Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

G2P1A0 Hamil 35 Minggu belum Inpartu dengan Anemia Sedang


JTH Presentasi Kepala + Pertumbuhan Janin Terhambat

Oleh:
Alyssa Poh Jiawei 04084821921163
M. Alfadilla Akbar 04084821921085
Anugrah Qalbi 04084821921051
Aprilia Putri 04084821921079
Aulia Syukraini 04084821921064
Dwi Octaverina Putri 04084821921078
Jihan Natra Shafira 04054822022127
Nurul Anisa 04084821921092
Mardiati Nurul Hidayah Harahap 04084821921075
Reni Wahyu Novianti 04084821921114
Safira Azzahra 04084821921094

Pembimbing:
dr. Ratih Krisna, Sp.OG (K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:

G2P1A0 Hamil 35 Minggu belum Inpartu dengan Anemia Sedang JTH Presentasi
Kepala + Pertumbuhan Janin Terhambat

Oleh:

Alyssa Poh Jiawei 04084821921163


M. Alfadilla Akbar 04084821921085
Anugrah Qalbi 04084821921051
Aprilia Putri 04084821921079
Aulia Syukraini 04084821921064
Dwi Octaverina Putri 04084821921078
Jihan Natra Shafira 04054822022127
Nurul Anisa 04084821921092
Mardiati Nurul Hidayah Harahap 04084821921075
Reni Wahyu Novianti 04084821921114
Safira Azzahra 04084821921094

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, Juni 2020

dr. Ratih Krisna, Sp.OG (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “G2P1A0 Hamil 35 Minggu
belum Inpartu dengan Anemia Sedang JTH Presentasi Kepala + Pertumbuhan
Janin Terhambat” dengan baik. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat
Kepaniteraan Klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Moh.
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Ratih Krisna, Sp.OG (K)
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
demi kesempurnaan laporan kasus ini di masa yang akan datang. Semoga laporan
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Juni 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.....................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................12
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Pertumbuhan janin terhambat (PJT) merupakan keadaan yang


menunjukkan berat badan janin di bawah 10 persentil untuk masa kehamilan atau
<2 standar deviasi di bawah rata-rata masa kehamilan. Selain berat badan,
beberapa penulis mendefinisikan PJT dengan lingkar perut <5 persentil atau femur
lenght (FL) atau abdominal circumference (AC) >24. Biasanya perkembangan
yang terhambat diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan. Hal tersebut
dapat disebabkan berkurangnya perfusi palsenta, kelainan kromose, serta faktor
lingkungan atau infeksi.1
Sekitar dua per tiga PJT berasal dari kelompok kehamilan yang berisiko
tinggi, misalnya hipertensi, perdarahan antepartum, penderita penyakit jantung,
dan kehamilan multipel sedangkan sepertiga lainnya berasal dari kelompok
kehamilan tidak mempunyai risiko. Nutrisi maternal juga berperan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan janin. Beberapa bukti menunjukkan bahwa
pertumbuhan janin yang paling rentan terhadap kekurangan nutrisi maternal
adalah selama periode peri-implantasi dan periode perkembangan plasenta yang
cepat. Jika ditemukan kelainan sebelum usia kehamilan 34 minggu dapat
menurunkan angka kematian sekitar 70% akibat PJT.2

Prevalensi PJT sekitar 8% dari populasi umum. Di Asia terdapat 9.248


kasus PJT (Oris, 2001) dan di Indonesia kasus PJT mencapai angka 19,8%
(Karger, 2008). Ini ditunjukan dengan 52% bayi lahir mati yang berhubungan
dengan PJT dan 10% terjadi kematian masa perinatal sebagai konsekuensi dari
PJT. Sampai dengan 72% terjadi kematian janin yang tidak dapat dijelaskan
berhubungan dengan PJT. Pertumbuhan janin terhambat sampai saat ini masih
menjadi penyebab paling utama morbiditas dan mortalitas perinatal, sehingga
dibutuhkan penegakan diagnosis yang akurat dan penatalaksanaan yang sesuai.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny.SK
Usia : 38 tahun
Alamat : Plaju, Palembang
Agama : Islam
Suku : Sumatera
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 18 Juni 2020
No. RM : 13055678

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Hamil kurang bulan dengan sesak napas

Riwayat Perjalanan Penyakit


± 4 hari SMRS, os mengeluh sesak napas. Sesak dirasakan terutama
saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Riwayat penyakit batuk lama
(+), riwayat minum obat teratur selama 6 bulan (+). Riwayat perut merasa
mulas sehingga menjalar ke pinggang semakin kuat dan semakin sering (-).
Riwayat keluar air-air dari kemaluan disangkal. Riwayat keluar darah
bercampur lendir (-). Riwayat post-coital disangkal. Riwayat keputihan
disangkal. Riwayat meminum obat-obatan atau jamu-jamuan disangkal.
Riwayat trauma (terjatuh) disangkal. Riwayat perut sering diurut-urut
disangkal. Os mengaku hamil kurang bulan dengan gerakan janin yang
semakin dirasakan.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat darah tinggi pada kehamilan (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat demam sebelumnya (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)
Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat teratur selama 6 bulan (+)

Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada

Status Sosioekonomi dan Gizi: Sedang


Status pernikahan : Menikah, 1 kali, lama menikah 5 tahun
Status reproduksi : Menarche usia 13 tahun, teratur, lama
haid 5 hari, siklus 28 hari, HPHT os lupa
Status persalinan :
1. 2016, laki-laki, 2600 gram, spontan, bidan, sehat
2. Hamil saat ini

2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 18 Juni 2020)


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit, isi/kualitas cukup,irama reguler

3
Respirasi : 19 x/menit, reguler
Suhu : 36,7oC
BB : 56 kg
TB : 160 cm

Pemeriksaan Fisik Spesifik


Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+), VOD 6/6, VOS 6/6
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret(-),
perdarahan (-)
Telinga : Liang telinga lapang
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan
bibir kering (-), fisura (-), cheilitis(-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis, detritus (-)
Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran
struma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal,
subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri menurun dibandingkan kanan
Perkusi : Sonor pada paru kanan, redup pada paru kiri
Auskultasi : Vesikuler (+) kanan, vesikuler (+) menurun kiri, ronkhi
(-), wheezing (-)

4
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 85 x/menit reguler, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik

Ekstremitas
Akral hangat (+/+), edema pretibial (-/-)

Pemeriksaan Obstetrik
Pemeriksaan Luar :
Leopold I Tinggi Fundus Uteri (TFU) 4 jari dibawah processus
xiphoideus (28 cm), teraba bagian lunak dan tidak
melenting (bokong)
Leopold II Situs memanjang. Punggung dibagian kiri, ekstremitas
dibagian kanan
Leopold III Bagian terbawah teraba bagian keras , bulat, melenting
(Kepala)
Leopold IV Penurunan 5/5
HIS (-), DJJ 136 x/menit TBJ 2325 gram

Inspekulo:
Portio livide, OUE tertutup, Fluor (-), Fluxus (-), Erosi (-), Laserasi (-),
Polip (-)

