
Fulki, Dila, Arif Abduh, Tiwi) yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Slamet Harjo, bunda
Immamatul Muttahidah, kakak (Alfy dan Roni), adik (Adam, Rama, Zafin), dan
Arif Setiawan atas dukungannya dan kasih. Tak lupa penulis sampaikan terima
kasih untuk sahabat (Wida Agustina, Amalia Choirunnisa, Rini Elsita, Seli Anoda,
Anugro, Lyan), keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB, Departemen KSHE,
Nepenthes Raflessiana 47, HIMAKOVA, dan HIMASURYA, serta semua pihak
yang telah memberikan bantuan moral maupun material demi kelancaran penulisan
tugas akhir.
Semoga bermanfaat.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan
bengkok, dan mengetahui persepsi dan minat pengunjung terhadap burung paruh
bengkok sebagai obyek daya tarik wisata, serta mengembangkan media interpretasi
yang terdapat di KBGL khususnya pada burung paruh bengkok.
Manfaat
METODOLOGI
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, pita ukur, kamera,
dry-wet, timbangan digital, laptop/komputer. Bahan yang digunakan yaitu
tallysheet, kuisioner sebagai panduan wawancara kepada pengelola dan
pengunjung, serta burung paruh bengkok dan pengunjung sebagai obyek yang
dikaji dalam penelitian.
Jenis Data
Pengambilan Data
Studi pustaka
Pustaka yang digunakan antara lain buku Panduan Pengenalan Jenis Burung
Paruh Bengkok, literatur tentang aspek kesejahteraan satwa, data pengunjung
tahun-tahun sebelumnya di KBGL dari berbagai sumber seperti dokumen
pengelola, laporan. Data yang didapatkan dari pustaka diverifikasi di lapangan.
Pengamatan lapang
Pengamatan lapang dilakukan dengan mengamati obyek kajian di lokasi
penelitian meliputi lima aspek kesejahteraan satwa khususnya pada burung paruh
bengkok di KBGL yang dilakukan pada pukul 08.00- 16.00 WIB dilakukan setiap
hari selama 30 hari. Lima aspek kesejahteraan tersebut disajikan pada (Tabel 1).
Pengamatan terhadap kegiatan dokter hewan dan animal keeper dalam melakukan
pemeliharaan dan perawatan terhadap burung paruh bengkok berupa pemberian
pakan, pembersihan kandang, pemeriksaan kesehatan, serta pemberian obat.
Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan melalui wawancara terstruktur menggunakan
kuisioner atau daftar pernyataan yang telah dibuat dan menggunakan prosedur
tanya jawab. Wawancara ini ditujukan kepada responden yang terdiri dari:
1. Pengelola KBGL meliputi manajer pelaksana, dokter hewan, dan animal
keeper. Sasaran pengelola ditentukan secara sengaja oleh peneliti dengan
pertimbangan penguasaan informasi yang terkait dengan subyek penelitian
agar benar-benar sesuai dengan penelitian yang dilakukan (purposive
sampling). Informasi yang ditanyakan terkait pengelolaan kesejahteraan
satwa sesuai bidang tugas masing-masing.
2. Pengunjung KBGL dengan menggunakan metode convenient sampling
dengan mencari pengunjung yang mudah ditemukan dan bersedia
diwawancarai pada saat penelitian dilakukan, sehingga penentuan sampel
5
Analisis Data
Binatang Seluruh Indonesia). Nilai untuk setiap variabel diadaptasi dari peraturan
direktur jendral PHKA No P.6/IV-SET/2011 yang telah ditetapkan berdasarkan
lima prinsip kesejahteraan satwa (Tabel 1) yaitu dengan nilai skor 1=buruk,
2=kurang, 3=cukup, 4=baik, dan 5=memuaskan. Pada penelitian ini terdapat lima
parameter untuk kesejahteraan satwa berdasarkan prinsip kesejahteraan satwa
(Lampiran 3). Penilaian dilakukan dengan pemberian bobot pada setiap parameter
(Tabel 3). Nilai terbobot didapatkan dengan menggunakan rumus:
nilai terbobot
Skor penilaian =
5
Skor penilaian dimasukkan dalam klasifikai penilaian kesejahteraan satwa
(Tabel 4) mengacu pada Peraturan Direktur Jendral PHKA No.6 tahun 2011 tentang
Pedoman Penilaian Lembaga Konservasi.
