Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO E BLOK 22

Oleh: KELOMPOK G4
Tutor: dr. H. Rizal Sanif, Sp.OG (K) MARS

Ravi Hamsyah Hidayat 04011381722184


Raehan Naufaliandra K 04011381722194
Alif Alfian Akbar 04011381722204
Ikhwanafasya Hasbullah N 04011381722205
Prasetya Dwi Anugrah 04011381722210
Muhammad Catra S. W. 04011381722222
Sandora Rizki Mailiani 04011381722226
Khairunnisa Pan Okba V.P. 04011381722228
Loresa Citrahafisari Bassar 04011381722231
Kashaya Ayudina N. 04011381622232
Anggun Pratiwi Rahmania 04011381622234

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Skenario E Blok 22” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada:
1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. H. Rizal Sanif, Sp.OG (K) MARS selaku tutor kelompok G4,
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD GAMMA 2017.
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita
dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 5 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………… 2
Daftar Isi……………………………………………………………………. 3
Kegiatan Diskusi…………………………………………………………..... 4
Skenario…………………………………………………………………….. 5
I. Klarifikasi Istilah……………………………………………………….. 6
II. Identifikasi Masalah………………………………………………….…. 7
III. Analisis Masalah………………………………………………………... 9
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.............................................................. 29
V. Kerangka Konsep..................................................................................... 30
VI. Sintesis…………………......…………………...................................... 32
VII. Kesimpulan………………………………………………………........ 53
Daftar Pustaka……………………………………………………………... 54

3
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. H. Rizal Sanif, Sp.OG (K) MARS


Moderator : Anggun Pratiwi Rahmania
Sekretaris 1 : Kashaya Ayudina Nurrohma
Sekretaris 2 : Sandora Rizky Mailani
Presentan : Raehan Naufaliandra Kusumah
Pelaksanaan : 3 Maret 2020 (10.00-12.30 WIB)
5 Maret 2020 (10.00-12.30 WIB)

Peraturan selama tutorial:


1. Jika bertanya atau mengajukan pendapat harus mengangkat tangan terlebih dahulu,
2. Jika ingin keluar dari ruangan izin dengan moderator terlebih dahulu,
3. Boleh minum,
4. Tidak boleh ada forum dalam forum,
5. Tidak memotong pembicaraan orang lain,
6. Menggunakan hp saat diperlukan.

4
SKENARIO E BLOK 22 Tahun 2020

Ny. M, 25 tahun, G2P1A0 datang ke IGD RSMH pada 30 Januari 2020 dengan keluhan
perdarahan dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu, berwarna merah segar, banyaknya sekitar 1
kali ganti pembalut. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Riwayat mual dan
muntah ada, riwayat payudara tegang ada, riwayat trauma tidak ada, riwayat perut diurut tidak
ada. Pasien mengaku terlambat datang bulan sejak 2 bulan yang lalu dan sudah melakukan tes
kehamilan degan hasil positif. Pemeriksaan USG 3 hari lalu menunjukkan hamil 14 minggu
janin tunggal hidup intrauterine.
Riwayat sosial ekonomi dan gizi: pasien seorang ibu rumah tangga dan suami bekerja sebagai
penjahit dan seorang perokok aktif
Riwayat reproduksi: menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama 5 hari, HPHT 23
Oktober 2019
Riwayat pernikahan: 1 kali, lama pernikahan: 2 tahun
Riwayat persalinan:
1. 2019, abortus usia kehamilan 12 minggu, kuretase di RS swasta
2. Hamil ini
Pemeriksaan Fisik
BB: 43 kg, TB: 160 cm (underweight)
Sensorium: compos mentis
TD: 110/80 mmHg, nadi: 78 x/menit, Pernapasan: 18 x/menit, Suhu: 36,8°C
Pemeriksaan Fisik Obstetri
Pemeriksaan luar: abdomen datar, lemas, fundus uteri teraba 2 jari atas simfisis pubis, tidak
teraba massa, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada tanda cairan bebas
Inspekulo: posio livide, orifisium uteri eksternum tertutup, fluor tidak ada, fluksus ada, darah
tidak aktif, tidak ditemukan erosi, laserasi, dan polip
Vaginal toucher: tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 10,5 g/dL, Eritrosit 3,46 106/mm2, Leukosit 7.960/mm3, Ht 32%, Trombosit 438.000
Diff count 0/1/71/21/7
Urinalisis: plano test (+), bakteri (++), leukosit 10–15/lpb, eritrosit 6–8/lpb
Pemeriksaan USG
- Tampak janin tunggal hidup intrauterine
- Biometri janin sesuai usia kehamilan 14 minggu
- Cairan ketuban cukup, SDP 6,5 cm
- Tampak plasenta di corpus anterior
- Kesan: hamil 14 minggu janin tunggal hidup intrauterine

5
I. Klarifikasi istilah
No. Istilah Pengertian

1. Kuretase Cara membersihkan hasil konsepsi dengan


alat kuretase (sendok kerokan).

2. Plano test Pemeriksaan tes biologis kehamilan untuk


mendeteksi adanya human chorionic
gonadotropin (hCG) yang diproduksi oleh
sinsitiotrophoblastic cell selama
pemeriksaan kehamilan.

3. Abortus Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi


sebelum janin viable (dapat hidup di luar
kandungan) yaitu < 20 minggu atau berat
janin < 500 gram.

4. Fluksus Cairan yang keluar dari vagina dengan


jumlah banyak.

5. Payudara tegang Keadaan yang fisiologis pada ibu hamil


karena hormon estrogen yang dihasilkan
tinggi dan juga terjadi produksi ASI
sehingga payudara tegang.

6. Menarche Haid yang pertama terjadi yang merupakan


ciri khas kedewasaan seorang wanita yang
sehat dan tidak hamil. Biasanya menarche
rata-rata terjadi pada usia 10–16 tahun.

7. Vaginal Toucher (VT) Suatu tindakan untuk menilai pembukaan,


penipisan serviks, penurunan bagian
terbawah janin, ketuban, keadaan panggul,
dan kelainan pada jalan lahir.

8. SDP 6,5 cm Single Deepest Pocket, alat pemeriksaan


USG untuk memeriksa cairan ketuban.
Normalnya 2–8 cm.

6
II. Identifikasi Masalah
No. Fakta Ketidaksesuaian Prioritas

1. Ny. M, 25 tahun, G2P1A0 datang ke IGD


RSMH pada 30 Januari 2020 dengan
keluhan perdarahan dari kemaluan sejak 1
jam yang lalu, berwarna merah segar, Tidak Sesuai VVVV
banyaknya sekitar 1 kali ganti pembalut.
Pasien juga mengeluh nyeri pada perut
bagian bawah.

2. Riwayat mual dan muntah ada, riwayat


payudara tegang ada, riwayat trauma tidak
ada, riwayat perut diurut tidak ada. Pasien
mengaku terlambat datang bulan sejak 2
Tidak Sesuai VVV
bulan yang lalu dan sudah melakukan tes
kehamilan degan hasil positif. Pemeriksaan
USG 3 hari lalu menunjukkan hamil 14
minggu janin tunggal hidup intrauterine.