5
2.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (18 Juni 2020, Palembang pukul 13.00 WI
B)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 8.6 11,40-15,00 g/dL
RBC 4.34 4,00-5,70x106/mm3
WBC 9.76 4,73-10,89x103 /mm3
Ht 29 35-45%
Trombosit 232 189-436 x103/ul
MCV 66.8 85-95 fL
MCH 21 28-32 pg
MCHC 31 33-35 g/dL
RDW-CV 22.90 11-15 %
LED 33 <20 mm/jam
Diff. Count
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 3 1-6%
Neutrofil 80 50-70%
Limfosit 10 20-40%
Monosit 7 2-8%
HbsAg Negatif Negatif
Anti HIV Non reaktif Non reaktif
VDRL Non reaktif Non reaktif
KIMIA KLINIK
Besi 44 61-157
TIBC 469 112-346

Gambaran Darah Tepi


Eritrosit : Mikrositik, hipokrom, anisopoikilositosis, eliptosit,
fragmentosis
Leukosit : Jumlah cukup, left shift, neutrofilia relatif 0/4/8/68/12/6
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi dalam batas normal

6
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis
dengan left shift dan neutrofilia relatif ----> curiga
anemia defisiensi besi dengan inflamasi
Saran : Status besi dan CRP

USG (18 Juni 2020)

Pada pemeriksaan USG didapatkan:


- Tampak JTH Preskep
- Biometri janin:
BPD : 8.10 cm AC : 27.50 cm PI Umb : 1.12
HC : 29.46 cm PL : 6.01 cm PI ut : 0.57
PI MCA : 1.95 EFW : 1811 gr
TCD : 4.70 cm ~ 35w4d
Cairan ketuban cukup
Tampak plasenta di corpus posterior grade 2

Kesimpulan :
7
Hamil 35 minggu JTH presentasi kepala
Suspect PJT
Jika memang dibutuhkan untuk indikasi ibu tidak didapatkan
kontraindikasi absolut untuk dilakukan pemeriksaan CT Scan Thorax.

CT-Scan Thorax
Pemeriksaan CT Thorax irisan axial reformatted sagital, coronal, tanpa
kontras:
− Tampah densitas cairan (2 HU) di cavum pleura sinistra.
− Tak tampak lesi hipo/hiperdens di parenkim paru maupun di
mediastinum.
− Corakan bronkovaskular paru baik.
− Tak tampak infiltrat maupun nodul metastase di kedua lapngan paru.
− Trakea, karina dan bronkus utama kanan kiri baik.
− Arkus aorta dan aorta baik.
− Jantung dan perikardium baik.
− Tulang-tulang intak, tak tampak destruksi.
Kesimpulan: Efusi pleura kiri.

2.2 DIAGNOSIS KERJA


G2P1A0 Hamil 35 Minggu belum Inpartu dengan Anemia Sedang JTH
Presentasi Kepala + Pertumbuhan Janin Terhambat

2.3 PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam

2.4 TATALAKSANA (Planning)


Non Farmakologis:
 Observasi Tanda-tanda vital ibu, his, denyut jantung janin (DJJ), dan
tanda-tanda kemajuan persalinan
 Bed Rest

8
Farmakologi :
 IVFD Ringer Laktat gtt xx /menit
 Rencana Transfusi PRC dengan target Hb 10 g/dL
 Tablet besi element 60 mg tiap 8 jam PO
 Tablet asam folat 250 mg PO tiap 24 jam

9
LAPORAN PERSALINAN

Pukul 13.45 : Operasi dimulai. Pasien dalam posisi terlentang dalam keadaan
spinal anestesi. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan
sekitrnya. Lapangan operasi dipersempit dengan dock steril. Dilakukan insisi dan
diperdalam secara tajam dan tumpul sampai menembus peritoneum. Tampak
uterus sebesar usia kehamilan preterm. Diputuskan untuk melakukan SSTP
dengan cara :
1. Insisi semilunar pada SBR  5 cm secara tajam kemudian menembus plasenta
secara tumpul sampai menembus cavum uteri, kemudian insisi diperlenar ke
lateral secara tumpul. Ketuban dipecahkan, ketuban jernih (+), tidak bau
2. Bayi dilahirkan dengan cara meluksir kepala

Pukul 13.55 : Lahir neonatus hidup laki-laki BB 2400 gram, PB 35cm


Pukul 13.58 : Plasenta lahir lengkap, BP 400g, PTP 36 cm ukuran  16 x 17
cm
1. Kavum uteri dibersihkan dengan kassa betadine
2. Dilakukan penjahitan uterus secara jelujur dengan PGA no.1 rounded
3. Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya
4. Dilakukan pencucian kavum abdomen dengan NaCl 0,9 % hangat.
Setelah cavum abdomen diyakini bersih dan tidak ada perdarahan, dilanjutkan
oenutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara berikut :
Peritoneum dan oto dijahit secara jelujur dengan Plain catgut no. 2.0 rounded
Fascia dijahit secara jelujur dengan PGA no 1.0 cutting
Subkutis dijahit secara simple interupted plain catgut no. 2.0
Kutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan PGA 3.0 cutting

Pukul 14.35 WIB : operasi selesai


Cairan Masuk Cairan Keluar
RL 500 cc Urin 100 cc
Darah - cc 300 cc
Total 500 cc 400 cc
INSTRUKSI PASCA BEDAH

10
• Pantau nadi, tensi, pernafasan, suhu, kontraksi, perdarahan
• Cek laboratorium post operasi
• Diet biasa bila BU (+) normal
• Infus RL + oksitosin 20 IU gtt xx/m (s.d 24 jam post operasi)
• Kateter menetap catat I/0 (s.d 24 jam post operasi)
• Mobilisasi bertahap
• Obat-obatan :
 Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam IV jika WBC post SC > 18.000/mm3
 Asam traneksamat 500mg/8jam IV
 Ketorolac 30mg/8 jam IV

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pertumbuhan Janin Terhambat


A. Definisi
Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10%
dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya
perkembangan yang terhambat diketahui telah 2 minggu tidak ada pertumbuhan.
Dahulu PJT disebut sebagai intrauterine growth retardation (IUGR), tetapi istilah
retardation kiranya tidak tepat. Tidak semua PJT adalah hipoksik atau patologik
karena ada 25-60% yang berkaitan dengan konstitusi etnik dan besar orang tua.1
Menurut POGI 2016 Pertumbuhan janin terhambat menunjukkan
terhambatnya potensi pertumbuhan secara genetik yang patologis, sehingga
didapatkan adanya bukti-bukti gangguan pada janin seperti gambaran Doppler
yang abnormal, dan berkurangnya volume cairan ketuban. Dengan demikian, PJT
adalah ketidak mampuan janin mempertahankan pertumbuhan yang diharapkan
sesuai dengan kurva pertumbuhan yang telah terstandarisasi dengan atau tanpa
adanya KMK.2
PJT adalah suatu keadaan yang dialami oleh janin yang mempunyai berat
badan di bawah batasan tertentu dari umur kehamilannya. Secara definisi, PJT
adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil yang tidak
dapat mencapai pertumbuhan yang optimal karena terhambat oleh faktor maternal,
fetal atau plasenta. Ada klinisi yang menggunakan titik potong (cut-off point) 5
persentil, ataupun 2 Standar deviasi (SD) (kurang lebih 3 persentil). Selain
melalui berat badan beberapa mendefinisikan dengan lingkar perut kurang atau
sama dengan 5 persentil atau femur lenght (FL)/ abdominal circumference (AC)
>24.1,