memiliki 46 jenis (Beehler et al. 1986). Taksonomi burung paruh bengkok sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Vertebrata
Sub filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Psittaciformes
Famili : Psittacidae
Burung bayan-bayanan atau kelompok parrot mempunyai karakteristik yang
khas, yaitu memiliki paruh yang bengkok. Kebun binatang Gembira Loka memiliki
21 jenis burung paruh bengkok yang terbagi dalam empat subfamili yaitu
Cacatuidae, Loriinae, Arinae, dan Psittacinae (Lampiran 2). Koleksi burung
berasal dari penangkaran, dibeli dari pedagang burung, dan sumbangan dari
lembaga konservasi lainnya. Jenis burung hasil sumbangan adalah jenis asli
Indonesia.
Nuri dan parkit diberikan pakan pisang, pepaya, madu, bubur, susu, biji bunga
matahari, dan jagung muda yang telah disisir (Gambar 1a). Pakan diberikan
sebanyak 55.5 gram per individu per hari. Selain pakan yang diberikan, nuri juga
memanfaatkan pucuk tanaman di dalam kandang sebagai sumber pakan. Kebutuhan
pakan nuri dalam sehari berkisar antara 53-120 gram per hari (Mayasari dan
Suryawan 2012). Pakan diberikan tiga kali sehari dengan menu pakan yang berbeda
diberikan pada pukul 09.00, 13.00, dan 16.00 WIB. Pakan yang diberikan
disesuaikan dengan kebutuhan burung dan habitat di alam. Widodo (1999 dan
2006) mengungkapkan bahwa di habitat alami burung paruh bengkok memakan
daun dan bunga Shorea sp. yang masih muda, buah-buahan, nektar/madu bunga,
dan biji-bijian. Selain pakan yang telah disediakan, terdapat beberapa individu
burung yang memanfaatkan pucuk tanaman sebagai sumber pakan (Gambar 1b).
(a) (b)
Gambar 1 (a) Jagung dan biji bunga matahari, (b) nuri pelangi memanfaatkan
pucuk tanaman sebagai pakan.
Tabel 6 Pengelolaan pada aspek bebas dari rasa tidak nyaman di KBGL
Aspek Deskripsi
Jenis kandang Display dan nondisplay
Meterial kandang Kawat Ram, besi, semen, bata, asbes
Bentuk dan kondisi Shelter terdapat di setiap kandang yaitu sebuah ranting yang
(shelter dan cover) digunakan burung paruh bengkok bertengger. Kandang
burung paruh bengkok juga berfungsi sebagai cover.
Kondisi suhu dan Suhu rata-rata kandang 30,7C dan kelembaban rata-rata
kelembaban 82%.
Kebersihan kandang Kandang dibersihkan setiap hari sebelum pakan diberikan.
Tabel 7 Jenis, ukuran, dan konstruksi kandang burung paruh bengkok di KBGL
No. Jenis Konstruksi Ukuran Unit Jumlah Fungsi
Kandang kandang kandang (ekor/unit) kandang
(p x l x t) m
1. Lory Dinding dari (25x10x13) 1 108 Display
batako, atap
berupa kawat ram,
dan paranett,
lantai dari tanah
dan semen,
2. Heksagonal Dinding kaca, (3.7x2.1x 4 2-6 Display
batako, kawat ram, 4.5)
atap besi seng,
lantai semen
Dinding kaca, D = 3 2 2 Display
kawat ram, atap T = 4.5
besi seng, lantai
semen
3. Interaksi Dinding dan lantai (0.87x1x1) 4 2-3 Nondisply
kawat ram, atap
asbes
Dinding kawat (3x2x2) 1 3 Nondisplay
ram, atap asbes
lantai semen
4. Tanimbar Dinding kawat (6x 3.7x3.5) 1 16 Display
ram, besi, atap
kawat ram, lantai
semen
5. Joglo Dinding besi, atap D = 1.2 6 1-2 Display
besi seng, lantai T = 1.7
semen
6. Akomodasi Dinding besi, (1x1x1) 20 1-2 Nondisply
kawat ram atap
asbes, lantai kawat
ram, semen
7. Karantina Kawat ram. atap (2x1x1) 2 1-2 Karantina
asbes.
