0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan14 halaman
Bab VI membahas lingkungan dan K3. Pertama, menjelaskan tentang UKL dan UPL sebagai upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup bagi kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL. Kedua, menjelaskan potensial dampak lingkungan seperti bahaya kimia, mekanik, dan biologi. Ketiga, mendefinisikan K3 sebagai upaya mencegah kecelakaan dan penyakit kerja dengan memberikan lingkungan kerja yang aman dan
Bab VI membahas lingkungan dan K3. Pertama, menjelaskan tentang UKL dan UPL sebagai upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup bagi kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL. Kedua, menjelaskan potensial dampak lingkungan seperti bahaya kimia, mekanik, dan biologi. Ketiga, mendefinisikan K3 sebagai upaya mencegah kecelakaan dan penyakit kerja dengan memberikan lingkungan kerja yang aman dan
Bab VI membahas lingkungan dan K3. Pertama, menjelaskan tentang UKL dan UPL sebagai upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup bagi kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL. Kedua, menjelaskan potensial dampak lingkungan seperti bahaya kimia, mekanik, dan biologi. Ketiga, mendefinisikan K3 sebagai upaya mencegah kecelakaan dan penyakit kerja dengan memberikan lingkungan kerja yang aman dan
Upaya pengelolaan lingkungan hudup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL. Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pengelolaanm lingkungan. Kewajiban UKL/UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia. UKL/UPL metrupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan izin melakukan usaha dan atau kegiatan. Proses dan prosedur UKL/UPL tidak dillakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isinya yang berisi: 1. Identifikasi pemrakarsa – rencanausaha dan / kegiatan – dampak lingkungan yang akan terjadi/ program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. 2. Tanda tangan dan cap Pengertian K3 menurut (UU N0.1/1970 ) ada dua yakni : 1. Secara Keilmuan : sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (bebas dari bahaya). Praktis K3 merupakan upaya perlindungan terhadap tenaga kerja. 2. Secara Umum : Usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan tanpa kecelakaan atau penyakit kerja dengan memberikan suasana kerja dan linkungan kerja yang aman dan sehat, untuk tercapainya efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal.
Pengertian lain menurut OHSAS 18001: 2007, keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja. Beberapa pengertian dan definisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dari beberapa ahli :
1. Menurut Flippo (1995), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat (spesifik), penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek perusahaan di tempat-tempat kerja dan pelaksanaan melalui surat panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain. 2. Menurut Widodo (2015), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek. 3. Menurut Mathis dan Jackson (2006), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan, pengarahan dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja. 4. Menurut Ardana (2012), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien. 5. Menurut Dainur (1993), keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja dengan peralatan kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut. 6. Menurut Hadiningrum (2003), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah pengawasan terhadap orang, mesin, material, dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cidera. 6.2 Ringkasan Dampak Lingkungan Yang Diprakirakan Terjadi A. Bahaya Kimia. Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Bahayak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain : 1. Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic). 2. Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka air aki, dll. 3. Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah terbakar dan meledak misalnya, golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak tanah, premium, LPG, dll. 4. Polusi dan pencemaran lingkungan.
B. Bahaya Mekanis Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau
benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempat, pengaduk, dll. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan, dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas.
C. Bahaya Biologi. Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang
bersumber dari unsur biologi seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industru makanan, farmasi, pertanian dan kimia, pertambangan, minyak dan gas bumi. Upaya Kewajiban Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan. 6.3 kesehatan dan keselamatan kerja ( k3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. 6.3.1 Tujuan K3 1. Mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit ditempat kerja, sehingga proses produksi berjalan dengan lancar. 2. Mengamankan tempat kerja,peralatan,bahaya,proses,dan lingkungan kerja sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara efektif dan efisiensi. 3. Menciptakan lingkungan kerja dan tempat kerja yang aman, nyaman,sehat, dan kesesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau manusia dengan perkerjaannya
6.3.2 Sebab - Sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Penyebab dasar kecelakaan kerja : a. Faktor Personil.
Kelemahan Pengetahuan dan Skill
Kurang Motivasi Problem Fisik
b. Faktor Pekerjaan.
Standar kerja tidak cukup Memadai
Pemeliharaan tidak memadai Pemakaian alat tidak benar Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja :
a) Tindakan Tidak Aman.
Mengoperasikan alat bukan wewenangnya.
Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi. Posisi kerja yang salah Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
b) Kondisi Tidak Aman
Tidak cukup pengaman alat
Tidak cukup tanda peringatan bahaya Kebisingan/debu/gas di atas NAB Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian
Berdasarkan Prosentasenya:
Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%) Diluar kemampuan manusia (2%) 6.3.3 Definisi Alat Pelindung Diri APD (Alat Pelindung Diri ) adalah perlengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerjaan itu sendiri dan orang disekelilingnya.
6.3.4 ruang lingkup apd digunakan sesuai fungsi dan manfaatnya :
1.Untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi infeksi dan cidera. 2.Mengurangi resiko penularan penyakitPenggunaan APD di rumah sakit disesuaikan berdasarkan fungsi dan manfaatnya,seperti pada prosedur tindakan operasi, tindakan invasif,pelindung saluran pernafasan, pelindung tangan seperti sarung tangan saat diperlukan, dan lain-lain. Jadi penggunaanAPD disesuaikan berdasarkan manfaatnya. APD diperlukan oleh seluruh petugaskesehatan seperti dokter, perawat, bidan dan petugas yang bekerja di fasilitas kesehatanseperti cleaning servis, laundry, dll. 6.3.5 Tujuan dan manfaat APD Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) antara lain adalah untuk: a. melindungi tenaga kerja, apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik b. meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja c. menciptakan lingkungan kerja yang aman d. melindungi pekerja dari bahaya akibat pekerjaannya. e. menurunkan tingkat resiko akibat kecelakaan terhadap pekerja. Mengurangi resiko bahaya kecelakaan bagi para pekerja. Memberi perlindungan ke tubuh para pekerja. Sebagai usaha terakhir apabila sistem perlidungan teknik tidak berfungsi 6.3.6 Jenis Dan Fungsi Apd 1. Safety Helmet (Helm Pengaman) ; Fungsi helm pengaman yang paling utama adalah untuk melindungi kepala dari jatuhan dan benturan benda secara langsung.
2. Safety Vest (Rompi Reflektor) ; Rompi ini
diengkapi dengan iluminator, yaitu sebuah bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya.
3. Safety Shoes (Sepatu Pengaman) ; Safety Shoes
bentuknya seperti sepatu biasa, tetapi terbuat dari bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat.
4. Safety Goggles/Glasses (Kacamata Pengaman) ;
Kacamata pengaman ini berbeda dari kacamata pada umumnya.
5. Safety Masker/masker respirator (Penyaring
Udara) ; Safety Masker berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
6. Safety Gloves (Sarung Tangan Pengaman) ;
Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan.
7. Alat pemadam kebakaran: Pemadam api ringan
atau dikenal juga Alat Pemadam Api Ringan (APAR) memiliki fungsi sebagai alat untuk memadamkan api. 8. Self Rescuer ; Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas beracun, alat inilah yang dapat menjadi penyelamat bagi para pekerja.
9. Safety Boot (Sepatu Boot) ; Pada kondisi area
pertambangan yang umumnya licin dan berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok.
10. Safety Belt (Sabuk Pengaman) ; Berfungsi
sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa (mobil, alat berat, pesawat, helikopter, dsb).
11. Raincoat (Jas Hujan) ; Berfungsi untuk
melindungi pekerja dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
12. Lifevest (Pelampung) ; Alat ini wajib digunakan
saat kita beraktivitas di wilayah perairan/di atas air
13.Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan) : adalah sarana yang harus disediakan di tiap rumah, mobil dan perusahaan.
