DISUSUN OLEH:
Farah Sonya Anastasya
2010730036
PEMBIMBING
Prof. dr. Iskandar Sp.Pd
BAB 1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama :Ny.
Umur : 57 thn
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : gg. Berdikari no 12 RT 4/8 Sunter Kemayoran
Tgl Masuk RS :30/7/2021
ANAMNESIS :
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS SOEWONDO dengan penurunan kesadaran sejak subuh.
Menurut keluarga, pasien minum obat gula jam 10 tadi malam, setengah jam setelah minum
obat, pasien mengeluh pusing, lemas, dan sempoyongan, kemudian pasien pergi tidur, ketika
subuh tiba, keluarga membangunkan pasien, namun pasien tidak bangun, dan terdengar suara
mengorok. keluarga mengira pasien masih tidur, kemudian satu jam SMRS, keluarga
membangunkan pasien, namun pasien tidak bangun. pasien memilik riwayat penyakit diabetes
sejak dua tahun yang lalu, dan pasien rutin minum obat yang diberikan oleh dokter. Pasien
minum dua macam obat, namun keluarga lupa nama obatnya. Riwayat hipertensi disangkal
keluarga pasien.
• Pemeriksaan Penunjang :
• GDS 21 mg/dl
Assesment : penurunan kesadaran ec hipoglikemia
Planning : berikan IV glukosa 40% sebanyak 50 ml, setengah jam kemudian diberikan
lagi 10-50 ml glukosa 40% setiap 10-20 menit sampai penderita sadar, dan seterusnya dapat
diberikan peroral. Cek gds selanjut per 1-2 jam.
• Hipertensi grade 1
Subjektif : pasien memiliki riwayat hipertensi, RPK (+)
Objektif :
• Pemeriksaan Fisik :
• TD= 140/90 mmHg
Assesment hipertensi grade I
Planning Amloidipine 5 mg 1x1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi mensekresi insulin
dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh
pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 m. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a) Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glukagon yang menjadi
faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
b) Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , mensekresi insulin.
c) Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, mensekresi somatostatin.
II. 2 Fisiologi
II. 3 Patofisiologi
II. 4 Definisi
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai
suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di
mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI
2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit gula.
DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan gejala yang
timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2005).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial
ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006).
II. 5 Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006
Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes melitus
tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional
(Adam, John MF, 2000).
American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes (2009)
memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam (Dewi, Debhryta
Ayu, 2009):
• Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
• Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
• Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor
lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada
aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi
setelah transplantasi organ).
• Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.
II. 6 Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam
menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan
cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk
memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat
juga dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan
dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini (PERKENI, 2006) :
• Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum
cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut
dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl,
kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2006).
Tabel 3. Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes
melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan
dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk
memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W, 2006).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus,
toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular
di kemudian hari (PERKENI, 2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis
diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
Diperlukan anamnesis
yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi
glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah
penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu.
Sumber : Sudoyo, Aru W, 2006.
II. 7 Penatalaksanaan
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya
mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya
resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta
pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan
glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi
ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang
ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis
diabetes melitus (Sudoyo, Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang diabetes (PERKENI, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006) :
• Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
• Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
diabetes melitus. (PERKENI, 2006).
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non
farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan
penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah
tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau
intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titik kerja obat
sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada
gambar 2.
Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa
darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.
• Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlikan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan
perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola
hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI, 2006) :
• Mengikuti pola makan sehat
• Meningkatkan kegiatan jasmani
• Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur
• Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data
yang ada
• Melakukan perawatan kaki secara berkala
• Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat
• Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang diabetes.
• Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006).
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain (Sudoyo, Aru w,
2006) :
• Menurunkan berat badan
• Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
• Menurunkan kadar glukosa darah
• Memperbaiki profil lipid
• Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
• Memperbaiki sistem koagulasi darah
Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan
(Sudoyo, Aru w, 2006) :
• Kadar glukosa darah mendekati normal
• Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
• Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl
• Kadar A1c < 7%
• Tekanan darah < 130/80 mmhg
• Profil lipid yang berkisar normal
• Kolesterol LDL < 100 mg/dl
• Kolesterol HDL > 40 mg/dl
• Trigliserida < 150 mg/dl
• Berat badan senormal mungkin
Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein dan
lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa
sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (Sudoyo, Aru w, 2006).
Adapun komposisi bahan makanan yang direkomendasikan untuk diabetisi menurut
konsensus penatalaksanaan diebetes melitus di Indonesia menurut PERKENI tahun 2006 adalah
sebagai berikut :
• Karbohidrat, sebagai sumber energi, diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih dari
55-65% dari total kebutuhan energi dalam sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika
dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA =
monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan
energi sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi pemberian karbohidrat (Sudoyo, Aru w, 2006) :
• Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
• Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya bersumber dari
karbohidrat
• Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat maksimal
70% dari total kalori perhari
• Jumlah serat 25-50 gram per hari
• Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai
lebih dari total kebutuhan kalori per hari
• Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti aspartame,
acesulfam dan sucralosa
• Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram per hari
• Fruktosa tidakk boleh lebih dari 60 gram per hari
• Protein, jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total
kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan
asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam
amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram (Sudoyo, Aru
w, 2006).
Rekomendasi pemberian protein sebagai berikut (Sudoyo, Aru w, 2006) :
• Kebutuhan protein 15-25 % dari total kebutuhan energi per hari
• Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi kadar gula darah
• Pada keadaan kadar gula darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1
mg/kgbb/hari
• Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/kgbb/hari dan tidak kurang dari 40 gram
• Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dari pada hewani.
• Latihan jasmani
Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah satu
dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan
untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan
sehari-hari (Sudoyo, Aru w, 2006).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (PERKENI,2006).
• Intervensi Farmakologis
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan A1C (Hb-
glikosilat). Sumber : PERKENI, 2006.
Tabel 7. Obat hipoglikemia oral. Sumber : PERKENI, 2006
• Insulin
• Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal insulin basal
(insulin kerja sedang atau panjang)
• Bila sasaran glukosa darah basal telah tercapai, namun A1C belum mencapai target
pengendalian glukosa darah prandial insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin
kerja pendek (short acting)
• Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untik
keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru W, 2006).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2006) :
• Penurunan berat badan yang cepat
• Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
• Ketoasidosis diabetik
• Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
• Hiperglikemia dengan asidosis laktat
• Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
• Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
• Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
• Yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
• Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
• Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2006) :
•insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
•insulin kerja pendek (short acting insulin)
•insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
•insulin kerja panjang (long acting insulin)
•insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
• Penyulit akut :
• Penyulit Kronik :
• Makroangiopati
• Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Neuropati
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit
penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat dibagi
menjadi enam kategori : infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tak terdiagnosis,
penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab tersering
(57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM juga sering menyebabkan
HHNK (21%) (Sudoyo, Aru W, 2006).
• Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL. Bila
terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung
lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah
habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam
atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut
merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya
kemunduran mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama (PERKENI, 2006).
Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab
menurunnya kesadaran (PERKENI, 2006).
• Komplikasi kronik
• Komplikasi Mikrovaskular
Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.
Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya
ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada
kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non proliferatif
dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan ditandai
adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya
pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia retina. Pada
stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik, sedangkan
pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula
darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.
Nefropati diabetika
2. Komplikasi Makrovaskular
Pemeriksaan A1C