Tali tambang
jambul kuning, nuri abu-abu afrika, macau biru, dan nuri bayan. Kegiatan atraksi
yaitu dengan melakukan foto bareng bersama burung. Kandang berbentuk persegi
panjang dengan bahan konstruksi sebagian besar kawat ram dan pipa besi. Prahara
(1999) mengungkapkan bahwa kawat harus terbuat dari baja dan tahan karat
(galvanized), pada umumnya digunakan kawat yang mempunyai ketebalan 0,2 cm
dengan besar spasi sekitar 4 cm2. Pengkayaan berupa ranting yang digunakan
sebagai tempat istirahat burung. Ada beberapa kandang yang diberikan kawat kecil
dibuat seperti ayunan pada Gambar 5.
Burung ini belum siap didisplay dikarenakan mudah stres jika berinteraksi langsung
dengan manusia.
(a) (b)
Gambar 9 Kondisi kandang karantina untuk (a) kasturi raja dan (b) kakatua jambul
kuning
Praktik dalam pengelolaan ini sudah dilakukan dalam aspek ini tindakan
terhadap burung yang sakit melibatkan dokter hewan. Obat-obatan dan perlatan
medis yang tersedia cukup lengkap (Gambar 11). Terdapat empat ahli medis yang
menangani seluruh satwa di KBGL. Pemeriksaan kesehatan burung paruh bengkok
di KBGL dilakukan ketika terdapat burung yang sakit dengan prosedur petugas
animal keeper akan melaporkan terlebih dahulu kepada dokter hewan. Pemeriksaan
rutin dilakukan oleh petugas animal keeper dengan mengamati tingkah laku, nafsu
makan, penampilan luar fisik, dan feses burung paruh bengkok.
(a) (b)
Gambar 11 Peralatan medis untuk burung, (a) Bird Brooder ICU, (b) alat bedah
satwa.
(a) (b)
Gambar 12 (a) Perilaku menelisik Sun parakeet, (b) aktivitas makan
18
Tabel 9 Pengelolaan pada aspek bebas dari rasa takut dan tertekan
Aspek Deskripsi
Interaksi pengunjung Pengunjung menganbil gambar, melihat, burung paruh
dengan satwa benkok
Penangan bagi satwa Burung paruh bengkok yang baru datang dimasukkan
yang baru datang dalam kandang karantina, agar burung dapat berdaptasi
dengan lingkungan baru.
Jumlah perawat satwa Terdapat 8 keeper, 11 pembantu keeper (casual) untuk
mengurus perkandangan dan penglahan pakan,
Penanganan terhadap Burung paruh bengkok yang sakit dipisahkan ke
satwa yang sakit atau kandang karantina, tetapi pada satwa yang stres tidak
sters dipisahkan.
Dari tujuh blok kandang pengelolaan (Tabel 6), dua blok kandang termasuk
dalam klasifikasi penilaian kurang (K), dan hanya satu blok kandang yang termasuk
klasifikasi penilaian sangat baik (kandang lory). Pengelolaan pada aspek bebas
lapar dan haus telah berjalan dengan baik seperti pemberian pakan yang disesuaikan
dengan kondisi di alam yaitu biji-bijian dan sayuran. Investigasi terhadap wabah
penyakit belum pernah dilakukan pada aspek bebas dari sakit, luka, dan penyakit,
tetapi penanganan terhadap satwa yang terserang penyakit dilakukan dengan
pemeriksaan, perawatan, dan pemberian obat. Aspek yang perlu diperhatikan dalam
pengelolan kesejahteraan satwa yaitu aspek bebas dari rasa tidak nyaman, aspek
bebas berperilaku secara alami, dan aspek vbebas dari rasa takut dan tertekan.
Perbedaan penilaian dikarenakan ketidaksesuaian kondisi kandang terhadap satwa
dan pengelolaan serta petugas animal keeper yang berbeda di setiap kandang.
Karakteritik pengunjung
Karakteristik dari pengunjung yang digunakan sebagai responden dalam
penelitian ini beragam. Hal ini dikarenakan pengambilan responden tanpa
menggunakan klasifikasi terlebih dahulu, baik kelas usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, maupaun jenis pekerjaan. Pengambilan data pengunjung dilakukan
dengan memilih responden yang bersedia untuk diwawancarai. Respoden dalam
penelitian ini sebanyak 120 orang dengan empat kelas usia Data karakteristik
pengunjung disajikan pada (Tabel 11).
