Anda di halaman 1dari 25

Nama : Sheren Oktaviani

NIM : 04011181621065
Kelas : Alpha 2016

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya unt
uk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khu
susnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur
dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan pen
erapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat ke
rja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi ba
ik jasa maupun industri.
1.1 Keselamatan Kerja
Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, da
n proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki sifat sebagai berikut.
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
b. Bersifat teknik. Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada ya
ng menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya di
singkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
1.2. Kesehatan Kerja
Sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseoran
g yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan
kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam
aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, m
erawat, atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian ut
ama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulny
a penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang men
urut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/anorganik, logam ber
at, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan,
pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat keseh
atan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha preve
ntif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Konse
p kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industr
i” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakuk
an pekerjaannya (total health of all at work).Keselamatan kerja sama dengan hygene perusaha
an. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut.
a. Sasarannya adalah manusia.
b. Bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau material-material
yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap kesehatan pekerja. Ridley (2008) m
enyatakan bahwa kita harus memahami karakteristik material yang digunakan dan kemungkin
an reaksi tubuh terhadap material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap kesehat
an. Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara substansi terse
but masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi pekerja. Dengan pengetahua
n tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh terhadap substansi kimia tersebut sehingga
dapat meminimasi timbulnya penyakit. Ridley (2008) menjabarkan ada beberapa jalur untuk s
ubstansi berbahaya dapat masuk ke tubuh seperti berikut.
a. Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.
b. Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ pernafasan menuju paru-paru.
c. Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.
d. Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.
Berdasarkan jalur masuk substansi, Ridley (2008) memberikan beberapa contoh tinda
kan pencegahan sederhana untuk mencegah masuknya substansi berbahaya ke dalam tubuh p
ekerja:
a. Asupan makanan
1. Dilarang makan di tempat kerja.
2. Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.
3. Dilarang merokok di tempat kerja.
b. Hirupan pernafasan
1. Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-substansi tertentu.
2. Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).
3. Ekstraksi uap dan debu.
c. Penyerapan
1. Menggunakan sarung tangan
2. Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.
3. Menggunakan krim pelindung kulit.
d. Masukkan langsung
1. Mengobati seluruh luka dan sayatan.
2. Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.
Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti hati, usus, ginjal, dan lain-lain. Setiap org
an tersebut memiliki fungsinya masing-masing, dan setiap fungsi tersebut sangat rentan apabi
la organ diserang oleh substansi kimia tertentu.
1.3 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera
atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja, maupun k
eduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi kedua pihak. Bagi pe
kerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap kehidupan pribadi, kehidupan kel
uarga, dan kualitas hidup pekerja tersebut. Bagi perusahaan, terjadi kerugian produksi akibat
waktu yang terbuang pada saat melakukan penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta biaya u
ntuk melakukan proses hukum atas kecelakaan kerja (Ridley, 2008).
Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak la
ngsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian kecelakaan sesungguhnya da
n juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris celaka adalah sebuah kejadian yang ham
pir menyebabkan terjadinya cedera atau kerusakan dan hanya memiliki selang perbedaan wak
tu yang sangat singkat. Nyaris celaka tidak mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan
pasti mengakibatkan kerusakan (Ridley, 2008).
Menurut Ridley (2008), contoh penyebab kecelakaan untuk masing-masing faktor tersebut ad
alah:
1. Situasi kerja
a. Pengendalian manajemen yang kurang.
b. Standar kerja yang minim.
c. Tidak memenuhi standar.
d. Perlengkapan yang tidak aman.
e. Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran, tekanan udara, ventilasi, pe
nerangan dan kebisingan yang tidak aman.
f. Peralatan/bahan baku yang tidak aman.
2. Kesalahan orang
a. Keterampilan dan pengetahuan minim.
b. Masalah fisik atau mental.
c. Motivasi yang minim atau salah penempatan.
d. Perhatian yang kurang.
3. Tindakan tidak aman
a. Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui.
b. Mengambil jalan pintas.
c. Tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama bekerja.
d. Bekerja dengan kecepatan berbahaya. Berikut ini adalah penyebab tindakan tidak aman.
4. Kecelakaan
a. Kejadian yang tidak terduga.
b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya.
c. Terjatuh.
d. Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.
5. Cedera atau kerusakan
a. Sakit dan penderitaan (pada pekerja).
b. Kehilangan pendapatan (pada pekerja).
c. Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).
d. Pabrik (pada perusahaan).
e. Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).
f. Kerugian produksi (pada perusahaan).
g. Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).

Teknik-teknik praktis pencegahan kecelakaan


a. Nyaris

 Membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi.

 Menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius.

 Menumbuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan.


b. Identifikasi Bahaya

 Melakukan inspeksi keselamatan kerja dan patroli.

 laporan dari operator.

 laporan dari jurnal-jurnal teknis.

c. Pengeliminasian bahaya

 Adanya sarana-sarana teknis.

 Mengubah material.

 Mengubah proses.

