Anda di halaman 1dari 18

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi
Ergonomi merupakan sebuah peraturan dalam sistem kerja. Kata “ergonomi”
berasal dari kata Yunani yaitu “ergo” yang memiliki arti kerja dan “nomos” yang
berarti hukum, sehingga dapat diartikan sebagai studi yang berkaitan dengan
aspek manusia beserta lingkungan kerjanya yang dapat diukur melalui anatomi,
fisiologi dan psikologi, engineering, manajemen dan perancangan. Ergonomi
merupakan penerapan teknologi yang digunakan oleh manusia dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik atau mental sehingga dapat
menghasilkan kualitas hidus yang lebih baik.
Menurut International Ergonomics Association (IEA), Ergonomi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan manusia dengan sistem dan pekerjaan yang
menerapkan teori, data dan metode untuk merancang kerja yang menghasilkan
kesejahteraan manusia.
Fokus ergonomi melibatkan tiga komponen yang terdiri dari manusia,
perlatan dan lingkungan yang saling terorganisir dengan baik. Interaksi tersebut
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal ini dikenal sebagai worksystem
(Lesmono, 2017).
2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan (safety) memiliki pengertian yaitu terbebabs dari celaka atau
hampir celaka . Kesehatan menurut UU No. 23 tahun 1992 adalah “keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup
secara soasial dan ekonomis.”
Menurut Cahyati (2014) keselamatan adalah pengawasan terhadap orang,
mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar tidak
mengalami cedera.
Menurut filosofis K3 merupakan upaya yang dilakukan untuk memastikan
keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja, masyarakat
terhadapa hasil karya menuju masyarakat yang adil dan makmur.
5

2.2.1 Kriteria Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Menurut Ramli (2010) K3 yang baik memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Sesuai dengan sifat dan skala risiko K3 merupakan wujud dari visi misi
tujuan perusahaan. Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang
diterapkan oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lain tentu berbeda,
sesuai dengan strategi perusahaan yang diterapkan.
2. Dalam menerapkan K3 perusahaan harus memiliki tujuan atau komitmen
berkelanjutan. Karena sifat dari K3 dapat berubah-ubah dengan
berkembangnya teknologi, operasi dan proses produksi. Komitmen untuk
peningkatan K3 berkelanjutan us dilaksanakan oleh semua unsur organisasi.
3. Semua elemen dalam perusahaan harus dapat memenuhi dan mengikuti
persyaratan K3 dari perundangan dan petunjuk atau standar yang berlaku
bagi aktivitasnya.
4. Didokumentasikan, diimplementasikan dan dipelihara. Kebijakan Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) tidak hanya dalam bentuk lisan tetapi harus
diabadikan dan didokumentasikan agar dapat dibaca oleh semua pihak.
Disamping itu kebijakan tersebut harus diterapkan dan juga dipelihara ,
bukan hanya sebagai pajangan.
5. Dikomunikasikan kepada seluruh elemen perusahaan agar pekerja mengerti
akan maksud dan tujuan kebijakan K3. Cara pengkomunikasian K3 dapat
dilakukan dengan berbagai cara atau media, seperti diletakkan di area
tempat kerja, buku K3, website organisasi atau pelatihan.
6. Tidak hanya para pekerja yang harus menegetahui K3, tetapi juga harus
dipahami oleh pihak lain seperti konsumen, pemasok, instansi pemerintah,
dan masyarakat sekitar.
7. Ditinjau ulang secara berkala K3 bersifat dinamis dan harus dieseuaikan
dengan kondisi baik internal maupun eksternal kondisi perusahaan.
2.2.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Ria (2016) ada 3 tujuan yaitu sebagai berikut:
6