3. Riwayat sosial ekonomi dan gizi: pasien


seorang ibu rumah tangga dan suami
bekerja sebagai penjahit dan seorang
perokok aktif
Riwayat reproduksi: menarche usia 13
tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama 5
hari, HPHT 23 Oktober 2019 V
Tidak Sesuai
Riwayat pernikahan: 1 kali, lama
pernikahan: 2 tahun
Riwayat persalinan:
1. 2019, abortus usia kehamilan 12
minggu, kuretase di RS swasta
2. Hamil ini
4. Pemeriksaan Fisik
BB: 43 kg, TB: 160 cm (underweight)
Tidak Sesuai VV
Sensorium: compos mentis
TD: 110/80 mmHg, Nadi: 78 x/menit,
Pernapasan: 18 x/menit, Suhu: 36,8°C

7
5. Pemeriksaan Fisik Obstetri
Pemeriksaan luar: abdomen datar, lemas,
fundus uteri teraba 2 jari atas simfisis pubis,
tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan
dan tidak ada tanda cairan bebas
Tidak Sesuai VV
Inspekulo: posio livide, orifisium uteri
eksternum tertutup, fluor tidak ada, fluksus
ada, darah tidak aktif, tidak ditemukan
erosi, laserasi, dan polip
Vaginal toucher: tidak dilakukan
6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 10,5 g/dL, Eritrosit 3,46 106/mm2,
Leukosit 7.960/mm3, Ht 32%, Trombosit
438.000 Tidak Sesuai VV
Diff count 0/1/71/21/7
Urinalisis: plano test (+), bakteri (++),
leukosit 10–15/lpb, eritrosit 6–8/lpb
7. Pemeriksaan USG
- Tampak janin tunggal hidup
intrauterine
- Biometri janin sesuai usia VV
Tidak Sesuai
kehamilan 14 minggu
- Cairan ketuban cukup, SDP 6,5 cm
- Tampak plasenta di corpus anterior
- Kesan: hamil 14 minggu janin
tunggal hidup intrauterine

Alasan prioritas: Karena analisis masalah tersebut merupakan alasan yang


membawa pasien ke IGD Rumah Sakit.

8
III. Analisis Masalah
1. Ny. M, 25 tahun, G2P0A1 datang ke IGD RSMH pada 30 Januari 2020 dengan
keluhan perdarahan dari kemaluan sejak 1 jam yang lalu, berwarna merah segar,
banyaknya sekitar 1 kali ganti pembalut. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut
bagian bawah.
a. Apa makna dari G2P0A1?
Pasien memiliki riwayat gravida 2 kali, riwayat partus tidak ada,
riwayat abortus 1 kali.
b. Bagaimana hubungan riwayat abortus dengan keluhan pada kasus?
Riwayat abortus merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya abortus pada ibu hamil. Pada penelitian yang dilakukan,
sekitar 21 dari 35 ibu hamil dengan riwayat abortus mengalami abortus
spontan pada kehamilan selanjutnya. Ibu hamil dengan riwayat abortus
sebelumnya memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami abortus pada
kehamilan selanjutnya. Data dari beberapa studi menyatakan bahwa ibu
yang pernah mengalami abortus spontan 1 kali memiliki risiko abortus
rekuren sebanyak 15%, meningkat menjadi 25% apabila pernah mengalami
abortus sebanyak 2 kali, dan meningkat lagi menjadi 30–45% setelah
mengalami abortus spontan 3 kali berturut-turut. Abortus diduga memiliki
pengaruh terhadap kehamilan berikutnya, baik menyebabkan penyulit
kehamilan atau pada produk kehamilan.
Abortus juga erat kaitannya dengan lingkungan endometrium. Bila
lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna,
maka pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi akan terganggu
sehingga menyebabkan abortus.
c. Apa makna perdarahan sejak 1 jam yang lalu dan banyaknya sekitar 1 kali
ganti pembalut pada kasus?
Pasien keluar darah sejak 1 jam sebanyak 1 kali ganti pembalut
menandakan terdapat perdarahan dengan darah tidak aktif atau aliran keluar
tidak deras selama 1 jam.
d. Apa saja kemungkinan penyebab keluarnya darah berwarna merah segar
pada kasus?
Pada trimester pertama, perdarahan paling sering disebabkan oleh:
- Abortus
- Perdarahan implantasi
9
- Kehamilan ektopik
- Mola hidatidosa
- Infeksi
Pada trimester kedua dan ketiga, penyebab paling sering perdarahan
adalah:
- Solusio plasenta
- Plasenta previa
- Tanda partus
- Infeksi
e. Apa saja kemungkinan penyebab nyeri pada perut bagian bawah pada kasus?
- Apendisitis akut
- Abortus
- Kehamilan ektopik terganggu
- Pielonefritis akut
- ISK
- Kista ovarium dalam kehamilan
- Ruptura kista
- Kista torsi/terpuntir
- Salpingids akut
- Retensio urin akut
- Perforasi usus
f. Bagaimana tatalaksana awal pada kasus?
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan
berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi
tambahan hormon progresteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya
abortus. Obat-obatan ini walaupun belum diketahui pasti efektivitasnya,
tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita
boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus
tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai kurang lebih 2 minggu.

2. Riwayat mual dan muntah ada, riwayat payudara tegang ada, riwayat trauma tidak
ada, riwayat perut diurut tidak ada. Pasien mengaku terlambat datang bulan sejak 2
bulan yang lalu dan sudah melakukan tes kehamilan degan hasil positif.

10
Pemeriksaan USG 3 hari lalu menunjukkan hamil 14 minggu janin tunggal hidup
intrauterine.
a. Mengapa pasien terdapat riwayat mual dan muntah?
Mual dan muntah merupakan salah satu tanda dari dugaan
kehamilan. Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran
asam lambung yang berlebihan. Mual muntah terjadi dari rasa tidak enak
sampai muntah yang berkepanjangan, yang sering disebut juga dengan
morning sickness kerena munculnya seringkali pada pagi hari. Dalam
batasan yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat terjadinya mual
dan muntah maka nafsu makan menjadi berkurang
b. Apa saja perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil?
a. Berat badan
1) Peningkatan berat badan sekitar 25% dari sebelum hamil (rata-rata
12,5 kg).
2) Pada trimester IlI dan III sebanyak 0,5 kg/minggu.
3) Pengaruh dari pertumbuhan janin, pembesaran organ ibu,
penyimpanan lemak dan protein, peningkatan serat volume darah dan
cairan interstisial pada ibu.
b. Sistem Produksi
1) Uterus
Kehamilan berubah pertumbuhan uterus yang sangat cepat di
sebabkan oleh hipertrofi serat-serat.Berat rahim naik dari 70 g
menjadi kira-kira 1100g saat cukup bulan. Volume totalnya rata-rata
5 L. Fundus uteri yang sebelumnya terbentuk cembung datar di
antara tempat insersi tuba, kini membentuk kubah, Ligamen teres
uteri kini tampak menyisip ke pertemuan sepertiga atas dan tengah
uterus. Tuba uterine memanjang, tetapi ovarium secara tampak tidak
berubah.
Pembesaran rahim pada perabaan tinggi fundus uteri ibu
hamil, dapat ditoleransi secara kasar seperti:
Tabel 1. Pembesaran Rahim Ibu Hamil
Kategori (bulan) Pembesaran

Tidak hamil/normal Telur ayam (±30 g)


8 minggu Telur bebek

11
12 minggu Telur angsa
16 minggu Pertengahan simpisis ke umbilicus
20 minggu Pinggir bawah umbilicus
24 minggu Pinggir atas umbilicus
28 minggu Şepertiga umbilicus ke xyphoid
32 minggu Pertengahan pusat ke xyphoid
36–40 minggu Tiga jari di bawah xyphoid
Sumber: Hutahean, 2013
2) Serviks
a) Serviks terdapat tanda-tanda Chadwick, goodell, dan plug.
b) Serviks untuk mengganti hipervaskularisasi dan pelunakan
(tanda hegar).
c) Lender serviks meningkat seperti gejala keputihan.
3) Ovarium
Fungsi ovarium diambil alih oleh kebanyakan fungsi
produksi progesteron dan ekstrogen pada usia kehamilan 16 minggu.
Tidak terjadi kematangan ovum selama kehamilan.
4) Payudara
a) Payudara menjadi lebih besar, kenyal dan terasa tegang.
b) Aerola meningkatkan hiperpgmentasi.
c) Glandula montgometri makin tampak.
d) Papilla mamae makin membesar/menonjol.
e) Pengeluaran ASI belum berjalan karena prolaktin belum bekerja.
5) Vulva
Vulva mengubah hipervaskularisasi karena pengaruh
progesteron dan ekstrogen, berwarna kebiruan (tanda Chadwick).
c. Apa makna riwayat payudara tegang ada?
Payudara tegang merupakan salah satu dari tanda dugaan kehamilan.
Pengaruh estrogen-progesteron dan somatomamotrofin mempengaruhi
deposit lemak, udara, dan garam pada payudara. Membantu payudara
membesar dan tegang dan ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit
terutama pada hamil pertama.
d. Apa makna riwayat trauma tidak ada, riwayat perut diurut tidak ada?