B. Klasifikasi2
Himpunan Kedokteran Fetomaternal mengklasifikasikan pertumbuhan janin
terhambat menjadi :
a. Pertumbuhan janin terhambat simetris:

12
Jika ukuran badan janin secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan
janin terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu, sering disebabkan oleh
kelainan khromosom atau infeksi.
b. Pertumbuhan janin terhambat asimetris:
Jika ukuran badan janin tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin
terjadi pada kehamilan trimester III. Keadaan ini sering disebabkan oleh
isufisiensi plasenta
Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada awal kehamilan,
saat hiperplapsi (biasanya karena kelainan kromosom dan infeksi), akan
menyebabkan PJT yang simetris. Jumlah sel berkurang dan secara permanen
akan menghambat pertumbuhan janin dan prognosisnya jelek. Penampilan
klinisnya proporsinya tampak normal karena berat dan panjangnya sama-sama
terganggu, sehingga ponderal indeksnya normal.
Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat kehamilan
lanjut, saat hipertrofi (biasanya gangguan fungsi plasenta, misalnya
preeklampsia), akan menyebabkan ukuran selnya berkurang menyebabkan PJT
yang asimetris yang prognosisnya lebih baik. Lingkaran perutnya kecil,
skeletal dan kepala normal, ponderal indeksnya abnormal.

C. Epidemiologi
Prevalensi PJT sekitar 8% dari popolasi umum. Di Asia terdapat 9.248
kasus PJT dan di Indonesia kasus PJT mencapai angka 19,8%. Ini ditunjukan
dengan 52% bayi lahir mati yang berhubungan dengan PJT dan 10% terjadi
kematian masa perinatal sebagai konsekuensi dari PJT. Sampai dengan 72%
terjadi kematian janin yang tidak dapat dijelaskan berhubungan dengan PJT.3

D. Etiologi
Kurang lebih 80-85% PJT terjadi akibat perfusi plasenta yang menurun atau
insufisiensi utero-plasenta, dan 20% akibat potensi tumbuh yang kurang. Potensi
tumbuh yang kurang tersebut disebakan oleh kelainan genetik ataupun kerusakan
lingkungan.2,4
PJT merupakan hasil dari suatu kondisi ketika ada masalah atau

13
abnormalitas yang mencegah sel dan jaringan untuk tumbuh atau menyebabkan
ukuran sel menurun. Hal tersebut mungkin terjadi ketika janin tidak cukup
mendapat nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan organ dan jaringan atau karena infeksi. Meskipun beberapa bayi
kecil karene genetik (orang tuanya kecil), kebanyakan PJT disebabkan oleh sebab
lain. 2,4
Secara garis besar, penyebab PJT dapat dibagi berdasarkan faktor maternal,
faktor plasenta dan tali pusat, serta faktor janin (tabel 1). 2,4

Tabel 1. Etiologi Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)


Faktor Maternal Faktor Plasenta dan Tali Faktor Janin
Pusat
 Hipertensi dalam  Sindroma twin to  Infeksi pada janin seperti
Kehamilan twin transfusion HIV, Cytomegalovirus.
 Penyakit jantung  Kelainan plasenta rubella, herpes,
sianosi  Solusio plasenta toksoplasmosis, syphilis
 Diabetes mellitus kronik  Kelainan
lanjut  Plasenta previa kromosom/genetic
 Hemoglobinopati  Kelainan insersi tali (Trisomi 13, 18, dan 21,
 Penyakit autoimun pusat triploidy, Turner’s
 Malnutrisi syndrome, penyakit
 Merokok metabolisme)
 Narkotika
 Kelainan uterus
 Trombofilia

E. Patologi
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta
yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil
metabolik menjadi abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada
trimester akhir sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh
lebih kecil daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah mungkin akan
terjadi kerusakan tingkat seluler berupa kelainan nukleus dan mitokondria.1
Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat

14
banyak dan antioksidan yang relatif kurang (misalnya: preeklampsia) akan
menjadi lebih parah. Soothill dkk (1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah
pada PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemia, dan
eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetrik lebih parah jika dibandingkan
dengan simetrik.1
Penyebab PJT simetrik ialah faktor janin atau lingkungan uterus yang
kronik (diabetes, hipertensi). Faktor janin ialah kelainan genetik (aneuplodi),
umumnya trisomi 21, 13, dan 18. Secara keseluruhan PJT ternyata hanya 20%
saja yang asimetrik pada penelitian terhadap 8722 di Amerika.1
IUGR terjadi bila pertukaran gas dan nutrient ke fetus tidak sufisien untuk
perkembangan dalam uterus. Proses dapat terjadi akibat penyakit maternal yang
menyebabkan penurunan kapasitas pembawa oksigen (seperti penyakit jantung
sianotik, merokok, hemoglobinopati), disfungsi sistem penghantaran oksigen
akibat penyakit vaskular ibu (misal diabetes dengan gangguan vaskular,
hipertensi, penyakit autoimun yang berdampak pada pembuluh plasenta), atau
kerusakan plasenta akibat penyakit ibu (merokok, trombofilia, penyakit
autoimun).5

F. Manifestasi klinis
Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat, dan
berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dan layu dibanding pada bayi
normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari berhentinya
pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi
dan oksigenasi yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan
jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil untuk masa
kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik (kedua orangtua kecil),
kebanyakan kasus PJT atau Kecil Masa Kehamilan (KMK) dikarenakan karena
faktor-faktor lain.6
PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat dini
sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. Sementara, PJT
yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem
lain.Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas.