6.3.7 Cara Merawat APD
1. Mengurangi resiko bahaya kecelakaan bagi para pekerja. 2. Memberi perlindungan ke tubuh para pekerja. 3. Sebagai usaha terakhir apabila sistem perlidungan teknik tidak berfungsi Berikut beberapa petunjuk perawatan perlengkapan diri : Periksa alat pelindung diri anda sebelum digunakan. Apakah masih layak untuk digunakan dan adakah kerusakan. Gantilah bila anda temukan adanya kerusakan. Alat pelindung diri anda harus selalu dibersihkan sebelum atau sesudah digunakan sesuai petunjuk. Ingatlah selalu untuk menyimpan alat pelindung diri anda ditempat yang tepat. Penyimpanan yang tidak benar untuk jenis-jenis tertentu dari alat pelindung diri dapat menimbulkan kerusakan atau gangguan. Keringkan alat pelindung diri sebelum disimpan untuk mencegah timbulnya jamur dan bau. Simpanlah alat pelindung diri jauh dari benda-benda yang dapat menusuk, memotong dan merusak peralatan tersebut. Jangan menyimpan alat pelindung diri yang telah terkontaminasi/terkena oleh sesuatu. Bersihkan terlebih dahulu sesuai petunjuk. Jangan memakai atau memegang alat pelindung diri yang telah terkontaminasi bahan kimia. Alat penahan jatuh sangat penting untuk melindungi anda disaat bekerja pada suatu ketinggian. Peralatan ini harus mendapatkan perhatian khusus dan bebas dari kotoran serta debu, bersihkan sesuai petunjuk pabrik, simpan dengan benar dan periksa setiap saat sebelum digunakan. Jika anda pernah jatuh, jangan gunakan peralatan tersebut lagi hingga peralatan itu diperiksa oleh pihak pembuatnya. Perlengkapan perlindungan diri disediakan untuk melindungi anda dari kemungkinan bahaya yang lebih besar. Peralatan khusus dibuat untuk melindungi kepala, pendengaran, mata, wajah, sistem pernafasan, tangan, lengan, kaki dan seluruh tubuh anda. Peralatan ini dapat melindungi bila terjadi tubrukan, terkena bahan kimia, terpotong dan kecelakaan jenis lainnya serta kemungkinan cedera. Adalah tugas anda untuk memakai alat pelindung diri dengan benar sebagimana diperintahkan supervisor anda, memeriksanya secara teratur guna mecegah kerusakan dan merawatnya dengan benar. Dengan demikian peralatan tersebut akan selalu setia memberi anda perlindungan. 6.3.8 Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja (k3) Undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yang dibuat pemerintah (menteri, badan eksekutif, dan sebagainya), disahkan oleh parlemen (dewan perwakilan rakyat, badan legislatif, dan sebagainya), ditandatanganin oleh kepala negara (presiden, pemerintah, raja) dan mempunyai kekuatan mengikat. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja di negara Indonesia adalah sebagai berikut : a. Undang-undang uap tahun 1930 (stoom ordonantie). b. Undang-undang no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. c. Undang-undang republik Indonesia no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 1. Peraturan pemerintah terkait tentang keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut : a. Peraturan uap tahun 1930 (stoom verordening). b. Peraturan pemerintah no 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan pestisida. c. Peraturan pemerintah no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan. d. Peraturan pemerintah no 11 tahun 1979 tentang keselamatan kerja pada pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi. 2. Peraturan menteri terkait tentang keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut : a. Permen akertrans RI no 1 tahun 1976 tentang kewajiban latihan hiperkes bagi dokter perusahaan. b. Permen akertrans RI no 1 tahun 1978 tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengangkutan dan penebangan kayu. c. Permen akertrans RI no 3 tahun 1978 tentang penunjukan dan wewenang serta kewajiban pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja dan ahli dalam keselematan kerja. d. Permen akertrans RI no tahun 1979 tentang kewajiban latihan hygienen perusahan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga paramedis perusahaan. e. Permen akertrans RI no 1 tahun 1980 tentang keselamatan kerja pada kontruksi bangunan. f. Permen akertrans RI no 2 tahun 1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja. g. Permen akertrans RI no 4 tahun 1980 tentang sarat-sarat pemasangan dan pemeliharaan alat-alat pemadam api ringan. h. Permen akertrans RI no 1 tahun 1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja. i. Permen akertrans RI no 1 tahun 1982 tentang bejana tekan. j. Permen akertrans RI no 2 tahun 1982 tentang kualifikasi juru las. k. Permen akertrans RI no 3 tahun 1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga kerja. l. Permen akertrans RI no 2 tahun 1983 tentang intalasi alarm kebakaran otomatis kebakaran otomatis. m. Permen akertrans RI no 3 tahun 1985 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pemakai asbes. n. Permen akertrans RI no 4 tahun 1985 tentang pesawat tenaga dan produksi. o. Permen akertrans RI no 5 tahun 