12
Makna riwayat trauma tidak ada dan riwayat perut diurut tidak ada
adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding abrupsi plasenta, ruptur
uterus, dan PROM.
e. Bagaimana cara menentukan usia kehamilan dengan pemeriksaan USG?
Pada kehamilan tujuh sampai sebelas minggu parameter yang dapat
diandalkan untuk memperkirakan usia kehamilan adalah pengukuran CRL
(Crown-Rump Length), yaitu panjang atau jarak dari puncak kepala (crown)
hingga ujung pantat (rump). Antara crown-rump length usia kehamilan
minggu ketujuh hingga kesebelas terdapat korelasi yang baik sekali,
variabilitas biologisnya minimal dan pertumbuhan tidak dipengaruhi oleh
kelainan patologis. Sesudah minggu kesebelas keadaan pengukuran tersebut
sudah terpengaruhi.
Bagi kehamilan usia dua belas minggu sampai dua puluh enam
minggu, diameter biparietal (BPD) merupakan parameter yang lebih akurat.
Sesudah itu, akurasinya dapat menurun akibat kelainan patologis dan variasi
biologis yang mempengaruhi pertumbuhan janin. Hasil pengukuran ini harus
dipertimbangkan bersama hasil-hasil pengukuran lainnya, seperti panjang
femur dan Sirkumferensi abdomen atau lingkaran perut. BPD merupakan
perkiraan usia kehamilan yang bisa diandalkan kecuali kalau bentuk
kepalanya abnormal atau terdapat kelainan.
Femur length atau pengukuran tulang panjang janin, dapat digunakan
sebagai ukuran untuk menentukan usia kehamilan kalau hasil pengukuran
kepala janin tidak bisa diandalkan karena ada kelainan, dan usia kehamilan
sudah 28 minggu ke depan. Biasanya tulang panjang janin mudah terlihat
pada kehamilan 13 minggu atau lebih. Sedangkan tulang panjang yang
mudah dikenali dan diukur adalah femur.

13
3. Riwayat sosial ekonomi dan gizi: pasien seorang ibu rumah tangga dan suami
bekerja sebagai penjahit dan seorang perokok aktif
Riwayat reproduksi: menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur 28 hari, lama 5 hari,
HPHT 23 Oktober 2019
Riwayat pernikahan: 1 kali, lama pernikahan: 2 tahun
Riwayat persalinan:
1. 2019, abortus usia kehamilan 12 minggu, kuretase di RS swasta
2. Hamil ini

a. Bagaimana hubungan riwayat sosial ekonomi dan gizi dengan kasus?


Sosial ekonomi:
- Kurangnya pengetahuan dan informasi masyarakat khususnya ibu
hamil tentang faktor resiko penyebab terjadinya abortus.
- Ibu hamil yang terpapar asap rokok atau sebagai perokok pasif
mengirup 5 kali lebih banyak karbonmonoksida dan 4 kali lebih
banyak menghirup nikotin dan tar. Nikotin dapat menyebabkan
kontraksi pembuluh darah dan karbonmonoksida mengikat
Hemoglobin (Hb) 200 kali lebih kuat dari pada daya ikat Oksigen
(O2) dengan Hb, kedua komponen tersebut dapat menyebabkan

14
transfer zat gizi dan O2 dari ibu ke janin terhambat sehingga dapat
menyebabkan abortus.
- Abortus spontan yang rekuren dapat disebabkan oleh gaya hidup dan
pola perilaku ibu hamil yang kurang baik seperti merokok dan
minum alkohol. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur
toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta
memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem
sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin
yang dapat berakibat terjadinya abortus.
Gizi:
- Salah satu penyebab abortus yaitu ketidaksiapan hasil konsepsi
karena kurangnya asupan gizi ibu hamil yang dikonsumsi.
b. Bagaimana hubungan riwayat reproduksi dengan kasus?
Riwayat reproduksi pada kasus ini termasuk normal. Salah satu
hormon yang mengatur siklus menstruasi adalah progesteron. Apabila siklus
menstruasi terganggu, kemungkinan dapat disebabkan oleh progesteron
yang labnorma. Kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko
abortus. Penyebab abortus dapat disebabkan oleh faktor hormonal.
c. Bagaimana hubungan riwayat persalinan dengan kasus?
Ibu dengan riwayat abortus pada persalinan sebelumnya memiliki
resiko lebih tinggi untuk mengalami abortus pada kehamilan selanjutnya.
Penanganan standar terhadap abortus spontan sebelumnya seperti
kuretase sampai histerektomi dapat mengakibatkan otot serviks selalu
mendapatkan rangsang untuk terbuka sehingga terjadi inkompetensia
serviks dan perubahan permeabilitas otot endometrium yang akhirnya
mempengaruhi kemampuan desidua basalis saat menerima implantasi
embrio. Defek anatomik tersebut dapat menyebabkan terjadinya abortus.
d. Apa saja yang dapat menyebabkan abortus?
1) Faktor genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus.
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari
embrio. Data ini berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang
15
bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari
fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik
pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
2) Faktor anatomi
Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi
obstetrik terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus,
ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus
kerana kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada
kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus
unicornis (10-30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus
berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas
uterus. Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan
mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan
endometrium. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh. Selain itu, kelainan
yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat
mengakibatkan abortus.
3) Faktor endokrin
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada
koordinasi sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian
langsung pada sistem humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan
gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya kadar progesteron
sangat penting dalam mengantisipasi abortus.
4) Faktor infeksi
Ada berbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan
kejadian abortus. Di antaranya adalah adanya metabolik toksik,
endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak langsung pada janin
dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin
dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.
5) Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). APA
adalah antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.
Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada
16
SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus
berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan
berikatan dengan sisi negatif dari phospholipid. Selain SLE,
antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada preemklamsia,
IUGR, dan prematuritas.
6) Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya
abortus yang yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan
sirkulasi maternoplasental, dan infeksi. Namun secara statistik, hanya
sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma.
7) Faktor nutrisi dan lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari
paparan obat, bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir
dengan abortus.6 faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan
peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.
8) Faktor kontrasepsi berencana
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada
salep dan jeli kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.
Namun, jika pada kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine
device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi
septik akan meningkat dengan signifikan.
e. Apa saja indikasi dilakukannya kuretase?
- Abortus insipiens jika terjadi perdarahan yang banyak
- Abortus inkomplit
- Missed abortion
- Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
- Mola hidatidosa (vakum kuretase)
- Blighted ovum
- Retensi sisa plasenta
- Lain-lain (kuretase diagnostik, polip endometrium)

4. Pemeriksaan Fisik
BB: 43 kg, TB: 160 cm (underweight)
Sensorium: compos mentis

17
TD: 110/80 mmHg, nadi: 78x/menit, pernapasan: 18x/menit, suhu: 36,8°C
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

BB: 43 kg BMI: 18,5–24,9 Underweight


TB: 160 cm
BMI: 16,8
Sensorium: compos mentis Compos mentis Normal (sadar
sepenuhnya)

TD: 110/80 Sistole: <120 Normal


Diastole: <80
Nadi: 78 x/ menit 60–100 x/menit Normal

Pernapasan: 18 x/menit 16–24 x/menit Normal

Suhu: 36,8°C 36,5–37,2°C Normal

b. Bagaimana hubungan BMI dengan keluhan pada kasus?


