Anda di halaman 1dari 93

MODUL KULIAH

KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA (K3)

DOSEN PENGAMPU
DRS. INDRA FAUZI, M.T

PROGRAM STUDI
D3 Teknik Sipil

JURUSAN TEKNIK SIPIL


POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2023

1
GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

1. Pendahuluan :

 Tujuan K3
 Hakikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 Peran keselamatan kerja dan Kesehatan dalam ilmu K3
 Pengertian – Pengertian
 Keselamatan Kerja
 Kesehatan Kerja

BAB. 1 PENDAHULUAN

2
TUJUAN K3

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjelaskan tentang bagaimana


bekerja dengan cara yang aman dan tidak menimbulkan kecelakaan atau zero
accident bagi karyawan dan masyarakat. Banyak teknik serta metode yang
digunakan untuk melindungi pegawai, lingkungan dan masyarakat sekitar dari
berbagai potensi bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bertujuan untuk memberikan pengetahuan


mengenai hal – hal yang berhubungan dengan masalah keselamatan dan kesehatan
yang terjadi dalam perkerjaan. Jadi K3 itu bertujuan untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menjamin :

 Setiap tenaga kerja dan orang lainnya yang berada di tempat kerja
mendapat perlindungan atas keselamatannya.
 Setiap sumber produksi dapat dipakai dan dipergunakan secara aman
dan efisien.
 Proses produksi berjalan lancar.

Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan, termasuk
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah atau ditanggulangi.

Dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terdapat tiga pokok masalah
terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:
 peristiwa yang terjadi secara kebetulan,
 kondisi dan
 tindakan atau perbuatan yang membahayakan yang mengakibatkan
terjadinya kecelakaan kerja. (Moekijat 2010).
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukan dengan masih tingginya angka kecelakaan
kerja.

Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dari mempelajari materi ini,
diantaranya adalah:

 mengetahui berbagai potensi bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja


dengan identifikasi bahaya dan penilaian risiko;
 memilih tindakan pencegahan yang tepat dalam menanggulangi potensi bahaya;
dan
 menambah wawasan dan pengetahuan K3 di berbagai bidang seperti proyek
industri konstruksi

3
Hakikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya


untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan tenaga kerja
dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman serta mencapai ketahanan
fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Perbedaan antara Keselamatan dan Kesehatan kerja secara umum, diantaranya :


- Keselamatan itu fokus terhadap bahaya dan resiko yang menimbulkan kerugian
dan bersifat AKUT.
- Sedangkan Kesehatan itu fokus terhadap bahaya dan resiko yang menimbulkan
kerugian tetapi bersifat KRONIS

Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri.

Ditinjau dari keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai


suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam upaya mencegah kecelakaan,
kebakaran, peledakan, pencemaran, penyakit, dan sebagainya

1. Keselamatan (safety) Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang


ditujukan untuk melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi
peralatan, tempat kerja dan bahan produksi menjaga kelestarian lingkungan hidup
dan melancarkan proses produksi.

2. Kesehatan (health), Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan


psikologi individu (the degree of physiological and psychological well being of
the individual). Secara umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang
ditujukan untuk memperoleh kesehatan

Menurut International Labour Organization (ILO) kesehatan dan keselamatan


kerja adalah meningkatan dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja
baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan,
mencegah terjadinya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan,
melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari resiko yang timbul dari faktor-

4
faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan memelihara
pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi psikologis pekerja dan
untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap
orang dengan tugasnya.

Pengertian K3 menurut OSHA adalah kesehatan dan keselamatan kerja adalah


aplikasi ilmu dalam mempelajari resiko keselamatan manusia dan properti baik
dalam industri maupun bukan.

Kesehatan keselamatan kerja merupakan mulitidispilin ilmu yang terdiri atas fisika,
kimia, biologi dan ilmu perilaku dengan aplikasi pada manufaktur, transportasi,
penanganan material bahaya.

Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja menurut OHSAS 18001 (2007)


adalah ditinjau dari faktor serta kondisi yang berpotensi dilihat dari aspek kesehatan
dan keselamatan yang harus diberikan kepada tenaga kerja dimana beberapa unsur
terlibat di dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak hanya tenaga kerja tetapi
juga lingkungan kerja.

Undang- undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja mengatur secara
jelas tentang kewajiban perusahaan untuk menyediakan tempat kerja dan pekerja
dalam melaksanakan pekerjaan terlindungi dalam keselamatan kerjanya. Tetapi,
seringkali kita jumpai di lapangan ada beberapa tenaga kerja tidak menggunakan alat
pelindung diri baik itu helm pengaman, sepatu safety, rompi dan reflector diluar
sepengetahuan atasannya.

Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum


nomor 9 Tahun 2008 tentang Pedoman SMK3 konstruksi bidang pekerjaan
umum Pasal 1 Ayat 1 menguraikan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja
adalah pemberian perlindungan kepada setiap orang yang berada di tempat kerja,
yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja
konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar tempat kerja.

Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas
nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut.
3. Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien.

5
Fungsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Fungsi dari keselamatan kerja seperti berikut.


a. Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta praktik berbahaya.
b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur, dan program.
c. Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan lainnya dalam hal
pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.
d. Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan program
pengendalian bahaya.

2. Fungsi dari kesehatan kerja sebagai berikut.


a. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di
tempat kerja.
b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktik
kerja termasuk desain tempat kerja.
c. Memberikan saran, informasi, pelatihan, dan edukasi tentang kesehatan kerja
dan APD.
d. Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja.
e. Terlibat dalam proses rehabilitasi.
f. Mengelola P3K dan tindakan darurat.

Peran Kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3


Peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja berkontribusi
dalam upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan,
pemantauan, dan survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tahan tubuh dan
kebugaran pekerja. Sementara peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja
yang aman atau yang mempunyai potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya
kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari kemungkinan loss.

PENGERTIAN – PENGERTIAN
1. Pengertian K 3 secara praktis adalah merupakan suatu usaha perlindungan agar
tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan
di tempat kerja serta bagi orang lain yang memasuki tempat kerja maupun sumber
proses produksi dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.

2. Potensia Bahaya (Hazard) ialah suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat
menimbulkan kecelakaan/kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau
kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.

3. Tingkat Bahaya (Danger) ialah merupakan ungkapan adanya potensi bahaya


secara relatif. Kondisi yang berbahaya mungkin saja ada, akan tetapi dapat
6
menjadi tidak begitu berbahaya karena telah dilakukan beberapa tindakan
pencegahan.

4. Risiko (Risk) ialah menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan /kerugian


pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.

5. Insiden ialah kejadian yang tidak diinginkan

6. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak dikehendaki dan
dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia dan atau harta benda

7. Aman / selamat adalah kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka ( bebas dari
bahaya).

8. Tindakan tidak aman adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan


yang memberikan peluang terhadap terjadinya kecelakaan.

9. Keadaan tidak aman adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang
mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

KESELAMATAN KERJA 3B/ 31/8

Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk


melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan,
tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan
melancarkan proses produksi

Keselamatan Kerja itu adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja,
bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta
cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja yaitu proses merencanakan
dan mengendalikan situasi yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui
persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja.

Keselamatan Kerja memiliki sifat sebagai berikut.

1. Sasarannya adalah lingkungan kerja.


2. Bersifat teknik.

Keselamatan Kerja adalah usaha-usaha yang bertujuan untuk menjamin


keadaan, kebutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja (baik jasmaniah maupun
rohaniah) beserta hasil kerjanya dan alat-alat kerjanya di tempat kerja. Usaha-
usaha tersebut harus dilaksanakan oleh semua unsur yang terlibat dalam proses kerja,
yaitu pekerja itu sendiri, pengawas/kepala kelompok kerja, perusahaan, pemerintah

7
dan masyarakat pada umumnya. Tanpa ada kerjasama yang baik dari semua unsur
tersebut, tujuan keselamatan kerja tidak mungkian dapat dicapai secara maksimal.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam keselamatan (safety):

1. Mengendalikan kerugian dari kecelakaan (control of accident loss)


2. Kemampuan untuk mengidentifikasikan dan menghilangkan risiko yang tidak
bisa diterima (the ability to identify and eliminate unacceptable risks)

Yang perlu diperhatikan pada Keselamatan kerja


 Jangan ceroboh ketika bekerja.
 Lengkapi Diri dengan Alat-alat Keselamatan Kerja.
 Selalu Tanggap Terhadap Keadaan.
 Selalu Memeriksa Alat Kerja.

Sasaran keselamatan Kerja adalah:


1. Mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja
2. Mencegah timbulnya penyakit akibat kerja
3. Mencegah/ mengurangi kematian akibat kerja
4. Mencegah atau mengurangi cacat tetap
5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan-
bangunan, alat-alat kerja, mesin- mesin dll
6. Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin
kehidupan produktifnya
7. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumber- sumber produksi
lainnya sewaktu kerja.
8. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat
meningkatkan semangat kerja.
9. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi, industry serta
pembangunan.
Kesemuanya itu menuju pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan umat
manusia (Bambang Endroyo, 1989)

Usaha-Usaha Untuk Mencapai Tujuam Keselamatan Kerja


Untuk mencapai tujuan Keselamatan Kerja, perlu adanya beberapa usaha yang
terencana dan sisitimatis yang dilaksanakan dengan sepenuhnya.
Usaha-usaha itu ialah:
1. Peraturan-peraturan dan perundangan, yaitu serangkaian ketentuan yang
mengikat dan wajib dilaksanakan oleh para unsur dari suatu proses pekerjaan.
Peraturan-peraturan itu mengatur baik proses kerja secara teknik dan alat-alat
kerja serta tenaga kerjanya. Peraturan-peraturan dapat bersifat mencegah

8
terjadinya kecelakaan kerja (preventif) maupun tindakan-tindakan yang harus
dilakukan bila terjadi kecelakaan kerja (kuratif0.
2. Pengawasan, yaitu usaha-usaha yang bertujuan untuk dapat dipatuhinya
peraturan-peraturan yang telah diberlakukan itu. Dengan adanya pengawasan
maka para pekerja maupun perusahaan yang ada dapat dibina dan diarahkan
untuk dapat menyelenggarakan usaha-usaha keselamatan kerja.

3. Standarisasi, yaitu penetapan keseragaman dari standart tertentu mengenai


peralatan, tempat kerja, kekuatan bahan dan lain sebagainya agar memenuhi
syarat keselamatan. Standarisasi pada suatu mesin misalnya akan sangat penting
artinya karena para operator yang sudah terbiasa pada suatu mesin yang satu
akan tidak menemui kesulitan bila harus mengoperasikan mesin yang lain yang
berarti keselamatan kerja akan lebih terjamin

4. Catatan-catatan statistik, yaitu kumpulan data kecelakaan kerja yang pernah


terjadi, yaitu digolongkan menurut jenis kecelakaan, jenis penyebabnya dam
faktor-fakktor lainnya. Hasil statistik ini selanjutnya dapat dipakai untuk usaha-
usaha pananggulangan pada waktu yang akan datang.
5. Pendidikan dan latihan, yaitu suatu usaha menanamkan prinsip-prinsip
keselamatan kerja kepada pekerja dan calo pekerja. Pendidikan biasanya
diperuntukan bagi peserta yang disiapkan sebagai tenaga kerja
6. Kampanye keselamatan kerja, merupakan usaha yang terpadu dari setiap unsur
pemerintah maupun swasta yang terkait untuk memasyarakatkan keselamatan
kerja kepada para pekerja.
7. Asuransi, yaitu ganti kerugian kepada para pekerja atau perusahaan yang telah
terjadi pengikut asuransi. Hal ini atas dasar bahwa kecelakaan tetap dapat terkadi
sewaktu waktu.

Faktor-Faktor Lain Yang Berhubungan Dengan Keselamatan Kerja

1. Faktor Manusiawi
Beberapa kecelakaan yang terjadi karena faktor manusiawi misalnya
 Seorang pekerja yang jatuh dari pekerjaan di lantai 6 suatu bangunan karena
ia tidak memakai sabuk pengaman atau perancah yang dibuat kurang kuat.
 Pekerja yang tertimbun tanah longsor karena penggalian tanah tersebut karena
lerengnya terlalu curam tanpa adanya konstruksi pendukung..
 Kecelakaan yang menimpa sejumlah pekerja karena operator mesin pengeruk
tanah tidak menempatkan posisi pengeruk tanah dengan semestinya.

2. Hubungan Antara Lamanya Waktu Bekerja Dengan Kecelakaan

9
Jam kerja rata-rata perhari adalah 8 jam. Setelah sekitar 4 jam kerja kecendrungan
untuk celaka semakin besar. Oleh karena itulah beberapa peraturan kerja
mengharuskan setelah 4 jam kerja perlu diadakan istirahat.

3. Hubungan Antara Usia Pekerja Dengan Kecelakaan


Makin muda usia pekerja kecendrungan kecelakaan adalah tinggi, untuk kasus-
kasus cacad sementara. Sedangkan semakin lanjut usia pekerja kecendrungan
kecelakaan terhadap cacad tetap semakin tinggi. Oleh karena itu pada beberapa
peraturan kerja, usia pekerja ini dibatasi misalnya umur 18 tahun sebagai batas
minimal dan umur 45 – 50 tahun sebagai batas usia untuk pensiun.

4. Faktor Pengalaman Dan Keterampilan


Semakin berpengalaman seseorang tenaga kerja akan sedikit kecendrungan untuk
kecelakaan. Hal ini disebabkan karena ia sudah terbiasa terhadap proses kerja itu.
Sebaliknya tenaga kerja yang baru (yang belum berpengalaman) kecendrungan
celaka lebih besar.. Selanjutnya makin terampil seorang pekerja, kecendrungan
celaka semakin sedikit.
Akan tetapi semakin terampil dan lama seseorang bertugas dalam suatu pekerjaan
bisa jadi ia terlalu terbiasa terhadap proses tersebut yang justru merupakan sebab
pokok terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu sering pada jenis pekerjaan tertentu
diperlukan adanya pertukaran pekerja secara periodik. Tujuannya adalah untuk
menghindarkan kejenuhan kerja yang akan berakibat positif terhadap keselamatan
kerja.