 Mengubah pabrik baik dari segi tata letak mesin maupun kondisi kerja di pabrik

d. Pengurangan bahaya

 Memodifikasi perlengkapan sarana teknis.

 Alat Pelindung Diri (PPE)

e. Melakukan penilaian risiko


f. Pengendalian risiko residual

 Dengan sarana teknis-alarm, pemutusan aliran (trips).

 Sistem kerja yang aman.

 Pelatihan para pekerja.

1.4 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1.Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk keseja
hteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.
2.Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut.
3.Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien.

1.5 Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Fungsi dari kesehatan kerja sebagai berikut.
a. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di tempat k
erja.
b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktik kerja termasuk
desain tempat kerja.
c. Memberikan saran, informasi, pelatihan, dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD.
d. Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja.
e. Terlibat dalam proses rehabilitasi.
f. Mengelola P3K dan tindakan darurat.

2. Fungsi dari keselamatan kerja seperti berikut.


a. Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta praktik berbahaya.
b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur, dan program.
c. Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan lainnya dalam hal pengendalian bahay
a dan program pengendalian bahaya.
d. Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.

1.6 Peran Kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3


Peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja berkontribusi dala
m upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan, pemantauan,
dan survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tahan tubuh dan kebugaran pekerja. Se
mentara peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau yang mempunya
i potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari
kemungkinan loss.

2. Higiene Industri

2.1 Pengertian Higiene Industri

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) (1998), higene industri
adalah ilmu tentang antisipiasi, rekognisi/pengenalan, evaluasi dan pengendalian kondisi tem
pat kerja yang dapat menyebabkan tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja dan atau penyak
it akibat kerja. Higene industri menggunakan metode pemantauan dan analisis lingkungan unt
uk mendeteksi luasnya tenaga kerja yang terpapar. Higene industri juga menggunakan pendek
atan teknik, pendekatan administratif dan metode lain seperti penggunaan alat pelindung diri,
desain cara kerja yang aman untuk mencegah paparan berbagai bahaya di tempat kerja.

Di Indonesia, Higene industri didefinisikan sebagai spesialisasi dalam ilmu higene beserta
prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kuali
tatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilny
a dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pen
cegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat k
erja (Suma’mur, 1999). Sedangkan menurut UU no. 14 tahun 1969 Higene perusahaan adalah
Lapangan kesehatan yang ditunjukan kepada pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehat
an tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja y
ang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat ntuk pencegahan penyakit baik akibat
kerja maupun umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan perumahan tenaga kerja.

2.2 Tujuan

Tujuan Utama dari higiene Industri ialah Pencegahan , pemberantasan penyakit dan kecel
akaan akibat kerja, pemeliharaan, peningkatan kesehatan, mempertinggi efisiensi dan daya pr
oduktivitas tenaga kerja. Pemberantasan kelelahaan ,penglipat gandaan kegairahan dan kenik
matan kerja, perlindungan bagi masyarakat sekitar industri, serta perlindungan masyarakat lu
as dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk industri.

2.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup hygiene industry merupakan sekuen atau urutan langkah atau metode dala
m implementasi HI,dimana urutan tidak bisa dibolak balik dan merupakan suatu siklus yang t
idak berakhir (selama aktivitas industry berjalan). Ruang lingkup hygiene industry terdiri dari
:

1. Antisipasi

Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko di tempat kerja.
Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene industri di tempat kerja.

2. Rekognisi

Rekognisis merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil da
n lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan
suatu hasil yang objektif dan bias dipertanggung jawabkan. Di mana dalam rekognisi ini kita
melakukan pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, do
sis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, sifat, dll .

3. Evaluasi

Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan sampel da


n analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat ditentukan kondisi lingkungan
kerja secara kuantitatif dan terinci, serta membandingkan hasil pengukuran dan standar yang
berlaku, sehingga dapat ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidak
nya korelasi kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta sekalig
us merupakan dokumen data di tempat kerja.

4. Pengontrolan

Ada 4 tingkatan Pengontrolan di Tempat Kerja yang dapat dilakukan:


Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta menghentikan sem
ua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya

Substitusi : modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap, dan mengurangi
bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan mengubah beberapa
peralatan proses untuk mengurangi bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima
untuk diproses lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.

Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan menempatkanny
a di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentra
lisasi kontrol.

Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkun
gan kerja selain pekerja.

2.4 Dasar Hukum


a. ILO No. 112 tahun 1959
Tujuan pelayanan kesehatan kerja didasarkan pada rekomendasi ILO No. 112 (1959)
yang didukung oleh Masyarakat ekonomi eropa (1962) dan Majelis eropa (1972). Tujuan itu
didukung pula oleh konvensi ILO 161 dan rekomendasi No. 171 (1985). Tujuan itu adalah
sebagai berikut :
 Melindungi pekerja dari bahaya kesehatan ditempat kerja.
 Menyesuaikan pekerjaan agar serasi dengan status kesehatan pekerja.
 Menyumbang pembangunan dan pemeliharaan kesejahteraan fisik dan me
ntal yang setinggi-tingginya ditempat kerja.
b. UU No. 2 Tahun 1966
Undang-undang ini mencantumkan usaha di bidang higiene dan pelaksanaan usaha
higiene industri. Intisari dari ketentuan undang-undang ini adalah rakyat harus mengerti dan
sadar akan pentingnya keadaan yang sehat, baik kesehatan pribadi, maupun kesehatan
masyarakat.

c. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/Sk/X


i/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri..