Berat badan yang underweight menunjukkan kondisi nutrisi atau gizi
ibu yang tidak baik, hal tersebut memengaruhi kondisi kecukupan energi
atau nutrisi yang dibutuhkan oleh fetal untuk tumbuh, sehingga apabila
mengalami kekurangan bisa menyebabkan abortus. Malnutrisi umum yang
sangat berat memiliki kemungkinan paling besar menjadi predisposisi
abortus.

5. Pemeriksaan Fisik Obstetri


Pemeriksaan luar: abdomen datar, lemas, fundus uteri teraba 2 jari atas simfisis
pubis, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada tanda cairan bebas
Inspekulo: portio livide, orifisium uteri eksternum tertutup, fluor tidak ada, fluksus
ada, darah tidak aktif, tidak ditemukan erosi, laserasi, dan polip
Vaginal toucher: tidak dilakukan
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik obstetri pemeriksaan
luar?
Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

Abdomen datar, lemas Abdomen datar, Normal


lemas, simetris

18
Tinggi fundus uteri: 2 Tinggi fundus uteri Normal (Sesuai usia
jari di atas simfisis pada usia kehamilan kehamilan)
pubis 14 minggu: 2 jari di
atas simfisis pubis
Tidak teraba massa Tidak teraba Normal

Tidak ada nyeri tekan Tidak ada Normal

Tidak ada tanda cairan Tidak ada Normal


bebas
b. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik obstetri pemeriksaan
dalam?
Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

Portio livide Portio livide Normal


(Hipervaskularisasi saat
kehamilan)

Orifisium uteri OUE tertutup Normal (Janin masih


eksternum (OUE) dalam uterus,
tertutup mengindikasikan
abortus imminens)

Fluor tidak ada Fluor tidak ada Normal

Fluksus ada Fluksus tidak ada Abnormal (Terdapat


perdarahan, gejala klinis
abortus imminens)

Darah tidak aktif Tidak ada darah Abnormal (Abortus


imminens)

Tidak ditemukan erosi Tidak ditemukan Normal

Tidak ditemukan Tidak ditemukan Normal


laserasi
Tidak ditemukan polip Tidak ditemukan Normal

19
c. Mengapa pada kasus ini tidak dilakukan vaginal toucher?
Karena perdarahan pervaginam merupakan salah satu kontraindikasi
vaginal toucher.

6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 10,5 g/dL, Eritrosit 3,46 106/mm2, Leukosit 7.960/mm3, Ht 32%, Trombosit
438.000
Diff count 0/1/71/21/7
Urinalisis: plano test (+), bakteri (++), leukosit 10–15/lpb, eritrosit 6–8/lpb
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Hasil
Pemeriksaan Normal Interpretasi
Pemeriksaan
Hb >11 g/dL 10,5 g/dL Menurun
3,42 x 106–4.55 x 3,46 x
Eritrosit Normal
106/mm3 106/mm2
5.700–
Leukosit 3
7.960/mm3 Normal
17.000/mm
Ht 31–41% 32% Normal
150.000–
Trombosit 3
438.000/mm3 Trombositosis
391.000/mm
Basofil = 0–1
Eosinofil = 1–3
Neutrofil
Diff count Neutrofil = 50–70 0/1/71/21/7
meningkat
Limfosit = 20–40
Monosit = 2–8
Urinalisis
(+) = hamil
Plano test (+) Positif hamil
(–) = tidak hamil
Abnormal
Bakteri (–) (++)
(Infeksi)
Abnormal
Leukosit 0–5/lpb 10–15/lpb
(Infeksi)
Abnormal
Eritrosit 0–1/lpb 6–8/lpb
(Perdarahan)

20
b. Bagaimana cara pemeriksaan plano test?
- Metode: Immunocromatography Sandwich Assay
- Prinsip:
Urine wanita hamil mengandung α dan β hCG (monoclonal hCG
lengkap). Pada area sampel terdapat anti α hCG. Di area tes mengandung
anti β hCG, sedangkan pada area kontrol mengandung anti β hCG dan
monoclonal hCG lengkap (α dan β hCG).
Jika strip urine dicelupkan pada urine wanita hamil, maka
monoclonal hCG lengkap dalam urine akan bereaksi dengan anti α hCG
(di area tes) dan anti hCG yang berlebih akan berikatan dengan
monoclonal hCG lengkap dan β hCG (di area kontrol). Bila ikatan
tersebut telah membentuk ikatan sandwich, maka akan terlihat tanda
garis merah.
- Alat dan Bahan:
▪ Alat: Plano test strip
▪ Bahan: Urine
- Prosedur Pemeriksaan:
1. Celupkan strip tes kehamilan ke dalam sampel urine, jangan
melewati tanda batas.
2. Ditunggu beberapa saat sampai timbul garis berwarna merah.
- Interpretasi hasil:
▪ Hasil negatif: jika terbentuk satu garis di area control
▪ Hasil positif: jika terbentuk dua garis di area tes dan control
c. Apa makna hasil pemeriksaan laboratorium urinalisis?
Hasil analisis darah menunjukkan hasil yang normal kecuali pada Hb
yang menunjukkan adanya anemia ringan yang dicurigai merupakan
manifestasi dari perdarahan yang dialami pasien. Pada urinalisis di dapatkan
hasil plano test (+) yang merupakan test pada hormone β HCG pada ibu yang
menandakan adanya kehamilan, lalu ditemukan bakteri (++), leukosit 10–
15/lpb (normal: 2–5/lpb), dan eritrosit 6–8/lpb (normal: 0–2/lpb) yang
menandakan adanya infeksi pada saluran kencing.

7. Pemeriksaan USG
- Tampak janin tunggal hidup intrauterine
- Biometri janin sesuai usia kehamilan 14 minggu
21
- Cairan ketuban cukup, SDP 6,5 cm
- Tampak plasenta di corpus anterior
- Kesan: hamil 14 minggu janin tunggal hidup intrauterine
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan USG?
Hasil Pemeriksaan Interpretasi

Tampak janin tunggal hidup Normal


intrauterine
Biometri janin sesuai usia Berarti dalam kehamilan TM II
kehamilan 14 minggu TM I: 1–13 minggu, TM II: 14 –27
minggu, TM III: 28–40 minggu

Tampak plasenta di corpus anterior Normal, pada kehamilan < 20


minggu plasenta meliputi corpus
seluruh dinding rahim

Kesan: hamil 14 minggu janin tunggal hidup intrauterine

Hipotesis: Ny. M, 25 tahun, G2P0A1 hamil 14 minggu dengan abortus imminens dan
infeksi saluran kemih, janin tunggal hidup intrauterine.

1. Apa saja algoritma penegakkan diagnosis pada kasus?


1) Anamnesis:
- Riwayat terlambat haid dengan hasil β HCg (+) dengan usia kehamilan
dibawah 20 minggu,
- Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak,
- Dengan atau tanpa nyeri perut.
2) Pemeriksaan fisik:
- OUE masih menutup,
- Perdarahan sedikit,
- Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan,
- Detak jantung janin masih ditemukan.
3) Pemeriksaan penunjang:
- Ultrasonografi (USG).
4) Menegakkan diagnosis.
2. Apa saja diagnosis banding pada kasus?

