Anda di halaman 1dari 14

BAB VI

LINGKUNGAN DAN K3

6.1 UKL & UPL


Upaya pengelolaan lingkungan hudup (UKL) dan upaya pemantauan
lingkungan hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang
tidak wajib melakukan AMDAL. Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL
tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pengelolaanm
lingkungan. Kewajiban UKL/UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak
diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan
teknologi yang tersedia.
UKL/UPL metrupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk
pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan izin melakukan usaha dan
atau kegiatan. Proses dan prosedur UKL/UPL tidak dillakukan seperti AMDAL
tetapi dengan menggunakan formulir isinya yang berisi:
1. Identifikasi pemrakarsa – rencanausaha dan / kegiatan – dampak
lingkungan yang akan terjadi/ program pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
2. Tanda tangan dan cap
Pengertian K3 menurut (UU N0.1/1970 ) ada dua yakni :
1. Secara Keilmuan : sebagai ilmu dan penerapan teknologi pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (bebas dari bahaya). Praktis K3
merupakan upaya perlindungan terhadap tenaga kerja.
2. Secara Umum : Usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan tanpa
kecelakaan atau penyakit kerja dengan memberikan suasana kerja dan
linkungan kerja yang aman dan sehat, untuk tercapainya efisiensi dan
produktivitas kerja yang optimal.

Pengertian lain menurut OHSAS 18001: 2007, keselamatan dan kesehatan


kerja (K3) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan
kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja.
Beberapa pengertian dan definisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dari beberapa ahli :

1. Menurut Flippo (1995), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah


pendekatan yang menentukan standar yang menyeluruh dan bersifat
(spesifik), penentuan kebijakan pemerintah atas praktek-praktek
perusahaan di tempat-tempat kerja dan pelaksanaan melalui surat
panggilan, denda dan hukuman-hukuman lain.
2. Menurut Widodo (2015), kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah
bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan
manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
3. Menurut Mathis dan Jackson (2006), keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) adalah kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman,
terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan dan pelatihan,
pengarahan dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari karyawan dan
pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga
pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja.
4. Menurut Ardana (2012), keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja atau selalu dalam keadaan selamat dan sehat sehingga setiap
sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
5. Menurut Dainur (1993), keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja dengan
peralatan kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut.
6. Menurut Hadiningrum (2003), keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah pengawasan terhadap orang, mesin, material, dan metode yang
mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cidera.
6.2 Ringkasan Dampak Lingkungan Yang Diprakirakan Terjadi
A. Bahaya Kimia. Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai
dengan sifat dan kandungannya. Bahayak kecelakaan terjadi akibat bahaya
kimiawi. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain :
1. Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic).
2. Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras,
cuka air aki, dll.
3. Kebakaran dan peledakan. Beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat
mudah terbakar dan meledak misalnya, golongan senyawa hidrokarbon
seperti minyak tanah, premium, LPG, dll.
4. Polusi dan pencemaran lingkungan.

B. Bahaya Mekanis Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau


benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual
maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press,
tempat, pengaduk, dll. Bagian yang bergerak pada mesin mengandung bahaya
seperti gerakan mengebor, memotong, menempa, menjepit, menekan, dan
bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cidera atau
kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas.

C. Bahaya Biologi. Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang


bersumber dari unsur biologi seperti flora dan fauna yang terdapat di
lingkungan kerja atau berasal dari aktivitas kerja. Potensi bahaya ini
ditemukan dalam industru makanan, farmasi, pertanian dan kimia,
pertambangan, minyak dan gas bumi. Upaya Kewajiban Pengelolaan Dan
Pemantauan Lingkungan.
6.3 kesehatan dan keselamatan kerja ( k3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan
budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja
yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerja.Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya.
6.3.1 Tujuan K3
1. Mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit ditempat kerja, sehingga proses
produksi berjalan dengan lancar.
2. Mengamankan tempat kerja,peralatan,bahaya,proses,dan lingkungan kerja
sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan secara efektif dan efisiensi.
3. Menciptakan lingkungan kerja dan tempat kerja yang aman, nyaman,sehat, dan
kesesuaian antara pekerjaan dengan manusia atau manusia dengan perkerjaannya

6.3.2 Sebab - Sebab Kecelakaan


Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang
salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan
merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang
mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan
mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara
yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki
kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik. Penyebab dasar
kecelakaan kerja :
a. Faktor Personil.