Menurut dasar hukum peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-


undang tentang keselamatan kerja No.1 Tahun 1970 meliputi seluruh aspek
pekerjaan yang berbahaya, dari segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan
hukum Republik Indonesia. Keselamatan kerja di atur di dalam undang-undang
yang telah ditetapkan oleh pemerintah di dalam pasal 3 ayat 1 undang-undang
nomor 1 tahun 1970 yang membahas tentang fungsi keselamatan kerja secara
umum bertujuan untuk:
1. Sebagai fungsi pengendali di dalam sebuah kecelakaan kerja untuk mengurangi
dan mencegah terjadinya sebuah kecelakaan kerja.
2. Mencegah terjadinya sebuah kebakaran, mengurangi serta memadamkan.
3. Mengurangi serta mencegah bahaya peledak.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran
atau kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberikan pertolongan pertama terhadap kecelakaan kerja yang terjadi.
6. Memberikan fasilitas untuk tenaga kerja berupa alat pelindung diri (APD).
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran.

10
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja fisik
maupun psikologis, peracunan, infeksi dan penularan.
9. Mendapatkan penerangan yang sesuai dengan standart untuk mengurangi
dampak penyakit akibat kerja.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, dan
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Lambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Lambang K3 beserta arti dan maknanya tertuang dalam Kepmenaker RI
1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berikut ini
penjelasan mengenai arti dari makna lambang K3 tersebut.

Gambar 1.

Bentuk lambang K3 yaitu palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di
atas warna dasar putih. Arti dan makna lambang K3 yaitu:
1. Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
2. Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran jasmani maupun rohani.
3. Warna putih bermakna bersih dan suci.
4. Warna hijau bermakna selamat, sehat, dan sejahtera.
5. 11 gerigi roda bermakna sebelas bab dalam undang-undang No. 1 1970 tentang
keselamatan kerja

11
BAB. 2 K3 DALAM PROSES KONSTRUKSI

Pekerjaan konstruksi mencakup


 Pekerjaan struktur, arsitektural,
 sipil,
 mekanikal ,
 elektrikal,
 tata lingkungan

a) Pekerjaan konstruksi berdasarkan peruntukannya :


Bangunan Gedung
 Perkantoran, komersial, hunian, rumah sakit, pasar,
 Termasuk pekerjaan pembongkaran, renovasi, perbaikan, pemeliharaan

Bangunan Prasana dan sarana (sipil) umum


 Pelabuhan udara, pelabuhan laut, terminal, stasiun KA dsb
 Bendungan,bendung,irigasi,drainage,saluran air,terowong dsb
 Jalan raya, tol, jalan KA, jembatan, subway, fly-over dsb
 Pembangkit LIstrik (PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTN, dsb)

Bangunan Industri & Pertambangan


 Pabrik, workshop dsb.
 Konstruksi tambang, penyulingan mi-gas dsb.

Pekerjaan pembongkaran, renovasi, perbaikan dan pemeliharaan


pada bangunan tsb adalah termasuk pekerjaan konstruksi

b) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi


1. Tahapan kegiatan konstruksi :
a) tahap perencanaan
b) tahap pelaksanaan
c) tahap pengawasan

2. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus memenuhi syarat-syarat:


a. keteknikan,
b. keamanan,
c. keselamatan dan kesehatan kerja,

12
Pengertian K3 Konstruksi
K3 konstruksi adalah serangkaian aturan/himbauan yang digunakan sebagai
pemberitahuan kepada pekerja bahwa terdapat pelaksanaan terhadap kesehatan,
keselamatan, dan keamanan selama bekerja. Secara keilmuan, makna dari K3
konstruksi adalah usaha atau upaya yang dilakukan dalam rangka mencegah adanya
penyakit akibat kerja, pencemaran lingkungan, peledakan, dan lain-lain.
Pekerja perlu mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman demi maksimalnya
pekerjaan di dalam suatu proyek. Di samping itu, keberhasilan sebuah proyek
konstruksi sangat ditentukan melalui performan kerja dari masing-masing orang yang
mendukung pembangunannya.

Jadi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (K3 Konstruksi) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada
pekerjaan konstruksi

Tujuan dari K3 adalah:


• Untuk membuat lingkungan selamat
• untuk membuat pekerjaan selamat
• untuk membuat pekerja merasa aman

Dalam UU No. 1 Tahun 1970, terciptanya rambu-rambu K3 mempunyai peranan


yang sangat penting untuk memfokuskan setiap keselamatan dan kelancaran selama
proses pengerjaan proyek berlangsung. Aturan dalam undang-undang tersebut juga
membahas tentang syarat hingga kelengkapan lain sebagai komponen dari
keselamatan kerja.

Begitu juga dengan tujuannya yang terangkum dalam beberapa hal berikut ini:
1. Mencegah, mengurangi, hingga memadamkan bermacam-macam risiko
kecelakaan, kebakaran, maupun peledakan.
2. Memberikan petunjuk, arahan, atau kesempatan jalan sebagai sarana
penyelamatan diri pada suatu keadaan darurat yang sedang terjadi.
3. Mampu menyalurkan pertolongan serta sebagai alat perlindungan ketika terjadi
suatu kecelakaan maupun keadaan darurat tertentu.
4. Melakukan pengendalian terhadap penyebarluasan kotoran, suhu, suara, angin,
getaran, maupun faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya.
5. Melaksanakan pengendalian terhadap timbulnya suatu penyakit karena kerja,
entah itu psikis maupun fisik.

13
6. Penyelenggara dari aktivitas penyegaran suhu, udara, dan kelembaban.
7. Memberikan penerangan yang sangat mencukupi pada kondisi darurat.
8. Mengatur langkah-langkah pengamanan sekaligus kelancaran pada proses
evakuasi keadaan darurat sekaligus menjadi sarana pemeliharaan bangunan.
9. Menghasilkan adanya keserasian antara tenaga kerja dengan lingkungannya
melalui aktivitas pemeliharaan kebersihan lingkungan.
10. Penyesuaian dan penyempurnaan bermacam-macam pengaman selama bekerja.

Penerapan K3 dalam Konstruksi

Penerapan K3 dalam kegiatan konstruksi bangunan dapat dibagi menjadi 5 yaitu :

- Identifikasi
Misalnya dengan melakukan identifikasi adanya polusi bahaya atau kegiatan
konstruksi yang akan dilaksanakan. Yaitu dengan membuat mapping apa saja
yang menjadi potensi bahaya menurut area atau bidang kegiatan masing-masing

- Evaluasi
Melakukan evaluasi mengenai potensi bahaya untuk menentukan skala prioritas
menurut hazard rating

- Pengembangan rencana
Penyusunan rencana pengendalian dan pencegahan kecelakaan berdasarkan hasil
identifikasi dan evaluasi yaitu dengan menerapkan konsep manajemen
keselamatan kerja yang baru

- Implementasi
Selanjutnya membuat rencana kerja yang telah disusun untuk implementasi
konsep pengendalian dengan baik

- Monitoring
Setelah tahap implementasi di terlaksana, maka tetap diperlukan monitoring yang
diperlukan untuk memonitor pelaksanaan K3. Salah satu kegiatannya yaitu audit
internal beserta inspeksi yang berjalan dengan baik sesuai dengan kondisi
setempat
Adanya penerapan K3 di lingkungan kerja proyek bangunan ini dapat diharapkan optimal
untuk bisa mengurangi jumlah kecelakaan kerja di lokasi lapangan proyek.

Prinsip Kerja K3 Konstruksi

Dalam pelaksanaan setiap kegiatan dalam proyek konstruksi, perlu adanya prinsip
kerja K3 dalam mencapai tujuan seluruh pihak.

14
Atasan mampu memperoleh hasil proyek yang sesuai dengan perencanaan,
sedangkan pekerja mampu memaksimalkan performan lewat lingkungan dan aturan
yang menjamin kinerjanya masing-masing.

Berikut ini beberapa prinsip kerja yang perlu diterapkan oleh seluruh K3
konstruksi:

1. Penyesuaian Kelengkapan Administrasi


Masalah administrasi maupun surat menyurat harus sudah lengkap di awal
pembangunan proyek konstruksi.
Dimulai dari pendaftaran proyek kepada departemen kerja daerah pembangunan,
pembayaran asuransi bagi tenaga kerja, dan sebagainya.
Sedangkan, bagian surat menyurat biasanya membutuhkan surat izin pemakaian
jalan maupun fasilitas umum yang ada. Selain itu, juga surat keterangan
penggunaan alat berat karena mampu memberikan pengaruh tertentu bagi
masyarakat sekitar.
Prinsip ini juga berjalan dengan baik apabila terdapat komunikasi dan
pemberitahuan soal proyek konstruksi kepada pemerintah sekaligus instansi
setempat yang bersangkutan.

2. Penyusunan Safety Plan


Salah satu rencana dalam pelaksanaan K3 ini dapat menunjang keberadaan
pembangunan yang lebih lancar.
Setiap tenaga kerja tentu membutuhkan jaminan atas aktivitas maupun kegiatan
konstruksi yang aman, nyaman, dan terhindar dari adanya penyakit maupun
kecelakaan.
Kondisi tersebut ikut menimbulkan adanya produktivitas optimal selama masa
kerja berlangsung. Terdapat beragam regulasi yang ditetapkan dari safety plan
pada ranah K3.
Hal tersebut mencakup pembukaan dari gambaran proyek sekaligus hal-hal yang
harus diperhatikan, risiko kecelakaan dan upaya pencegahannya.
Selain itu, juga tata cara mengoperasikan alat-alat kerja dengan baik, hingga
alamat dari instansi penyelenggara maupun yang bersangkutan.

3. Pelaksanaan serta pelatihan Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja


Prinsip ini dilaksanakan melalui kerjasama yang transparan dan saling
mendukung pada safety plan dengan perusahaan terkait. Pelaksanaan dapat
terwujud dalam bentuk pengawasan khusus oleh K3 konstruksi.
Kegiatan pengawasan terdiri dari safety patrol, safety supervisor, serta safety
meeting. Masing-masing unsur memiliki peranannya masing-masing terhadap
kesuksesan dan pencapaian tujuan pengawasan.

15
Aktivitas tersebut biasanya terlihat dari pengawasan tahapan konstruksi,
pengendalian jalannya pelaksanaan K3 dengan tepat, pemantauan K3 sesuai
aturan yang berlaku.
Selain itu juga membahas sekaligus mengevaluasi berbagai laporan yang
dihasilkan saat proses patroli dan supervise.

Pekerjaan jasa konstruksi bangunan dilaksanakan dengan bertahap yaitu mulai dari
tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan pemeliharaan – pembongkaran.
Pekerjaan konstruksi bangunan merupakan kompleksitas kerja yang melibatkan
bahan bangunan, pesawat/instalasi/peralatan, tenaga kerja dan penerapan teknologi
yang dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja bahkan mengakibatkan
kematian dan kerugian material.

Dalam hal pemakaian alat-alat kerja, keselamatan kerja sangat penting artinya. Pada
penggunaan alat sederhana, dapat dikatakan resiko untuk celaka (kecelakaan) relatif
kecil. Tetapi bila dalam bekerja sudah mempergunakan peralatan yang bermesin,
kecelakaan yang mungkin terjadi tentu akan lebih besar akibatnya dan kerugian
yang timbul tentu akan lebih besar pula.
Kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja banyak macamnya
1. Kerugian produksi bagi perusahaan yang bersangkutan karena waktu produksi
menjadi tertunda atau terhenti dan tidak dapat dipakai untuk memproduksi.
2. Kerugian pada alat-alat karena rusak
3. Kerugian atas tenaga kerja akibat sakit, cacad dan bahkan sampai kepada
kematian. Kerugian atas tenaga kerja ini tidak saja pada pekerja yang
bersangkutan yang menderita, tetapi juga keluarganya dan orang-orang yang
tergantung penghidupannya kepada tenaga kerja itu.

Peranan K3 dalam Konstruksi Bangunan

Pada umumnya, proyek konstruksi bangunan ini mempunyai intensitas kerja yang
tinggi, karena adanya keterbatasan waktu dalam penyelesaian proyek konstruksi
bangunan. Hal ini, Keselamatan dan Keamanan para pekerja mempunyai peranan
yang sangat penting sesuai tujuan diatas. Beberapa peranan K3 konstruksi bangunan
secara umum dapat di sebutkan seperti berikut :

- Untuk pedoman memantau keselamatan dan kesehatan para pekerja di lingkungan


pekerja. Berperan dalam pemberian saran dalam perencanaan, proses organisir,
desain tempat kerja hingga pelaksanaan kerja.

- Panduan untuk melakukan penelitian akan terjadinya resiko dan bahaya bagi
kesehatan dan keselamatan di lingkungan kerja

16
- Berperan dalam pemberian edukasi, informasi, dan pelatihan mengenai
keselamatan kerja dan kesehatan.