15
Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah
kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal, dan
janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT
akan mengalami keadaan berikut: 6
 Penurunan level oksigenasi
 Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi
bayi segera setelah lahir)
 Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam
kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas
 Hipoglikemi (kadar gula rendah)
 Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
 Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)

G. Penapisan PJT
Walaupun tidak ada satupun pengukuran biometri ataupun Doppler yang
benar-benar akurat dalam membantu menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
PJT, namun penapisan PJT penting sekali dilakukan untuk mengidentifikasi janin
yang berisiko tinggi. Penapisan awal berupa adanya faktor risiko terjadinya PJT
perlu dilakukan pada semua pasien dengan anamnesis yang lengkap. Pada
populasi umum penapisan PJT dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus
uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal/
antenatal care (ANC) sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm. Walaupun
beberapa kepustakaan mempertanyakan keakuaratan pengukuran tinggi fundus
tersebut, khususnya pada pasien yang obesitas. Jika ada perbedaan sama atau lebih
besar dari 3 cm dengan kurva standard, perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG).2
Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT pemeriksaan USG serial perlu
dilakukan. Pemeriksaan dapat dilakukan pertama kali pada kehamilan trimester I
untuk konfirmasi haid pertama yang terakhir (HPHT). Kemudian pada
pertengahan trimester II (18-20 minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan
kehamilan kembar. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32
minggu untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan dan fenomena brain sparing

16
effect (oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal).
Diagnosis PJT ditegakkan berdasarkan taksiran berat janin atau lingkar
perut/abdominal circumference (AC) yang sama atau kurang dari 10 persentil dari
pemeriksaan USG yang diakibatkan oleh proses patologis sehingga tidak dapat
mencapai potensi pertumbuhannya secara biologis.2
Penapisan PJT dapat dilakukan jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda di
bawah ini: 2
1. Gerak janin berkurang
2. TFU < 3 cm TFU normal sesuai usia kehamilan
3. Pertambahan berat badan < 5 kg pada usia kehamilan 24 minggu atau < 8 kg
pada usia kehamilan 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)
4. Taksiran berat janin < 10 persentil
5. HC/AC > 1
6. Volume cairan ketuban berkurang (ICA < 5 cm atau cairan amnion kantung
tunggal terdalam < 2 cm)

H. Skrining 1
Pada populasi umum skrining dilakukan dengan cara mengukur tinggi
fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan
antenatal (ANC) sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm. Jika ada
perbedaan sama atau lebih besar dari 3 cm dengan kurva standard, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). (Harper,T) Pada kehamilan yang
berisiko terjadi PJT pemeriksaan USG dilakukan pertama kali pada kehamilan
trim I untuk konfirmasi haid pertama yang terakhir (HPM). Kemudian pada
pertengahan trim II (18-20 minggu) untuk mencari kelainan bawaan dan
kehamilan kembar.
Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32 minggu untuk
deteksi gangguan pertumbuhan dan fisiologi brain sparing effect
(oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal).
Penegakan diagnosis: estimasi berat janin sama atau kurang dari 10 persentil dan
lingkaran perut (AC) yang sama atau kurang dari 5 persentil atau FL/AC > 24,
atau biometri tidak berkembang setelah 2 minggu.

17
Suspek pjt jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda di bawah ini : 1
1. TFU 3 cm atau lebih dibawah normal
2. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK 24 minggu atau < 8 kg pada
UK 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)
3. Estimasi berat badan < 10 persentil
4. HC/AC > 1
5. AFI 5 cm atau kurang
6. Sebelum UK 34 minggu plasenta grade 3
7. Ibu merasa gerakan janin berkurang

I. Diagnosis
Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah usia
kehamilan 28 minggu. Namun, secara ultrasonografi mungkin sudah dapat diduga
lebih awal dengan adanya biometri dan taksiran berat janin yang tidak sesuai
dengan usia gestasi. Secara klinik pemeriksaan tinggi fundus umumnya dalam
sentimeter akan sesuai dengan usia kehamilan. Bila lebih rendah dari 3 cm, patut
dicurigai adanya PJT, meskipun sensitivitasnya hanya 40%. Smith dkk melakukan
observasi pada 4229 kasus dan menemukan bahwa pertumbuhan yang suboptimal
sejak trimester pertama berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian PJT.7,8
Kecurigaan adanya suatu PJT jika didapatkan satu atau lebih dari beberapa
tanda berikut, yaitu: Tinggi fundus uteri (TFU) lebih dari atau sama dengan 3 cm
lebih dibawah normal, pertambahan berat badan kurang dari 5 kg pada usia
kehamilan (UK) 24 minggu atau kurang dari 8 kg pada usia kehamilan 32 minggu
(untuk ibu dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) < 30), estimasi berat badan < 10
persentil, dari pemeriksaan ultrasonografi HC/AC > 1, AFI kurang dari atau sama
dengan 5 cm, sebelum UK 34 minggu plasenta grade 3 dan ibu merasa gerakan
janin berkurang.7,8
Sebaiknya kejadian PJT dapat dibuat apabila terdapat data USG sebelum 20
minggu sehingga pada kehamilan 32-34 minggu dapat ditentukan secara lebih
tepat. Diagnosis baru dapat ditegakkan bila usia kehamilan telah mencapai 28
minggu ke atas. Pertumbuhan janin dinyatakan terhambat bila secara klinis dan
ultrasonografi (USG) didapatkan taksiran berat janin sama atau kurang dari 10

18
persentil (Ada yang menggunakan titik potong 5 persentil, ada pula yang
menggunakan 2 SD /kira-kira 3 persentil), lingkar perut (AC) yang sama atau
kurang dari 5 persentil atau FL/AC > 24 atau biometri tidak berkembang setelah 2
minggu.8,9
Biometri yang menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak
bertambah merupakan pertanda awal PJT; terlebih diameter biparietal yang juga
tidak bertambah setelah lebih dari 2 minggu. Pemeriksaan secara Doppler arus
darah: a. umbilikal, a. uterina, dan a. spiralis mungkin dapat mencurigai secara
awal adanya arus darah yang abnormal atau PJT.7,8

Tabel 2. Jenis pembuluh darah dan indikator.8


Pembuluh darah Resistensi indeks
A. uterine Lekukan (notching) diastolik + RI > 0,55 atau RI
> 0,7 tanpa lekukan
A. umbilical SD > 3 – setelah usia gestasi 30 minggu

Gambar 1. Perhatikan arus darah a. umbilikal abnormal di mana diastolik mengalami


arus terbalik menandakan resistensi vaskular yang tinggi pada plasenta dan
membahayakan janin.8
Cairan amnion merupakan pertanda kesejahteraan janin. Jumlah cairan
amnion yang normal merupakan indikasi fungsi sirkulasi janin relatif baik. Bila
terdapat oligohidramnion, patut dicurigai perburukan fungsi janin. Patut dipahami,
sekalipun tidak ditemukan kelainan mayor pada USG, ternyata masih mungkin
ditemukan kelainan bawaan sebanyak 20%.7,8
Beberapa modalitas diagnostik PJT adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Fisis