 Kelemahan Pengetahuan dan Skill


 Kurang Motivasi
 Problem Fisik

b. Faktor Pekerjaan.

 Standar kerja tidak cukup Memadai


 Pemeliharaan tidak memadai
 Pemakaian alat tidak benar
 Kontrol pembelian tidak ketat

Penyebab Langsung kecelakaan kerja :

a) Tindakan Tidak Aman.

 Mengoperasikan alat bukan wewenangnya.


 Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi.
 Posisi kerja yang salah
 Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi

b) Kondisi Tidak Aman

 Tidak cukup pengaman alat


 Tidak cukup tanda peringatan bahaya
 Kebisingan/debu/gas di atas NAB
 Housekeeping tidak baik

Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian


Berdasarkan Prosentasenya:

 Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)


 Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
 Diluar kemampuan manusia (2%)
6.3.3 Definisi Alat Pelindung Diri
APD (Alat Pelindung Diri ) adalah perlengkapan yang wajib digunakan
saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerjaan
itu sendiri dan orang disekelilingnya.

6.3.4 ruang lingkup apd digunakan sesuai fungsi dan manfaatnya :


1.Untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi infeksi dan cidera.
2.Mengurangi resiko penularan penyakitPenggunaan APD di rumah sakit
disesuaikan berdasarkan fungsi dan manfaatnya,seperti pada prosedur tindakan
operasi, tindakan invasif,pelindung saluran pernafasan, pelindung tangan seperti
sarung tangan saat diperlukan, dan lain-lain. Jadi penggunaanAPD disesuaikan
berdasarkan manfaatnya. APD diperlukan oleh seluruh petugaskesehatan seperti
dokter, perawat, bidan dan petugas yang bekerja di fasilitas kesehatanseperti
cleaning servis, laundry, dll.
6.3.5 Tujuan dan manfaat APD
Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) antara lain adalah untuk:
a. melindungi tenaga kerja, apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif
tidak dapat dilakukan dengan baik
b. meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja
c. menciptakan lingkungan kerja yang aman
d. melindungi pekerja dari bahaya akibat pekerjaannya.
e. menurunkan tingkat resiko akibat kecelakaan terhadap pekerja.
Mengurangi resiko bahaya kecelakaan bagi para pekerja.
Memberi perlindungan ke tubuh para pekerja.
Sebagai usaha terakhir apabila sistem perlidungan teknik tidak berfungsi
6.3.6 Jenis Dan Fungsi Apd
1. Safety Helmet (Helm Pengaman) ; Fungsi helm
pengaman yang paling utama adalah untuk melindungi
kepala dari jatuhan dan benturan benda secara
langsung.

2. Safety Vest (Rompi Reflektor) ; Rompi ini


diengkapi dengan iluminator, yaitu sebuah bahan yang
dapat berpendar jika terkena cahaya.

3. Safety Shoes (Sepatu Pengaman) ; Safety Shoes


bentuknya seperti sepatu biasa, tetapi terbuat dari
bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari karet
tebal dan kuat.

4. Safety Goggles/Glasses (Kacamata Pengaman) ;


Kacamata pengaman ini berbeda dari kacamata pada
umumnya.

5. Safety Masker/masker respirator (Penyaring


Udara) ; Safety Masker berfungsi sebagai penyaring
udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan
kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).

6. Safety Gloves (Sarung Tangan Pengaman) ;


Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat
bekerja di tempat atau situasi yang dapat
mengakibatkan cedera tangan.

