Disusun Oleh:
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1. Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah
dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan
trombosit. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat
badan atau kira-kira lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45%
sisanya terdiri dari sel darah ( Evelyn C. Pearce dalam Arista,2012) .
Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi,
pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa
eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Sel darah merah mampu
mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan fungsinya di dalam jaringan,
sedang keberadaannya dalam darah, hanya melintas saja. Darah berwarna
merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila
kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin,
protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk
heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen ( Pebri,
2012).
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah
mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah
dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme
berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri
pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah
itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta.
Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah
yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui
pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior. Darah juga
mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obatobatan dan bahan kimia asing
ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. ( Habibi,
2012)
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang
membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah. Korpuskula
darah terdiri dari:
a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak
dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin dan
mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam penentuan
golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita penyakit anemia.
Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%), bertanggung jawab dalam
proses pembekuan darah.
b. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas
untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh
tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki
bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit
leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit
leukopenia.
c. Plasma darah
Pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin, bahan
pembeku darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenis protein,
berbagai jenis garam ( Pebri, 2012)
2.2. Sediaan Apus Darah
Pembuatan sediaan apus darah biasanya digunakan dua buah kaca sediaan
yang sangat bersih terutama harus bebas lemak. Satu buah kaca sediaan
bertindak sebagai tempat tetes darah yang hendak diperiksa dan ynag lain
bertindak sebagai alat untuk meratakan tetes darah agar didapatkan lapisan
tipis darah (kaca perata). Darah dapat diperoleh dari tusukan jarum pada ujung
jari. Sebaiknya tetesan darah pertama dibersihkan agar diperoleh hasil yang
memuaskan. Tetesan yang kedua diletakan pada daerah ujung kaca sediaan
yang bersih. Salah satu ujung sisi pendek kaca perata diletakan miring dengan
sudut kira- kira 45o tepat didepan tetes darah menyebar sepanjang sisi pendek
kaca perata, maka dengan mempertahankan sudutnya, kaca perata digerakan
secara cepat sehingga terbentuklah selapis tipis darah diatas kaca sediaan.
Setelah sediaan darah dikeringkan pada suhu kamar barulah dilakukan
pewarnaan sesudah difiksasi menurut metode yang dipilih, yaitu metode
Giemsa dan Wright yang merupakan modifikasi metode Romanosky
(Maskoeri dalam Evita, 2010).
Zat warna yang digunakan dalam metode Romanovsky adalah Giemsa
yang sebelumnya telah diencerkan dengan aquades. Sediaan apus yang telah
dikeringkan diudara, difixir dulu dengan methyl alkohol selama 3-5 menit.
Semakin lama pewarnaan yang dilakukan maka intensitasnya menjadi
semakin tua. Preparat apus yang yang telah selesai dibuat kemudian diamati
dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Gambar yang didapat dalam
hasil menunjukan sel-sel butir darah baik eritrosit, leukosit, trombosit, atau
yang lain (Maskoeri dalam Evita, 2010).
Fungsi dari larutan-larutan pada pembuatan preparat apus darah ikan dan
manusia adalah metanol untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel
pada sediaan tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di
dalamnya yang dilakukan selama 2 menit, pewarna Giemsa 10% sebagai
pewarna yang umum digunakan agar sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan
ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak
dipakai untuk mempelajari morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk
identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa. Zat ini tersedia
dalam bentuk serbuk atau larutan yang disimpan di dalam botol yang gelap. Di
dalam laboratorium-laboratorium banyak dipakai larutan Giemsa 3% yang
dibuat dari larutan baku Giemsa yang berupa cairan (larutan) (Kurniawan
dalam Pebri, 2012).
Sediaan apus darah secara rutin diwarnai dengan campuran zat warna
khusus yang pertama kali ditemukan oleh oleh Dimitri Romanosky dan diubah
oleh penyelidik lainnya. Pada tahun 1891, Romanosky menemukan campuran
methylen blue dan eosin dalam perbandingan tertentu memberi warna ungu
inti leukosit.