19
Pengukuran TFU (dalam sentimeter), secara normal dilakukan dalam 3
minggu, pada usia kehamilan 20 minggu sampai 38 minggu. Jika TFU kurang
dari atau sama dengan 3 cm lebih rendah dari yang diharapkan pada usia
kehamilan tertentu, maka kita mulai mencurigai adanya PJT. 10
b. USG (pengukuran ukuran janin dan cairan amnion)
Pasien yang diduga dengan PJT selanjutnya dapat dievaluasi dengan
menggunakan USG untuk mengidentifikasi anomali janin. Pada kehamilan
yang memiliki resiko tinggi, serial USG atau pengukuran lingkar perut adalah
alat prediksi yang sangat baik. USG telah digunakan untuk mengkalkulasi
perkiraan berat janin selama bertahun-tahun. Terdapat 4 pengukuran dasar,
yaitu diameter biparetal, lingkar kepala, panjang femur dan lingkar perut,
dapat dilakukan mulai dari usia kehamilan 14 minggu dengan menggunakan
standar guideline AIUM. Pengukuran EFW telah dilakukan sebelumnya
dengan menggunakan beberapa formula dan formula Hadlock C adalah rumus
yang paling sering digunakan.11
Hubungan antara PJT dan oligohidramnion telah lama diketahui.
Chauhan dkk telah menemukan bawa 10% ibu dengan oligohidramnion di
suspek dengan PJT. Kelompok wanita tesebut memiliki resiko 2 kali lebih
besar mengalami sectio cesaria untuk memastikan kondisi denyut jantung
janin. Petrozella dkk melaporkan bahwa penurunan cairan amnion pada usia
kehamilan 23-34 minggu meningkatkan resiko malformasi secara signifikan.
Tanpa adanya malformasi, terdapat 37% bayi dengan berat badan lahir
dibawah persentil 3 yang disertai dengan oligohidramnion, 21% yang cairan
amnionnya di ambang batas dan 4% dengan jumlah normal.12
c. Dopler velocimetry
Dengan tekhnik ini, perlambatan perkembangan plasenta dapat
dideteksi pada pembuluh darah perifer seperti arteri umbilicus dan arteri
middle cerebral. Onset akhir PJT memiliki karakteristik aliran darah yang
abnormal pada ductus venosus, aorta janin serta aliran keluar pulmoner dan
oleh aliran balik arteri umbilicus.11
Karakteristik arteri umbilikus yang abnormal adalah tidak memiliki
aliran balik diastol dan hal ini memiliki hubungan yang kuat dengan

20
terjadinya PJT. Abnormalitas tersebut merupakan tanda bahwa janin akan
mengalami kegagalan dalam beradaptasi. Tidak adanya aliran balik diastol
telah lama dihubungkan dengan hipoksia, asidosis, dan kematian janin.
Dopler velocimetry dianggap sebagai standar dalam mengevaluasi PJT.
American College of Obstetricians and Gynecologists (2013) mencatat bahwa
penggunaan Doppler velocimetry akan meningkatkan outcome klinis. 11
d. Pemeriksaan serologi
Berdasarkan anamnesis dan identifikasi faktor resiko serta pemeriksaan
terhadap infeksi, pemeriksaan serologi ibu seperti IgG dan IgM untuk CMV,
toxoplasmosis dan HSV perlu dilakukan. Pemeriksaan Rubella juga
diperlukan jika pemeriksaan rutin prenatal tidak menunjukkan hasil yang
positif. Terdapat bukti yang kurang kuat mengenai pentingnya melakukan
pemeriksaan rutin thrombophilia. Akantetapi, pemeriksaan APS (ACA IgG,
IgM, lupus antikoagulan, beta-2 mikroglobulin IgG dan IgM) mungkin
dibutuhkan untuk mengelola infeksi pada kehamilan sekarang dan untuk yang
mendatang.11
Pada trimester pertama, rendahnya kadar pregnancy-associated plasma
protein A (PAPP-A) atau human chorionic gonadotropin (hCG) dan
peningkatan serum AFP yang tidak diketahui penyebabnya memiliki
hubungan dengan terjadinya kelahiran di bawah persentil 10.11

J. Komplikasi
Komplikasi PJT bukan saja berdampak pada kesehatan dan masalah
perilaku, tetapi juga menjadi pengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal,
serta morbiditas dan penyebab beberapa penyakit yang menurunkan kualitas hidup
kemudian hari. 20 Menurut Dimiati (2012) dari 40% janin dengan pertumbuhan
berat badan rendah akan berakhir dengan meninggal, 20% sehat namun kecil, 40%
janin tumbuh terbatas.13

Menurut Department of Midwifery IUGR14 :


a. Janin
1) Janin kematian dan kelahiran mati
2) Janin tidak dapat pantau secara akurat

21
3) Apgar score Rendah
4) pH pusar rendah
b. Neonatal
1) Lahir prematur dan komplikasi yang menyertainya
2) Lahir asfiksia
3) Kematian
4) Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE)
5) Perinatal stroke dan kejang
6) Perkembangan saraf terhambat
7) Sindrom Aspirasi Mekonium
8) Hipoglikemia
9) Hipotermia
c. Jangka Panjang
1) Peningkatan risiko hipertensi
2) Risiko penyakit jantung iskemik meningkat
3) Peningkatan risiko Non-insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

K. Tatalaksana2
Penatalaksanaan pada Kehamilan Aterm
1. Pemantauan Janin (surveillance)
Telaah sistematis dan metaanalisis menunjukkan bahwa
pemeriksaa USG Doppler pada arteri umbilikalis pada kehamilan risiko
tinggi mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal. IR arteri
umbilikalis merupakan peramal luaran perinatal yang jelek seperti KMK,
skor Apgar yang rendah, KTG yang abnormal dan pH tali pusat yang
rendah (Peringkat bukti II). KMK dengan gambaran Doppler arteri
umbilikalis yang normal menunjukkan bahwa janin tersebut adalah janin
KMK yang normal (Peringkat bukti II). IP, rasio S/D dan IR memiliki
sensitifitas 79%, spesifisitas 93%, PPV 83% dan NPV 91% Kappa Index
73% (Peringkat bukti II).
ICA <5 cm, indeks kantung terdalam <2 cm memiliki kaitan
dengan meningkatnya risiko skor apgar <7 pada 5 menit pertama

22
kelahiran (Peringkat bukti I). Menurunnya ICA juga berkaitan dengan
meningkatnya mortalitas perinatal dibanding dengan kontrol (Peringkat
bukti III).
Skor profil biofisik pada kehamilan risiko tinggi mempunyai NPV
yang baik. Pada profil biofisik yang normal jarang terjadi kematian janin.
Profil biofisik tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin pada
kehamilan risiko rendah. Profil biofisik pada kehamilan risiko tinggi
barulah dikerjakan jika gambaran Doppler arteri umbilikalis abnormal
dan mempunyai NPV yang baik. Profil biofisik jarang abnormal jika
gambaran Doppler arteri umbilikalis normal (Peringkat bukti IB). Profil
biofisik ini efektif untuk meramalkan luaran perinatal, FNR 0,8 per 1000,
NPV 99,9% dan FPR 40-50%.
Berbeda dengan NST dan profil biofisik, efektifitas pemantauan
janin dengan cara Doppler velocimetry arteri umbilikalis pada kehamilan
risiko tinggi akan meningkatkan luaran perinatal. Hal ini telah dibuktikan
dengan metaanalisis, terutama pada PJT karena preeklampsia.