7. Alat pemadam kebakaran: Pemadam api ringan


atau dikenal juga Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
memiliki fungsi sebagai alat untuk memadamkan api.
8. Self Rescuer ; Dalam kondisi darurat akibat
kebakaran atau ditemukannya gas beracun, alat inilah
yang dapat menjadi penyelamat bagi para pekerja.

9. Safety Boot (Sepatu Boot) ; Pada kondisi area


pertambangan yang umumnya licin dan berlumpur,
sepatu boot menjadi kebutuhan pokok.

10. Safety Belt (Sabuk Pengaman) ; Berfungsi


sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat
transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa
(mobil, alat berat, pesawat, helikopter, dsb).

11. Raincoat (Jas Hujan) ; Berfungsi untuk


melindungi pekerja dari percikan air saat bekerja
(misal bekerja pada waktu hujan atau sedang
mencuci alat).

12. Lifevest (Pelampung) ; Alat ini wajib digunakan


saat kita beraktivitas di wilayah perairan/di atas air

13.Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada


Kecelakaan) : adalah sarana yang harus disediakan di
tiap rumah, mobil dan perusahaan.

6.3.7 Cara Merawat APD


1. Mengurangi resiko bahaya kecelakaan bagi para pekerja.
2. Memberi perlindungan ke tubuh para pekerja.
3. Sebagai usaha terakhir apabila sistem perlidungan teknik tidak berfungsi
Berikut beberapa petunjuk perawatan perlengkapan diri :
Periksa alat pelindung diri anda sebelum digunakan. Apakah masih layak untuk
digunakan dan adakah kerusakan. Gantilah bila anda temukan adanya kerusakan.
Alat pelindung diri anda harus selalu dibersihkan sebelum atau sesudah digunakan
sesuai petunjuk.
Ingatlah selalu untuk menyimpan alat pelindung diri anda ditempat yang tepat.
Penyimpanan yang tidak benar untuk jenis-jenis tertentu dari alat pelindung diri
dapat menimbulkan kerusakan atau gangguan.
Keringkan alat pelindung diri sebelum disimpan untuk mencegah timbulnya jamur
dan bau.
Simpanlah alat pelindung diri jauh dari benda-benda yang dapat menusuk,
memotong dan merusak peralatan tersebut.
Jangan menyimpan alat pelindung diri yang telah terkontaminasi/terkena oleh
sesuatu. Bersihkan terlebih dahulu sesuai petunjuk.
Jangan memakai atau memegang alat pelindung diri yang telah terkontaminasi
bahan kimia.
Alat penahan jatuh sangat penting untuk melindungi anda disaat bekerja pada
suatu ketinggian. Peralatan ini harus mendapatkan perhatian khusus dan bebas
dari kotoran serta debu, bersihkan sesuai petunjuk pabrik, simpan dengan benar
dan periksa setiap saat sebelum digunakan. Jika anda pernah jatuh, jangan
gunakan peralatan tersebut lagi hingga peralatan itu diperiksa oleh pihak
pembuatnya.
Perlengkapan perlindungan diri disediakan untuk melindungi anda dari
kemungkinan bahaya yang lebih besar. Peralatan khusus dibuat untuk melindungi
kepala, pendengaran, mata, wajah, sistem pernafasan, tangan, lengan, kaki dan
seluruh tubuh anda. Peralatan ini dapat melindungi bila terjadi tubrukan, terkena
bahan kimia, terpotong dan kecelakaan jenis lainnya serta kemungkinan cedera.
Adalah tugas anda untuk memakai alat pelindung diri dengan benar sebagimana
diperintahkan supervisor anda, memeriksanya secara teratur guna mecegah
kerusakan dan merawatnya dengan benar. Dengan demikian peralatan tersebut
akan selalu setia memberi anda perlindungan.
6.3.8 Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja
(k3)
Undang-undang adalah ketentuan dan peraturan negara yang dibuat pemerintah
(menteri, badan eksekutif, dan sebagainya), disahkan oleh parlemen (dewan
perwakilan rakyat, badan legislatif, dan sebagainya), ditandatanganin oleh kepala
negara (presiden, pemerintah, raja) dan mempunyai kekuatan mengikat.
Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