- Untuk pedoman dalam mengukur keefektifan tindakan dan program pengendalian


bahaya

- Sebagai acuan untuk pengendalian bahaya, prosedur, metode dan program

Manfaat K3 bagi Kontraktor


1. Adanya korelasi yang jelas antara pragram K3 dan laba usaha
2. Dengan menerapkan K3 maka kontraktor akan dapat mengurangi biaya premi
untuk asuransi
3. Program K3 dapat mengurangi kehilangan waktu pelaksanaan proyek
4. Program K3 dapat meningkatkan mutu pelaksanaan proyek
5. Program K3 dapat meningkatkan citra kontraktor dalam pandangan owner

Manfaat K3 Bagi Tenaga Kerja


1. Mendapatkan hak program asuransi
2. Menjaga Tenaga Kerja tetap sehat
3. Keterampilan tenaga kerja tetap
4. Dapat bekerja dalam keadaan tenang dan nyaman
5. Pekerjaan lebih efisien
6. Ada Jaminan untuk kelangsungan bekerja
7. Terjalinnya kerja sama antara tenaga kerja
8. Tenaga kerja mengerti K3 merupakan asset perusahaan

Pengertian Kerja
Kerja (bekerja) mempunyai arti yang luas sekali, yaitu meliputi usaha, tugas ataupun
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menghasilkan sesuatu.
Ditinjau dari segi perseorangan, kerja berarti gerak dari badan dan fikiran guna
memelihara kebutuhan hidup badaniah maupun rohaniah.
Ditinjau dari segi kemasyarakatan adalah melakukan pekerjaan untuk mengahasilkan
barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kecelakaan Kerja
Pekerjaan konstruksi bangunan banyak berhubungan dengan alat, baik yang
sederhana sampai yang rumit, dari yang ringan sampai alat-alat berat, pemakaian
alat- alat bermesin sangat banyak digunakan.
Pada setiap kegiatan kerja, selalu saja ada kemungkinan kecelakaan. Kecelakaan
selalu dapat terjadi karena berbagai sebab. Yang dimaksudkan dengan kecelakaan
adalah kejadian yang merugikan yang tidak terduga dan tidak diharapkan dan tidak

17
ada unsur kesengajaan. Kecelakaan kerja dimaksudkan sebagai kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja, yang diderita oleh pekerja dan atau alat-alat kerja dalam suatu
hubungan kerja.
Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua golongan penyebab (suma’mur Dr.
M.Sc 1981: 9)
1. Tindakan perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan.
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman,
Kecelakaan merupakan sebuah kejadian tak terduga yang dapat menyebabkan cedera
atau kerusakan. Kecelakaan dapat terjadi akibat kelalaian dari perusahaan, pekerja,
maupun keduanya, dan akibat yang ditimbulkan dapat memunculkan trauma bagi
kedua pihak. Bagi pekerja, cedera akibat kecelakaan dapat berpengaruh terhadap
kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, dan kualitas hidup pekerja tersebut. Bagi
perusahaan, terjadi kerugian produksi akibat waktu yang terbuang pada saat
melakukan penyelidikan atas kecelakaan tersebut serta biaya untuk melakukan proses
hukum atas kecelakaan kerja.
(Ridley, 2008) Sumamur berpendapat bahwa kecelakaan tidak mungkin terjadi
secara kebetulan sehingga pasti ada sebab dibalik setiap kecelakaan. Penting sekali
agar suatu kecelakaan diteliti dan ditemukan penyebabnya sehingga dapat dilakukan
usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut terulang kembali.
Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan
hingga mutlak minimum, mengurangi bahaya, serta risiko yang dihasilkan dalam
suatu kegiatan pekerjaan.
Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak
langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian kecelakaan
sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris celaka adalah
sebuah kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya cedera atau kerusakan dan
hanya memiliki selang perbedaan waktu yang sangat singkat. Nyaris celaka tidak
mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan kerusakan
(Ridley, 2008). Setiap kecelakaan bukan peristiwa tunggal, namun terjadi karena
penyebab yang saling berkaitan yaitu kesalahan dari sisi perusahaan, sisi pekerja,
atau keduanya. Akibat yang ditimbulkan yakni trauma bagi keduanya, bagi pekerja
yaitu cedera yang dapat memengaruhi terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidup,
sedangkan bagi perusahaan berupa kerugian produksi, waktu yang terbuang untuk
penyelidikan dan biaya untuk proses hukum. Tindakan pencegahan kecelakaan
bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum.
Pemberi kerja wajib menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang sesuai standar,
memotivasi pekerja bekerja sesuai standar operating prosedur, menjamin kesehatan,
keselamatan dan kesejahteraan pekerja. Para pekerja yang diharapkan mengalami
kepuasan kerja dan hidup berkualitas dapat bekerja secara produktif dan
menghasilkan produk/jasa yang berkualitas, bernilai dan menguntungkan. Dengan
demikian, perusahaan mampu berkompetisi dan dapat berperan dalam pembangunan
nasional secara langgeng dan berkelanjutan. Sebagian pemberi kerja mulai
menyadari bahwa masalah K3 secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh

18
terhadap biaya operasional perusahaan dan kelangsunan produktivitas sumber daya
manusia. Mereka menganggap pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan kebutuhan. Para pekerja membutuhkan pekerja yang sehat dan produktif,
sehingga mereka menentukan ‘kesehatan dan keselamatan’ sebagai pilihan.
Perusahaan seperti ini dinyatakan telah memiliki budaya K3.

KECELAKAAN AKIBAT KERJA (KAK)

Definisi:
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 adalah suatu kejadian yang
tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban
manusia dan atau harta benda.
 Menurut Pemerintah c/q Departemen Tenaga Kerja RI, arti kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba atau yang tidak disangka-sangka dan tidak
terjadi dengan sendirinya akan tetapi ada penyebabnya.
 Heinrich et al., 1980: Kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan
atau yang berpontensi menyebabkan merusak lingkungan. Selain itu, kecelakaan
kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana
dan tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan,
orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya

KLASIFIKASI KECELAKAAN KERJA

Ada banyak standar yang menjelaskan referensi tentang kode-kode kecelakaan kerja,
salah satunya adalah standar Australia AS 1885- 1 tahun 1990, sebagai berikut:
 Jatuh dari atas ketinggian
 Menabrak objek dengan bagian tubuh
 Terpajan oleh getaran mekanik
 Tertabrak oleh objek yang bergerak
 Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
 Terpajan suara yang lama
 Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
 Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
 Otot tegang lainnya
 Kontak dengan listrik
 Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas
 Terpajan radiasi
 Kontak tunggal dengan bahan kimia
 Kontak lainnya dengan bahan kimia
 Kontak dengan, atau terpajan faktor biologi
 Terpajan faktor stress mental
 Longsor atau runtuh

19
 Kecelakaan kendaraan/Mobil
 Lain-lain dan mekanisme cidera berganda atau banyak
 Mekanisme cidera yang tidak spesifik

CIDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA

Pengertian cidera berdasarkan Heinrich et al. (1980) adalah patah, retak, cabikan, dan
sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S.
Department of Labor (2008) menyatakan bahwa bagian tubuh yang terkena cidera
dan sakit terbagi menjadi:
 Kepala; mata Leher.
 Batang tubuh; bahu, punggung.
 Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari, jari
tangan. Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jari kaki
 Sistem tubuh.
 Banyak bagian

Penyebab Faktor Kecelakaan Pada Konstruksi

Pada umumnya jasa konstruksi bangunan mempunyai beberapa tahapan yaitu


tahapan persiapan, pelaksanaan dan pemeliharaan serta pembongkaran. Biasanya di
dalam tahap pelaksanaan konstruksi bangunan pada seluruh proyek di Indonesia,
tenaga kerja kasar yang digunakan mempunyai ciri seperti berikut :

• Pendidikan yang relatif rendah


• Pekerja dikontrak musiman, sementara atau tidak tetap
• Minimnya fasilitas, dengan pengetahuan mengenai K3 yang masih cenderung
kurang

Selain itu, faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja menurut Bennet dan
Rumondang (1985) pada umumnya selalu diartikan sebagai “kejadian yang tidak
dapat diduga“. Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu dapat diramalkan atau diduga
dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu
kewajiban berbuat secara selamat dan mengatur peralatan serta perlengkapan
produksi sesuai dengan standar yang diwajibkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh perbuatan yang tidak selamat memiliki porsi 80 % dan kondisi yang tidak
selamat sebayak 20%. Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh:
a. Sikap dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap
b. Keletihan
c. Gangguan psikologis

20
KATEGORI KECELAKAAN KERJA
 Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja
 Kecelakaan dalam perjalanan (commuty accident) yaitu kecelakaan yang terjadi
di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja

Ruang Lingkup K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan

1. Ruang lingkup K3 Konstruksi Bangunan:


a. Pekerjaan penggalian
b. Pekerjaan pondasi
c. Pekerjaan konstruksi beton
d. Pekerjaan konstruksi baja
e. Pekerjaan pembongkaran

2. Ruang lingkup K3 Sarana Bangunan


a. Perancah bangunan
b. Plumbing
c. Penanganan bahan
d. Peralatan bangunan

Pekerjaan yang rawan kecelakaan


• Pekerjaan konstruksi umumnya memiliki resiko yang besar terhadap
kecelakaan/accident. Terlebih-lebih untuk bangunan tinggi yang biasanya juga
memerlukan basement yang cukup dalam
• Kecelakaan yang dimaksud adalah jenis kecelakaan baik yang menimpa orang
saja maupun yang menimpa keduanya.
• Peranan construction method, khususnya untuk pekerjaan yang rawan kecelakan,
sangat besar sekali dalam menjamin keamanan terhadap kecelakaan tersebut

Ada 2 macam tindakan yang diperlukan untuk pekerjaan yang rawan kecelakaan:
 Tindakan pencegahan
 Tindakan penyelamatan

Untuk Tindakan Pencegahan


• Pemakaian alat pelindung/pengaman diri seperti safety head, safety shoes, safety
belt, dll
• Pemasangan rambu-rambu di tempat yang rawan kecelakaan
• Pemasangan bangunan pengaman sementara
• Penggunaan alat pengangkat yang aman
• Pembuangan material sisa/sampah dari atas memakai jalur yang tertutup
• Menjaga kesehatan lingkungan

21
• Pembuatan construction method yang aman
• Melakukan pengawasan pelaksanaan safety plan

Untuk Tindakan Penyelamatan


• Perencanaan evakuasi ditempat/lokasi pekerjaan yang rawan kecelakaan
• Menyiapkan tenaga dan alat-alat khusus untuk evakuasi
• Menyiapkan poliklinik atau bekerja sama dengan rumah sakit terdekat
• Mengevakuasi korban kecelakaan dan segera melakukan tindakan isolasi agar
kecelakaan tidak meluas dan segera terkendali

Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Konstruksi.

Kasus-kasus kecelakaan yang terjadi di luar negeri umumnya adalah metode


pelaksanaan konstruksi yang kurang tepat mengakibatkan gedung runtuh yang
menewaskan banyak korban.

Sedangkan kasus yang terjadi di Indonesia umumnya terjadi karena lemahnya


pengawasan pada proyek konstruksi. Kurang disiplin nya tenaga kerja dalam
mematuhi ketentuan K3 dan kurang memadainya kuantitas dan kualitas alat
perlindungan diri di proyek konstruksi.

Dari kasus-kasus diatas ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja
konstruksi adalah akibat dari beberapa hal berikut:

1. Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan penggunaan metode


pelaksanaan yang kurang tepat.
2. Lemahnya pengawasan K3
3. Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatanpelindung diri
4. Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan sering terjadi kecelakaan kerja yang pada
umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia atau human error baik aspek
kompetensi para pelaksana maupun pemahaman arti penting penyelenggaraan K3.

Hambatan pelaksanaan K3 tersebut antara lain:

1. Terbatasnya persepsi tentang K3


2. Kurang perhatian dan pengawasan
3. Ada anggapan K3 menambah biaya
4. Tanggung jawab K3 hanya pada kontraktor saja
5. Kurang aktifnya perusahaan asuransi terhadap K3

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko
kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada

22
proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek
konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan
dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut
ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
terlatih.Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat
lemah,akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang
berisiko tinggi.

Menurut Arianto (2010 ) penyebab kecelakaan kerja pada proyek konstruksi dapat
ditinjau dari 3 aspek:

1. Manusia

Mengingat semakin meningkatnya persyaratan kerja dan kerumitan hidup, manusia


harus meningkatkan efisiensinya, dengan bantuan peralatan dan perlengkapan,
semakin canggih peralatan yang digunakan manusia, semakin besar bahaya yang
mengancamnya.Hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan manusia yang tidak
aman (kecerobohan) serta kondisi lingkungan yang berbahaya dilokasi proyek:
 Pembawaan diri
 Persoalan pribadi
 Usia dan pengalaman kerja
 Perasaan bebas dalam melaksanakan tugas
 Keletihan fisik para pekerja

2. Lingkungan dan alat kerja

Lingkungan dan alat kerja. Kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan dalam
mencegah kecelakaan kerja, terutama yangdisebabkan oleh:
1. Gangguan-gangguan dalam bekerja, misalnya: suara bising yang berlebihan
yang dapat mengakibatkan terganggunya konsentrasi pekerja
2. Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja,sehingga menurunkan
efektivitas kerja
3. Cuaca (panas, hujan)

3. Peralatan keselamatan kerja

Peralatan keselamatan kerja berfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja dari
kemungkinan mendapatkan kecelakaan kerja yaitu dengan menggunakan alat
pelindung diri (APD)

Pelaksana proyek harus memperhatikan ketiga faktor tersebut, dimana ketiga faktor
tersebut di atas (manusia , lingkungan dan alat kerja serta peralatan keselamatan
kerja karena ketiganya saling berhubungan satu sama lain.

23
Menurut Marihot Tua Efendi (2005) ada beberapa penyebab kecelakaan kerja yaitu:

Faktor manusia

Manusia memiliki keterbatasan diantaranya lelah, lalai, atau melakukan kesalahan-


kesalahan. Yang disebabkan oleh persoalan pribadi atau keterampilan yang kurang
dalam melakukan pekerjaan.

Faktor peralatan kerja

Peralatan kerja bisa rusak atau tidak memadai, untuk itu perusahaan senantiasa harus
memperhatikan kelayakan setiap peralatan yang dipakai dan melatih pegawai untuk
memahami peralatan kerja tersebut.

Faktor lingkungan

Lingkungan kerja bisa menjadi tempat kerja yang tidak aman, sumpek dan terlalu
penuh, penerangan dan ventilasinya yang tidak memadai.

Selain hal diatas menurut Abdurrahmat Fathoni ( 2006) penyebab terjadi kecelakaan
yaitu:
1. Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dan kebanyakan
kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi. Diantaranya tempat kerja yang
tidak baik, alat atau mesin-mesin yang tidak mempunyai system pengamanan
yang tidak sempurna, kondisi penerangan yang kurang mendukung, saluran udara
yang tidak baik dan lain-lain.

2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia bisa yang dalam hal akibat dan
sistem kerja, tetapi biasa juga bukan dari kelalaian manusianya selaku pekerja.
Seperti malas, ceroboh, menggunakan peralatan yang tidak aman dan lain-lain.

Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah


tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan,
misalnya (Budiono, Sugeng, 2003):

 Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang


 Gagal untuk memberi peringatan
 Gagal untuk mengamankan
 Bekerja dengan kecepatan yang salah
 Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi
 Memindahkan alat-alat keselamatan
 Menggunakan alat yang rusak
 Menggunakan alat dengan cara yang salah
 Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara ben

24
Menurut Ridley (2008), contoh penyebab kecelakaan untuk masing-masing faktor
adalah:
1. Situasi kerja
a. Pengendalian manajemen yang kurang.
b. Standar kerja yang minim.
c. Tidak memenuhi standar.
d. Perlengkapan yang tidak aman.
e. Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran, tekanan udara,
ventilasi, penerangan dan kebisingan yang tidak aman.
f. Peralatan/bahan baku yang tidak aman.

2. Kesalahan orang
a. Keterampilan dan pengetahuan minim.
b. Masalah fisik atau mental.  Kesehatan dan Keselamatan Kerja  10
c. Motivasi yang minim atau salah penempatan.
d. Perhatian yang kurang.

3. Tindakan tidak aman


a. Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui.
b. Mengambil jalan pintas.
c. Tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama bekerja.
d. Bekerja dengan kecepatan berbahaya.

4. Kecelakaan
a. Kejadian yang tidak terduga.
b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya.
c. Terjatuh.
d. Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.

5. Cedera atau kerusakan


a. Sakit dan penderitaan (pada pekerja).
b. Kehilangan pendapatan (pada pekerja).
c. Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).
d. Pabrik (pada perusahaan).
e. Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).
f. Kerugian produksi (pada perusahaan).
g. Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).

25
Teknik-teknik praktis pencegahan kecelakaan
a. Nyaris
 Membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi.
 Menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius.
 Menumbuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan.

b. Identifikasi Bahaya
 Melakukan inspeksi keselamatan kerja dan patroli.
 laporan dari operator.
 laporan dari jurnal-jurnal teknis.

c. Pengeliminasian bahaya
 Adanya sarana-sarana teknis.
 Mengubah material.
 Mengubah proses.
 Mengubah pabrik baik dari segi tata letak mesin maupun kondisi kerja di
pabrik

d. Pengurangan bahaya
 Memodifikasi perlengkapan sarana teknis.
 Alat Pelindung Diri (PPE).

e. Melakukan penilaian risiko

f. Pengendalian risiko residual


 Dengan sarana teknis-alarm, pemutusan aliran (trips).
 Sistem kerja yang aman.
 Pelatihan para pekerja.

Dalam Pekerjaan konstruksi yang melibatkan bahan bangunan, peralatan, penerapan


teknologi, dan tenaga kerja, dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja.
Keberadaan tenaga kerja dibidang kegiatan konstruksi selaku sumber daya yang
dibutuhkan bagi kelanjutan pembangunan, perlu memperoleh perlindungan
keselamatan kerja, khususnya terhadap ancaman kecelakaan kerja; perlu penerapan
norma-norma keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi
secara sungguh-sungguh
Dalam setiap Penyelenggaraan Usaha Jasa Konstruksi, Pengguna Jasa dan Penyedia
Jasa wajib memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan selanjutnya perlu adanya konsep Perencanaan/Perancangan sampai
tahap Pelaksanaan yang menekannya adanya sistim K3 ( Kesehatan dan Keselamatan
Kerja ) yang tepat serta pengawasan yang baik.

26
Peralatan keselamatan kerja Atau Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri (APD) adalah suatu kewajiban dimana biasanya para pekerja atau
buruh bangunan yang bekerja di sebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung,
diwajibkan menggunakannya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah
melalui Departemen tenaga Kerja Republik Indonesia

Macam-macam dan jenis peralatan keselamatam kerja atau alat pelindung diri dapat
berupa:

1. Helm pengaman (safety helmet) atau Topi pelindung kepala (helmet),


2. Pelindung mata spectacles/googles,
3. Pelindung mulut dan hidung (masker),
4. Pelindung telinga (ear plugs),
5. Pelindung/sarung tangan (safety gloves),
6. Selempang penahan tubuh (fullbodyharness),
7. Sepatu pelindung kaki (safety shoes),
8. Rompi keselamatan,

Adanya perlengkapan serta alat yang digunakan dalam K3 Konstruksi dapat


menjamin kesejahteraan pekerja. Seperti apakah peralatan perlindungan berstandar
K3 tersebut?

Dalam lingkungan kerja berisiko tinggi, standar manajemen K3 (Keselamatan dan


Kesehatan Kerja) sangat penting. Jangan sampai hak-hak para pekerja yang krusial
ini tidak dipenuhi. Adanya perlengkapan serta alat yang digunakan dalam K3
Konstruksi dapat menjamin kesejahteraan pekerja.

Tujuan Dari Keperluan Alat Pelindung K3, Terutama untuk Pekerja di K3


Konstruksi

Inilah tiga tujuan dari keperluan alat pelindung K3, terutama untuk pekerja di K3
Konstruksi:
 Sebagai perlindungan bagi tenaga kerja dari potensi risiko bahaya yang termasuk
dalam sistem manajemen K3
 Agar dapat meningkatkan efektifitas dan produktifitas mereka dalam bekerja
 Untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman

Perlengkapan serta Alat Dalam K3 Konstruksi


Adanya kewajiban pemberi kerja untuk memberikan perlengkapan serta alat
dalam K3 Konstruksi untuk pekerja sesuai dengan Permenakertrans Nomor
PER/08/VII/2010. Inilah daftarnya:

27
ALAT PELINDUNG DIRI

1. Alat Pelindung Kepala


Alat ini dapat melindungi pekerja dari kemungkinan terantuk, terpukul, atau
terbentur, hingga kejatuhan benda berat atau tajam dari tempat tinggi. Alat ini juga
berfungsi melindungi pekerja dari suhu ekstrem, paparan radiasi panas, cipratan zat
kimia, hingga mikroorganisme.
Contoh alat pelindung kepala: helm pengaman, tudung rambut, dan lain-lain.
Helm Pelindung

28
2. Alat Pelindung Telinga
Alat ini dapat melindungi pendengaran pekerja dari kebisingan maupun tekanan.
Contoh: sumbat telinga (ear plugs) dan pelindung telinga (ear muffs).
Gambar Alat Pelindung Telinga

29
3. Alat Pelindung Mata dan Wajah
Dengan alat ini, pekerja dapat melindungi mata dan wajah mereka dari paparan
langsung zat kimia berbahaya, partikel air dan udara, percikan benda atau uap panas,
pancaran cahaya, gelombang radiasi elektromagnetik, hingga benturan benda keras
atau tajam.
Contoh alat pelindung mata dan wajah: tameng wajah (face shield), kacamata
pengaman (spectacles), goggles, masker selam, masker seluruh muka, dan masih
banyak lagi.

Gambar Alat Pelindung Mata

30
4. Alat Pelindung Pernapasan dan Kelengkapannya
Alat ini berfungsi sebagai penyalur udara bersih atau penyaring polusi agar tidak
masuk ke sistem pernapasan hingga paru-paru pekerja. Alat ini juga melindungi
pekerja dari bahan kimia, debu, kabut (termasuk semprotan aerosol), asap, gas, uap,
mikroorganisme, dan lain-lain.
Contoh alat pelindung pernapasan: respirator, masker, kanister, tangki selam (bila
pekerja diharuskan menyelam), dan masih banyak lagi.

Contoh Alat Pelindung Pernafasan (masker)

31
5. Alat Pelindung Tangan
Alat ini melindungi tangan dan jari-jari supaya terhindar dari paparan atau kontak
langsung dengan api, suhu ekstrem (panas maupun dingin), dan radiasi
(elektromagnetik maupun mengion).
Alat ini juga dapat menjadi pelindung dari paparan zat kimia, tergores, tersetrum
aliran listrik, terpukul, terbentur, hingga terkena infeksi zat patogen (bakteri atau
virus) hingga jasad renik.
Contoh alat pelindung tangan: sarung tangan berbahan kulit, karet, logam, kanvas,
kain berlapis, hingga yang tahan paparan langsung bahan kimia.

Contoh Alat Pelindung Tangan (Sarung Tangan)

32
6. Alat Pelindung Kaki
Alat ini berfungsi sebagai pelindung kaki dari terkena cairan panas atau dingin, uap
panas, suhu ekstrem, zat kimia berbahaya, hingga paparan atau kontak langsung
dengan jasad renik. Alat ini juga melindungi pekerja dari potensi bahaya dan
peledakan, tempat basah dan licin, dan kontak langsung dengan binatang.
Alat ini berupa sepatu keselamatan yang biasanya bot karet atau bot khusus untuk
pengecoran logam atau pekerjaan industri dan bangunan

Contoh Alat Pelindung Kaki (Sepatu)

33
7. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung berfungsi melindungi seluruh tubuh dari kontak luar apa pun yang
berbahaya. Contoh: jaket, celemek, hazmat suit, dan lain-lain.
Safety vest atau rompi keselamatan kerja merupakan salah satu Alat Pelindung Diri
(APD) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontak / kecelakaan, sedikit
berbeda dengan APD lain yang bermanfaat untuk mengurangi dampak bila terjadi
kecelakaan akibat kontak dengan benda yang berbahaya.

Safety vest di rancang secara khusus dan dilengkapi dengan reflector atau pemantul
cahaya untuk memberikan perlindungan optimal bagi para penggunanya. Adanya
reflektor pada rompi mempermudah orang lain untuk mengenali posisi pekerja
sehingga memperkecil risiko kecelakaan. Safety vest diperuntukkan bagi pekerja
yang lokasi kerjanya di jalan atau berdekatan dengan jalan, di area dengan aktivitas
lalu lalang kendaraan atau alat berat, di area yang memiliki mesin, roda gigi atau
motor yang bergerak, dan pekerja yang terlibat dalam pekerjaan konstruksi, yang
sangat perlu untuk dideteksi oleh pihak lain yang menggunakan mesin pemindah
(crane) yang berpotensi berbahaya. Selain itu safety vest digunakan juga oleh
pekerja pelayanan darurat seperti kebakaran, pencarian dan penyelamatan.

Rompi safety proyek digunakan siang dan malam hari agar para pekerja tetap dapat
menjalankan pekerjaan tanpa mengabaikan keselamatan. Misalnya, mereka yang
bekerja di jalan raya memakai rompi safety agar mudah terlihat, sehingga mudah
dikenali dan tidak tertabrak oleh pengendara jalan raya. Hal yang sama juga berlaku
untuk pekerja proyek yang beraktivitas di malam hari. Minimnya penerangan
semakin memperbesar risiko kecelakaan kerja, misalnya tertabrak alat berat yang
dioperasikan oleh rekan. Namun, dengan memakai rompi safety, risiko tersebut
dapat diatasi.

Berikut beberapa fungsi rompi yang sangat berguna untuk keselamatan para pekerja
Saat di dalam area proyek.

1. Dapat terlihat dalam kondisi gelap. Pita reflector pada safety vest memantulkan
cahaya sehingga dapat terlihat dengan mudah saat bekerja di malam hari atau
dalam kondisi gelap.

.
2. Membuat orang lain menjadi waspada Pemilihan warna safety vest seperti kuning
dan oranye serta adanya pita reflector tersebut memudahkan orang lain untuk
mendeteksi pemakai rompi dari kejauhan, sehingga orang lain menjadi lebih
waspada dan dapat memperlambat kecepatan kendaraan.

34
.
3. Alat pelindung yang nyaman Walaupun tidak semua safety vest dibuat tahan air,
tetapi beberapa jenis safety vest dirancang untuk melindungi pemakainya dari air
hujan dan juga saat tubuh berkeringat safety vest dapat mengurangi efek terpapar
angin. Ada beberapa alat APD lain juga yang perlu dikenakan saat berada di
dalam area proyek, seperti helm pelindung, kacamata pelindung, sepatu safety,
sarung tangan, hingga alat pelindung telinga.

4. Harga yang terjangkau . Dari segi harga, pada umumnya safety vest cukup
terjangkau, sehingga bukan suatu alasan bagi perusahaan untuk tidak
menyediakan safety vest bagi para pekerjanya yang bekerja di area yang
berbahaya untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja.

5. Identifikasi arti warna rompi proyek. Safety vest dibuat dengan beberapa warna,
sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu identifikasi kelompok pekerja.
Mudah Terlihat dan Membuat Orang Lain Lebih Berhati-hati
Misalkan arti warna rompi safety merah untuk petugas koordinasi safety, rompi
kuning untuk pekerja yang bertanggung jawab dan menangani masalah
kelistrikan, dan sebagainya. Dapat juga digunakan untuk identifikasi perusahaan
dengan memberikan tulisan atau logo pada rompi.

35
Contoh Pakaian Pelindung.

1. (Rompi)

36
2. Sabuk Pengaman

37
38
Rambu-Rambu K3
Makna Bentuk Rambu K3

39
40
Contoh ranbu larangan Contoh Bahaya Peringatan

Slogan Slogan K3
• Keselamatan adalah tanpa kecelakaaan
• Keselamatan tergantung pada anda
• Ingat keluarga di rumah
• Jangan setengah selamat
• Waspadalah tetap hidup
• Keselamatan bermanfaat
• Utamakan selamat
• Hati- hati bahaya kebakaran
• Hati-hati dalam bekerja jangan semprono
• Selalu mengecek peralatan sebelum digunakan

Organisasi Keselamatan Kerja


1. Tujuan utama dibentuknya organisasi keselamatan kerja ialah untuk mengurangi
tingkat kecelakaan, sakit, cacat, dan kematian akibat kerja, dengan lingkungan
kerja yang sehat, bersih, aman, dan nyaman.

2. Organisasi bisa dibentuk di tingkat pemerintah, perusahaan atau oleh kelompok


41
atau serikat pekerja.

3. Di Indonesia, organisasi pemerintah yang menangani masalah keselamatan kerja


di tingkat pusat dibentuk di bawah Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Di samping itu, organisasi K-3 dibentuk di perusahaan-
perusahaan dan ikatan ahli tertentu.

Organisasi dan manajeman K-3 harus menutupi semua aspek tenaga kerja dan
pelaksanaan pekerjaan kontraktor. Tidak ada perencanaan dan kebijakan K-3 dapat
berfungsi tanpa penugasan khusus:
- Untuk orang tertentu
- Untuk dilengkapi pada titik dan waktu khusus,
Perencanaan dan kebijakan K-3 harus terkait ke bawah sampai pada pekerja karena
pedoman K-3 selalu digunakan secara terus menerus.