2.5 Manfaat Higiene Industri


Beberapa manfaat dari penerapan higiene industri, yaitu :
1. Mencegahan dan memberantaskan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
2. Dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tenaga kerja.
3. Dapat meningkatan efisiensi dan daya produktifitas manusia.
4. Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada umum
nya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah, atau sis
a-sisa pengolahan dan sebagainya.
5. Memberikan perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya- bahaya
yang mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
2.6 Rekognisi Sumber Bahaya
Rekognisi adalah suatu kegiatan mengindentifikasi dan mengukur bahaya untuk
mengetahui tingkat konsentrasi, jenis, kandungan dan sifat dari bahaya tersebut. Contoh:
merekognisi bahaya bisa dilakukan dengan metode job safety analysis, HIRA, Preliminary
Hazard Analysis dll. Dengan metode ini kita bisa melihat sebuah proses kerja dan
menganalisi seberapa besar tingkat bahaya yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut secara
detail.
Bahaya-bahaya (hazard) yang terkait dalam isu higiene industry diantaranya :
a. Faktor fisik
Faktor fisik yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau
volume udara, atau luas lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisik
seperti penerangan, suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara,
kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi gelombang
elektromagnetis.
b. Faktor kimiawi
Faktor kimiawi yaitu semua zat kimia anorganik dan organik yang
mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau lebih dalam bentuk
gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, cairan, dan atau zat padat.
c. Faktor biologi
Bahaya biologi disebabkan oleh organisme hidup atau sifat organisme yan
g dapat memberikan efek/dampak kesehatan yang terhadap manusia (agen
yang menginfeksi).
d. Faktor ergonomi
Ergonomi adalah praktek dalam mendesain peralatan dan rincian pekerjaan
sesuai dengan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera
pada pekerja (OSHA, 2000).
Bahaya yang termasuk bahaya ergonomi termasuk adalah design peralatan
kerja, area kerja, prosedur kerja yang tidak memadai/sesuai. Selain
itu, bahaya ergonomi yang berpotensi menyebabkan kecelakaan atau peker
ja sakit di antaranya pengangkatan dan proses ketika menjangkau/ meraih
yang tidak memadai, kondisi visual yang buruk, gerakan monoton dalam p
ostur janggal. Posisi kerja yang salah dapat menyebabkan gangguan keseh
atan pada pekerja.
Studi kasus faktor ergonomi:
 Misalnya pada sebuah pabrik, pekerja dituntut untuk selalu berdiri. Me
skipun mereka tidak selalu berdiri di tempat yang sama. Biasanya mer
eka berjalan dan bergerak leluasa. Dilihat secara faktor ergonomik tent
u saja ini tidak memenuhi faktor ergonomik yang telah ditetapkan.
 Misalnya pada pekerja bagian pengayakan, pekerja berposisi berdiri d
engan sedikit membungkuk. Selain itu dengan pekerjaan menggoyan
g-goyangkan alat untuk menyaring sari kedelai membuat pekerja haru
s ekstra hati-hati karena lantai yang licin. Ini dapat menyebabkan kece
lakaan kerja berupa terpeleset, dislokasi tulang, dan kemungkinan s
ampai saraf terjepit.
 Misalnya pada bagian fermentasi, posisi pekerja juga tidak jauh berbe
da dari pengayak. Pekerja berdiri dan pada bagian ini pekerja lebih ser
ing untuk membungkuk lebih lama. Bahaya yang dapat ditimbulkan d
ari pekerjaan ini adalah mengalami lordosis, pengeroposan tulang, dan
dislokasi tulang belakang.
 Misalnya pada bagian pembakaran, pekerja biasanya mengangkat bah
an bakar. Meskipun beban yang diangkut tidak terlalu berat, namun bi
sa terjadi kecelakaan kerja. Ketika berada didepan tungku pembakaran
pekerja akan terkena paparan panas secara langsung. Penyakit yang
mungkin terjadi :
 Kram otot dan Kesemutan akibat bekerja waktu berdiri yang lama
 Lordosis akibat banyak membungkuk
 Skoliosis
e. Faktor mental dan psikologis
Menurut Stephen Covey dalam buku First Thinks First menjelaskan
adanya potensi kemampuan manusia sebagai prasyarat mewujudkan
sebuah komitmen, artinya manusia sebagai makhluk yang dinamis
sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu perubahan
terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Faktor mental dan psikologis,
yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara
pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan
kerja dan lain-lain.
Studi kasus faktor psikologis:
Misalnya pada industri ada kesenjangan antara pegawai satu terhadap
pegawai lainya ataupun kesenjangan antara atasan dengan bawahan dapat
menjadi pekerja stress.