negara Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang uap tahun 1930 (stoom ordonantie).
b. Undang-undang no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
c. Undang-undang republik Indonesia no 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
1. Peraturan pemerintah terkait tentang keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Peraturan uap tahun 1930 (stoom verordening).
b. Peraturan pemerintah no 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran,
penyimpanan pestisida.
c. Peraturan pemerintah no 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan
pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan.
d. Peraturan pemerintah no 11 tahun 1979 tentang keselamatan kerja pada
pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi.
2. Peraturan menteri terkait tentang keselamatan dan kesehatan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Permen akertrans RI no 1 tahun 1976 tentang kewajiban latihan hiperkes
bagi dokter perusahaan.
b. Permen akertrans RI no 1 tahun 1978 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja dalam pengangkutan dan penebangan kayu.
c. Permen akertrans RI no 3 tahun 1978 tentang penunjukan dan wewenang
serta kewajiban pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja dan
ahli dalam keselematan kerja.
d. Permen akertrans RI no tahun 1979 tentang kewajiban latihan hygienen
perusahan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga paramedis
perusahaan.
e. Permen akertrans RI no 1 tahun 1980 tentang keselamatan kerja pada
kontruksi bangunan.
f. Permen akertrans RI no 2 tahun 1980 tentang pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.
g. Permen akertrans RI no 4 tahun 1980 tentang sarat-sarat pemasangan dan
pemeliharaan alat-alat pemadam api ringan.
h. Permen akertrans RI no 1 tahun 1981 tentang kewajiban melapor penyakit
akibat kerja.
i. Permen akertrans RI no 1 tahun 1982 tentang bejana tekan.
j. Permen akertrans RI no 2 tahun 1982 tentang kualifikasi juru las.
k. Permen akertrans RI no 3 tahun 1982 tentang pelayanan kesehatan tenaga
kerja.
l. Permen akertrans RI no 2 tahun 1983 tentang intalasi alarm kebakaran
otomatis kebakaran otomatis.
m. Permen akertrans RI no 3 tahun 1985 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pemakai asbes.
n. Permen akertrans RI no 4 tahun 1985 tentang pesawat tenaga dan
produksi.
o. Permen akertrans RI no 5 tahun 1985 tentang pesawat angkat dan angkut.
p. Permen akertrans RI no 4 tahun 1987 tentang panitia pembina keselamatan
dan kesehatan kerja serta tata cara penunjukan ahli keselamatan kerja.
q. Permen akertrans RI no 1 tahun 1988 tentang kualifikasi dan sarat-sarat
operator pesawat uap.
r. Permen akertrans RI no 1 tahun 1989 tentang kualifikasi dan sarat-sarat
operator keran angkat.
s. Permen akertrans RI no 2 tahun 1989 tentang instalasi-instalasi penyalur
petir.
t. Permen akertrans RI no 2 tahun 1992 tentang tata cara penunjukan,
kewajiban dan wewenang ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
u. Permen akertrans RI no 4 tahun 1995 tentang jasa keselamatan dan
kesehatan kerja.
v. Permen akertrans RI no 1996 tentang sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.
w. Permen akertrans RI no 1 tahun 1998 tentang penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dan manfaat lebih dari paket
jaminan pemeliharan dasar jaminan sosial tenaga kerja.
x. Permen akertrans RI no 3 tahun 1998 tentang tata cara pelapor dan
pemeriksaan kecelakaan.
y. Permen akertrans RI no 4 tahun 1998 tentang pengangkatan ,
pemberhentian dan tata kerja dokter penasehat.
z. Permen akertrans RI no 3 tahun 1999 tentang sarat-sarat keselamatan dan
kesehatan kerja lift untuk pengangkutan orang dan barang.
3. Keputusan menteri terkait keselamatan dan kesehatan adalah sebagai