22
- Abortus imminens,
- Abortus insipient,
- Abortus inkomplit,
- Abortus komplit,
- Missed abortion,
- Mola hidatidosa,
- Kehamilan ektopik.
3. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Abortus imminens dan ISK.
4. Apa definisi penyakit pada kasus?
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan pada usia gestasi < 20 minggu atau berat janin < 500
g. Abortus imminens merupakan abortus tingkat permulaan dan merupakan
ancaman terjadinya abortus yang ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam,
osteum uteri yang tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Penderita juga dapat mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam. Besar uterus masih sesuai usia gestasi dan tes
kehamilan urin masih positif.
5. Bagaimana etiologi penyakit pada kasus?
1) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau cacat,
penyebabnya antara lain:
a. Kelainan kromosom, misalnya lain trisomi, poliploidi dan kelainan
kromosom seks.
b. Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat usia
tua, dimana kondisi abnormal uterus dan endokrin atau sindroma ovarium
polikistik.
c. Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat
mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam
uterus, disebut teratogen.
2) Kelainan plasenta, misalnya endarteritis terjadi dalam vili koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga mengganggu
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi sejak kehamilan
muda misalnya karena hipertensi menahun.
3) Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis,
malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan,
23
laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis,
mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis.
4) Kelainan traktus genitalis, misalnya retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan
bawaan uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma
submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain keguguran dalam
trimester dua ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau
robekan serviks yang luas yang tidak dijahit.
6. Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?
Kemungkinan terjadinya abortus imminens atau abortus spontan meningkat
sesuai dengan umur ibu. Multiparitas (increased parity) juga meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus imminens.
Secara global, terjadi 28–29/1000 wanita pada usia 15–44 tahun. Pada
Indonesia, 37/1000 kasus pada wanita dengan usia 15–49 tahun.
7. Bagaimana klasifikasi penyakit pada kasus?

1) Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-
faktor mekanis atau medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor
alamiah. Abortus ini dapat dibagi menjadi;
a. Abortus imminens adalah keguguran membakat dan akan terjadi, keluarnya
fetus masih dapat dicegah.
b. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang berlangsung dengan ostium
sudah terbuka dan ketuban sudah teraba. Kehamilan sudah tidak dapat
dipertahankan lagi.
c. Abortus inkompletus adalah hanya sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan yang tertinggal adalah desidua dan plasenta.
d. Abortus kompletus adalah seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan
fetus), sehingga rongga rahim kosong.
e. Missed abortion adalah keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran
berturut-turut 3 kali atau lebih.
2) Abortus provokatus (induced abortion) adalah abortus yang disengaja baik
dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
a. Abortus medisinalis (abortus therapeutika) adalah abortus karena tindakan

24
kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan aindikasi medis).
b. Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
8. Bagaimana patofisiologi penyakit pada kasus?
ISK → system imun memproduksi faktor proinflamasi dan prostaglandin
→ prostaglandin meningkat → uterus berkontraksi kuat → memicu lepasnya
plasenta → perdarahan → ancaman abortus.
9. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit pada kasus?
Manifestasi klinis yang ditemukan biasanya pasien mengeluh amenorrhea,
sakit perut bagian bawah, dan keluar darah dari vagina, lalu pada pemeriksaan fisik
biasanya ditemukan uterus membesar sesuai usia kehamilan, perdarahan dari kanalis
servikalis sedikit, kanalis servikalis terututup, tes kehamilan (+), dan didukung
pemeriksaan USG.
10. Bagaimana pemeriksaan fisik dari penyakit pada kasus?
- Penilaian TTV
- Penilaian tanda-tanda syok
- Periksa konjungtiva untuk tanda anemia
- Mencari ada atau tidaknya massa abdomen
- Tanda-tanda akut abdomen dan defans muscular
- Pemeriksaan ginekologi, ditemukan (abortus imminens):
1) OUE masih tertutup
2) Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lendir
3) Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
4) Detak jantung janin masih ditemukan
11. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit pada kasus?
- USG transvaginal dan observasi DJJ
- Biokimia serum ibu (β hCG)
- Pemeriksaan kadar progresteron
- Pemeriksaan darah perifer lengkap
- Pemeriksaan urinalisis
12. Bagaimana tatalaksana dari penyakit pada kasus?
1) Tirah baring
Unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan
bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
25
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila suhu tubuh pasien
normal dan tiap empat jam bila suhu tubuh pasien meningkat.
3) Test kehamilan dapat dilakukan
Bila hasil negatif, kemungkinan janin sudah mati. Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)Penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih
hidup.
4) Berikan obat penenang
Berikan preparat hematinik, misalnya Sulfas Ferrosus 600–1.000 mg.
5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
6) Bersihkan vulva, minimal dua kali sekali dengan cairan cairan antiseptik untuk
mencegah infeksi terutama saat masihmengeluarkan cairan cokelat.
7) Obat-obat yang dapat diberikan:
- Penenang: penobarbital 3x30mg
- Valium anti perdarahan: adona, transamin vitamin B kompleks
- Hormonal: progesteron
- Penguat plasenta: gestanon, duphaston
- Anti kontraksi rahim: duvadilan, papaverin

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti.


Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini
walaupun belum diketahui pasti efektifitasnya, tetapi efek psikologis kepada
penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi
perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih
kurang 2 minggu.
13. Bagaimana komplikasi dari penyakit pada kasus?
- Perdarahan
- Perforasi
- Syok
- Infeksi
- Efek anesthesia
- Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
14. Bagaimana prognosis dari penyakit pada kasus?
- Quo ad vitam: Dubia
- Quo ad functionam: Dubia
26
- Quo ad sanationam: Dubia

Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran, kelahiran


prematur, BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan kematian perinatal. Namun,
tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Macam dan lamanya perdarahan
menentukan prognosis kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan
berlangsung lama, nyeri perut yang disertai pendataran serta pembukaan serviks.
Tabel 1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prognosis Abortus Imminens
Faktor yang Prognosis Buruk
Prognosis Baik
Berpengaruh
Riwayat Usia ibu saat Usia ibu saat hamil > 34 tahun
hamil < 34 tahun
Riwayat keguguran sebelumnya
USG Aktivitas jantung Fetal bradikardi
normal
Usia kehamilan berdasarkan HPHT
dengan Panjang crown to rump berbeda
Ukuran kantong gestasi yang kosong >
15-17 mm
Biokimia serum Kadarnya normal Kadar β hCG rendah
maternal
Kadar β hCG bebas 20 ng/mL
Peningkatan β hCG < 66% dalam 48 jam
Rasio bioaktif/imunoreaksi hCG < 0,5
Progresteron < 45 nmol/lL pada trimester
pertama
Sumber: Sucipto, NI. 2013.
15. Bagaimana kajian, informasi dan edukasi penyakit pada kasus?
- Menjelaskan kepada pasien tentang kondisi ibu dan janin.
- Menganjurkan pasien untuk beristirahat saat kembali ke rumah nanti.
- Menghindari melakukan hubungan badan untuk sementara waktu.
- Kontrol 2 minggu lagi, atau jika ada keluhan segera rumah sakit.
- Jika keputihan tidak membaik setelah selesai pengobatan, pasien sebaiknya
memeriksakan diri kembali ke dokter.
16. Bagaimana SKDI penyakit pada kasus?
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
27
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

28
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
What I
What I How I
Learning Issues What I Know Have to
Don’t Know Learn
Prove
Definisi,
klasifikasi,
etiologi,
faktor resiko,
patofisiologi,
Abortus epidemiologi,
- -
Imminens manifestasi
klinis,
komplikasi
tatalaksana,
edukasi, dan
Jurnal,
pencegahan
Textbook,
Definisi,
Internet.
klasifikasi,
etiologi,
faktor resiko,
patofisiologi,
Infeksi Saluran
epidemiologi,
Kemih -
manifestasi -
klinis,
komplikasi
tatalaksana,
edukasi, dan
pencegahan