Pembuatan sediaan apus menggunakan beberapa bahan yang berupa
larutan-larutan khusus yang memiliki fungsi masing-masing. Diantaranya
menggunakan methanol/ alkohol 100%, alkohol ini diteteskan ke atas sediaan,
sehingga bagian yang terlapis darah tertutup seluruhnya. Metanol atau alkohol
ini berfungsi untuk proses fiksasi yaitu untuk membunuh sel-sel pada sediaan
tersebut tanpa mengubah posisi (struktur) organel yang ada di dalamnya. Dari
literatur lain disebutkan, tujuan fiksasi adalah untuk menghentikan proses
metabolisme secara cepat, mencegah kerusakan jaringan, mengawetkan
komponen-komponen sitologis dan histologist, mengawetkan keadaan
sebenarnya, dan mengeraskan (Rudyatmi, 2011).
Kemudian menggunakan larutan pewarna giemsa. Pewarna Giemsa
sebagai pewarna yang umum digunakan dalam pembuatan sediaan apus, agar
sediaan terlihat lebih jelas. Pewarnaan ini sering disebut juga pewarnaan
Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak dipakai untuk mempelajari
morfologi darah, sel-sel sumsum dan juga untuk identifikasi parasit-parasit
darah misalnya dari jenis protozoa. Giemsa ini memberikan warna biru.
Pembuatan sediaan apus juga menggunakan xylol. Xylol berfungsi untuk
menjernihkan sediaan, karena zat pewarna Giemsa masih bersisa disediaan.
Xylol terus diberikan agar sediaan tidak kering. Pada akhir pengamatan
sediaan apus yang telah dibuat, kaca bendaa diberi zat entellen serta langsung
ditutup kaca penutup. Zat entellen ini berfungsi untuk melekatkan kaca
penutup pada objek, selain itu agar objek yang sudah diamati tidak rusak dan
tetap awet (Mescher, Anthony L. 2012).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
1. Mikroskop
2. Obyek glass
3. Cover glass
4. Blood lancet
5. Giemsa fluka
6. Etanol
7. Methanol
8. Darah (Manusia)
4.1 Hasil
Adapun hasil dari praktikum pembuatan preparat apus darah adalah sebagai
berikut:
Eritrosit
Leukosit
4.2 Pembahasan
Sel leukosit terlihat mencolok pada preparat karena intinya yang berwarna biru.
Sehingga kita dapat membedakannya dengan eritrosit. Inti leukosit bersifat basa,
sehingga jika direaksikan dengan pewarna basa maka sel tersebut akan menyerap
warnanya.
Eritrosit memiliki kadar yang paling banyak dalam darah jika
dibandingkan dengan leukosit dan trombosit. Jumlah eritrosit antara individu yang
satu dengan individu yang lain itu berbeda-beda. Ini dapat disebabakan oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah ketinggian tempat. Individu yang hidup di
daerah dataran tinggi akan memiliki jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan
individu yang hidup di dataran rendah. Ini terkait dengan kebutuhan fisiologinya.
Pada individu yang hidup di dataran tinggi membutuhkan asupan oksigen yang
cukup, sedang kandungan oksigen di dataran tinggi lebih sedikit sehingga
membutuhkan banyak Hb untuk mengikat oksigen. Begitu juga sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai
unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan
lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat
mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik.
5.2 Saran
Arista,2010.PreparatApusDarah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptuni
mus-gdl-aristakurn-5312-2-bab2.pdf. Diakses pada Kamis, 6 November
2019 Pukul 10.00 WIB
Evita,2010.Preparat Darah.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus
gdl-evitapradi-5656-2-babii.pdf. Diakses pada Kamis, 6 November 2019
Pukul 10.00 WIB
Noercholis, A., Muslim, M.A., dan Maftuch, 2013, Ekstraksi Fitur Roundness
untuk Menghitung Jumlah Leukosit dalam Citra Sel Darah Ikan, Jurnal
EECCIS,Vol. 7, No. 1.
Mescher, Anthony L. 2012. Histologi Dasar JUNQUIERA. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Pebri,2012. Apus Darah. http://pbr2008unj.files.wordpress.com/2012/08/apus-
darah.pdf. Diakses pada Kamis, 6 November 2019 Pukul 10.00 WIB
Ronaldo, D., 2006, Perbedaan Nilai Agregasi Trombosit Antara Sediaan Darah
Segera Dengan Darah Yang Mengalami Penyimpanan Pada Hari Pertama,
Ketiga,dan Kelima. Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sacher, R.A., dan Mcpherson R.A., 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Warni, E., 2009, Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit) Berbasis
Pengolahan Citra Dan Jaringan Syaraf Tiruan, Jurnal Ilmiah “Elektrikal
Enjiniring” Unhas, Vol 07. No.03.