1. Sebagai upaya untuk mencegah penyakit dan menghilangkan kecelakaan


akibat kerja, meningkatkan efisiensi dan produktivitas
2. Memberikan perlindungan bagi pekerja perusahaan dan lingkungan sekitar
dari bahaya kerja dan bahaya yang ditimbulkan oleh produk industri.
3. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja bagi seluruh
pekerja.
Tujuan K3 secara universal yaitu sebagai berikut:
1. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja
2. Menjaga agar kecelakaan serupa tidak terulang lagi
3. Menjamin pekerja saat mel;akukan pekerjaan dan dapat mengembangkan
potensinya.
Tujuan K3 menurut UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu
sebagai berikut:
1. Agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja terjamin
keselamtannya
2. Agar proses produksi berjalan dengan lancar
3. Agar setiap tenaga kerja dapat meningkatkan produktivitas perusahaan
2.2.3 Penyebab terjadinya Kecelakaan Kerja
Menurut Naibaho (2016) Kecelakaan kerja terjadi disebabkan oleh dua faktor
yaitu:
1. Faktor manusia sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan yang meliputi
aturan kerja, kemampuan pekerja, lambat dalam mengambil keputusan,
kurang sehat fisik seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit.
Diperkirakan 85% manusia merupakan faktor dominan yang menyebabkan
kecelakaan. Hal ini dikarenakan manusia tidak memenuhi keselamatan
seperti lengah, ceroboh, mengantuk, lelah dan sebagainya.
2. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan APD,
alat-alat kerja yang telah rusak. Lingkungan kerja berpengaruh besar
terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja terdiri dari
pemeliharaan rumah tangga, kesalah terletak pada perencanaan tempat kerja,
7

cara penyimpanan bahan baku, alat kerja yang tidak sesuai tempatnya, lantai
yang kotor dan licin.

2.2.4 Dampak Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Perusahaan


Kejadian kecelakaan atau konsekuensinya dapat berdampak pada gangguan
produktivitas dan membuat perusahaan rugi. Oleh sebab itu, perusahaan harus
mengupayakan terselenggaranya K3 agar resiko bahaya dapat dikendalikan dan
dicegah
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan, tidak direncanakan, dan
menimbulkan kerugian yang dialami perusahaan dan karyawan. Di bawah ini
adalah dampak Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1. Dampak terhadap Karyawan
a. Kecelakaan dapat mengakibatkan kesakitan atau cedera bahkan dapat
mengakibatkan cacat tetap atau kematian
b. Karyawan akan kehilangan waktu kerja karena harus menjalani
perawatan baik oleh perawat / paramedis perusahaan ataupun oleh dokter
rumah sakit.
2. Dampak terhadap Perusahaan
a. Perusahaan akan kehilangan tenaga kerja yang sudah terlatih dan
mempunyai keterampilan
b. Kehilangan uang untuk biaya kecelakaan baik korban atau unit kerja
yang rusak akibat kecelakaan.
c. Kerugian produksi, tentunya produksi akan terganggu akibat terjadinya
kecelakaan.
2.5 Teknik Identifikasi Bahaya
Menurut Ridley (2008) bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan
kerugian/kelukaan. Ada beberapa teknik untuk mengidentifikasi bahaya yang
mungkin timbul di lingkungan kerja yaitu:
1. Survei keselamatan kerja
a. Pemeriksaan umum kepada seluruh area kerja
b. Cenderung kurang rinci dibandingkan teknik-teknik lainnya
8

c. Memberikan gambaran yang menyeluruh tentang keadaan


pencegahan kecelakaan di seluruh area kerja tertentu
2. Patroli keselamatan kerja
a. Pemeriksaan terbatas pada lintasan yang ditentukan terlebih dahulu
b. Perlu merencanakan tahapannya berikutnya untuk memastikan
cakupan menyeluruh atas area kerja
c. Mempersingkat waktu setiap pemeriksaan
3. Pengambilan sampel keselamatan kerja
a. Melihat pada satu aspek kesehatan atau keselamatan kerja saja
b. Fokuskanlah perhatian untuk melakukan identifikasi lebih rinci
c. Perlu merencanakan serangkaian pengambilan sampel untuk
mencakup seluruh aspek kesehatan dan keselamatan kerja
4. Audit keselamatan kerja
a. Inspeksi tempat kerja dengan teliti
b. Mencari identifikasi bahaya
c. Audit ulang perlu dilakukan untuk menilai perbaikan apa yang telah
dilakukan.
5. Memeriksa Lingkungan Kerja
a. Dapat mengidentifikasi kemungkinan bahaya di tempat kerja
b. Mencatat pembacaan secara berturut-turut dapat menunjukkan peningkatan
atau kebalikannya.
2.6 Resiko
Resiko adalah bahaya yang diakibatkan oleh suatu tindakan (Iskandar, 2017).
Sedangkan menurut Susihono and Rini (2013) adalah kesempatan suatu terjadi
memiliki dampak pada tujuan. Resiko adalah ketidakpastian dari terjadinya
bahaya.
Penilaian risiko adalah proses yang diperoleh dari analisis hasil risiko untuk
meningkatkan keselamatan suatu sisrtem dengan mengurangi risiko tersebut.
Tahapan dalam pengendalian risiko adalah sebagai berikut:
a. Eliminasi merupakan menghilangkan risiko bahaya di suatu temapat kerja
9