20
80 72
68 68 68 65
70 62
60 59 60 60 60 60
60 53 53 54 55 54
50 43 43 43 43
Jumlah
40
30
20
10
0
Warna pada burung paruh bengkok merupakan bagian yang dianggap paling
menarik menurut penilaian pengunjung, dibandingkan dengan aspek lainnya seperti
suara, bentuk morfologi, dan perilaku burung (Gambar 14). Warna yang beragam
pada burung paruh bengkok yang terdapat di KBGL, menyebabkan ketertarikan
pengunjung lebih tinggi. Lelloltery dan Tjoa (2006) mengatakan bahwa burung
merupakan salah satu jenis satwa yang menarik perhatian masyarakat terutama
karena bentuk tubuh dan warna bulu yang indah.
40
31
Persentase (%)
30 26 24
20 17
10
0
Suara Warna Bentuk Perilaku
morfologi burung
Papan interpretasi
Papan interpretasi yang dikembangkan di KBGL berupa perbaikan material
dengan menggunakan Anodized aluminum (Gambar 15). Peletakan papan
interpretasi dilakukan pada setiap kandang satwa di KBGL. Tinggi sebuah papan
interpretasi sebaiknya disesuaikan dengan tinggi badan pengunjung. Umumnya
orang indonesia memiliki tinggi badan sekitar 150-165 cm, sehingga tinggi papan
interpretasi yang ideal adalah sekitar 130-140 cm dari atas permukaan tanah. Hal
tersebut dilakukan agar tidak menyulitkan pengunjung untuk membacanya. Sebuah
24
pesan juga harus sederhana, ringkas, jelas, dan tidak panjang lebar sehingga
pengunjung tidak bingung ketika membacanya (Natural Resources Service 2003).
Interpreter
Soemanagar (2008) dan Hughes and Sounders (2005) menyatakan bahwa
komunikasi antarpersonal memiliki tingkat interaktif yang tinggi, dapat dilakukan
dengan tatap muka sehingga respon feedback akan mudah terlihat, jika ada pesan
yang dipersepsikan berbeda oleh penerima pesan bisa langsung diperbaiki atau
diklarifikasi. Seorang interpreter memandu dari awal hingga akhir kegiatan. Bahasa
yang digunakan oleh interpreter harus mudah dimengerti oleh pengunjung.
Interpreter yang baik harus mempunyai rencana kegiatan pelaksanaan program dan
dapat menyampaikan materi interpretasi. Saat ini KBGL sudah memiliki
interpreter, tetapi belum menguasai tentang seluruh satwa di KBGL, sehingga perlu
dilakukan pelatihan dan pembinaan khusus kepada interpreter agar menguasai
materi terutama satwa di KBGL.
Video
Media interpretasi yang paling memungkinkan untuk diadakan di KBGL
yaitu video. Durianto dan Liana (2004) menyatakan bahwa video dipandang
sebagai media paling efektif untuk menyampaikan informasi kepada sasaran
dengan tekanan pada dua indera sekaligus, penglihatan dan pendengaran. Video
merupakan media interpretasi yang direkomendasikan. Multimedia interaktif dapat
memberikan kemudahan bagi pengunjung untuk memperoleh informasi. Video
dapat membantu belajar dalam berbagai bidang, selain media visual dan media
cetak (Gay 1986). Desain video dibuat menarik dengan kombinasi video burung
yang akan di dubbing dengan suara yang menjelaskan tentang burung paruh
bengkok dan latar belakang (background) musik yang membuat pengunjung
semakin tertarik untuk memperhatikannya.
Simpulan
Saran
DAFTAR` PUSTAKA
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan (YPFK).
Beehler BM, Pratt TK, and Zim-merman DA. 1986. Birds of New Guinea. New
Jersey:Princeton University Press.
Benokraitis NV. 1996. Marriages and Families: Change schoices, and constraints
(2nd. Ed). New Jersey: Prentice Hall.
Birchall A. 1990. Whos A Clever Parrot, Then? New Scientist 24: 38-43
[BKSDA] Balai Konservasi Sumberdaya Alam. 2007. Laporan kajian sebaran
habitat burung paruh bengkok di Suaka Margasatwa Gunung Tambora
[lembaran tahunan]. BKSDA Nusa Tenggara Barat.