29
V. Kerangka Konsep

Perubahan fisiologis
Kehamilan dan struktur traktus
urinarius

Perubahan
Progesteron
keasaman vagina
meningkat
(lebih basa)

Perubahan flora Berkurangnya


normal vagina tonus otot polos

Kompresi ureter
Bakteri patogen karena Menurunnya kontraksi
berkembang m. detrussor dan
pembesaran
uterus peristaltik ureter

Dilatasi kalis,
pelvis ginjal, dan
ureter

Meningkatnya
volume urin dan
residual post miksi

Bakteri
Refluks
berkembang biak
vesikouretra
dengan cepat

Infeksi asenden

ISK

30
ISK

Sistem imun
produksi
prostaglandin

Menurunnya
prostaglandin

Rahim
berkontraksi kuat

Ancaman abortus

31
VI. Sintesis

ABORTUS IMINENS

1. Diagnosis banding
A. Abortus
a. Abortus iminens
b. Abortus insipiens
c. Abortus inkomplit
d. Abortus komplit
e. Missed abortion
B. Mola Hidatidosa
C. Kehamilan Ektopik Terganggu

2. Algoritma penegakkan diagnosis


Hasil Anamnesis
• Riwayat terlambat haid β-HCG (+) dengan usia kehamilan dibawah 20 minggu
• Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak, berwarna kecoklatan dan
bercampur lendir
• Tidak disertai nyeri dan kram

Hasil Pemeriksaan Fisik


• Penilaian TTV
• Penilaian tanda-tanda syok
• Periksa konjungtiva untuk tanda anemia
• Mencari ada atau tidaknya massa abdomen
• Tanda-tanda akut abdomen dan defans muscular
• Pemeriksaan ginekologi, ditemukan:
Abortus imminens:
1. OUE masih tertutup
2. Perdarahan berwarna kecoklatan disertai lendir
3. Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
4. Detak jantung janin masih ditemukan

Hasil Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan USG

32
2. Pemeriksaan tes kehamilan β-HCG: biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah
abortus
3. Pemeriksaan darah perifer lengkap

3. Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.

4. Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu:

Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar abortus
spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini berdasarkan pada 50%
kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa
aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi dari
fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester
pertama berupa trisomi autosom.

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum normal
oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia.
Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan diikuti
dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang
sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir. Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan
dengan abortus absolut.

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan sitogenetik
yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu memandangkan
kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma,
infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang kehamilan.

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi dan
mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi gen yang
abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan genetik seperti Sindroma Marfan,
33
Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum merupakan
gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat abortus. Kelainan hematologik seperti pada
penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan
abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.

Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya


abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%
pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah septum
uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus
unicornis (10-30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan
infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus. Sindroma Asherman
bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah
pada permukaan endometrium. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan
aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh. Selain itu, kelainan yang didapat
misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan
komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan. Pada kelainan ini, dilatasi
serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita dengan
serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm atau lebih
dengan memperlihatkan gejala yang minimal. Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih,
maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan terjadi dan
mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1 faktor-faktor yang mengakibatkan
serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat
cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang bisa
digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16
minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian
bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang
sesuai dengan inkompeten serviks.

Faktor endokrin

34
Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya
kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester yang
pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM dengan
kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap


implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan
abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan
cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7
minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka
kehamilan dapat diselamatkan.

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17% kejadian
defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat ini, masih
blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan kehamilan.
Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus.
Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi, proses migrasi
trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini interaksi antara
trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus berperan penting di mana
sebahagian besar leukosit adalah large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T
dan sel B.3 Sel NK dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium
yang terpapar progesteron. Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi
peningkatan sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.
Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat
menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang optimal
oleh trofoblas extravillous. Maka, gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada
kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat


merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral yang
penting pada kelangsungan kehamilan.
35
Faktor infeksi
Ada berbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat
kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa
mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif
juga bisa mengakibatkan abortus. Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan
perubahan genetik dan anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV,
HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus
- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum,
mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.
- Spirokaeta: treponema pallidum.

Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE
dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah antibodi spesifik yang ditemukan
pada ibu yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester
2 dan 3 pada SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan
dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif
dari phospholipid. Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada
preemklamsia, IUGR, dan prematuritas. Dari international consensus workshop pada
tahun 1998, klasifikasi APS adalah:
- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang
dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)
- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa
kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana
gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran

36
janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat, atau insufisiensi plasenta
yang berat).
- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada
2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu).
- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,
kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet normal
dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid).
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari 33% pada
perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang, ditemukan infark
plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.

Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan infeksi.
Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan karena trauma .

Faktor nutrisi dan lingkungan


Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia atau
radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-faktor yang terbukti
berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid. Pada wanita yang
merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari risiko pada
wanita yang tidak merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik antara lain nikotin
yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu
neurotoksin. Meminum alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan
risiko abortus spontan dan anomali fetus. Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada
wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-
tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari
dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari ini,
risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. Pada
penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine),
risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada kontrol.

5. Epidemiologi
37
Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan
punya risiko 15 % untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali,
risikonya akan meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus
setelah 3 abortus ber-urutan adalah 30 - 45 %.

6. Faktor Resiko
Faktor predisposisi abortus mencakup beberapa faktor, antara lain:
a. Faktor dari janin (fetal),yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom)
b. Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dari: infeksi, kelainan hormonal seperti
hipotiroidisme, diabetes mellitus, malnutrisi, penggunaan obatobatan, merokok,
konsumsi alkohol, faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus
didelfis,inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in
partu, umumnya pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman.
c. Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma

7. Patofisiologi

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan nekrosis
jaringan disekitar perdarahan. Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan
mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap
sebagai benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan
fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted
ovum.

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal. Kulit akan
tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. Bisa juga apabila
cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang akan
membentuk fetus compressus. Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering
dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili
korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14
minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian
38
lagi akan tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi karena hilangnya kontraksi yang
dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium.

8. Klasifikasi

Tabel 5.1. Klasifikasi Abortus

Tabel 5.2. Klasifikasi Abortus

39
Sumber: Buku Pedoman Klinik Fasilitas Kesehatan layanan primer edisi 1 tahun 2014

Gambar 5.1. Jenis – Jenis Abortus


Sumber: Kemenkes.2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Ed. Pertama

9. Manifestasi klinis
• Perdarahan pervaginam pada umur kehamilan < 20 minggu
• Ada keluhan mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
• Ostium uteri masih tertutup
• Besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
• Hasil konsepsi masih baik dalam kandungan
• Tes kehamilan dengan urin masih positif

10. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan,


waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG ditemukan kantung
gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.

11. Tatalaksana (farmako dan non farmako)


Tatalaksana umum
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).

40
b. Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok. Jika tidak terlihat
tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk
dengan cepat.
Tatalaksana syok
• Carilah bantuan tenaga kesehatan lain.
• Pastikan jalan napas bebas dan berikan oksigen.
• Miringkan ibu ke kiri.
• Hangatkan ibu.
• Pasang infus intravena (2 jalur bila mungkin) dengan menggunakan
• jarum terbesar (no. 16 atau 18 atau ukuran terbesar yang tersedia).
• Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebanyak 1
liter
• dengan cepat (15-20 menit).
• Pasang kateter urin (kateter Folley) untuk memantau jumlah urin yang
keluar. Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama,
atau hingga 3 liter dalam 2-3 jam (pantau kondisi ibu dan tanda vital).
• Cari penyebab syok dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih
lengkap secara simultan.

Tabel 5.3. Etiologi Syok


Sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. Ed. Pertama.2013. Kemenkes

• Pantau tanda vital dan kondisi ibu setiap 15 menit.