2.7 Antisipasi Sumber Bahaya


Antisipasi adalah memprediksi potensi bahaya dan risiko yang ada di tempat
kerja. Contoh : Antisipasi bahaya pada perusahaan yang bergerak di bidang oil dan
gas, sebelum memasuki area tersebut pekerja dapat harus memprediksi bahaya yang
ada diperusahaan tersebut, pekerja dapat melihat daftar bahaya yang ada
diperusahaan seperti bahaya :
a) Berdasarkan lokasi atau unit
b) Berdasarkan kelompok pekerja
c) Berdasarkan jenis potensi bahaya
d) Berdasarkan tahapan proses produksi

2.8 Evaluasi Sumber Bahaya


Evaluasi adalah suatu kegiatan sampling dan mengukur bahaya dengan
metode yang lebih spesifik. contohnya : mengukur kebisingan dengan sound level
meter, pengukuran kadar debu/partikel dengan menggunakan digital dust indikator,
melakukan pengukuran pencahayaan dengan menggunakan Lux Meter dan
sebagainya, hasil dari pengukuran ini dibandingan dengan peraturan pemerintah yang
berlaku, apakah melibihi nilai ambang batas atau tidak.

2.9 Kontrol Sumber Bahaya


Dari hasil evaluasi kemudian bisa dilakukan pengendalian jika terdapat hasil
pengukuran yang melebihi ambang batas, contohnya pengendalian menggunakan metode
hirarki pengendalian atau piramida terbalik yaitu :
a. Eliminasi
Eliminasi adalah menghilangkan bahaya misalnya, bahaya jatuh, bahaya
ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.
b. Subtitusi
Mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya
menjadi lebih tidak berbahaya, contohnya mengganti suatu bahan yang
berbahaya dengan yang tidak berhaya tetapi dengan fungsi yang sama.
c. Engineering control
Suatu langkah memodifikasi bahaya, baik memodifikasi lingkungan kerja,
ataupun memodifikasi alat-alat kerja. Meliputi cara pengendalian bahaya baik
berdasarkan spesifikasi saat menentukan desain awal.
d. Administration control
Mengatur interaksi antara pekerja dengan alat-alat atau lingkungan kerja,
mengatur shift kerja, mengurangi waktu para pekerja di area yang
mengandung bahaya tinggi dan memberikan kemampuan pekerja untuk
mengenali bahaya supaya dapat bekerja dengan aman.
e. APD (Alat Pelindung Diri)
Langkah terakhir yang digunakan bila memang cara-cara diatas tidak bisa
dilakukan adalah dengan memakai APD (alat pelindung diri) seperti Topi
keselamatan (Helmet), kacamata keselamatan, Masker, Sarung tangan,
earplug, Pakaian (Uniform) dan Sepatu Keselamatan. Pengendalian ini
merupakan pegendalian terakhir pada hirarki pengendalian bahaya. APD
digunakan oleh pekerja untuk melindungi pekerja dari bahaya (hazard) yang
terdapat di lingkungan kerja.
Alat pelindung diri diklasifikasikan berdasarkan target organ tubuh yang berpo
tensi terkena resiko dari bahaya.
a. Mata
Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, pr
oyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles, goggle, faceshield, weldi
ng shield.
b. Telinga
Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB. APD: ear pl
ug, ear muff, canal caps.
c. Kepala
Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit be
nda berputar. APD: helmet, bump caps.
d. Pernapasan
Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency). APD:
respirator, breathing apparatus
e. Tubuh
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau lo
gam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam, dust terko
ntaminasi. APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket.
f. Tangan dan Lengan
Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengat
an listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mi
tts.
g. Kaki
Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan ba
han kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes, safety boots, legging, s
pat.

DAFTAR PUSTAKA

Burtanto. 2015. Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk industri.
Yoygakarta: Pustaka Baru Press.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Muhammad, Iwan, Ramadhan. Higiene Industri. Bimotry. Yogyakarta.
Rejeki, Sri. 2015. Sanitasi Hygene dan K3 (Kesehatan & Keselamatan Kerja). Bandung: Pene
rbit Rekayasa Sains.
Ridley, John. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Stranks, Jeremy. 2003. The Handbook of Health and Safety Practice, 6th ed. Great Britain Pe
arson Education Limited 2003: Prentice Hall.
Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishi
ng.