berikut.
a. Kepmenaker RI no 155 tahun 1984 tentang penyempurnaan keputusan
menteri tenaga kerja dan transmigrasi no kep 125/MEN/82 tentang
pembentukan, susunan dan tata kerja dewan keselamatan dan kesehatan
kerja nasional. Dewan keselamatan dan kesehetan wilayah dan panitia
pembina keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Keputusan bersama menteri tenaga kerja dan menteri pekerjaan umum RI
no 174 tahu 1986 no 104/KPTS/1986 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja pada tempat kerja kegiatan kontruksi.
c. Kepmenaker RI no 1135 tahun 1987 tentang bendera keselamatan dan
kesehatan kerja.
d. Kepmenaker RI no 333 tahun 1989 tentang diagnosis dan pelapor penyakit
akibat kerja.
e. Kepmenaker RI no 245 tahun 1990 tentang hari keselamatan dan
kesehatan kerja nasional.
f. Kepmenaker RI no 51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika
di tempat kerja.
g. Kepmenaker RI no 186 tahun 1999 tentang unit penanggulangan
kebakaran di tempat kerja.
h. Kepmenaker RI no 197 tahun 1999 tentang pengendalian bahan kimia
berbahaya.
i. Kepmenaker RI no 75 tahun 2002 tentang pemberlakuan standar nasional
indonesia (SNI) no SNI-04-0225-2000 mengenai persaratan umum
instalasi listrik 2000(puil 2000)ditempat kerja.
j. Kepmenaker RI no 235 tahun 2003 tentang jenis-jenis pekerjaan yang
membahayakan keselamatan, kesehatan atau moral anak.
k. Kepmenaker RI no 68 tahun 2004 tentang pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS ditempat kerja.
4. Surat edaran keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan
pengawasan ketenaga  kerjaan terkait keselamatan dan kesehatan kerja
adalah sebagai berikut :
a. Surat keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan
ketenaga kerjaan departemen tenaga kerja RI no 84 tahun 1998 tentang
cara pengisian formulir laporan dan analisis statistik kecelakaan.
b. Surat keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan
ketenaga kerjaan no 407 tahun 1999 tentang persaratan , penunjukan, hak
dan kewajiban teknisi lift.
c. Surat keputusan Dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan
ketenaga kerjaan no 311 tahun 2002 tentang sertifikasi kompetensi
keselamatan dan kesehatan kerja teknisi listrik.
Semua undang-undang  diatas berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
yang mengikat baik pengusaha atau karyawan.
6.3.9 Job Safety Analysis (JSA)
a. Definisi Job Safety Analysis (JSA)
Dalam pembuatan prosedur pekerjaan, bahaya yang akan ditimbulkan
sudah didentifikasi dan telah disiapkan cara penangulangannya melalui
program analisa keselamatan kerja (Lodou, 2007). Job safety analysis
adalah suatu pendekatan struktural untuk mengidentifikasi potensi bahaya
dalam suatu pekerjaan dan memberikan langkah – langkah perbaikan
(Anonim, 2007).
Job safety analysis merupakan identifikasi sistematik dari bahaya
potensial ditempat kerja dan mencari cara untuk menanggulangi resiko
bahaya. Dalam analisa keselamatan kerja dilakukan peninjauan terhadap
metode kerja dan penemuan bahaya yang mungkin diabaikan dalam proses
design peralatan, pemasangan mesin dan proses kerja. Melalui penerapan
analisa keselamatan kerja dapat dilakukan perubahan prosedur kerja
menjadi lebih aman (Greenwood, 2006).
b. Tujuan melaksanakan job safety analysis adalah :
 Memberikan pelatihan individu mengenai keselamatan dan
prosedur kerja efesien.
 Mempercayakan pekerjaan ke pekerja baru.
 Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan.
 Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan ditempat
kerja.
 Meningkatkan partisipasi pekerja mengenai keselamatan ditempat
kerja.
 Mengurangi absen.
 Mengurangi biaya kompensasi pekerja
 Meningkatkan produktivitas.

Anda mungkin juga menyukai