b. Subtitusi merupakan mengganti alat, bahan yang berbahaya dengan alat,


bahan yang bahayanya lebih kecil.
c. Pengendalian rekayasa yaitu melakukan redesain pada plant yang ada dan
memperbaiki sistem proses.
d. Pengendalian administrasi merupakan pengendalian dengan pergantian
sistem kerja seperti perubahan waktu kerja atau membuat SOP yang
praktis.
e. APD atau alat pelindung diri oleh pekerja agar tidak kontak langsung
dengan bahaya.
2.6.1 Tipe Risiko
5 macam tipe risiko, yaitu (Hanafi, 2014):
a. Risiko Keselamatan
Risiko keselamatan memiliki peluang rendah, jika terkena kontak langsung
maka akan terlihat dampaknya.
b. Risiko Kesehatan
Risiko kesehatan memiliki peluang rendah, tingkat paparan dan
konsekuensi rendah, penyebabnya sulit diketahui.
c. Risiko Lingkungan dan Ekologi
Fokus risiko lingkungan adlaha dampak yang ditimbulkan terhadap habitat
dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko.
d. Risiko Finansial
Risiko finansial mempunyai risiko jangka panjang dan pendek. Fokus
risiko finansial kepada kemudahan pengoperasian dan keuangan.
e. Risiko Terhadap Masyarakat
Risiko ini memperhatikan sudut pandang masyarakat dan fokus pada
penilaian dan persepsi masyarakat.
2.6.2 Perilaku Tidak Aman
Menurut perilaku atau tindakan seseorang bahkan beberapa orang yang
memungkinkan terjadinya bahaya antara lain:
a. Kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan kecepatan yang tinggi
(berlari, melompat, melempar)
10

b. Tidak memanfaatkan perlengkapan K3


c. Salah dalam penggunaan perlengkapan K3
d. Psikologi yang dimiliki pekerja
e. Mengambil posisi yang tidak aman
f. Bekerja pada peralatan yang bergerak atau yang perlengkapannya bahaya
g. Menyalahgunakan peralatan
h. Menggunakan peralatan yang rusak
i. Penggunaan alat tanpa otoritas
j. Mengacuhkan Prosedur
k. Kurang cakap dalam menggunakan peralatan
2.6.3 Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan tahapan yang dirumuskan dengan baik
sehingga membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan
melihat risiko dan dampak yang ditimbulkan. Proses manajemen risiko ini adalah
salah satu tahapan yang dilakukan agar terciptanya perbaikan yang berkelanjutan.
Proses ini dapat diguanakan di segala tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk
dan aset. Berikut adalah istilah yang digunakan dalam AS/NZS 4360:Risk
Management Standard :
a. Consequence (konsekuensi);
b. Cost (biaya);
c. Event (kejadian);
d. Event Tree Analysis (analisis utama kejadian);
e. Fault Tree Analysis (analisis urutan kesalahan);
f. Frequency (frekuensi);
g. Hazard (bahaya);
h. Likelihood (kemungkinan);
i. Loss (kerugian);
j. Monitoring (pemantauan);
k. Probability (probabilitas);
l. Residual Risk (Risiko Ikutan);
m. Risk (risiko);
11

n. Risk acceptance (penerimaan risiko);


o. Risk Analysis (analisis risiko);
p. Risk assesment (penilaian risiko);
q. Risk avoidance (penghindaran risiko);
r. Risk Control (pengendalian risiko);
s. Risk evaluation (identifikasi risiko);
t. Risk reduction (pengurangan risiko);
u. Risk Transfer (pemindahan risiko);

Gambar 2.1 Alur Manajemen Risiko


2.7 Bahaya
Bahaya merupakan kondisi dimana memiliki potensi kecelakaan atau
membahayakan kesehatan. Definisi bahaya sangat banyak, namun istilah bahaya
sangat erat kaitannya dengan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, dimana
bahaya berpotensi menjadi sumber kerusakan, gangguan kesehatan. Keberadaan
bahaya dapat mengakibatkan kecelakaan bagi manusia, peralatan dan manusia
(Joka, 2016).
Bahaya adalah suatu kondisi yang akan menimbulkan sebuah kerugian.
Bahaya adalah suatu kondisi apabila tidak berinteraksi dengan variabel lain dapat
menimbulkan kematian (Pratiwi, 2014)
Sumber bahaya berasal dari bangunan, instalasi, dan peralatan; bahan baku;
proses kerja; cara kerja; lingkungan. Sumber-sumber bahaya tersebut
12

menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan yang berisiko cedera pada manusia,
terhentinya aktivitas kerja dan penurunan kesehatan.