1
a. Apa fungsi departemen HSE?
Tugas dan tanggung jawab HSE manager yakni :
1. HSE manager harus memastikan bahwa perusahaan secara efektif melaksanakan program
K3. Karena itulah dalam praktiknya manager harus mengecek prinsip plan, do, check, dan act
berjalan secara efektif. Selain itu manager juga harus mengintegrasikan prinsip K3 ini
kedalam praktik manajemen standar perusahaan.
2. Tujuan utama pelaksanaan semua program K3 dalam perusahaan adalah untuk memastikan
bahwa sistem K3bekerja dengan baik sehingga kerugian yang diakibatkan kecelakaan kerja
dapat dihindari.
3. HSE manager bukan hanya memastikan kontrol yang tepat untuk tindakan pencegahan
kecelakaan di tempat kerja, namun juga mengeluarkan kebijakan yang tepat, proses yang
efektif, orang yang kompeten, budaya kerja yang benar. Sehingga semuanya berkontribusi
dalam penciptaan lingkungan kerja yang aman.
4. Untuk mengelola program K3 secara efektif, manager harus melibatkan semua unsur
dalam perusahaan. Penting diingat, bahwa kesuksesan pelaksanaan program K3 ini hanya
dapat dilakukan bersama semua orang. Melibatkannya secara efektif akan membuat membuat
proses pelaksanaanya menjadilebih dinamis dan konstruktif.
5. Mematuhi hukum penting, namun tetap lebih dari itu program K3 perlu dilihat sebagai
bagian kinerja bisnis utama, bukan hanya tambahan atau sekedar mematuhi peraturan yang
dikeluarkan pemerintah. Untuk itu tugas HSE manager serta manager lainnya perlu
mengelolanya seperti hasil bisnis lainnya, dengan melakukan langkah-langkah yang
mendukung peningkatan kerja dengan menciptakan sistem, budaya, praktek kerja yang aman
serta evaluasi K3.
Sumber : Artikel Indonesia Safety Center.

b. Apa interpretasi dari 40% dari 500 pekerja merupakan pekerja dari luar daerah
perusahaan?
Pekerja pada pabrik tersebut 40% berasal dari luar daerah berarti pekerja dapat membawa
penyakit dari luar, yakni dari daerah asalnya. Penyakit tersrbut dibawa dan ditularkan ke
daerah perusahaan seperti kasus DBD. Selain itu, pekerja tinggal sendiri di area peruahaan,
jauh daru keluarga. Hal ini menyebabkan pekerja mudah gangguan psikososial.

c. Jelaskan langkah –langkah industrial hygiene?


Adapun langkah industrial hygiene yakni :
Antisipasi: untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi di tempat kerja
Rekognisi: untuk mengidentifikasi bahaya yang terjadi di tempat kerja seperti bahaya kimia,
fisik, biolgi, ergonomik dan psikososial.
Evaluasi: melakukan evaluasi tentang bahaya dan analasis risiko bahaya terseubt di tempat
kerja
Kontrol: mengendalikan bahaya di tempat kerja agar tidak memberika dampak buruk bagi
kesehatan dan keselamatan pekerja.
Sumber : Hirst, A. 2010. Basic Principles in Occupational Hygiene. OHTA. Hal: 11-12.
Http:www.ohlearning.com.

2. a. Bagaimana interpretasi dari gambar diatas? (apa saja faktor resiko)


Peledakan > 120 db : faktor risiko untuk terjadinya gangguan pendengaran, luka- luka.
Proses penyusunan dan pengangkutan semen tanpa menggunakan APD hal ini menunjukkan
kurangnya K3 dalam perusahaan tersebut sehinga menjadi faktor risiko untuk terjadinya ispa,
asma serta silicosis pada grup sensitif tertentu.

3.
a. Berapa waktu bekerja yang efektif?
Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan
ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telas
disebutkan diatas yaitu:
- 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu atau
- 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1
minggu.

b. Apa interpretasi bahwa air limbah tidak berbahaya?


Air limbah dikatakan tidak berbahaya berarti zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak
dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Sumber : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Pengolahaan Limbah Berbahaya
dan Beracun.
c. Apa interpretasi terdapat e-coli dalam air penampungan?
Hal ini bermakna bahwa air penampungan yang digunakan untuk pekerja dan memasak telah
terkontaminasi. Apabila air bersih tercemar E.Coli digunakan sebagai sumber air minum ,
mencuci peralatan makanan serta memasak dapat meningkatkan risiko terjadinya diare. Pada
kasus menurut laporan puskesmas tahun lalu salah satu penyakit terbanyak yakni diare.
Sehingga dapat dijelaskan bahwasanya diare terjadi akibat kontaminasi E.Coli pada air
penampungan. Selain itu juga air penampungan terdapat E. Coli kemungkinan karena jamban
terlalu dekat dengan air penampungan, pengelolaan septik tank yang salah.
Sumber : Jurnal ui.ac.id
d. Berapakah kebisingan yang normal?
Nilai ambang batas bising pada pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung telinga
adalah 85 dB selama 8 jam kerja per hari.
Permenkes No.70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan Keselamatan
Kerja
e. Bagaimana penanggulangan bising untuk pekerja 120 Db di pabrik?
Memakai ear plugg
Menggunakan ear murff
Mengganti mesin
Mengisolasi alat
Subtitusi alat yakni menutupi alat agar dapat meredam kebisingan
Modifikasi engineering control
Sumber: Kemenkes RI 2016.

g. Apa dampak warga terpapar bising 75 Db?