• Bila ibu sesak dan pipi membengkak, turunkan kecepatan infus menjadi
41
• 0,5 ml/menit (8-10 tetes/menit), pantau keseimbangan cairan.
• Tanda-tanda bahwa kondisi ibu sudah stabil atau ada perbaikan adalah
sebagai berikut:
1. Tekanan darah sistolik >100mmHg
2. Denyut nadi <90kali/menit
3. Status mental membaik (gelisah berkurang)
4. Produksi urin >30ml/jam
• Setelah kehilangan cairan dikoreksi (frekuensi nadi < 100 kali/menit dan
tekanan darah sistolik > 100 mmHg), pemberian infus dipertahankan
dengan kecepatan 500 mL tiap 3-4 jam ( 40-50 tetes/menit).
• Pertimbangkan merujuk ibu ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang
lebih lengkap.

c. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
• Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1g diberikan setiap 6 jam
• Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
• Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
d. Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
e. Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.
f. Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus

Tatalaksana khusus
Abortus Imminens
a. Pertahankan kehamilan.
b. Tidak perlu pengobatan khusus.
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti.
Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan

42
hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-
obatan ini walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek
psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh
dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh
berhubungan seksual dulu sampai lebih
kurang 2 minggu.

Pemantauan pascaabortus

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal yang biasa
terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang diketahui secara
klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali jika
terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek samping pada
kehamilan berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada
komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.
Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter
bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru
yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia
dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat
persetujuan tindakan.

Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) Pasca Keguguran

Kesuburan dapat kembali kira-kira 14 hari setelah keguguran. Untuk mencegah


kehamilan, AKDR umumnya dapat dipasang secara aman setelah aborsi spontan atau
diinduksi. Kontraindikasi pemasangan AKDR pasca keguguran antara lain infeksi
pelvik, abortus septik, atau komplikasi serius lain dari abortus. Teknik pemasangan
AKDR masa interval digunakan untuk abortus trimester pertama. Jika abortus terjadi di
atas usia kehamilan 16 minggu, pemasangan AKDR harus dilakukan oleh tenaga yang
mendapat pelatihan khusus.

43
Gambar 5.2.Algoritma Perdarahan < 12 minggu
Sumber: Reproductive Health Access Project. First trimester bleeding algorithm.
November 1, 2017.

44
Gambar 5.3. Algoritma Perdarahan Vagina
Sumber: Chris F. 2008. Clinical Emergency Medicine Algorithms: Vaginal Bleeding in
Early Pregnancy (Less than 20 weeks).West J Emerg Med.

12. Edukasi dan pencegahan


Edukasi
Dengan pasangan ibu hamil didiskusikan mengenai aktifitas seksual selama kehamilan.
Aktifitas seksual biasa dapat dilakukan selama kehamilan, posisi dapat bervariasi sesuai
pertumbuhan janin dan pembesaran perut. Kalau ibu hamil merasa tidak nyaman ketika

45
melakukan aktifitas seksual, sebaiknya dihentikan. Aktifitas seksual tidak dianjurkan
pada keadaan:
• Riwayat melahirkan prematur
• Riwayat abortus
• Perdarahan vagina atau keluar duh tubuh
• Plasenta previa atau plasenta letak rendah
• Serviks inkompeten

Pencegahan
• Makan makanan bergizi (sayuran, susu, ikan, daging, telur), tinggi folat dan
konsumsi multivitamin
• Berhenti merokok dan hindari asap rokok serta hindari kafein dan alkohol
• Jika memiliki penyakit seperti DM dan hipertiroidisme, harus dikontrol dengan baik
• Beritahu dokter tentang faktor risiko lainnya. Ini termasuk PTSD, sindrom ovarium
polikistik, atau inkompetensi serviks
• Jangan makan obat-obatan tanpa konsultasi dengan dokter sebelumnya
• Jangan mengangkat beban terlalu berat atau jangan beraktivitas terlalu berat
• Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan tujuan mencegah
infeksi yang bisa mengganggu proses implantasi janin.

13. Komplikasi

Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus
bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks,
dan juga koagulopati.

Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.
46
Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis sevikalis sewaktu dilatasi
juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci, streptococci,
Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T. paliidum), Leptospira,
jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada lactobacili, streptococci,
staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroides sp, Listeria dan
jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua. Pada abortus
septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium,
dan peritonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi paska
abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan
Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.

Efek anesthesia
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering
digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak disengaja
pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti konvulsi,
cardiopulmonary arrest dan kematian.

Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).


Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu curiga
DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

14. Prognosis
Ad vitam: Dubia
47
Ad functionam: Dubia
Ad sanationam: Dubia

15. SKDI
3B

INFEKSI SALURAN KEMIH PADA KEHAMILAN

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering dijumpai selama
kehamilan. Walaupun bakteriuria asimptomatik merupakan hal biasa, infeksi
simptomatik dapat mengenai saluran bawah yang menyebabkan sistitis, atau menyerang
kaliks ginjal, pelvis, dan parenkim sehingga menimbulkan pielonefritis.

Organisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih berasal dari flora normal
perineum. Terdapat bukti bahwa beberapa galur E. koli memiliki vili yang
meningkatkan virulensinya. Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak
meningkatkan faktor- faktor virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal
tersebut, dan bersama dengan refluks vesikoureter, stasis mempermudah timbuinya
gejala infeksi saluran kemih bagian atas

Komplikasi pada ibu dan janin dapat terjadi. Oleh karena itu, diagnosis dan terapi
merupakan masalah penting yang harus dapat diatasi. Perubahan hormonal semasa
kehamilan dan perubahan fungsi ginjal menyebabkan ISK mudah terjadi dan akibatnya
dapat berkepanjangan pada ibu, seperti kuman yang temp ada sampai beberapa lama
setelah persalinan. Di samping itu, risiko persalinan prematur menyertai kehamilan
dengan ISK ini.

Pada masa nifas dini sensitivitas kandung kemih terhadap regangan air kemih di dalam
vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta analgesia epidural atau spinal.
Sensasi peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman
yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma
dinding vagina. Distensi yang berlebihan disertai dengan kateterisasi untuk
mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.

Diagnosis, Gejala, dan Tanda

Diagnosis ISK ditegakkan dengan membuktikan adanya mikroorganisme di dalam


saluran kemih. Gejala ISK tidak selalu lengkap, bahkan kadang-kadang tanpa gejala
48
(asimptomatik). Gejala yang lazim ditemukan adalah disuria, polakisuria, dan terdesak
kencing (urgency), yang biasanya terjadi bersamaan. Rasa nyeri biasanya didapatkan di
daerah suprapubis atau pelvis berupa rasa nyeri atau seperti terbakar di uretra atau muara
uretra luar sewaktu berkemih atau di luar saat berkemih. Polakisuria terjadi akibat
kandung kemih tidak dapat menampung air seni lebih dari 500 ml akibat rangsangan
mukosa yang meradang sehingga sering berkemih. Rasa terdesak berkemih dapat
sampai menyebabkan seseorang penderita ISK ngompol, tetapi gejala ini juga
didapatkan pada penderita batu atau benda asing di dalam kandung kencing.

Gejala lain yang juga didapatkan pada ISK adalah stranguria yaitu berkemih yang sulit
dan disertai kejang otot pinggang yang sering pada sistitis akut, tenesmus yaitu rasa
nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung kencing meskipun telah kosong,
nokturia yaitu kecenderungan buang air kecil lebih sering pada waktu malam hari akibat
kapasitas kandung kemih yang menurun. Kolik ureter atau ginjal yang gejalanya khas
dan nyeri dapat juga menyertai gejala ISK.