2.8 HUMAN FACTORS ANALYSIS AND CLASSIFICATION SYSTEM


(HFACS)
HFACS pertama kali digunakan untuk mengidentifikasi kecelakaan yang
berada pada pesawat terbang yang dapat menimbulkan banyak korban dan
kerugian yang tidak sedikit. Teknik yang dgunakan beaal dari model swiss cheese
yang dikembangkan oleh Jmes Reason pada tahun 1990. Model ini digambarkan
seperti lapisan-lapisan keju yang berlubang yang memiliki arti pertahanan yang
gagal. Kecelakaan dapat terjadi apabila lubang-lubang tersebut membentuk garis
lurus yang berarti adanya hubungan dari satu kejadian ke kejadian lain. Adapun
lubang yang ada diakibatkan oleh dua kejadian utama yaitu active failures
(perilaku tidak aman atau unsafe acts yang dilakukan oleh operator) dan latent
conditions (terjadi karena keputusan yang dibuat oleh masing-masing
managemen) (Shappell & Wiegmann, 2000)

Gambar 2.2 Swiss Cheese Model


13

Gambar 2.2 HFACS Framewor


14

2.8.1 Unsafe Acts


Unsafe Acts adalah perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja atau
operator sehingga menyebabkan sebuah kecelakaan. Unsafe Acts dibagi menjadi
dua faktor yang terdiri dari errors dan violations. Error memiliki arti kegagalan
atau kelalaian yang diakibatkan oleh individu. Sublevel Errors kemudian dibagi
menjadi 3 faktor yaitu:
a. Decission Errors, merupakan kesalahan operator dalam melakukan tindakan .
Tindakan yang dimaksudkan adalah karena pengetahuan yang dimiliki operator
dalam mendiagnosa dan menanggapi keadaan darurat.
b. Skill Based Errors, disebabkan oleh operator dalam memperhatikan suatu hal.
Yang termasuk kategori ini antara lain pemahaman teknik yang buruk, terdapat
prosedur yang terlewati, kegagalan dalam menghindari bahaya
c. Perceptual Errors, merupakan kesalahan pemikiran dalam menanggapi keadaan
sebenarnya. Seperti kesalahan menilai jarak dan sebagainya.
Sedangkan violation merupakan pelanggaran yang dilakukukan secara sengaja
oleh opertaor. Violation terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Routine Violation, kesalahan yang dilakukan sudah menjadi sebuah kebiasaan
dan sangat sering ditoleransi.
b. Exceptional violations, pelanggaran terhadap prosedur yang besar . Contohnya
mengendarai dengan kecepatan 105 km/jam pada wilayah yang memiliki
kecepatan 80 km/jam.
2.8.2 Preconditions for Unsafe Acts
Preconditions for Unsafe Acts merupakan kondisi yang memicu unsafe ats
seperti kelelahan mental atau buruknya komunikasi antar operator dalm sebuah
sistem. Terbagi menjadi 3 sublevels yaitu:
a. Physical environment, termasuk di dalamnya lingkungan operasional dan
lingkungan ambien.
b. Technological environment, termasuk di dalamnya perancangan peraltan dan
kontrol, karakteristik interface, tata letak ceklis dan faktor teknologi lainnya.
15