Bising dengan intensitas rata-rata berkisar 65 sampai 85 dB(A) yang terukur dilingkungan
mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran apalagi pada penduduk yang lebih banyak
berada dirumah sehari-harinya. Intensitas kebisingan yang melebihi ambang batas akan
menyebabkan penurunan yang serius pada kondisi kesehatan seseorang khususnya gangguan
pendengaran, dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
sementara, yang lambat laun dapat menyebabkan kehilangan pendengaran permanen (bersifat
kumulatif). Haal ini merupakan dampar terpaparnya bising di atas 55 dB.
Sumber : Amalia, L., daan Lanjahi, G. 2012. PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN
DAN LAMA TINGGAL TERHADAP DERAJAT GANGGUAN PENDENGARAN
MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN PLTD TELAGA KOTA GORONTALO. Jurnal
Saintek 7 (3): 1-12.
h. Bagaimana food safety and hygiene yang baik?
Enam prinsip hygiene dan sanitasi makanan yakni :
1. Pemilihan bahan makanan
Menurut Permenkes RI Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga,
Lampiran Bab III :
a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum
dihidangkan seperti:
1) Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan
tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi
yang diawasi.
2) Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda
dan tidak berjamur.
3) Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau
cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma,
rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.
b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai
peraturan yang berlaku.
c. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi digunakan
untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut, yaitu :
1) Makanan dikemas
a) Mempunyai label dan merk
b) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
c) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
d) Belum kadaluwarsa
e) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
2) Makanan tidak dikemas
a) Baru dan segar
b) Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur
c) Tidak mengandung bahan berbahaya
3. Bahan Makanan Disebut Aman, bila memenuhi 4 kriteria yaitu :
a. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan.
b. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikut.
c. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar.
d. Bebas dari microorganisme dan parasit penyebab penyakit.
4. Ciri – Ciri Bahan Makanan Yang Baik disesuakian dengan sumber bahan pangan
nabati/hewani.
2. Penyimpanan bahan makanan
Menurut Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga,
Lampiran Bab III, bahwa Prinsip penyimpanan bahan makanan adalah sebagai berikut :
a. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi, baik
oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.
b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired
First Out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati
masa kadaluarsa dimanfaatkan / digunakan lebih dahulu.
c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya
bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam almari pendingin dan bahan makanan
kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
d. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu.
e. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm.
f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80%-90%.
g. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik, Makanan dalam kemasan tertutup disimpan
pada suhu + 100C.
h. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai 15 cm.
2) Jarak bahan makanan dengan dinding 5 cm.
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit 60 cm.
Penyimpanan makanan yang baik dan sesuai dengan cara-cara penyimpanan akan
mencegah terjadinya kerusakan pada bahan makanan. Kerusakan dapat terjadi
1. Bakteri
2. Enzyme
3. Kerusakan mekanis

Untuk mengendalikan pencemaran oleh bakteri perlu mengetahui


1. Sifat dan karakteristik bakteri
2. Cara penyimpanan makanan
3. Hubungan waktu dan suhu penyimpanan
4. Administrasi penyimpanan

3. Pengolahan makanan
proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap Pengolahan
makanan yg baik mengikuti kaidah Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good
Manufacturing Practise (GMP) yaitu :
1. Persiapan tempat pengolahan
2. Persiapan rancangan menu
3. Peralatan masak
4. Peralatan makan dan minum
5. Wadah penyimpanan makanan
6. Sarana penyajian (display)
7. Rak penyimpanan
8. Peralatan untuk pencucian
9. Pelindung pencemaran
10. Fasilitas sanitasi
11. Pemilihan bahan sortir
12. Peracikan bahan
13. Persiapan bumbu
14. Persiapan pengolahan
15. Prioritas dalam memasak

4. Penyimpanan makanan masak


Harus diperhatikan
• Karakteristik pertumbuhan bakteri pada makanan masak
a. Kadar air makanan
b. Jenis makanan
c. Suhu makanan
• Cara penyimpanan makanan masak
a. Wadah
b. Suhu
c. Waktu tunggu