Tugas Organisasi K-3


• Menyusun program K-3 di Perusahaan
• Mengumpulkan data analisis kecelakaan serta penyebabnya, untuk indikator pola
kecelakaan.
• Penyebaran informasi cara mengatasi kecelakaan ke Tenaga Kerja dam Pimpinan
• Menyeleggarakan upaya mengatasi kecelakaan kecil sebelum berkembang
menjadi besar,
• Mengadakan sistem penerimaan saran,
• Meninjau program K-3 secara berkala
• Mengupayakan peningkatan Lingkungan kerja dan proses informasi K-3.
• Inspeksi K-3

Pelaksanaan K3
• Menyiapkan safety manual
• Menyiapkan alat-alat pelindung diri untuk dipakai setiap pekerja
• Membuat bangunan-bangunan pengaman termasuk rambu-rambu, alat pemadam
kebakaran dll.
• Membuat bangunan toilet untuk pekerja
• Membuat tempat pembuangan sampah yang disesuaikan dengan perkembangan
pekerjaan.
• Melakukan koordinasi dengan kegiatan pelaksanaan terutama yang erat kaitannya
dengan keamanan,
• Melakukan evakuasi dan pengamanan jika terjadi accident

Latihan Tenaga Kerja


• Kecelakaan kerja sering terjadi pada tenaga kerja dengan pengalaman kurang dari
tiga bulan
• Perlu mengadakan pelatihan perorangan di tempat kerja

42
• Pelaksanaan rapat-rapat K-3 pada proyek
• Memperagakan dan mendemontrasikan cara-cara pencegahan kecelakaan.
• Menanamkan kesadaran akan program K-3
• Penggunaan poster-poster tentang K-3
• Penampilan model-model visual lainnya
• Panduan, peraturan-peraturan

Kampanye K-3
• Pemakaian poster-poster K-3 bersifat umum maupun khusus
• Penempelan slogan-slogan K3
• Poster dan slogan secara visual mengajak perhatian mengenai K-3
• Penggunaan media lain dalam upaya pemahaman dan membudayakan K-3
• Mendemonstrasikan pencegahan kecelakaan setiap ada kesempatan.
• Menanamkan kesadaran dan motivasi ber- K3
• Melakukan evaluasi dan monitorian pelaksanaan K3
• Pemberian Safety Award

Pengawasan K3
• Tanggung jawab semua Tenaga kerja
• Perlu pemeriksaan K3 di lokasi kerja
• Mengamankan lokasi kerja yang hazard
• Analisis prosedur kerja di tempat kerja
• Metode kerja yang tidak betul dan tidak effisiean diperbaiki
• Pemeriksaan peralatan sesara berkala
• Kelengkapan alat keselamatan ( savety equipment) dan jumlah tenaga kerja
• Sanitasi dan MCK
• Lingkuangan kerja yang bersih
• Petunjuk penggunaan savety equipment
• Pembuatan laporan berkala tentang kejadian
• Penelitan terhadap kecelakaan

Sebuah keberhasilan pembangunan infrastruktur tidak hanya ditentukan oleh


kinerjanya tapi juga mencakup kehandalan bangunan dan kebermanfaatan bagi
masyarakat, serta ditentukan oleh keselamatan dalam proses pelaksanaan konstruksi
bangunannya.
Tentunya dalam suatu pembangunan, dibutuhkannya kematangan persiapan dari K3
atau yang biasa disebut Keamanan,Kesehatan, dan Keselamatan Kerja. Lalu kira-kira
seberapa pentingkah peranan K3 konstruksi bangunan guna menunjang kelancaran
suatu pembangunan infrastruktur ?

BAB. 3 PERATURAN PERUNDANGAN K3 DALAM BIDANG

43
KONSTRUKSI

Peraturan perundang-undangan merupakan kebutuhan yang mutlak untuk


melaksanakan suatu program atau kebijakan
Peraturan perundang-undangan ini diperlukan untuk menjadi landasan hukum
pelaksanaan K-3 dan sebagai landasan untuk mengenakan sanksi-sanksi bagi
pelanggaran ketentuan yang diatur

Peraturan K3 Konstruksi Indonesia

 01. UU No.2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1


Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman
teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, dan
perlindungan sosial tenaga kerja serta tata lingkungan setempat dan pengeroraan
lingkungan hidup daLm penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c,
pemerintah pusat memiliki kewenangan: a. mengembangkan standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa
Konstruksi; b. menyelenggarakan pengawasan penerapan Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan keberranjutan dalam penyelenggaraan dan
pemanfaatan Jasa Konstruksi oleh badan usaha Jasa Konstruksi

 02. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
KEP.174_MEN_1986 No.104_KPTS_1986 Tentang K3 di Tempat Kegiatan
Konstruksi

Pasal 1 Sebagai persyaratan teknis pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga


Kerja danTransmigrasi No. PER-01/MEN/1980 tentang Keselamatan Kerja dan
Kesehatan Kerjapada Konstruksi Bangunan, maka ditetapkan sebagai petunjuk
umum berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan Konstruksi, yang selanjutnya disebut
Buku Pedoman dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan pada Keputusan
Bersama ini.

 03. Permenakertrans No. 1 Tahun 1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan


 04. Permen PU No. 5 Tahun 2014 tentang Pedoman SMK3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum
 05. PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3
 06. Permen PU No. 9 Tahun 2008 tentang Pedoman SMK3

44
 07. Permen PUPR02-2018.

Latar Belakang

• Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kegiatan yang melibatkan tenaga


kerja, alat dan bahan dalam jumlah besar baik secara sendiri atau bersama-sama
sehingga dapat menjadi sumber terjadinya kecelakaan
• Jenis pekerjaan ada yang dilakukan di bawah tanah, ada yang harus dilakukan di
dalam genangan air atau lumpur, di dalam tempat yang lembab, di tempat terbuka
yang mudah terkena pengaruh cuaca (panas, hujan, angin, dan lain-lain) yang
dapat menjadi sumber timbulnya penyakit dan gangguan kesehatan
• Semua pekerjaan konstruksi tersebut dilaksanakan oleh tenaga kerja konstruksi
mulai dari tenaga ahli dan manajer, sampai tenaga terampil dan tenaga kasar
• Kehilangan tenaga kerja akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pekerjaan,
ini berarti akan merugikan semua pihak yang berkepentingan dengan proyek
yaitu: pemberi kerja, kontraktor, dan tenaga kerja beserta keluarganya
• Untuk menghindari tenaga kerja terhadap kecelakaan dan gangguan kesehatan
kerja telah ada peraturan perundang-undangan tentang K-3
• Indonesia sebagai negara dan bangsa yang menjunjung hak-hak manusia juga
telah menandatangani konvensi internasional tentang K-3. Oleh karena itu untuk
melaksanakan K-3 merupakan:
• Kewajiban moral
• Kewajiban karena undang-undang
• Kebersamaan
• Kesejahteraan

Dasar Hukum K3
• UU keselamatan kerja nomor 1 tahun 1970, yang memuat ketentuan umum
tentang keselamatan kerja dalam usaha mencegah dan mengurangi kecelakaan
maupun bahaya-bahaya yang lain
• UU nomor 14 tahun 1969, yang memuat ketentuan pokok mengenai tenaga kerja
dalam mencegah, mengenai pengobatan, perawatan, mempertinggi derajat
kesehatan, mengatur hygiene dan kesehatan kerja
• UU nomor 21 tahun 1954, tentang perjanjian perburuhan yang juga memuat
aspek-aspek pelayanan kesehatan
• UU nomor 3 tahun 1969, tentang persetujuan konvensi ILO nomor 120
mengenai hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor
• Undang-undang kecelakaan tahun 1947-1957, yang memuat ketentuan mengenai
ganti rugi kepada buruh yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat
kerja
• UU kerja tahun 1948-1951, yang antara lain mengatur mengenai ketentuan jam
kerja, cuti tahunan, peraturan tentang kerja bagi anak-anak pekerja, persyaratan

45
tempat kerja dan lain-lain
• Undang-undang gangguan tahun 1927, mengenai hubungan akibat sampingan
terhadap lingkungan dan sebagai usaha pencegahan terhadap gangguan-
gangguan hygiene dan kesehatan masyarakat
• Peraturan menteri perburuhan tahun 1964, tentang syarat-syarat kebersihan dan
kesehatan tempat kerja
• Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 2 tahun 1970, tentang panitia pembina
K-3
• Peraturan Menteri Tenaga kerja nomor 01/Men/1980, tentang Keselamatan
dankesehatan kerja pada pekerjaan bangunan konstruksi
• Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 98/KPTS/1979 tentang
penggunaan surat ijin mengemudi peralatan , poster dan buku keselamatan dan
kesehatan kerja di lingkungan departemen Pekerjaan Umum
• Keputusan menteri Tenaga Kerja nomor 155/Men/1987
• Keputuan Bersama menteri Tenaga Kerja dan Menteri PU nomor
Kep.174/MEN/86 dan nomor 104/KPTS/1986, tentang pedoman keselamatan
dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan konstruksi
• UU RI nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja
• Keputusan Presiden nomor 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat
kerja
• Keputusan Menteri Tenaga Kerja Kep.196/men/1999 tentang pelanggaran
jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan, dan
perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi
• UU RI nomor 19 tahun 1999, tentang pengesahan ILO convention no. 105
concerning abolition of forced labour (konvensi ILO mengenai penghapusan
kerja paksa)
• UU RI nomor 20 tahun 1999, tentang pengesahan ILO convention no. 138
concerning minimum age for admission to employment (konvensi ILO mengenai
usia minimum untuk diperbolehkan bekerja)
• UU RI nomor 21 tahun 1999, tentang pengesahan ILO convention no. 111
concerning discrimination in respect of employment and occupation (konvensi
ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabata)
• UU RI nomor 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan, terutama pada paragraf 5
pasal 86 dan 87

Salah satu contoh dari dasar hukum K3 yaitu:

Pasal 86 UU RI no.13 th.2003 di atas.


• Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
 Keselamatan dan kesehatan kerja
 Moral dan kesusilaan
 Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-

46
nilai agama
• Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja
• Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 dilaksanakan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 87 UU RI no.13 th.2003


• Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan
• Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dengan peraturan pemerintah

UU RI NO. 18 Tahun 1999


• Peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional memerlukan iklim usaha
yang kondusif, yakni terbentuknya kepranataan usaha salah satunya adalah
terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi K-3 dan jaminan
sosial (penjelas pada point 5)
• Kenyataan yang ada dalam industri konstruksi adanya dua pihak yang mempunyai
kepentingan masing yang berada pada kutub yang berbeda. Pihak pertama adalah
pemerintah yang menekankan faktor manusia menjadi faktor yang penting untuk
diperhatikan K-3 serta jaminan sosialnya. Pihak yang lain pengusaha yang
menghendaki barang atau usaha mereka tetap terjaga dalambentuk nilai-nilai
ekonomi

Tujuan Dasar Hukum K3


• Agar masyarakat industri memiliki pandangan dan pengertian bahwa ketentuan
mengenai K-3 berdasarkan aturan yang kuat dan berlaku nasional
• Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pedoman wajib dilaksanakan disetiap
tempat kerja konstruksi agar ada kepastian perlindungan kerja guna mencapai
efektivitas pelaksanaan/aplikasi K-3 ditempat kerja
• Penguasaan materi sangat diperlukan baik oleh pemberi tugas, pelaksana kerja,
para pekerja termasuk operator peralatan konstruksi dan pihak-pihak yang
berkepentingan

Landasan Hukum K3
• Konvensi internasional tentang perlindungan terhadap tenaga kerja
• Peraturan perundang-undangan K-3
• Pedoman pelaksanaan K-3

47
Konvensi Inernasional
• Sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, yang sangat menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, maka pemerintah Indonesia atas nama bangsa
Indonesia telah turut meratifikasi konvensi internasional tentang perlindungan
tenaga kerja
• Kewajiban moral bagi bangsa Indonesia untuk secara aktif melaksanakan
perlindungan terhadap tenaga kerja, salah satu wujud dari perlindungan tenaga
kerja adalah melaksanakan program K-3

48
BAB. 4 KESEHATAN KERJA

Kesehatan kerja merupakan masalah setiap individu karena bekerja dibutuhkan


semua orang sebagai sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejak
lama diketahui bahwa bekerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan atau
penyakit. Sebaliknya, kesehatan dapat mengganggu pekerjaan

Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan


fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja yang setinggi-tingginya.
Mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan;
perlindungan pekerja dari faktor risiko pekerjaan yang merugikan kesehatan.
penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan
dengan kapabilitas fisiologi dan psikologinya

Definisi Kesehatan Kerja di atas menyiratkan pemeliharaan dan peningkatan


kesehatan pekerja agar tidak sakit, jauh lebih luas daripada sekedar menyembuhkan
penyakit. membina kesehatan masyarakat pekerja dan menciptakan pekerja yang
sehat dan produktif

Menurut UU Pokok Kesehatan RI No. 9 Th. 1960 Bab I Pasal II ,Kesehatan


Kerja adalah suatu kondisi Kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja
memperoleh derajat Kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani ,rohani
maupun social, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit
atau gangguan kesehatan
Jadi Kesehatan kerja adalah adanya jaminan kesehatan, keselamatan dan
kesejahteraan pada saat melakukan pekerjaan

Kesehatan Kerja mencapai tiga tujuan:


1) Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan pekerja dan kapasitas kerjanya
2) Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi K3
3) Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang
mendukung K3

Jadi Kesehatan Kerja itu bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit dan
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental


dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi
dengan lingkungan dan pekerjaannya. Sehat merupakan hak azazi manusia yang
bersifat universal, karena setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Batasan “sehat” yang menjadi tujuan

49
Kesehatan Kerja, bukan saja sehat secara fisik, mental dan sosial sesuai yang
didefinisikan WHO pada tahun 1948, tetapi juga sehat secara spiritual

Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi individu


Secara umum, pengertian dari kesehatan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk
memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan
memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Kesehatan merupakan upaya kita untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat
dan aman, sehingga dapat mengurangi probabilitas kecelakaan kerja /penyakit akibat
kelalaian yang mengakibatkan demotivasi dan dan defisiensi produktivitas kerja.