2. Penatalaksanaan Persalinan
Jika End Diastolic (ED) masih ada, persalinan ditunda sampai umur
kehamilan 37 minggu. Kapan saat terminasi kehamilan dengan PJT sangat
bervariasi. OR untuk AEDF atau REDF untuk kematian perinatal masing-
masing 4,0 dan 10,6 dibanding dengan jika End Diastole Flow masih ada.
Insiden RDS dan NEC tidak meningkat pada AEDF atau REDF, tetapi
meningkatkan perdarahan otak, anemia atau hipoglikemia (Peringkat bukti
IIA).
Jika didapatkan AEDF atau REDF maka pemantauan janin harus ketat.
Jika didapatkan pemantauan lain (profil biofisik, venous Doppler) abnormal
maka segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika umur kehamilan >34
minggu, meskipun yang lain normal, terminasi perlu dipertimbangkan.
Pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan bila umur kehamilan <36
minggu untuk mengurangi kejadian RDS (Peringkat bukti IA). Persalinan
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas resusitasi yang memadai dan

23
sumber daya manusia yang berpengalaman.
Saat ini belum cukup banyak data yang menunjang mengenai
bagaimanakah metode persalinan yang terbaik untuk kasus KMK. Di 4 senter
Fetomaternal di Indonesia, sebanyak 66,2% janin KMK lahir pervaginam,
sisanya secara seksio sesaria. Di RS Dr. Soetomo Surabaya persalinan
pervaginam 66%, seksio sesaria 34%. Pada kasus PJT asimetris, terminasi
kehamilan dilakukan dengan seksio sesaria apabila skor pelvik <5, dan dapat
pervaginam apabila skor pelvik Bishop >5.
Terminasi kehamilan pada PJT segera dilakukan apabila janin termasuk
PJT berat, gambaran Doppler velocimetry arteri atau vena umbilikalis
abnormal (IP ≥1,8) yang disertai AEDF/REDF, ICA ≤4, profil biofisik
abnormal, gambaran deselerasi lambat pada KTG, dan gambaran Doppler a.
uterina, MCA, DV abnormal.

3. Terapi Lain
Terapi nutrisi dengan diet tinggi protein, balanced energy/protein
supplementation (protein <25% energi total) dikatakan dapat mengurangi
PJT. Pemberian oksigen, dekompensasi abdomen dan pemberian obat-obatan
seperti channel blocker, beta mimetic dan magnesium belum memiliki bukti
ilmiah yang kuat dalam mencegah PJT.
Meta analisis yang melibatkan 13.000 ibu hamil membuktikan bahwa
pemberian aspirin dapat mengurangi kejadian PJT tetapi tidak meningkatkan
luaran perinatal. Pemberian aspirin pada kehamilan risiko tinggi tidak
mengurangi kejadian PJT tetapi mengurangi angka preterm. Tirah baring
masih dipertanyakan manfaatnya, tidak ada perbedaan luaran janin antara
perawatan bed rest dengan perawatan jalan. Bed rest justru dapat
menyebabkan tromboemboli.

Penatalaksanaan pada Kehamilan Preterm


1. Usia Kehamilan <32 minggu
Hal pertama yang harus diperhatikan pada penatalaksanaan PJT pada
usia kehamilan <32 minggu adalah bagaimana klasifikasi PJT berdasarkan

24
etiologi seperti infeksi, adanya kelainan bawaan, atau penurunan sirkulasi
fetoplasenter. Setelah melakukan klasifikasi berdasarkan etiologi, maka harus
ditentukan tipe PJT apakah termasuk tipe simetris atau asimetris. Kemudian
dilakukan penatalaksanaan terhadap semua kondisi maternal seperti
mengurangu stress, meningkatkan asupan nutrisi, mengurangi rokok dan/atau
narkotika, dan anjurkan istirahat tidur miring.
Setelah digali berdasarkan anamnesis, maka dilakukan pemeriksaan
USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry arteri umbilikalis
setiap 3 minggu sampai usia kehamilan 36 minggu atau sampai timbul
keadaan oligohidramnion dan dilakukan pemeriksaan profil biofisik setiap
minggu termasuk NST, diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama.
Jika ditemukan keadaan seperti ICA <2,5 persentil dengan Doppler
velocimetry arteri umbilikalis normal dan Doppler velocimetry arteri
umbilikalis hilang (AEDF) atau terbalik (REDF), maka pasien memerlukan
pemanatauan ketat di rumah sakit. Jika pada pasien ditemukan keadaan
seperti anhidramnion (tidak ada poket) pada usia kehamilan 30 minggu atau
lebih, adanya deselerasi berulang, selama 2 minggu tidak ada pertumbuhan
janin dan paru janin sudah matang, dan pada pemeriksaan Doppler
velocimtery adanya AEDF atau REDF, maka sudah terpenuhi syarat untuk
dilakukan terminasi kehamilan segera. Secara garis besar, perawatan
konservatif pada kehamilan <32 minggu sangatlah kontroversial karena
diragukan manfaatnya, sehingga sebagian besar kasus berakhir dengan
terminasi kehamilan.
Pengelolaan umur kehamilan <32 minggu: 2
1) Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: infeksi, kelainan bawaan atau
menurunnya sirkulasi feto-plasenter
2) Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris
3) Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok
dan atau narkotik
4) Istirahat tidur miring
5) Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry
a. umbilikalis setiap 3 minggu sampai UK 36 minggu atau sampai timbul

25
oligohidramnion
6) BPS setiap minggu termasuk NST, diikuti dengan NST saja pada minggu
yang sama.
Indikasi rawat inap, jika : 2
1) AFI < 2,5 persentil dengan Doppler velocimetry a. umbilikalis normal
2) Doppler velocimetry a. umbilikalis hilang (AEDF) atau terbalik (REDF
Indikasi terminasi, jika : 2
1) Anhydramnion (tidak ada poket) pada UK 30 minggu atau lebih
2) Deselerasi berulang
3) Selama 2 minggu tidak ada pertumbuhan janin dan paru janin sudah
masak
4) Doppler velocimtery : AEDF atau REDF

2. Usia Kehamilan >32 minggu


Sama seperti kehamilan <32 minggu, pemantauan janin PJT pada usia
kehamilan ≥32 minggu harus berdasarkan klasifikasi PJT. Setelah melakukan
klasifikasi berdasarkan etiologi, maka harus ditentukan tipe PJT apakah
termasuk tipe simetris atau asimetris. Kemudian terapi semua keadaan
maternal seperti mengurangi stress, meningkatkan asupan nutrisi, mengurangi
rokok dan/atau narkotika, dan anjurkan istirahat tidur miring.
Setelah digali berdasarkan anamnesis, maka dilakukan pemeriksaan
USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry arteri umbilikalis
setiap 3 minggu pemeriksaan profil biofisik setiap minggu termasuk NST,
diikuti dengan NST saja pada minggu yang sama. Jika ditemukan keadaan
seperti ICA ≤5 cm atau profil biofisik yang equivokal pasien memerlukan
perawatan di rumah sakit untuk dilakukan observasi ketat. Jika pada pasien
ditemukan keadaan seperti oligohidramnion (ICA <5 cm), umur kehamilan 36
minggu atau lebih, oligohidramnion pada usia kehamilan <36 minggu
dikombinasi dengan adanya abnormalitas Doppler velocimetry a. umbilikalis
seperti: Doppler velocimetry a. umbilikalis REDF setelah 32 minggu,
Doppler velocimetry a. umbilikalis AEDF setelah 34 minggu, jika AEDF
pada < 34 minggu, maka penilaian profil biofisik dilakukan dua kali