5. Pengangkutan makanan
Menurut Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga,
lampiran, Bab III, Cara Pengolahan Makanan Yang Baik, dalam hal pengankutan makanan,
adalah sebagai berikut :
a. Pengangkutan bahan makanan
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.
3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.
4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut
dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak seperti daging,
susu cair dan sebagainya.
b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan harus selalu
higienis.
3) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.
4) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan
yang akan ditempatkan.
5) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair (kondensasi).
6) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar makanan tetap
panas pada suhu 60oC atau tetap dingin pada suhu 4oC. Harus diperhatikan cara :
- Pengangkutan bahan makanan
- Pengangkutan makanan siap santap antara bahan makanan dan makanan siap santap harus
diangkut terpisah.
6. Penyajian makanan
Makanan dinyatakan Laik Santap apabila telah dilakukan :
Uji organoleptik :
Meneliti dengan menggunakan lima indera manusia yaitu melihat (penampilan), meraba
(tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) danmenjilat (rasa)
Uji biologis :
Khusus dilakukan untuk sajian bagi orang-orang penting (VIP) seperti Kepala Negara atau
Kepala pemerintahan. Sebelum makanan disantap harus diuji terlebih dahulu dengan cara
memakannya secara sempurna (misal kue harus satu potong utuh), kalau dalam dua jam tidak
terjadi tanda-tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.
Uji laboratorium
Pemeriksaan kualitas makanan dengan analisa laboratorium untuk mengetahui tingkat
pencemaran makanan baik kimia maupun mikroba, maka diperlukan sampel
makanan yg disiapkan dengan cara steril dan mengikuti prosedur yang benar, Hasilnya
dibandingkan dengan standar yang telah baku/telah ditetapkan.
Untuk penyajian makanan harus memperhatikan tempat penyajian.
Cara penyajian :
Penyajian meja (table service), saung (ala carte), doos (box), prasmanan (buffet), dibungkus
(pack/wrap), layanan cepat (fast food).
Prinsip penyajian :
Prinsip wadah, prinsip kadar air, prinsip pemisah, prinsip panas, prinsip bersih, prinsip
handling (yaitu penanganan makanan & alat makan tidak kontak langsung dengan anggota
tubuh terutama tangan dan bibir), prinsip tepat penyajian (yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat
tata hidang dan tepat volume).
Sumber : Nugraheni, M. 2017. Makalah food safety dan sanitasi hygiene. Yogyakarta.

4a. Bagaiamana maanajemen resiko yang tepat pada pekerja dipabrik ini?
Managemen risiko pada pekerja pabrik:
Cara pengendalian risiko dilakukan melalui:
a. Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya
(hazard).
b. Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti input
dengan yang lebih rendah risikonya. Contohnya mengganti mesin
c. Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada alat,
mesin, infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan. Contohnya membuat peredaam suara
pada mesin
d. Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan pembuatan prosedur,
aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap
kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.
e. Alat Pelindung Diri : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat
perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, alat pelindung telinga seperti ear plug yang
sesuai dengan peraturan, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan, dan alat pelindung
diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
Sumber : Soputan, G. E. M., Sompie, B. F., dan Mandagi, R. J. M. 2014. MANAJEMEN
RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) (Study Kasus Pada
Pembangunan Gedung SMA Eben Haezar). Jurnal Ilmiah Media Engineering. 4(4): 229-23.8.
b. Bagaimana penyimpanan data penggunaan bahan kimia sesuai dengan material
safety data sheet?
Sebelum bahan kimia diterima, disimpan dan digunakan maka keterangan yang ada dalam M
SDS harus dipahami. Keterangan tersebut meliputi:
1. Identifikasi bahan Bagian ini menjelaskan nama bahan kimia, meliputi nomor urut MSDS,
sinonim dalam nama kimia dan nama dagang, rumus dan berat molekul.
2. Label bahaya Label ini diberikan dalm bentuk gambar untuk memberikan gambaran cepat
sifat bahaya. Label yang dipakai ada dua yaitu menurut PBB (internasional) dan NFPA (Nati
onal Fire Protection Assosiation)-Amerika. Label NFPA ditunjukkan di table di bawah, berup
a 4 kotak yang mempunyai ranking bahaya (0-4) ditinjau dari aspek bahaya kesehatan (biru),
bahaya kebakaran (merah) dan bahaya reaktivitas (kuning). Kotak putih untuk keterangan ta
mbahan.