Lingkupnya diperluas untuk mencegah penyakit dengan cara: (1) penempatan


pekerja pada pekerjaan/jabatan yang sesuai (fit) dengan status kesehatan dan
kapasitas kerjanya. (2) program promosi kesehatan pekerja; (3) perbaikan lingkungan
kerja; (4) perbaikan pekerjaan; (5) pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan
budaya bekerja.; dan (6) surveilans kesehatan pekerja

Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut.

1. Sasarannya adalah manusia.


2. Bersifat medis.

Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau material-
material yang digunakan, memiliki resiko masing-masing terhadap kesehatan
pekerja. Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami karakteristik
material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap material tersebut
untuk meminimal resiko material terhadap kesehatan.

Ridley (2006) mengatakan bahwa Pentingnya kesehatan kerja sangat diperlukan


dalam keberlangsungan hidup seorang manusia khususnya dalam melakukan sebuah
pekerjaan. Untuk dapat menikmati hidup diperlukan tubuh yang kuat tentunya
kesehatan yang bagus demi hidup yang berkualitas tetapi jalannya sebuah
organisasi baik perusahaan ataupun instansi sebuah pekerjaan sangat ditunjang
pada kesehatan para pekerjanya oleh karena itu produktivitas suatu pekerjaan sangat
berkaitan dengan kesehatan pekerjanya.

Menurut Johana (2010) di dalam sebuah pekerjaan sangat diprioritaskan bahwa


tingkat kesehatan pekerja harus diperhatikan bertujuan untuk:

1. Meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-


tingginya dari segi fisik, mental, hingga sosial dalam usaha pencegahan penyakit
akibat kerja yang berdampak pada kesehatan pekerja.

50
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pekerja.
3. Melindungi pekerja dari potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat
suatu pekerjaan.

Adapun faktor-faktor dari kesehatan kerja yang meliputi (Manullang, 1990):

1. Lingkungan kerja secara medis Dalam hal ini lingkungan kerja secara medis dapat
dilihat dari sikap perusahaan dalam menangani hal-hal sebagai berikut:
a) Kebersihan lingkungan kerja
b) Suhu udara ventilasi di tempat kerja
c) Sistem pembuangan sampah dan limbah industri
2. Sarana kesehatan tenaga kerja upaya-upaya dari perusahaan untuk meningkatkan
kesehatan dari tenaga kerjanya. Dapat dilihat dari:
a) Penyediaan air bersih
b) Sarana olahraga dan kesempatan rekreasi
c) Sarana kamar mandi dan wc
3. Pemeliharaan kesehatan tenaga kerja Upaya-upaya perusahaan untuk memelihara
kesehatan tenaga kerjanya supaya bekerja dengan lebih baik yaitu:
a) Pemberian makanan yang bergizi
b) Pelayanan kesehatan tenaga kerja
c) Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
4. Menempatkan pekerja pada lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik dan
mental pekerja yang bersangkutan bertujuan untuk produktivitas pekerja.

Fungsi Dari Kesehatan Kerja


 pencegahan pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
 pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi dan kerja.
 perlindungan bagi masyarakat sekitar.

Yang harus diperhatikan dalam kesehatan kerja adalah :


 Kembangkan sikap tanggung jawab atas keselamatan diri.
 Biasakan menjaga kebersihan di area kerja dari kotoran/material.
 Pakailah pakaian keselamatan kerja, tidak terlalu longgar untuk menghindari
terjerat mesin yang berputar.
 Gunakan safety shoes.
L. Meily Kurniawidjaja*
Sistem kesehatan kerja merupakan kegiatan pengendalian risiko kesehatan yang
mencakup rekognisi hazard, penilaian risiko dan intervensi risiko.
Sistem kesehatan kerja dibangun di atas empat komponen yang sama, dengan
melakukan serangkaian upaya kesehatan kerja, agar setiap komponen menjadi sehat.

51
Dengan mengenal /rekognisi hazard yang bersumber dari:
(1) perilaku hidup, perilaku bekerja, kapasitas kerja dan status kesehatan pekerja,
(2) lingkungan kerja,
(3) pekerjaan, serta
(4) pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja.

Perilaku kesehatan adalah faktor risiko perilaku hidup dan perilaku bekerja yang
berpotensi menimbulkan risiko penyakit degeneratif dan atau Penyakit Akibat Kerja
(PAK) atau Penyakit Terkait Kerja (PTK) pada populasi pekerja. Sedangkan risiko
kesehatan di tempat kerja dapat bersumber dari lingkungan, pekerjaan,
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja

UNDANG- UNDANG KESEHATAN KERJA

Dasar hukum dari kesehatan kerja ada pada pondasi konstitusi negara yaitu Undang-
undangDasar 1945 Pasal 28,yang menyatakan
“ setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan”
Ini berarti setiap warga negara berhak mendapat pelayanan kesehatan yang layak dan
mudahdijangkau sehingga kesehatan setiap warga negara terjamin.

UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memandang upaya


kesehatan kerja sangat penting untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan. Oleh karena itu kesehatan kerja diatur dalam bab tersendiri, yaitu Bab XII
yang terdiri dari Pasal 164 sampai dengan Pasal166.Upaya kesehatan kerja meliputi
pekerja di sektor formal, yaitu pekerja yang bekerja dalamhubungan kerja dan
informal, yaitu pekerja yang bekerja di luar hubungan kerja. Upayakesehatan kerja
dimaksud berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungantempat
kerja.Upaya kesehatan kerja sebagaimana tersebut di atas berlaku juga bagi
kesehatan pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia, baik darat, laut, maupun uda
ra, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemerintah menetapkan standar kese
hatan kerja yang berlaku bagi upaya kesehatan.

Kewajiban Pengelola Tempat Kerja

UU Kesehatan menentukan 3 kewajiban pengelola tempat kerja, yaitu:


1. Menaati standar kesehatan kerja yang ditetapkan oleh Pemerintah dan
menjaminlingkungan kerja yang sehat; serta
2. Bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai
denganketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,
peningkatan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja

52
Pekerja diwajibkan oleh UU Kesehatan untuk menciptakan dan menjaga kesehatan
tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
UU Kesehatan juga menentukan bahwa hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik
dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi yang
bersangkutan
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai langkah preventif dalam pemilihan calon
pegawai untukmemperoleh pegawai/pekerja yang memenuhi standar kesehatan yang
ditentukan, sehingga produktifitas pekerja optimal.

Kewajiban Majikan atau Pengusaha

UU Kesehatan menentukan 3 kewajiban majikan atau pengusaha, yaitu:


1. Menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan
dan pemulihan;
2. Menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja; dan
3. Menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh
poekerjasesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya ditentukan bahwa Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan
untuk perlindungan pekerja sebagaimana tersebut di atas. Tidak ada penjelasan meng
enai caramemberikan dorongan dan bentuk bantuan yang diberikan oleh Pemerintah.

Kesehatan Kerja Menurut UU Ketenagakerjaan

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) juga


mengatur ikhwal kesehatan kerja dalam satu paragraf dengan keselamatan kerja.
Pengaturan dalam Pasal 86 dan87 UU Ketenagakerjaan sangat sumir

Dalam passal tersebut antara lain ditentukan sebagai berikut:


1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatandan kesehatan kerja;
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yangoptimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
3. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerjayang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

53
BAB. 4 KONSEP BAHAYA DAN RISIKO

Risiko K3 adalah perpaduan antara peluang dan frekuensi terjadinya


peristiwa K3 dengan akibat yang ditimbulkannya dalam kegiatan konstruksi.
pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda,
jiwa manusia, dan lingkungan serta terganggunya kegiatan konstruksi.

Penilaian Tingkat Risiko K3 Konstruksi dapat dilakukan dengan


memadukan nilai kekerapan/frekuensi terjadinya peristiwa bahaya K3 dengan
keparahan/kerugian/dampak kerusakan yang ditimbulkannya.

Setiap aktivitas mengandung risiko untuk berhasil atau gagal. Risiko adalah
kombinasi dari kemungkinan dan keparahan dari suatu kejadian. Semakin besar
potensi terjadinya suatu kejadian dan semakin besar dampak yang ditimbulkannya,
maka kejadian tersebut dinilai mengandung risiko tinggi.
Dalam aspek K3, risiko biasanya bersifat negative seperti cedera, kerusakan atau
gangguan operasi. Risiko yang bersifat negative harus dihindarkan atau ditekan
seminimal mungkin

Risiko K3 Konstruksi adalah ukuran kemungkinan kerugian terhadap keselamatan


umum, harta benda, jiwa manusia dan lingkungan yang dapat timbul dari sumber
bahaya tertentu yang terjadi pada pekerjaan konstruksi

Manajemen Resiko Konstruksi Proyek


Pengertian Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komperhensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik.
Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari
kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko dan mengendalikan risiko.

Risiko telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Sejak hidup di muka bumi,
manusia dihadapkan pada berbagai resiko. Manusia purba misalnya, menghadapi
resiko yang berasal dari alam, seperti ancaman binatang buas, kondisi lingkungan
alam yang ganas dan bencana yang mengancam. Banyak orang yang tidak menyadari
dalam kehidupan sehari-hari mereka telah menjalankan konsep manajemen risiko

Tujuan dan sasaran manajemen risiko K3 adalah terciptanya manajemen risiko


K3 yang harus melibatkan seluruh elemen pekerja sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menciptakan lingkungan
kerja yang aman, efisien dan produktif.

54
3 Jenis Kecelakaan Fatal Yang Utama Pada Industri Kondtruksi
 Jatuh dari ketinggian
 Terbentur oleh benda jatuh
 Tertimpa, menabrak, terbentur benda

Dengan melaksanakan manajemen risiko diperoleh berbagai manfaat antara lain:


1. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan
yang mengandung bahaya.
2. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan.
3. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan
dan keamanan investasinya.

Manajemen Risiko mencakup langkah sebagai berikut:


a. Menentukan konteks
b. Identifikasi Risiko
c. Penilaian Risiko Pelatihan SMK3 Konstruksi Manajemen Resiko Pusdiklat SDA
dan Konstruksi 7
d. Analisa Risiko
e. Evaluasi Risiko
f. Pengendalian Risiko
g. Komunikasi dan Konsulatasi
h. Pemantauan dan Tinjau Ulang
i. Identifikasi risiko

Berikut langkah-langkah identifikasi bahaya dan penilaian risiko berdasarkan


standar OSHA, di antaranya:

1. Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja. ...
2. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya yang ada di
tempat kerja. ...
3. Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja

Pengendalian Risiko
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan
tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman).
Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan,
administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang terdapat pada tabel berikut ini.

Alternatif Tindakan Pengendalian


• Eliminasi : Peniadaan kondisi dan tindakan berbahaya
• Substitusi : Penggantian suatu kondisi, bahan dan tindakan yang berbahaya
dengan yang lebih aman dan sehat
55
• Rekayasa : Penggunaan teknologi dan metode kerja paling tepat untuk
meminimalisir risiko
• Administratif : Penggunaan sistem dan prosedur ijin kerja yang ketat dan terko-
ordinasi
• Perlindungan : Penggunaan Alat Pelindung Diri yang tepat, agar pekerja ter-
lindung dari paparan bahaya dan risiko cedera/sakit akibat kerja

Penetapan Pengendalian risiko yaitu Segala Upaya untuk meniadakan risiko


Melakukan pengendalian risiko K3 konstruksi, termasuk inspeksi yang meliputi:
1. Tempat kerja
2. Peralatan kerja
3. Cara Kerja
4. Alat Pelindung Kerja
5. Alat Pelindung Diri
6. Rambu-rambu dan
7. Lingkungan kerja konstruksi sesuai K3

PENGERTIAN Analisa Risiko / Risk Analysis


Kegiatan yang menguraikan suatu risiko dengan cara menentukan besarnya
kemungkinan/probability dan tingkat keparahan dari akibat/consequences suatu
risiko bahaya.

Penilaian Risiko/Risk Assessment


Menilai suatu risiko dengan cara membandingkannya terhadap tingkat standar risiko
yang telah dapat ditoleransi/ditetapkan Penilaian Risiko/Risk Assessment Segala
Upaya untuk meniadakan risiko Penetapan Pengendali

Dalam bidang K3, identifikasi risiko disebut juga identifikasi bahaya, sedangkan di
dalam bidang lingkungan disebut identifikasi dampak atau identifikasi aspek
lingkungan. Pada tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua kemungkinan
bahaya atau adanya risiko yang mungkin terjadi dilingkungan kegiatan dan
bagaimana dampak atau keparahannya jika terjadi. Manajemen risiko dapat
diterapkan di setiap level organisasi. Manajemen risiko juga dapat diterapkan di level
strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada proyek
yang spesifik, untuk membantu proses pengambilan keputusan ataupun untuk
pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.

Tahap Penilaian Risiko


1. Identifikasi Risiko. . ...
2. Analisis Risiko. ...
3. Evaluasi Risiko.

56
Faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian risiko di
tempat kerja, Informasi dapat dicari di sumber berikut:
 Data teknis peralatan, bahan, atau zat yang digunakan di tempat kerja;
 Prosedur teknologi dan manual kerja;
 Hasil pengukuran faktor berbahaya, atau berbahaya dan berat di tempat kerja;
 Catatan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja;
 Spesifikasi sifat bahan kimia;

Untuk menilai risiko pekerjaan di tempat kerja yang perlu diketahui:

 Di mana tempat kerja dan / atau pekerjaan yang dilakukan berada;


 Yang bekerja di sana: berikan perhatian khusus kepada mereka yang bahaya
pekerjaannya mungkin lebih parah dari biasanya, seperti wanita hamil,
pekerja muda atau pekerja penyandang disabilitas. Ingat juga tentang pekerja
paruh waktu, subkontraktor dan pengunjung, dan karyawan yang bekerja di
luar lokasi (termasuk pengemudi, mereka yang mengunjungi rumah klien
atau pelanggan, dll.);
 Peralatan kerja, bahan, dan proses apa yang digunakan;
 Tugas apa yang dilaksanakan (misalnya, dengan cara apa dan untuk berapa
lama dilakukan);
 Bahaya apa yang telah diidentifikasi, dan apa sumbernya;
 Apa konsekuensi potensial dari bahaya yang ada;
 Tindakan perlindungan apa yang digunakan;
 Kecelakaan, penyakit akibat kerja dan kejadian buruk lainnya yang telah
dilaporkan;
 Persyaratan hukum dan lainnya yang terkait dengan tempat kerja.