26
seminggu,. AEDF dan NST abnormal dan AEDF dan oligohidramnion,
merupakan beberapa indikasi dilakukannya terminasi segera.
Pemeriksaan profil biofisik dikatakan abnormal apabila kurang atau
sama dengan 4/10, dan jika profil biofisik equivokal (6/10), pasien dapat
diobservasi dan pemeriksaan diulangi 4-6 jam, jika hasilnya masih equivokal
maka kehamilan segera diterminasi. Secara garis besar, pada usia kehamilan
32-36 minggu perawatan konservatif masih dapat dipertimbangkan.
Pengelolaan umur kehamilan ≥ 32 minggu: 2
1) Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi: kelainan bawaan, infeksi atau
menurunnya sirkulasi feto-plasenter
2) Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris
3) Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi, mengurangi rokok
dan atau obat narkotika
4) Istirahat tidur miring kekiri
5) Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler velocimetry
a. umbilikalis setiap 3 minggu
6) Setiap minggu dilakukan BPS termasuk NST, diikuti dengan hanya NST
saja pada minggu yang sama.
Indikasi rawat inap, jika : 2
1) AFI ≤ 5 cm
2) Atau Equivokal BPS (6/10)
Indikasi terminasi, jika : 3
 Oligohidramnion (AFI < 5 cm)
1) Umur kehamilan 36 minggu atau lebih
2) Oligohydramnion pada UK < 36 minggu dikombinasi dengan Doppler
velocimetry a. umbilikalis
 Abnormal Doppler velocimetry a. umbilikalis :
1) Pada UK 36 minggu atau lebih
2) Doppler velocimetry a. umbilikalis REDF setelah 32 minggu
3) Doppler velocimetry a. umbilikalis AEDF setelah 34 minggu, jika
AEDF pada < 34 minggu, BPS dua kali seminggu
4) AEDF + abnormal NST

27
5) AEDF + oligohydramnion
 Abnormal BPS :
1) Kurang atau sama dengan 4/10
2) Jika BPS equivocal (6/10), dipondokkan dan ulangi 4-6 jam, jika tetap
equivocal diterminasi.
 Pertumbuhan janin yang kurang :
Jika tidak ada pertumbuhan selama 2 minggu pemeriksaan USG serial
 Anhidramnion (tidak ada poket)
Deselerasi berulang.
Algoritma Tatalaksana

L. Pencegahan12
Pencegahan Pencegahan untuk IUGR setiap ibu hamil sebagai berikut :
a. Usahakan hidup sehat Konsumsilah makanan bergizi seimbang.

28
b. Hindari stress selama kehamilan. Stress merupakan salah satu factor pencetus
hipertensi.
c. Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan. Setiap
akan mengkonsumsi obat, harus dengan resep dokter.
d. Olah raga teratur agar membuat tubuh bugar, dan mampu memberi
keseimbangan oksigenasi, maupun berat badan.
e. Hindari alkohol, rokok, dan narkoba.
f. Periksakan kehamilan secara rutin sesuai dengan usia kehamilan atau sesuai
anjuran dokter.

M. Prognosis12
Morbiditas dan mortalitas perinatal kehamilan dengan PJT lebih tinggi
daripada kehamilan yang normal. Morbiditas perinatal antara lain prematuritas,
oligohidramnion, DJJ yang abnormal, meningkatnya angka SC, asfiksia
intrapartum, skor Apgar yang rendah, hipoglikemia, hipokalsemi, polisitemi,
hiperbilirubinemia, hipotermia, apnea, kejang dan infeksi. Mortalitas perinatal
dipengaruhi beberapa faktor, termasuk derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT,
umur kehamilan dan penyebab dari PJT. Makin kecil persentil berat badan makin
tinggi angka kematian perinatal.
Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK bervariasi, pertumbuhan tinggi
badan dan berat badan bayi preterm KMK yang PJT lebih lambat dibandingkan
bayi preterm yang sesuai masa kehamilan dan tidak mengalami PJT. Bukti
epidemiologis menunjukkan adanya KMK dengan peningkatan risiko kejadian
kadar lipid darah yang abnormal, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
iskemik pada masa dewasa (hipotesis Barker).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran


Feto Maternal. 2016. Pengelolaan Kehamilan dengan Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Protap Panduan Penatalaksanaan Kehamilan dengan PJT
di Indonesia.
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo
Ed.6. Jakarta; PT Bina Pustaka
3. Mandruzzato Giampaulo et al. 2008. Intrauterine Restriction (IUGR),
Recommendations and Guidelines for Perinatal Practice. J. Perinat. Med 36
pp:277-281
4. White CD. 2014. Intrauterine Growth Restriction. (Internet,
https://medlineplus.gov/ency/article/001500.htm
5. Ross, MG. 2018. Fetal Grroth Restriction. Medscape [internet].
https://emedicine.medscape.com/article/261226-overview#a1
6. Fernando E, Hendarjono H. 2012. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR).
SMF Ilmu Obstetri Ginekologi RSUD Jombang
7. Cunningham, F.G., etc. 2005. Kematian Janin dalam Obstetri Williams Vol.
2, Edisi 21. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1200-1206.
8. Figueras F, Gardosi J. Intrauterine Growth Restriction: New concepts in
antenatal surveilance, diagnosis, and management. Am Journal Obstet
Gynecol. 2011; 204(4): 288-300
9. Harma M, Harma M, MIL Z, Oksuzler C. Vaginal Delivery of Dicephalic
Parapagus Conjoined Twins : Case Report and Literature Review. Tohoku J
Exp. 2005;205:179 – 185
10. Hasibuan DS. 2009. Volume dan Fungsi Sekresi Ginjal pada Pertmbuhan
Janin Terhambat dan normal dengan Pemeriksaa Ultrasonografi.
Indonesia: Universitas Sumatera Utara.
11. Suhag A, Berghella V. 2013. Intrauterine growth restriction (IUGR) :
etiology and diagnosis. In : intrauterine growth restriction : identification
and management (Porto M. section editor). Curr obstet Gynecol Rep (2013)
2:102-111. Springer Science 2013:1-7. New York.

30
12. Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Spong C, Dashe J, Hoffman B, et al.
2014. Obstetric Complications. Williams Obstetric. 24th ed. USA: McGraw
Hill Education; p. 872-90.
13. Ghaffar, A., Suleman, & Ali, P.2015. Risk Factors and Acute Complications of
Small for Gestational Age Term Newborns. Pakistan Journal of Medical & Health
Sciences.
14. Departemen Of Midwifery BC WOMENS’S. 2009. Intra Uterine Growth
Restriction (IUGR). Providence Health Care.