Dallas S. 2006. Animal biology and care. Oxford (UK): Blackwell Science.
Durianto D, Liana C. 2004. Analisis Efektif Iklan Televisi Softener Soft & Fresh di
Jakarta dan Sekitarnya dengan Menggunakan Costumer Decision Model.
Jurnal ekonomi perusahaan 2 (1): 35-55.
Engebretshon. 2006. The Welfare and Suitability of Parrots as Companion
Animals: A Review. Animal Welfare 15: 263-276.
Gowland DJ. 2014. Captive Amazon Parrots and Their Diet a Study On
Repdoduktive Success. Queanbeyan (AU): Priam Psittaculture Centre.
Graham DL 1998 Pet birds: historical and modern perspectives on the keeper and
the kept. Journal of the American Veterinary Medical Association 212(8):
1216-1219
Harrison J. 2005. All about cockatoos A comprehensive pet owners guide.
Geostar Communication LLC. US.
Horrigon D. 2009. Branded content: A New Model For Driving Tourism Via Film
and Branding Strategis. Tourism: an international multidisciplinary. Journal
of tourism 4(3): 51-65.
Hughes M, Morrison S. 2005. Influece of on site interpretation intensity on visitors
to nayural areas. Journal of ecotourism 4 (3):161-177.
Irmawati W. 2013. Manajemen limbah cair buangan Kebun Bintang Gembira Loka
dan dampaknya terhadap kualitas air sungai gajah wong. [skripsi].
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
26
Kurniawan A. 2004. Kajian hispatologi kasus filariasis pada kakatua jambul kuning
(Cacatua sulphurea-Lesser sulphur). [skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lamme BH. 1995. Development in adulthood. Masschusetts:Allyn & Bacon.
Lellotery, Tjoa. 2006. Potensi burung kakatua maluku (Cacatua moluccensis)
sebagai obyek ekowisata di Taman Nasional Manusela kabupaten Maluku
tengah. Agroforestry 1 (2): 19-26.
Mayasari A, Suryawan A. 2012. Morfologi dan preferensi pakan Sarimpi (Eos
histiro) di Penangkaran. Manado (ID): Balai Penelitian Kehutanan Manado.
Mulyati. 2004. Psikologi Belajar. Yogyakarta (ID): Andi Publisher.
Moss R. 1992. Definition of health and welfare. Di dalam: Moss R. Livestock
Health and Welfare. Essex: Longman. Hal: 1-19.
Neuman ML. 2006. Social Research Method: Qualitalive and Quantitative
Approaches. Boston:Pearson.
Prahara W. 1999. Pemeliharaan, Penangkaran, dan Penjinakan Kakatua. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Prahara W. 2003. Pemeliharaan dan Penangkaran Burung Paruh Bengkok yang
Dilindungi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Peraturan Direktur Jendral PHKA No.6 Tahun 2011 tentang Pedoman Penilaian
Lembaga Konservasi.
Prijono dan Handini S. 2002. Memelihara, Menangkarkan dan Melatih Nuri.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Rangkuti F. 2008. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka
Setio P, Takandjandji M. 2007. Konservasi ex situ burung endemik langka melalui
penangkaran. Di dalam: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan.
Prodiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian; 20 September 2006. Bogor: Pusat
Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hlm 47-61.
Sharpe GW. 1982. Interpreting the Environment. 2nd ed. Singapura (SG): John
Wiley & Sons, Inc.
Soemarjoto R, Prayitno. 1999. Agar Burung Selalu Sehat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Takandjandji, Kayat, dan Njurumana. 2010. Perilaku Burung Bayan (Electus
roratus) di Penangkaran Hambala, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi 7 (4): 385-369.
Widodo W. 1999. Kelimpahan dan pakan alami burung-burung paruh bengkok
(Psittacidae) di Tanimbar Selatan. Gakuryoku 5 (3): 168-175.
Widodo W. 2006. Kelimpahan sumber pakan burung-burung di Taman Nasional
Manusela Seram Maluku Tengah. Biodeversitas 7 (1): 54-58.
[WSPA] World Society for the Protection Animals. 1997. Welfare Assessment and
Five Freedoms. Bristol: Bristol University.
27
RIWAYAT HIDUP