Lima Langkah Melakukan Penilaian Risiko di Tempat Kerja

Langkah 1. Mengumpulkan iInformasi


Untuk menilai risiko pekerjaan di tempat kerja yang perlu diketahui:

 Di mana tempat kerja dan / atau pekerjaan yang dilakukan berada;

 Yang bekerja di sana: berikan perhatian khusus kepada mereka yang bahaya
pekerjaannya mungkin lebih parah dari biasanya, seperti wanita hamil , pekerja
muda atau pekerja penyandang disabilitas. Ingat juga tentang pekerja paruh
waktu, subkontraktor dan pengunjung, dan karyawan yang bekerja di luar
lokasi (termasuk pengemudi, mereka yang mengunjungi rumah klien atau
pelanggan, dll.);

57
 Peralatan kerja, bahan, dan proses apa yang digunakan;
 Tugas apa yang dilaksanakan (misalnya, dengan cara apa dan untuk berapa
lama dilakukan);
 Bahaya apa yang telah diidentifikasi, dan apa sumbernya;
 Apa konsekuensi potensial dari bahaya yang ada;
 Tindakan perlindungan apa yang digunakan;
 Kecelakaan, penyakit akibat kerja dan kejadian buruk lainnya yang telah
dilaporkan;
 Persyaratan hukum dan lainnya yang terkait dengan tempat kerja.

Informasi dapat dicari di sumber berikut:

 Data teknis peralatan, bahan, atau zat yang digunakan di tempat kerja;
 Prosedur teknologi dan manual kerja;
 Hasil pengukuran faktor berbahaya, atau berbahaya dan berat di tempat kerja;
 Catatan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja;
 Spesifikasi sifat bahan kimia;
 Peraturan hukum dan standar teknis;
 Literatur ilmiah dan teknis.

Informasi juga dapat diperoleh dengan:

 Mengamati lingkungan kerja;


 Mengamati tugas yang dilakukan di tempat kerja;
 Mengamati tugas yang dilakukan di luar tempat kerja;
 Mewawancarai karyawan;
 Mengamati faktor-faktor eksternal yang mungkin berdampak pada tempat
kerja (misalnya, tugas yang dilakukan oleh pihak ketiga, kondisi cuaca).

Langkah 2. Identifikasi bahaya

Untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja gunakan DAFTAR PERIKSA


UMUM (Ceklis):
 Jika Anda tahu bahwa ada bahaya centang “YA”
 Jika Anda tahu bahwa bahaya tidak ada, centang “TIDAK”
 Jika Anda tidak yakin apakah ada bahaya:

Gunakan DAFTAR PERIKSA KHUSUS BAHAYA, jika tidak ada daftar periksa
khusus bahaya yang ditunjukkan dari DAFTAR PERIKSA UMUM, informasi lebih
lanjut dapat dicari di situs web atau otoritas nasional, atau meminta bantuan
penasehat keselamatan dan kesehatan kerja setempat.

58
Langkah 3. Lakukan penilaian risiko yang timbul dari bahaya

Untuk setiap bahaya yang teridentifikasi:


Tentukan apakah risiko kecil, sedang, atau tinggi dengan mempertimbangkan
kemungkinan dan tingkat keparahan bahaya yang dapat disebabkan oleh bahaya.
Gunakan matriks risiko.

 Sangat tidak mungkin: tidak boleh terjadi selama karir pekerjaan seorang
karyawan.
 Kemungkinan: mungkin terwujud hanya beberapa kali selama karir pekerjaan
seorang karyawan.
 Sangat mungkin: dapat terjadi berulang kali selama karir pekerjaan seorang
karyawan.
 Cukup berbahaya: kecelakaan dan penyakit yang tidak menyebabkan tekanan
yang berkepanjangan (seperti luka kecil, iritasi mata, sakit kepala, dll.).
 Berbahaya sedang: kecelakaan dan penyakit yang menyebabkan tekanan
sedang, tetapi berkepanjangan atau berulang secara berkala (seperti luka, patah
tulang sederhana, luka bakar derajat dua pada permukaan tubuh yang terbatas,
alergi kulit, dll.).
 Sangat berbahaya: kecelakaan dan penyakit yang menyebabkan penderitaan
berat dan permanen dan / atau kematian (misalnya, amputasi, patah tulang
kompleks yang menyebabkan kecacatan, kanker, luka bakar derajat dua atau
tiga pada permukaan tubuh yang besar, dll.).

Memutuskan apakah risiko yang timbul dari bahaya dapat diterima atau tidak dapat
diterima. Secara umum:

 Risiko tinggi tidak dapat diterima,


 Risiko kecil dan menengah dapat diterima. Jika persyaratan hukum tidak
dipatuhi, risiko tidak dapat diterima!

INGAT: Penilaian risiko harus selalu dilakukan dengan keterlibatan aktif karyawan.
Saat memutuskan tentang akseptabilitas risiko, perhatikan masukan mereka, dan
perhatikan jenis kelamin, usia, serta kesehatan karyawan untuk siapa penilaian
dilakukan.

Langkah 4. Rencanakan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi


risiko yang timbul dari bahaya itu?

 Jika risiko tinggi dan dinilai sebagai tidak dapat diterima, tindakan untuk
menguranginya perlu segera diambil.

59
 Jika risiko sedang dan dinilai dapat diterima, direkomendasikan untuk
merencanakan tindakan untuk mengurangi tingkatnya.
 Jika risiko kecil dan dinilai dapat diterima, perlu dipastikan bahwa risiko akan
tetap pada tingkat yang sama. Tindakan pencegahan dan perlindungan harus
diterapkan dengan urutan prioritas berikut: 1.
1. Menghilangkan bahaya / risiko,
2. Meminimalkan bahaya / risiko, melalui tindakan organisasi,
3. Meminimalkan bahaya / risiko, melalui tindakan perlindungan kolektif
4. Mengurangi risiko, melalui alat pelindung diri yang sesuai

Langkah 5 Rencanakan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi


risiko yang timbul dari bahaya itu

 Jika risiko tinggi dan ancaman sebagai tidak dapat diterima, tindakan untuk
menguranginya perlu segera diambil.
 Jika risiko sedang dan dapat diterima, mempertimbangkan untuk
merencanakan tindakan untuk mengurangi tingkatnya.
 Jika risiko kecil dan dapat diterima, perlu dipastikan bahwa risiko akan tetap
pada tingkat yang sama. Tindakan pencegahan dan perlindungan harus
diterapkan dengan urutan prioritas berikut:
1. Menghilangkan bahaya / risiko,
2. Tindakan bahaya / risiko, organisasi organisasi,
3. Tindakan berbahaya / risiko, tindakan perlindungan kolektif
4. Mengurangi risiko, melalui alat pelindung diri yang sesuai

Penetapan Pengendalian risiko yaitu Segala Upaya untuk meniadakan risiko


Melakukan pengendalian risiko K3 konstruksi, termasuk inspeksi yang meliputi:
1. Tempat kerja
2. Peralatan kerja
3. Cara Kerja
4. Alat Pelindung Kerja
5. Alat Pelindung Diri
6. Rambu-rambu dan
7. Lingkungan kerja konstruksi sesuai RK3

60
BAB. 5 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA (SMK3)

Langkah dalam pendekatan modern mengenai pengelolaan K3 dimulai dengan


diperhatikannya dan diikutkannya K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan.
Dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh perusahaan, maka mulailah
diterapkan manajemen risiko, sebagai inti dan cikal bakalnya SMK3. Manajemen
risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen
manajemen dan seluruh pihak yang terkait.

Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber accident harus teridentifikasi, kemudian
diadakan perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir
adalah pengontrolan risiko. Di tahap Pengontrolan risiko inilah, peran manajemen
seangat penting karena pengontrolan risiko membutuhkan ketersediaan semua
sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dan hanya manajemen yang sanggup
memenuhi ketersediaan ini.

Pengertian Sistem Manajemen K3

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif.

Tujuan dari penerapan SMK3 diantaranya adalah: mencegah dan mengurangi


kecelakaan kerja dan Penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/serikat buruh. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja yang terencana terukur, terstruktur, dan terintegrasi

Definisi SMK3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012


Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
mendefinisikan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
selanjutnya disingkat SMK3 adalah sebagai bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif

61
Tujuan dan Sasaran SMK3 sesuai Penmenaker adalah menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja. kondisi kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah
dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya kerja yang
aman

Prinsip Dasar Sistem Manajemen ini (SMK3) ada lima tahapan yang harus
dilaksanakan , meliputi:
 Komitmen dari Pimpinan tentang SMK3.
 Perencanaan K3.
 Implementasi /Pelaksanaan Rencana K3.
 Pengukuran/Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3.
 Peninjauan ulang dan perbaikan atau Peningkatan kinerja SMK3.
Tujuan dari SMK3
1. Untuk meningkatkan efektif dari perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang terencana, terstruktur serta terintegritasi.
2. Untuk mencegah dan mengurangi terjadinya sebuah kecelakaan kerja atau
penyakit yang juga bisa terjadi akibat pekerjaan

Siapa yang membuat SMK3


Untuk mendapatkan SMK3, perusahaan diwajibkan menyusun Rencana
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3), dalam menyusun rencana K3 tersebut,
pengusaha melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja(P2K3), Wakil Pekerja dan Pihak Lain yang terkait.

Siapa yang Wajib Menerapkan SMK3


(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:
a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

Dasar Hukum Penerapan SMK3


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Permenaker No.
5/1996 adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia, yang merupakan penjabaran dari UU No. 1 Tahun 1970
dan dituangkan kedalam suatu Peraturan Menteri.
Dasar Hukum

62
a) UU No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
b) PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, sebagaimana
terakhir diubah dengan PP No. 54 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas PP
No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
c) Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
sebagaimana terakhir diubah dengan Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
d) PERMEN PUPR No. 15/PRT/M/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
kementrian PUPR
e) PERMEN PU Nomor 06/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pengawasan
Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
f) PERMEN PU Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja PUPR
g) PERMEN PU Nomor 24/PRT/M/2014 tentang Pedoman Pelatihan Berbasis
Kompetensi Bidang Jasa Konstruksi
h) PERMENPAN Nomor PER/03.1/M.PAN/3/2007 tentang Kebijakan
Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah Tahun 2007-2009
i) PERMENAKER No. Per 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Pada Konstruksi Bangunan
j) PERMENAKER No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indikator Hasil Belajar:

Pengembangan Sistem Manajemen K3

Pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bisa dilihat


sebagaimana uraian berikut.
a) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Permenaker No.
5/1996 adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia, yang merupakan penjabaran dari UU No. 1 Tahun
1970 dan dituangkan kedalam suatu Peraturan Menteri. Sistem ini terdiri dari 12
elemen yang terurai ke dalam 166 kriteria.

Penerapan terhadap SMK3 ini dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:


1) Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus
menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) kriteria
2) Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus
menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria
3) Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus
menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kriteria. Keberhasilan
penerapan SMK3 di tempat kerja diukur dengan cara berikut:
(a) Untuk tingkat pencapaian penerapan 0% - 59% dan pelanggaran
peraturan perundangan akan dikenai tindakan hukum
63
(b) Untuk tingkat pencapaian penerapan 60%-84% diberikan sertifikat dan
bendera perak
(c) Untuk tingkat pencapaian penerapan 85%-100% diberikan sertifikat
dan bendera emas MODUL 4 PEMAHAMAN SMK3K PUSAT
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN
KONSTRUKSI 9 Sistem ini bisa digunakan untuk semua jenis industri,
berupa industri manufaktur, industri jasa konstruksi, industri produksi.

b) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi OHSAS18001:1999


(Occupational Health and Safety Assessment Series 18001:1999), Guidelines for
the implementation of OHSAS 18001:1999 (OHSAS18002:2000) adalah sistem
manajemen K3 yang dirumuskan oleh 13 organisasi internasional dengan
menggunakan 10 standar K3 di beberapa negara. Sistem ini terdiri dari 4 klausul
besar yang terurai kedalam 9 sub klausul standar ini dikembangkan sebagai reaksi
atas kebutuhan masyarakat/ institusi yang sangat mendesak, sehingga institusi
tersebut bisa melaksanakan manajemen K3 dengan standar tertentu, terhadap
institusi tersebut bisa dilakukan audit serta mendapatkan sertifikatnya. Demikian
juga terhadap auditornya juga akan mempunyai standar panduan dalam
melaksanakan kegiatan auditnya. Sistem OHSAS 18001:1999 dikembangkan
kompatibel dengan standar sistem ISO 9001:1994 (Quality) dan standar sistem
ISO 14001:1996 (Environmental), dengan tujuan sebagai fasilitas integrasi antara
quality, environmental dan occupational health and safety management system.

c) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi COHSMS


(Construction Industry Occupational Health and Safety Management Systems)
adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Japan Construction Safety
and Health Association (JCSHA), yaitu suatu asosiasi perusahaan jasa konstruksi
di Jepang. COHSMS merupakan standar K3 khusus ditujukan bagi perusahaan
yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Sistem ini terdiri dari 11 elemen dasar
bagi lokasi kerja dan 17 elemen dasar bagi kantor Pembangunan K3 berdasarkan
COHSMS dilakukan secara mandiri berdasar keinginan dari perusahaan
konstruksi itu sendiri. Pembangunan sistem, pelaksanaan dan operasi sistem,
pengawasan sistem dan review sistem seluruhnya dilakukan dengan memasukkan
pendapat dari pekerja, sehingga merupakan sistem dengan pelaksanaan mandiri
dimana sistem tersebut dilakukan oleh perusahaan konstruksi itu sendiri sebagai
tanggung jawab perusahaan konstruksi.

