DIABETES MILITUS
OLEH:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban
(14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang
diabetesdi Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat
untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau
bahkan olehsemua tenaga kesehatan yang ada.Mengingat bahwa DM akan
memberikan dampak terhadap kualitassumber daya manusia dan
peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar,maka semua pihak, baik
masyarakat maupun pemerintah, sudahseharusnya ikut serta dalam usaha
penanggulangan DM, khususnya dalamupaya pencegahan.
3
BAB II
IDENTIFIKASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
Anamnesa terpimpin
4
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit diabetes diketahui sejak tahun 1991 dan hanya berobat
obataan herbal dan metformin, 2 tahun terakhir baru menggunakan insulin
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital
Kepala : Normochepali
Mata : Anemis (-), Ikterik (-), edema palpebra (-), reflek pupil
(+/+) isokor, ukuran 3mm
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-), tiroid tidak teraba, JVP R-2
cmH2O.
5
3.3 Pemeriksaan Thoraks
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), vocal fremitus kanan
dan kiri sama.
Pemeriksaan Jantung
Auskultasi :S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-), opening snap (-),
friction rub (-)
6
Ginjal : tidak teraba, nyeri ketok ginjal dextra (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. DIAGNOSIS KASUS
F. PLANNING TERAPI
- Levomir
- Novorapid
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
beberapa menit setelah makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu 3
lemak dan protein (Price & Lorraine, 2007). Diabetes melitus (DM) adalah
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
3.2 Etiologi
kurangnya aktifitas fisik, diet tinggi gula, riwayat keluarga diabetes melitus,
8
dislipidemia, riwayat melahirkan bayi >4 kg dan riwayat diabetes melitus pada
diabetes, yaitu suatu kondisi dimana kadar glukosa darah lebih tinggi dari
biasanya tapi tidak cukup tinggi untuk dignosis diabetes melitus tipe 2
disfungsi sel beta pankreas, defek pada fase pertama sekresi insulin, yaitu
antara lain, sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang namun
tetapi kualitas reseptornya jelek sehingga kerja insulin tidak efektif, terdapat
9
3.3 Patofisiologi
produksi glukosa endogen dan ambilan glukosa oleh jaringan pun menjadi
jaringan splanknik (saluran cerna dan hati) dan jaringan perifer terutama otot
lurik serta menekan produksi glukosa endogen. Sebagian besar glukosa (80-
85%) yang terambil oleh jaringan perifer akan terkonsentrasi pada otot lurik.
Toleransi glukosa akan tetap terjaga normal selama masih dapat dikompensasi
10
oleh peningkatan sekresi insulin. Jadi, sel beta pankreas yang masih berfungsi
tergambar pada diabetes melitus tipe 2 berupa resistensi insulin dan penurunan
darah meningkat sedemikian tinggi, ginjal tidak mampu lagi menyerap balik
terutama otot rangka, mengakibatkan produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
semakin diperberat oleh peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah
dan berdampak lebih buruk pada kinerja sel-sel beta dalam menyekresikan
3.4 Diagnosis
11
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat
12
Table 3.2 Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
(pre diabetes)
13
keadaan tersebut juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya DM dan
penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
3.5 Penatalaksanaan
penyandang diabetes.
14
- Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda
pengendalianglukosa darah.
danmortalitas DM.
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
perilaku.
jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu,
OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, dan adanya
15
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus
1. Edukasi
pelatihan khusus.
16
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
3. Latihan jasmani
17
4. Intervensi farmakologis
18
glikazid. Glibenklamid, ada dua dosis, 2,5 mg dan 5
mg. Dosis sehari antara 2,5 sampai 15 mg, obat ini
memiliki efek hipoglikemik yang cukup kuat. Lama
kerjanya termasuk intermediate antara 5-8 jam yang
diberikan 1-2 kali sehari, pagi dan siang hari.
Tolbutamid, biasanya tersedia dalam dosis 500 mg
satu tablet, obat ini bekerja jangka pendek (short –
acting) sekitar 4 jam yang diberikan 1-3 kali sehari,
di pagi, siang dan sore hari. Dosis sehari
Tolbutamid antara 500-2000 mg. Gliklazid, dosis
yang tersedia adalah 80 mg. Lama kerja obat ini
intermediate. Karena itu obat ini memiliki efek
hipoglikemik sedang sehingga jarang menimbulkan
hipoglikemia, dosis sehari antara 80 sampai 320 mg.
Klorpropamid, dosis pemeliharaan rerata
klorpropamid 200 mg/hari, yang diberikan sebagai
dosis tunggal pada pagi hari, tolazamid sebanding
dengan klorpropamid, tetapi lama kerjanya lebih
pendek, jika dibutuhkan dosis 500 mg/hari, dosis
tersebut harus dibagi dan diberikan dua kali sehari.
Sulfoniluria golongan kedua seperti glimepirid telah
disetujui untuk digunakan sekali sehari sebagai
monoterapi, dengan dosis sebesar 1 mg/hari dengan
dosis maksimal 8 mg. Gliburid, dosis awal yang
biasa diberikan 2,5 mg/hari atau lebih kecil dan
dosis pemeliharaan rerata 5-10 mg/ hari, yang
diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari.