Condition of operators menjelaskan kondisi dari operator yang mepengaruhi


performansi ketika melakukan pekarjaan. Sublevel ini dibagi menjadi tiga faktor,
yaitu:
a. Adverse mental states, merupakan kondisi psikologis yang berpengaruh negatif
terhadap kinerja atau performansi. Contoh dari faktor ini yaitu kelelahan
mental, stres dan kewaspadaan menurun
b. Adverse psycjological states, merupakan keadaan dimana kondisi fisik atau
medis yang dapat menimbulkan kecelakaan
c. Physical/mental limitations, merupakan keterbatasan mental atau
keterbatasasan fisik secara permanen yang dapat mempengaruhi pekerja
d. Personel factors merupakan perilaku operatoryang dapat mengakibatkan
precondition for unsafe acts. Terbagi menjadi dua yaitu:
1. Crew Resource Management, dimana kerjasama tim yang kurang
2. Personal Readiness, perilaku operator pada saat akan mempersiapkan
keadaan fisik dan mental pekerjaannya
2.8.3 Unsafe Supervision
Unsafe supervision merupakan kesalahan pada faktor pengawasan yang
terdiri empat sub level yaitu inadequate supervision, planned inappropriate
operations, failed to corect problem dan supervisory violations. Inadequate
supervision lebih menjelaskan kegagalan dalam pengawasan dan pengelolaan
personil atau sumber daya manusia. Adapun kegagalan yang dimaksud adalah
gagal dalam memberikan pelatihan, bimbngan dan pengawasan yang tepat,
kurangnya akuntabilitas, dan kurangnya kewaspadaan pengawasan
a. Planned Inappropriate operation merupakan kegagalan manajemen dalam
memeberikan penugasan kerja. Contohnya gagal menyediakan waktu untuk
briefing, gagal memberikan kesempatan untuk istirahat
b. Failure to correct problem merupakan kegagalan pengawas dalam
memperbaiki perilaku yang tidak tepat, mengidentifikasi perilaku yang
berisiko, memperbaiki aspek keselamatan dari suatu bahaya
16

c. Supervisory violations merupakan kesalahan yang dilakukan pengawaskarena


melanggar aturan secara sengaja. Contohnya gagal dalam menegakkan
peraturan, atau melakukan penipuan dokumentasi.
2.8.4 Organizational Influences
Organizational Influences merupakan tingkatan paling atas dan dapat
mempengaruhi semua level di bawahnya. Level ini dibagi menjadi tiga bagian
yaitu resource management, organizational climate, dan organizational process.
Resource management membahas bagaimana keterkaitan antara manusia,
finansial dan pealatan dapat menjadi satu kesatuan dalam suatu sistem kerja.
Organizational climate berhubungan dengan suatu kebudayaan yang diterapkan
dalam sebuah organisasi. Sedangkan organizational process merupakan peraturan-
peraturan yang dijalankan dalam setiap proses operasi seperti penyelenggaraan
program keselamatan dan penjadwalan produksi.
17

2.9 MORT (Management Oversight Risk Tree)


Berbagai metodelogi yang digunakan untuk mengembangkan identifikasi dan
penilaian risiko pada kecelakaan adalah MORT (Management Oversight Risk
Tree), tetapi ada pergeseran tidak hanya pengendalian risiko kecelakaan
melainkan untuk kontrol kondisi di tingkat manajemen. Metode ini telah
digunakan oleh US Energy dalam Penelitian dan Pengembangan Administrasi
guna meningkatkan program keselamatan untuk mengurangi kerugian mereka
akibat kecelakaan
MORT merupakan prosedur analisis yang komprehensif terdiri dari metode
disiplin untuk menentukan penyebab dan faktor utama terjadinya kecelakaan.
Atau MORT berfungsi untuk alat evaluasi kualitas sistem dan management yang
ada. Diagram MORT pada dasarnya suatu pohon yang menggambarkan risiko
dan sangat efektif dalam menjamin perhatian pada akar penyebab yang mendasari
manajemen bahaya (Association, 2014).
Pada saat diagram MORT digambarkan secara rinci, terdapat unsur-unsur dari
berbagai bidang seperti analisis risiko, analisis faktor manusia, sistem informasi
keselamatan dan analisis organisasi. Di bagian bawah, MORT terdiri dari
kumpulan pertanyaan . Kriteria yang memandu keputusan apakah peristiwa dan
kondisi tertentu yang kurang memadai berasal dari pertanyaan-pertanyaan ini.
Kekurangan pada tingkat pengawasan dan manajemen yang terungkapa secara
lebih sistematis
2.7.1 Tujuan MORT
Tujuan dari MORT adalah menunjukkan sistem keselamatan yang sitematis
dan terperinci. MORT digunakan sebagai alat praktis dalam penyelidikan
kecelakaan dan evaluasi program keselamatan yang ada (ILO, 2011).
Diagram MORT memiliki dua kegunaan langsung yaitu untuk menganalisis
manajemen dan faktor organisasi relatif terhadap kecelakaan yang telah terjadi
dan untuk mengevaluasi atau mengaudit program keselamatan dalam kaitannya
dengan kecelakaan yang signifikan yang memiliki potensi untuk terjadi. Diagram
MORT berfungsi sebagai alat skrining dalam perencanaan analisis dan evaluasi.
Hal ini juga digunakan sebagai checklist untuk perbandingan kondisi aktual
18