1985 tentang pesawat angkat dan angkut. p. Permen akertrans RI no 4 tahun 1987 tentang panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja serta tata cara penunjukan ahli keselamatan kerja. q. Permen akertrans RI no 1 tahun 1988 tentang kualifikasi dan sarat-sarat operator pesawat uap. r. Permen akertrans RI no 1 tahun 1989 tentang kualifikasi dan sarat-sarat operator keran angkat. s. Permen akertrans RI no 2 tahun 1989 tentang instalasi-instalasi penyalur petir. t. Permen akertrans RI no 2 tahun 1992 tentang tata cara penunjukan, kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja. u. Permen akertrans RI no 4 tahun 1995 tentang jasa keselamatan dan kesehatan kerja. v. Permen akertrans RI no 1996 tentang sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. w. Permen akertrans RI no 1 tahun 1998 tentang penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dan manfaat lebih dari paket jaminan pemeliharan dasar jaminan sosial tenaga kerja. x. Permen akertrans RI no 3 tahun 1998 tentang tata cara pelapor dan pemeriksaan kecelakaan. y. Permen akertrans RI no 4 tahun 1998 tentang pengangkatan , pemberhentian dan tata kerja dokter penasehat. z. Permen akertrans RI no 3 tahun 1999 tentang sarat-sarat keselamatan dan kesehatan kerja lift untuk pengangkutan orang dan barang. 3. Keputusan menteri terkait keselamatan dan kesehatan adalah sebagai berikut. a. Kepmenaker RI no 155 tahun 1984 tentang penyempurnaan keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi no kep 125/MEN/82 tentang pembentukan, susunan dan tata kerja dewan keselamatan dan kesehatan kerja nasional. Dewan keselamatan dan kesehetan wilayah dan panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja. b. Keputusan bersama menteri tenaga kerja dan menteri pekerjaan umum RI no 174 tahu 1986 no 104/KPTS/1986 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kerja kegiatan kontruksi. c. Kepmenaker RI no 1135 tahun 1987 tentang bendera keselamatan dan kesehatan kerja. d. Kepmenaker RI no 333 tahun 1989 tentang diagnosis dan pelapor penyakit akibat kerja. e. Kepmenaker RI no 245 tahun 1990 tentang hari keselamatan dan kesehatan kerja nasional. f. Kepmenaker RI no 51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja. g. Kepmenaker RI no 186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja. h. Kepmenaker RI no 197 tahun 1999 tentang pengendalian bahan kimia berbahaya. i. Kepmenaker RI no 75 tahun 2002 tentang pemberlakuan standar nasional indonesia (SNI) no SNI-04-0225-2000 mengenai persaratan umum instalasi listrik 2000(puil 2000)ditempat kerja. j. Kepmenaker RI no 235 tahun 2003 tentang jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan keselamatan, kesehatan atau moral anak. k. Kepmenaker RI no 68 tahun 2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ditempat kerja. 4. Surat edaran keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenaga kerjaan terkait keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut : a. Surat keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenaga kerjaan departemen tenaga kerja RI no 84 tahun 1998 tentang cara pengisian formulir laporan dan analisis statistik kecelakaan. b. Surat keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenaga kerjaan no 407 tahun 1999 tentang persaratan , penunjukan, hak dan kewajiban teknisi lift. c. Surat keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenaga kerjaan no 311 tahun 2002 tentang sertifikasi kompetensi keselamatan dan kesehatan kerja teknisi listrik. Semua undang-undang diatas berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang mengikat baik pengusaha atau karyawan. 6.3.9 Job Safety Analysis (JSA) a. Definisi Job Safety Analysis (JSA) Dalam pembuatan prosedur pekerjaan, bahaya yang akan ditimbulkan sudah didentifikasi dan telah disiapkan cara penangulangannya melalui program analisa keselamatan kerja (Lodou, 2007). Job safety analysis adalah suatu pendekatan struktural untuk mengidentifikasi potensi bahaya dalam suatu pekerjaan dan memberikan langkah – langkah perbaikan (Anonim, 2007). Job safety analysis merupakan identifikasi sistematik dari bahaya potensial ditempat kerja dan mencari cara untuk menanggulangi resiko bahaya. Dalam analisa keselamatan kerja dilakukan peninjauan terhadap metode kerja dan penemuan bahaya yang mungkin diabaikan dalam proses design peralatan, pemasangan mesin dan proses kerja. Melalui penerapan analisa keselamatan kerja dapat dilakukan perubahan prosedur kerja menjadi lebih aman (Greenwood, 2006). b. Tujuan melaksanakan job safety analysis adalah : Memberikan pelatihan individu mengenai keselamatan dan prosedur kerja efesien. Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru. Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan ditempat kerja. Meningkatkan partisipasi pekerja mengenai keselamatan ditempat kerja. Mengurangi absen. Mengurangi biaya kompensasi pekerja Meningkatkan produktivitas.