Zyad Kemal
2009730064
Pembimbing :
Prof. dr. Iskandar Zulkarnain, Sp. PD-KPTI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT
DALAM
RUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH
JAKARTA PUSAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus diabetes
mellitus tipe 2 ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih
jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penulis dapat
mengkoreksi diri dan dapat membuat laporan kasus ini yang lebih baik di lain
kesempatan.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di
stase Interna serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Penulis
BAB I
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
: Ny. S.S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 48 Tahun
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri ulu hati sejak 1 minggu SMRS.
.
Riwayat Pengobatan:
Os mengaku telah menggunakan obat glibenclamide sejak 1 tahun lalu.
: Compos mentis
Keadaan umum
Tensi
: 130/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36,6 0C
Pernafasan
: 20 x/menit
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Tgl (25-01-2015)
Hamoglobin
: 10,4
Leukosit
: 28,85
103/l
Hematokrit
: 29
MCV
: 86
m3 80,0 100,0
MCH
: 31
pg
MCHC
: 36
Trombosit
: 529
103/l
4,0 10,0
35,0 55,0
26,0 34,0
150 - 500
Kimia Klinik
Gds
: 487
mg/dL
SGOT
: 19
u/L
SGPT
: 28
u/L
Ureum
: 50
mg/dL
Kreatinin
: 1,7
mg/dL
: 136
mEq/L
Elektrolit
Natrium
Kalium
: 4,6
mEq/L
VI. Resume
Pasien 48 tahun datang ke RSIJ Cempaka putih dengan keluhan Nyeri
epigastrium sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluh nausea, terutama setiap
akan makan. Vomitus disangkal oleh pasien. Pasien merasakan flatulensi sejak 1
minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh polidipsi dan poliuri lebih dari 4 kali saat
malam. Penurunan berat badan dalam 1 minggu terakhir juga dirasakan oleh pasien.
Pada pemeriksaan lab didapapatkan GDS 487 mg/dL.
VII. Daftar Masalah
1. DM tipe 2
2. Dispepsia
VIII. Assesment
1. Diabetes Melitus tipe 2
S : Pasien mengeluh sering buang air kecil pada malam hari dan sering merasa
haus. BB pasien juga mengalami penurunan sejak seminggu terakhir. Riwayat
penyakit gula ( + )
O : GDS : 487 mg/dL
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 0C
A: DM tipe 2
P : - Pemeriksaan gula darah
-
Profil lipid
Edukasi
Diet makanan
Olahraga ringan
2. Dispepsia
S: Pasien mengeluh nyeri pada uluhati sejak 1 minggu SMRS. Mual ( + ),
muntah ( - ), nafsu makan menurun.
O : TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36,6 0C
Nyeri tekan epigastrium ( - )
A : Dispepsia
P : injeksi ranitidin 2x1 amp
Injeksi ondansentron 2x1 amp
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa didalam darah
tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.
Diabetes melitus suatu kelompok penyakit metabolik dengan kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu
2 jam 4.
WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang
tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawai
akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
gangguan fungsi insulin 6.
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 di berbagai penjuru
dunia. Berdasarkan data badan pusat statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk
Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi
Diabetes Mellitus pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural 7,2% maka
diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan
5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk,
diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta yang berusia diatas 20 tahun
dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus pada urban (14,7%) dan rural (7,2%)
maka diperkirakan terdapat 12 juta diabetes didaerah urban dan 8,1 juta di daerah
rural. Suatu jumlah yang sangat besar,dan merupakan beban yang sangat berat untuk
dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan oleh semua tenaga
kesehatan yang ada. Mengingat bahwa Diabetes Melitus akan memberikan dampak
terhadap kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah sebaiknya ikut serta dalam
usaha penaggulangan Diabetes Mellitus,khususnya dalam upaya pencegahan 6.
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. World
Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi
secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin 6.
2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di
seluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi.
Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka
ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM
terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara
berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat
dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style
yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami
Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14
jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus
yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis.
Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan
lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah.
Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku
Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64
tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah
obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah
kurang dari 5 porsi perhari 6 .
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA)
2005, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat
kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita
DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda
dan memerlukan insulin seumur hidup 2 .
2. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap
tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM type II ini
dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30
tahun 2.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi 2 .
4. DM Gestasional
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
- Riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus
- Umur.Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan
meningkatnya usia.
- Riwayat pernah menderita Diabetes Mellitus gestasional
-
Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding bayi
yang lahir dengan BB normal.
9
Hipertensi
Dislipidemia
Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anakanak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat pada anak-anak 5.
2.5.2 Diabetes Melitus tipe 2
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya
disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling
sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga berperan penting. Namun
terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai
insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi
organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.Sebagian besar
pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi
genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu
sedikit. Ketidak seimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan
konsentrasiasam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi
insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan
pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II.
Penyebab yang lebih penting adalah adanya disposisi genetik yang menurunkan
sensitifitas insulin.Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal.
Beberapa gen telah diidentifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya
obesitas dan DM tipe II. Diantara beberapa faktor, kelainan genetik pada protein
yang memisahkan rangkaian dimitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika
terdapat disposisi genetik yang kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda.
Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada
metabolisme glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan
protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung
menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak 5.
seperti pankreatitis dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di
selbeta.
Diabetes
mellitus
ditingkatkan
oleh
peningkatan
pelepasan
12
praktek
sangat
jarang
dilakukankarena
13
Ada
perbedaan
antara
uji
diagnostik
diabetes
melitus
dengan
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus.
14
2.8 Penatalaksanaan
15
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukanIntervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal
atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan
adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan 2.
a.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
dan keluarganya).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan
17
Lemak
Asupan lemak
dianjurkan sekitar
milk).
Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari 2.
Protein
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
E. DPP-IV inhibitor 2 .
glukosa,
sehingga
meningkatkan
ambilan
glukosa
di
perifer.
19
Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut 2.
20
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
21
2. Suntikan
1. Insulin
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
23
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja
pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat
diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali
insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali
prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).
dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek
dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak
terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis
yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang
insulin.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan
sama.
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit).
24
Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya
U100 (artinya 100 unit/mL) 2.
2. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang
biasanya terjadi pada
pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat
penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan
binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping
yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah 2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Foster DW. Diabetes melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta : EGC, 2000; 2196.
2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 :
PERKENI 2011.
3. Price, Sylvia Anderson. Wilson, Lorraine
McCarty. Patofisologi
25
26