Glipizid, dosis awal yang dianjurkan adalah 5
mg/hari yang dapat dinaikkan sampai 15 mg/hari
yang diberikan sebagai dosis tunggal (Katzung,
2011).
19
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya
sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial (PERKENI, 2011).
Repaglinid, obat ini diberikan dengan dosis 0,25-4
mg sesaat sebelum makan dengan dosis maksimum
16 mg/hari (Katzung, 2011).
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidinedion berikatan pada
PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma
(PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa diperifer.Tiazolidinedion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati.Pada pasien yang menggunakan
Tiazolidinedion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala (PERKENI, 2011). Terdapat dua
tiazolidinedion kini tersedia yaitu pioglitazon dan
rosiglitazon. Pioglitazion dapat diberikan sekali sehari
dengan dosis awal 15-30 mg. Rosiglitazon diberikan
20
sehari atau dua kali sehari dengan dosis 4-8 mg
(Katzung, 2011).
3) Penghambat glukoneogenesis (biguanida)
Metformin, obat ini mempunyai efek utama
mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes yang
obesitas. Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5
mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-
vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Selain itu harus
diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi
pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut (PERKEN, 2011).
Dosis metformin yang diberikan setelah makan sekali
sehari berkisar dari 500 mg sampai maksimum sebesar
2,25 g/hari (Katzung, 2011).
4) Penghambat Glukosidase Alfa (Akarbose)
Penghambat glukosidase alfa seperti akarbose dan
miglitol, diberikan sekali sehari dengan dosis 25-100 mg
sesaat sebelum menelan suapan pertama makanan
(Katzung, 2011).Obat ini bekerja dengan mengurangi
absorbsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens (PERKENI,
2011).
21
5) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu
hormonpeptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa
usus. Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada
makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.
GLP-1 merupakan perangsang kuat pelepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon.
Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-
1-(9,36)-amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun
pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal
rasional dalam pengobatan DM tipe 2.Peningkatan
konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat
yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat
DPP-4) atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog incretin=GLP-1 agonis) (PERKENI, 2011).
Eksentid merupakan inkretin pertama yang tersedia
untuk mengobati diabetes. Eksentid sebagai suatu analog
sintetik polipeptida 1 yang menyerupai glikagon (GLP-
1). Obat ini disuntikkan secara subkutan dalam waktu 60
menit sebelum makan, terapi dimulai pada dosis 5 mcg
dua kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mcg dua kali
sehari. Sitagliptin adalah suatu inhibitor dipeptidil
peptidase-4 (DPP-4), obat ini diberikan dengan dosis
sebesar 100 mg yang diberikan per oral sekali sehari
(Katzung, 2011).
b. Suntikan insulin
Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat
meningkat akibat adanya, Penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia berat yang disertai ketosis, ketoasidosis diabetik,
22
hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan
asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke),
kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal
atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap
OHO (PERKENI, 2011).
23
sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin
kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan
dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4
hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah
(basal bolus).
24
Bagan 3.2 Memulai pemberian terapi insulin
25
Tabel 3.3 Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja
26
Penilaian hasil terapi
adalah:
dengan kebutuhan.
2. Pemeriksaan A1C
27
pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan,
3.6 Komplikasi
28
1. Komplikasi Metabolik Akut
disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah habis.
29
OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan
30
a) Mikroangiopati
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetikum), glomerulus ginjal
(nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetikum),
otot-otot serta kulit. Terdapat kaitan yang kuat antara
hiperglikemia dengan insidens dan berkembangnya retinopati.
Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma atau pelebaran
sakular yang kecil dari arteriola retina. Akibatnya, perdarahan,
neovaskularisasi dan jaringan parut retina dapat mengakibatkan
kebutaan. Neuropati disebabkan oleh gangguan jalur poliol akibat
defisiensi insulin. Terdapat penimbunan sorbitol sehingga
mengakibatkan pembentukan katarak dan dapat mengakibatkan
kebutaan (Price & Lorraine, 2007).
b) Makroangiopati
Gangguan vaskular ini dapat disebabkan karena
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia,
kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya makroangiopati diabetik
ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai
arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi
vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren
pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang
terkena arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan
angina dan infark miokard.
31
dikategorikan dalam gangrene, yang pada penderita diabetes mellitus disebut
dengan gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006).
32
karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson
menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot,
atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita
diabetes mellitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi
dan menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006).
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis
merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di
kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu
lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi
ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai
menjadi berkurang kemudian timbul ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006).
Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya
akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri)
pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran
albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan
timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada
penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan
oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi
jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan
33
bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah
merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya
trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida
plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan
hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan
merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan / inflamasi pada dinding
pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah,
konsentrasi HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya
rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan
terhadap aterosklerosis (Tambunan, 2006).
Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun
sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya
terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis
di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh
sistem plagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus kaki diabetes, 50
% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena
merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada
ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta
kuman anaerob yaitu Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium
Septikum (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
34
DAFTAR PUSTAKA
35