Ranking Bahaya Kesehatan Bahaya Kebakaran Bahaya Reaktivitas


4 Penyebab kematian, Segera mengaup dal Mudah meledak atau
cedera fatal meskipu am keadaan normal diledakkan, sensitif t
n ada pertolongan dan dapat terbakar se erhadap panas dan m
cara cepat ekanik
3 Berakibat serius pad Cair atau padat dapat Mudah meledak teta
a keterpaan singkat, dinyalakan pada suh pi memerlukan peny
meskipun ada pertol u biasa ebab panas dan tumb
ongan ukkan kuat
2 Keterpaan intensif d Perlu sedikit ada pe Tidak stabil, bereaks
an terus menerus ber manasan sebelum ba i hebat tetapi tidak m
akibat serius, kecuali han dapat dibakar eledak
ada pertolongan
1 Penyebab iritasi atau Dapat dibakar, tetapi Stabil pada suhu nor
cedera ringan memerlukan pemana mal, tetapi tidak stab
san terlebih dahulu il pada suhu tinggi
0 Tidak berbahaya bag Bahan tidak dapat di Stabil, tidak reaktif
i kesehatan meskipu bakar sama sekali meskipun kena pana
n kena panas (api) s atau suhu tinggi.
3. Informasi bahan singkat Informasi singkat mengenai jenis bahan, wujud, manfaat serta bah
aya-bahaya utamanya. Dari informasi singkat dan label bahaya, secara cepat bisa dipahami ke
hati-hatian dalam menangani bahan kimia tersebut.
4. Sifat-sifat bahaya
a. Bahaya kesehatan: Bahaya terhadap kesehatan dinyatakan dalam bahaya jangka pendek (ak
ut) dan jangka panjang (kronis). NAB (nilai ambang batas) diberikan dalam satuan mg/m3 ata
u ppm. NAB adalah konsentrasi pencemaran dalam udara yang boleh dihirup seseorang yang
bekerja selama 8 jam/hari selama 5 hari.
b. Bahaya kebakaran: ini termasuk kategori bahan mudah terbakar, dapat dibakar, tidak dapat
dibakar, atau membakar bahan lain. Kemudahan zat untuk terbakar ditentukan oleh titik nyala,
konsentrasi mudah terbakar, titik bakar.
c. Bahaya reaktivitas: sifat bahaya akibat ketidakstabilan atau kemudahan terurai, bereaksi de
ngan zat lain atau terpolimerisasi yang bersifat eksotermik sehingga eksplosif atau reaktivitas
nya terhadap gas lain menghasilkan gas beracun.
5. Sifat fisika Sifat-sifat fisik ini merupakan faktor-faktor yang dapat memengaruhi sifat baha
ya bahan.
6. Keselamatan dan penanganan Langkah-langkah keselamatan dan pengamanan:
a. Penanganan dan penyimpanan: usaha keselamatan yang dilakukan apabila bekerja dengan
atau menyimpan bahan
b. Tumpahan dan kebocoran: usaha pengamanan apabila terjadi bahan tertumpah atau bocor
c. Alat pelindung diri: terhadap pernafasan, muka, mata, dan kulit sebagai usaha untuk mengu
rangi keterpaan bahan.
d. Pertolongan pertama: karena penghirupan uap/gas, terkena mata dan kulit atau tertelan.
e. Pemadaman api: alat pemadam api ringan yang dapat dipakai untuk memadamkan api yang
belum terlalu besar dan cara penanggulangan apabila sudah membesar.
7. Informasi lingkungan Informasi ini menjelaskan bahaya terhadap lingkungan dan bagaima
na menangani limbah bahan kimia baik berupa padat, cair dan gas. Termasuk di dalamnya car
a pemusnahan. Menangani bahan berbahaya tanpa mengetahui informasi tersebut dapat meng
akibatkan kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh bahan tersebut yang tanpa disadari akan me
nyebabkan dampak yang tidak kita inginkan. Sumber : Kemenkes RI 2016 Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
c. Apa hubungan antara laporan puskesmas terdahulu dengan lingkungan pekerjaan
dan daerah sekitarnya?
laporan puskesmas tahun lalu puskesmas 8 penyakit terbanyak adalah diare, ispa,asma,
silicosis, keluhan musculoskeletal disorders ( MSDs), gangguan pendengaran, alergi dan
luka-luka. Penyaakit tersebut adlaah penyakit yang sering dialami oleh para pekrja yang
merupakan dampak dari pekerjaan.
5
a. Apa saja jenis-jenis hazard beserta contohnya?
Bahaya Fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non-pengion, suhu ekstrim dan
pencahayaan.
Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti antiseptik,
aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.
Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture, manual handling dan
postur janggal.
Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan
kerja yaitu bakteri, virus, protozoa dan fungi (jamur) yang bersifat patogen.
Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan kondisi kerja
yang tidak nyaman.
Sumber : Ratnasari, S. T. 2009. Analisis risiko dan Managemen Risiko Kerja. FKMUI.
b. Apa saja kriteria posbindu di perusahaan?
Standar Sarana Posbindu PTM
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan Posbindu PTM adalah sebaga
i berikut:
a) Untuk standar minimal lima set meja-kursi, pengukur tinggi badan, timbangan berat badan,
pita pengukur lingkar perut, dan tensimeter serta buku pintar kader tentang cara pengukuran ti
nggi badan dan berat badan, pengukuran lingkar perut, alat ukur analisa lemak tubuh dan pen
gukuran tekanan darah dengan ukuran manset dewasa dan anak, alat uji fungsi paru sederhan
a (peakflowmeter) dan media bantu edukasi.
b) Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah, alat ukur kadar kolesterol tot
al dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan alkohol, tes amfetamin urin kit, dan IVA kit.
c) Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim (IVA) dibutuhkan ruangan khusus dan han
ya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (Dokter ataupun Bidan di kelompok masyarakat/le
mbaga/institusi) yang telah terlatih dan tersertifikasi.
d) Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan Posbindu PTM diperlukan kartu menuju s
ehat Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (KMS FR-PTM) dan buku pencatatan.
e) Untuk mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan media KIE (Komunikasi, Inf
ormasi dan Edukasi) yang memadai, seperti serial buku pintar kader, lembar balik, leaflet, bro
sur, model makanan (food model) dan lainnya.
Sumber : KEMENKES RI. Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
2012.

Anda mungkin juga menyukai