31
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny MV usia 23 tahun G2P1A0 hamil 35 minggu belum inpartu dengan anemia


sedang JTH Preskep + Pertumbuhan janin terhambat. Dari hasil anamnesis pasien
memiliki riwayat batuk lama dan minum obat selama 6 bulan serta pernah dilakukan
pengambilan cairan dari paru, diperiksa PA didapatkan kesan cenderung suatu
mesothel reaktif dengan signet ring cell carcinoma pada sitologi cairan pleura
pada februari 2014.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan klinis pasien dengan anemia sedang,
hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Oktober 2019
dengan nilai Hb 8,5 g/dL. Anemia yang terjadi pada pasien ini cenderung disebabkan oleh
defisiensi besi dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai Besi 43 dan TIBC
473. Dicurigai juga malnutrisi pada pasien yang dimana IMT pasien ini 18 (underweight)
Untuk pemeriksaan fisik obstetrik didapatkan pada Leopold I Tinggi Fundus Uteri 4 jari
dibawah processus xiphoideus (28cm) teraba bagian lunak dan tidak melenting (bokong),
Leopold II situs memanjang. punggung dibagian kiri, ekstremitas dibagian kanan,
Leopold III bagian terbawah teraba bagian keras, bulat, melenting (kepala) dan pada
Leopold IV penurunan 5/5, his (-) DJJ 136x/menit TBJ 2325 gram. Dari hasil
pemeriksaan USG didapatkan hasil sebagai berikut:

Tampak JTH Preskep dengan hasil biometri janin BPD: 8.10 cm AC: 27.50cm PI umb:
1.12 HC: 29,46 cm PL: 6,01cm PI ut: 0,57 PI MCA : 1.95 EFW: 1811gr TCD: 4.70cm `
35 w3d cairan ketubah cukup dan tampak plasenta di corpus posterior grade 2 dengan
kesimpulan Hamil 25 minggu JTH presentasi kepala dan suspect PJT.

Pada populasi umum penapisan PJT dilakukan dengan cara mengukur tinggi
fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal/
antenatal care (ANC) sejak umur kehamilan 20 minggu sampai aterm.Berdasarkan teori
untuk menegakkan diagnosis PJT, bila TFU lebih rendah 3cm dari TFU yang seharusnya,
maka patut dicurigai PJT pada kasus usia kehamilan pasien adalah 35 minggu dengan
tinggu fundus yang seharusnya kurang lebih 37 cm namun pada pasien didapatkan 28 cm,
dengan BMI ibu <30, HC/AC > 1 pada pasien ini didapatkan 1,07. Biometri yang
menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak bertambah merupakan tanda
awal PJT.

32
Untuk klasifikasi PJT pada kasus ini ialah PJT asimmetris dikarenakan temuan
pemeriksaan fisik terjadinya gangguan pada kehamilan trimester III. Faktor yang
menghambat pertumbuhan terjadi pada saat kehamilan lanjut, saat hipertrofi (biasanya
gangguan fungsi plasenta, misalnya preeklampsia), akan menyebabkan ukuran selnya
berkurang menyebabkan PJT yang asimetris yang prognosisnya lebih baik. Lingkaran
perutnya kecil, skeletal dan kepala normal, ponderal indeksnya abnormal.

Tatalaksana pada kasus ini diberikan terapi farmakologis dan non farmakologis.
Untuk farmakologis diberikan IVFD Ringer Laktat gtt xx /menit Rencana Transfusi PRC
dengan target Hb 10 g/dL Tablet besi element 60 mg tiap 8 jam PO Tablet asam folat 250
mg PO tiap 24 jam. Untuk memperbaiki keadaan anemia pada pasien. Selain itu terapi
nutrisi dan diet tinggi protein seimbang antara energy yang dibutuhkan oleh ibu sangat
dianjurkan. Kemudian dilakukan observasi tanda vital ibu dan denyut jantung janin serta
tanda kemajuan persalinan. Disaranan untuk memantau KTG dan dilakukan pemeriksaan
USG Doppler pada arteri umbilikalis pada kehamilan resiko tinggi untuk mengurangi
morbilitas dan mortaliras perinatal. Terminasi kehamilan pada PJT segera dilakukan
apabila janin termasuk PJT berat, gambaran Doppler velocimetry a atau v umbilikalis
abnormal (IP ≥ 1,8) yang disertai AEDF/REDF, ICA ≤ 4, profil biofisik abnormal,
gambarandeselerasi lambat pada KTG, dan gambaran Doppler a. Uterina, MCA, DV
abnormal.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran


Feto Maternal. 2016. Pengelolaan Kehamilan dengan Pertumbuhan Janin
Terhambat dan Protap Panduan Penatalaksanaan Kehamilan dengan PJT
di Indonesia.
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo
Ed.6. Jakarta; PT Bina Pustaka
3. Mandruzzato Giampaulo et al. 2008. Intrauterine Restriction (IUGR),
Recommendations and Guidelines for Perinatal Practice. J. Perinat. Med 36
pp:277-281
4. White CD. 2014. Intrauterine Growth Restriction. (Internet,
https://medlineplus.gov/ency/article/001500.htm
5. Ross, MG. 2018. Fetal Grroth Restriction. Medscape [internet].
https://emedicine.medscape.com/article/261226-overview#a1
6. Fernando E, Hendarjono H. 2012. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR).
SMF Ilmu Obstetri Ginekologi RSUD Jombang
7. Cunningham, F.G., etc. 2005. Kematian Janin dalam Obstetri Williams Vol.
2, Edisi 21. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1200-1206.
8. Figueras F, Gardosi J. Intrauterine Growth Restriction: New concepts in
antenatal surveilance, diagnosis, and management. Am Journal Obstet
Gynecol. 2011; 204(4): 288-300
9. Harma M, Harma M, MIL Z, Oksuzler C. Vaginal Delivery of Dicephalic
Parapagus Conjoined Twins : Case Report and Literature Review. Tohoku J
Exp. 2005;205:179 – 185
10. Hasibuan DS. 2009. Volume dan Fungsi Sekresi Ginjal pada Pertmbuhan
Janin Terhambat dan normal dengan Pemeriksaa Ultrasonografi.
Indonesia: Universitas Sumatera Utara.
11. Suhag A, Berghella V. 2013. Intrauterine growth restriction (IUGR) :
etiology and diagnosis. In : intrauterine growth restriction : identification
and management (Porto M. section editor). Curr obstet Gynecol Rep (2013)

34
2:102-111. Springer Science 2013:1-7. New York.
12. Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Spong C, Dashe J, Hoffman B, et al.
2014. Obstetric Complications. Williams Obstetric. 24th ed. USA: McGraw
Hill Education; p. 872-90.
13. Ghaffar, A., Suleman, & Ali, P.2015. Risk Factors and Acute Complications of
Small for Gestational Age Term Newborns. Pakistan Journal of Medical & Health
Sciences.
14. Departemen Of Midwifery BC WOMENS’S. 2009. Intra Uterine Growth
Restriction (IUGR). Providence Health Care.

35

Anda mungkin juga menyukai