Bakteriuri Asimptomatik

Kondisi ini mengacu pada perkembangan bakteri yang terus-menerus secara aktif di
daiam saluran kemih tanpa menimbulkan gejala. Prevalensi bakteriuri pada perempuan
tidak hamil adalah sekitar 5% sampai 6%. insidensi selama kehamilan bervariasi dari 2
sampai 7%, dan bergantung pada paritas, ras, dan status sosioekonomi. Insiden ter-
tinggi pernah dilaporkan pada multipara pembawa sel sabit, dan insidensi terendah
dijumpai pada perempuan berkulit putih dengan paritas rendah. Walaupun jumlah
bakteri yang lebih sedikit mungkin menunjukkan kontaminasi, kadang-kadang hitung
koloni yang rendah merupakan infeksi aktif, terutama apabila ada gejala klinik. Oleh
karena itu, konsentrasi yang rendah perlu diobati karena pielonefritis dapat terjadi
walaupun jumlah kuman tidak begitu banyak.

Apabila bakteriuria asimptomatik tidak diobati, sekitar 25 persen pasien kemudian akan
mengalami infeksi simptomatik akut selama kehamilan tersebut. Eradikasi bakteriuria
dengan antimikroba telah terbukti dapat mencegah sebagian besar infeksi klinik.

Pada beberapa penelitian, bakteriuria yang tersamar diiaporkan menyebabkan sejumlah


efek merugikan pada kehamilan. Insidensi berat lahir rendah meningkat bila bakteriuria
tidak diobati, tetapi pemberian antibiotika tidak dapat menurunkan insidensi tersebut.
Penelitian lain tidak mendukung hubungan antara bakteriuria dan berat lahir rendah, dan

49
kecil kemungkinan bahwa bakteriuria asimptomatik merupakan faktor utama untuk bayi
yang lahir prematur atau berat lahir rendah

Pemeriksaan Urin

Piuria merupakan gejala penting, yaitu adanya leukosit dalam urin > 10/LPB pada
pemeriksaan mikroskopik urin yang telah disentrifus. Hitung iumlah leukosit yang

diekskresi pada urin pancaran tengah sebesar 2.000/ml atau 200.000/jam, dianggap
positif, meskipun harus disingkirkan kemungkinan pencemaran leukosit dari vagina dan
sekitarnya. Bila yang diperiksa adalah urin hasil aspirasi kandung kencing, maka nilai
800/ml telah dianggap merupakan tanda infeksi.

Hematuria dapat juga terjadi pada ISK, tetapi bukan jenis glomerular dan dianggap
positif bila jumlahnya lebih dari 5 Iapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan
mikroskopik, dan bila didapatkan jumlah lebih dari 8.000/ml urin

Proteinuria ringan dapat ditemukan pada pielonefritis akut dan lebih sering lagi pa- da
pielonefritis kronik. Namun, perlu diingat bahwa pielonefritis kronik tidak selalu
bermakna infeksi, serta proteinuria lebih dari 2 g/24 jam tidak hanya disebabkan oleh
pielonefritis kronik.

Bakteriuria merupakan dasar diagnostik ISK yang harus dapat dibuktikan dengan
adanya biakan urin dan harus dapat disingkirkan adanya kontaminasi. Biakan sampai
100.000 koloni/ml urin sebagai tanda positif

Terapi

Pengobatan ISK bertujuan untuk membebaskan saluran kemih dari bakteri dan
mencegah atau mengendalikan infeksi berulang, sehingga morbiditasnya dihindari atau
dikurangi.

Tujuan tersebut dapat berupa:

• Mencegah atau menghilangkan gejala, bakteriemia, dan kematian akibat ISK.


• Mencegah dan mengurangi progresi ke arah gagal ginjal terminal akibat ISK
sendiri atau komplikasi manipulasi saluran kemih.
• Mencegah timbulnya ISK nyata (bergejala) pada trimester akhir kehamilan.

50
Perempuan dengan bakteriuria asimptomatik dapat diberi pengobatan dengan salah satu
dari beberapa regimen antimikroba. Pemilihan dapat didasarkan pada sensitivitas
invitro, tetapi umumnya dilakukan secara empiris. Terapi selama 10 hari dengan
makrokristal nitrofurantoin, 100 mg per hari, terbukti efektif untuk sebagian besar
perempuan.

Regimen lain adalah ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, nitrofurantoin, atau sulfo-


namid yang diberikan empat kali sehari selama 3 hari. Angka kekambuhan semua
regimen ini sekitar 30%. Kegagaian regimen dosis tunggal mungkin merupakan
petunjuk adanya infeksi saiuran bagian atas dan perlunya terapi yang lebih lama. Bagi
perempuan dengan bakteriuria yang menetap atau sering kambuh mungkin
diindikasikan terapi supresif sepanjang sisa kehamilan. Salah satu regimen yang telah
terbukti berhasil adalah nitrofuranroin 100 mg sebelum tidur.

Sistitis akut
Sistitis akut dibedakan dari bakteriuria asimtomatik dengan gejala seperti disuria,
urgensi dan frekuensi pada pasien afebris dengan tidak ada bukti penyakit
sistemik. Sampai dengan 30 persen pasien dengan bakteriuria asimtomatik tidak diobati
kemudian mengembangkan gejala sistitis.

51
Pengobatan

Komplikasi
Komplikasi ibu dan bayi dari UTI dapat retardasi pertumbuhan intrauterin dan berat
bayi lahir rendah, persalinan prematur, hipertensi, anemia dan amnionitis.

52
VII.Kesimpulan
Ny. M, 25 tahun, G2P0A1 hamil 14 minggu dengan abortus imminens dan infeksi saluran
kemih, janin tunggal hidup intrauterine.

53
DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Klinik Fasilitas Kesehatan layanan primer. Ed. Pertama. 2014. Kemenkes.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Ed.
Pertama. 2013. Kemenkes.
Chris F. 2008. Clinical Emergency Medicine Algorithms: Vaginal Bleeding in Early
Pregnancy (Less than 20 weeks).West J Emerg Med. Diakses melalui:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2672226/.
Cunningham FG, dkk. Kehamilan pada Manusia. Dalam Hartanto Huriawati, editor.
Obstetric Williams volume satu. Edisi ke-21. Jakarta: ECG. 2006.Hal 2-33
Cunningham FG, dkk. 2015. Abortion William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-
Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
Cunningham F.G., et al. 2012. Obstetri Williams Edisi 23. EGC: Jakarta.
Current medical diagnosis & treatment. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors. 2010. USA:
McGraw-Hill; 2010.
Devaseelan P, Fogarty PP, Regan L. Human chorionic gonadotrophin for threatened
miscarriage. Cochrane Database of Systematic Reviews [Internet]. 2010.
Eva Ellya Sibagariang, 2010. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta. Trans Info Media.
Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion.
American Family Physician.
Kamus Kedokteran Dorland. In: Harjono RM, Hartono A, Japaries W, Kuswadji S,
Maulany RF, Setio M, Sugani S, Suyono J, Tambajong J, Winata I, editors. Jakarta:
EGC; 2002.
NACS.2013. Module 2.Nutrition assessment and classification. USAID and PEPFAR.
Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003
Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Prosedur Tetap Pelayanan Medis Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD RSUP
Sanglah tahun 2004.
Reproductive Health Access Project. First trimester bleeding algorithm. November 1, 2017.
Sotiriadis A, Papatheodorou S, Makrydimas G. Threatened Miscarriage: Evaluation and
management. BMJ. 2004;329(7458):152-5.
Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's
Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002.

54
Ultrasonografi . In: Gondo HK, Suwardewa TGA, editors. Buku ajar obstetri ginekologi.
Jakarta: EGC; 2012.
Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Wiknjosastro GH,
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312.
Williams obstetrics. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ,
Spong CY, editors. 23rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2010.
Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312.

55

Anda mungkin juga menyukai