dengan sistem ideal. Dalam aplikasi ini, MORT memfasilitasi memeriksa


kelengkapan analisis dan menghindari bias pribadi.
2.7.2 Tahapan-tahapan MORT
Tahapan-tahapan dalam Pembuatan MORT:
1. Menemukan peristiwa atau kecelakaan yang terjadi (dalam pohon MORT
diletakkan paling atas)
2. Mengetahui apa saja penyebab peristiwa atau kecelakaan terjadi.
3. Dibawah baris yang mendekati peristiwa atau kecelakaan terjadi
merupakan penyebab yang berkontribusi secara langsung yang terdiri dari
Spesific Control Factors dan Management Control Factors.
4. Mengisi diagram MORT dan kriteria investigasi dengan informasi data
terkait peristiwa/kecelakaan yang ada.
2.8.3 Struktur MORT
Stuktur MORT tree diturunkan dari sebuah fault tree analisis dari kejadian
‘kerugian’. Dengan catatan kerugiannya secara umum dan dapat diterapkan pada
berbagai nilai dan tipe risiko. Tingkat pertama dari pertanyaan umum, “ apa tipe
risiko yang dapat menimbulkan kerugian”? ada dua kemungkinan yaitu risiko
tidak memadai dikelola (kelalaian dan kekeliruan) atau risiko sudah telah
memadai dikelola. Karena struktur pohon menggali dari atas sampai bawah, dari
kiri ke kanan dan pertanyaan selanjutnya adalah “apa yang menyebabkan
kelalaian dan kekeliruan”? jawaban akan didapat pada rangkaian kedua dari
pohon : kekeliruan dan kelalaian timbul dari pengendalian aktivitas (specific
control factor) dan bagaimana risiko dari aktivitas dikelolasecara umum
(management system factor).
19

Gambar 2.3 Cabang MORT


2.7.3 Simbol-simbol MORT
Berikut ini arti simbol-simbol dalam MORT
Tabel 2.1 Arti Simbol dalam MORT

Simbol Arti
Simbol ini digunakan untuk menyatakan

suatu kegagalan atau kelalaian.


Simbol ini mendeskripsikan komponen dasar

dari sebuah cabang.


Simbol ini menyatakan akhir dari sebuah
rangkaian tanpa informasi dan solusi yang
cukup. Cabang ini baru dapat dianalisis pada
cabang Assumed Risk.

Gerbang DAN.

Gerbang ATAU.

Simbol yang digunakan untuk perpindahan

ke lokasi lain.
20

Meninggalnya
Mahasiswa UI

Oversight and
omissions

Spesific Control Management


Factors LTA system factors LTA

Tabrakan kereta api Kebijakan yang Gagalnya Tidak adanya sistem


dan mahasiswa gagal imlementasi penilaian risiko dan
kebijakan pengendali

Tidak adanya sistem


penilaian risiko dan
pengendali
Tidak adanya
Menyebrang tanpa
Kereta Api pengendali maupun Mahasiswa UI
lihat kiri kanan
penghalang
Kepemiminan
Tidak tegasnya PT
yang kurang
K.A
memadai Tidak adanya sistem
penilaian risiko dan
pengendali
Tidak adanya
larangan untuk
menyebrang

Tidak terdapatnya Menyebrang tanpa


Menyebrang tanpa
pengendali lihat kiri kanan
lihat kiri kanan
Tidak memperoleh Kurang tanggung
Tidak adanya informasi tentang jawabnya PT. K.A
larangan untuk Penyebrangan KRL
menyebrang

Tidak terdapat agar


Kereta Api
penghalang Tidak adanya
promosi
Tidak tertulisnya keselamatan
peraturan pasal 8
UU No.23 th 2007
Tidak adanya
promosi
Kepemiminan
keselamatan
T.KAI yang kurang
memadai

Kepemiminan
T.KAI yang kurang
memadai

Gambar 2.4 Contoh MORT

Anda mungkin juga menyukai