Elemen Dalam Sistem Manajemen K3


Bila dilihat secara lebih mendalam, ketiga sistem manajemen K3 sebagaimana
mempunyai esensi isi sama, yang dimulai dengan perencanaan, dilanjutkan dengan
pelaksanaan, pengontrolan dan perbaikan yang berkelanjutan.
a) Lingkup SMK3 (ketiga sistem yang ada) mengandung persyaratan-persyaratan
dalam sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga suatu organisasi bisa
64
menggunakannya untuk mengontrol resiko dan melakukan perbaikan
berkesinambungan terhadap prestasi kerjanya.
Spesifikasi dalam SMK3 bisa diterapkan oleh berbagai jenis organisasi dengan
tujuan:
1) Membangun sistem K3 dalam rangka meminimalisir secara maksimal, bila
memungkinkan menghilangkan suatu resiko terhadap karyawan harta benda
maupun pihak lain terkait dalam rangka pengembangan K3
2) Menerapkan, memelihara dan mewujudkan perbaikan berkesinambungan
dalam sistem K3
3) Adanya kontrol dalam hal pelaksanaan K3 terhadap kebijakan organisasi yang
telah ditetapkan
4) Mendemonstrasikan kesesuaian antara sistem K3 yang dibangun dengan
sistem lain dalam organisasi
5) Menjalani proses sertifikasi dan registrasi dalam bidang sistem K3 oleh
organisasi eksternal (auditor).
Pengembangan dalam pelaksanaan sistem K3 akan tergantung faktorfaktor
tertentu, misalnya kebijakan K3 dalam organisasi, sifat aktifitasnya, tingkat resiko
yang dihadapi dan tingkat kompleksitas operasional organisasi. Sebagaimana
diterangkan didepan bahwa, pada dasarnya secara umum ketiga sistem dari SMK3
yang dimaksud diatas mengandung 5 prinsip dasar yang sama yang terdiri dari 5
(lima) prinsip dasar (elemen utama) yaitu: (a) Kebijakan K3 (b) Perencanaan
(Planning) (c) Penerapan dan Operasi (Implementation and Operation)
(d) Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan (Checking and Corrective Action) (e)
Perubahan Perbaikan Berkelanjutan

Dasar Hukum :

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012.

Kini, Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan Kontraktor di Indonesia wajib


menerapkan K3 Konstruksi atau Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan
Kerja (SMK3) di Perusahaannya. Kewajiban ini berlaku bagi perusahaan yang
mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang atau mempunyai
tingkat potensi bahaya tinggi.

SMK3 merupakan standarisasi yang diadopsi dari Standar Australia


AS4801. SMK3 sama dengan Occupational Health and Safety Assessment Series
(OHSAS) 45001.

Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(SMK3)

65
1. Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3 dengan cara : terencana,
terukur, terstruktur, terintegrasi
2. Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja,
dengan melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja

Perusahaan yang telah melaksanakan penerapan SMK3 ini, selanjutnya dilakukan


penilaian penerapan SMK3 melalui Audit Eksternal oleh lembaga audit yang telah di
akreditasi atau ditunjuk oleh Menteri.

Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU ditetapkan berdasarkan potensi


bahaya, yaitu:
NILAI
NO POTENSI JUMLAH
KONTRAK
PENGGUNAAN TENAGA KERJA
1 Bahaya Tinggi > 100 Orang > Rp 100 Milyar

2 Bahaya Rendah < 100 Orang < Rp 100 Milyar

Perusahaan yang menerapkan SMK3 ini akan memiliki 5 (lima) Prinsip Dasar
SMK3, yaitu :
1. Dasar Penetapan Kebijakan, yang meliputi pembangunan & pemeliharaan
dokumen

2. Dasar Perencanaan K3, meliputi pembuatan & pendokumentasion rencana K3

3. Pelaksanaan K3, meliputi pengendalian perancangan & pengendalian


kontrak, pengendalian dokumen, pembelian & pengendalian produk,
keamanan bekerja berdasarkan SMK3, pengelolaan materi & perpindahannya
4. Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3, meliputi standar pemantauan
pengumpulan & penggunaan data, serta pemeriksaan SMK3
5. Peninjauan & Peningkatan Kinerja SMK3, meliputi pelaporan &
perbaikan kekurangan

Untuk mendapatkan SMK3, perusahaan diwajibkan menyusun Rencana Keselamatan


& Kesehatan Kerja (K3), dalam menyusun rencana K3 tersebut, pengusaha

66
melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja(P2K3),
Wakil Pekerja dan Pihak Lain yang terkait.

Penerapan SMK3 bertujuan untuk: meningkatkan efektifitas perlindungan


keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegrasi; mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh; serta

Lima Prinsip SMK3


a. Penetapan kebijakan K3
b. Perencanaan K3
c. Pelaksanaan Rencana K3
d, Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
e. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3

Pengertian Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk


mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komperhensif,
terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik.

Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari
kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko dan mengendalikan risiko.

Manajemen Resiko Konstruksi Proyek

Risiko telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Sejak hidup di muka bumi,
manusia dihadapkan pada berbagau resiko. Manusia purba misalnya, menghadapi
resiko yang berasal dari alam, seperti ancaman binatang buas, kondisi lingkungan
alam yang ganas dan bencana yang mengancam. Banyak orang yang tidak menyadari
dalam kehidupan sehari-hari mereka telah menjalankan konsep manajemen risiko

Tujuan dan sasaran manajemen risiko K3 adalah terciptanya manajemen risiko


K3 yang harus melibatkan seluruh elemen pekerja sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan menciptakan lingkungan kerja
yang aman, efisien dan produktif.

Dengan melaksanakan manajemen risiko diperoleh berbagai manfaat antara lain:

67
1. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang
mengandung bahaya.
2. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan.
3. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan dan
keamanan investasinya.

Manajemen Risiko mencakup langkah sebagai berikut:


a. Menentukan konteks
b. Identifikasi Risiko
c. Penilaian Risiko Pelatihan SMK3 Konstruksi Manajemen Resiko Pusdiklat SDA
dan Konstruksi 7
d. Analisa Risiko
e. Evaluasi Risiko
f. Pengendalian Risiko
g. Komunikasi dan Konsulatasi
h. Pemantauan dan Tinjau Ulang i. Identifikasi risiko

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari
sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan.

Tujuan dari penerapan SMK3 diantaranya adalah: mencegah dan mengurangi


kecelakaan kerja dan Penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,
pekerja/serikat buruh. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja yang terencana terukur, terstruktur, dan terintegrasi

Penerapan Sistem Manajemen ini (SMK3) ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan, meliputi:
 Penetapan Kebijakan SMK3.
 Perencanaan K3.
 Pelaksanaan Rencana K3.
 Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3.
 Peninjauan & Peningkatan kinerja SMK3.
Tujuan dari SMK3
1. Untuk meningkatkan efektif dari perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang terencana, terstruktur serta terintegritasi.
2. Untuk mencegah dan mengurangi terjadinya sebuah kecelakaan kerja atau
penyakit yang juga bisa terjadi akibat pekerjaan

Siapa yang membuat SMK3

68
Untuk mendapatkan SMK3, perusahaan diwajibkan menyusun Rencana
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3), dalam menyusun rencana K3 tersebut,
pengusaha melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja(P2K3), Wakil Pekerja dan Pihak Lain yang terkait.

Lima Prinsip SMK3


5 Prinsip SMK3:
yaitu Kebijakan K3, Perencanaan K3, Pelaksanaan K3, Pemantauan dan Evaluasi
kinerja K3, Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3.

Siapa yang Wajib Menerapkan SMK3


(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi perusahaan:
a. mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang; atau
b. mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.

Dasar Hukum Penerapan SMK3


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Permenaker No.
5/1996 adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia, yang merupakan penjabaran dari UU No. 1 Tahun 1970
dan dituangkan kedalam suatu Peraturan Menteri.
Dasar Hukum
a) UU No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
b) PP No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, sebagaimana
terakhir diubah dengan PP No. 54 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga atas PP
No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
c) Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
sebagaimana terakhir diubah dengan Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
d) PERMEN PUPR No. 15/PRT/M/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
kementrian PUPR
e) PERMEN PU Nomor 06/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pengawasan
Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
f) PERMEN PU Nomor 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja PUPR
g) PERMEN PU Nomor 24/PRT/M/2014 tentang Pedoman Pelatihan Berbasis
Kompetensi Bidang Jasa Konstruksi
h) PERMENPAN Nomor PER/03.1/M.PAN/3/2007 tentang Kebijakan
Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah Tahun 2007-2009
i) PERMENAKER No. Per 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan

69
Kerja Pada Konstruksi Bangunan
j) PERMENAKER No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indikator Hasil Belajar:

Pengembangan Sistem Manajemen K3

Pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bisa dilihat


sebagaimana uraian berikut.

a) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Permenaker No.


5/1996 adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia, yang merupakan penjabaran dari UU No. 1 Tahun
1970 dan dituangkan kedalam suatu Peraturan Menteri. Sistem ini terdiri dari 12
elemen yang terurai ke dalam 166 kriteria.

Penerapan terhadap SMK3 ini dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:


1) Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus
menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) kriteria
2) Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus
menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria
3) Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus
menerapkan sebanyak 166 (seratus enam puluh enam) kriteria. Keberhasilan
penerapan SMK3 di tempat kerja diukur dengan cara berikut:

(a) Untuk tingkat pencapaian penerapan 0% - 59% dan pelanggaran


peraturan perundangan akan dikenai tindakan hukum
(b) Untuk tingkat pencapaian penerapan 60%-84% diberikan sertifikat dan
bendera perak
(c) Untuk tingkat pencapaian penerapan 85%-100% diberikan sertifikat
dan bendera emas MODUL 4 PEMAHAMAN SMK3K PUSAT
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN
KONSTRUKSI 9 Sistem ini bisa digunakan untuk semua jenis industri,
berupa industri manufaktur, industri jasa konstruksi, industri produksi,
dll.

b) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi OHSAS18001:1999


(Occupational Health and Safety Assessment Series 18001:1999), Guidelines for
the implementation of OHSAS 18001:1999 (OHSAS18002:2000) adalah sistem
manajemen K3 yang dirumuskan oleh 13 organisasi internasional dengan

70
menggunakan 10 standar K3 di beberapa negara. Sistem ini terdiri dari 4 klausul
besar yang terurai kedalam 9 sub klausul standar ini dikembangkan sebagai reaksi
atas kebutuhan masyarakat/ institusi yang sangat mendesak, sehingga institusi
tersebut bisa melaksanakan manajemen K3 dengan standar tertentu, terhadap
institusi tersebut bisa dilakukan audit serta mendapatkan sertifikatnya. Demikian
juga terhadap auditornya juga akan mempunyai standar panduan dalam
melaksanakan kegiatan auditnya. Sistem OHSAS 18001:1999 dikembangkan
kompatibel dengan standar sistem ISO 9001:1994 (Quality) dan standar sistem
ISO 14001:1996 (Environmental), dengan tujuan sebagai fasilitas integrasi antara
quality, environmental dan occupational health and safety management system.

c) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi COHSMS


(Construction Industry Occupational Health and Safety Management Systems)
adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Japan Construction Safety
and Health Association (JCSHA), yaitu suatu asosiasi perusahaan jasa konstruksi
di Jepang. COHSMS merupakan standar K3 khusus ditujukan bagi perusahaan
yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Sistem ini terdiri dari 11 elemen dasar
bagi lokasi kerja dan 17 elemen dasar bagi kantor Pembangunan K3 berdasarkan
COHSMS dilakukan secara mandiri berdasar keinginan dari perusahaan
konstruksi itu sendiri. Pembangunan sistem, pelaksanaan dan operasi sistem,
pengawasan sistem dan review sistem seluruhnya dilakukan dengan memasukkan
pendapat dari pekerja, sehingga merupakan sistem dengan pelaksanaan mandiri
dimana sistem tersebut dilakukan oleh perusahaan konstruksi itu sendiri sebagai
tanggung jawab perusahaan konstruksi.
Elemen Dalam Sistem Manajemen K3
Bila dilihat secara lebih mendalam, ketiga sistem manajemen K3 sebagaimana
mempunyai esensi isi sama, yang dimulai dengan perencanaan, dilanjutkan dengan
pelaksanaan, pengontrolan dan perbaikan yang berkelanjutan.
a) Lingkup SMK3 (ketiga sistem yang ada) mengandung persyaratan-persyaratan
dalam sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga suatu organisasi bisa
menggunakannya untuk mengontrol resiko dan melakukan perbaikan
berkesinambungan terhadap prestasi kerjanya.
Spesifikasi dalam SMK3 bisa diterapkan oleh berbagai jenis organisasi dengan

71
tujuan:
1) Membangun sistem K3 dalam rangka meminimalisir secara maksimal, bila
memungkinkan menghilangkan suatu resiko terhadap karyawan harta benda
maupun pihak lain terkait dalam rangka pengembangan K3

2) Menerapkan, memelihara dan mewujudkan perbaikan berkesinambungan


dalam sistem K3
3) Adanya kontrol dalam hal pelaksanaan K3 terhadap kebijakan organisasi yang
telah ditetapkan
4) Mendemonstrasikan kesesuaian antara sistem K3 yang dibangun dengan
sistem lain dalam organisasi
5) Menjalani proses sertifikasi dan registrasi dalam bidang sistem K3 oleh
organisasi eksternal (auditor).
Pengembangan dalam pelaksanaan sistem K3 akan tergantung faktorfaktor
tertentu, misalnya kebijakan K3 dalam organisasi, sifat aktifitasnya, tingkat resiko
yang dihadapi dan tingkat kompleksitas operasional organisasi. Sebagaimana
diterangkan didepan bahwa, pada dasarnya secara umum ketiga sistem dari SMK3
yang dimaksud diatas mengandung 5 prinsip dasar yang sama yang terdiri dari 5
(lima) prinsip dasar (elemen utama) yaitu: (a) Kebijakan K3 (b) Perencanaan
(Planning) (c) Penerapan dan Operasi (Implementation and Operation)
(d) Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan (Checking and Corrective Action) (e)
Perubahan Perbaikan Berkelanjutan

1.1 Dasar Hukum :


 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012.
 Kini, Pemerintah mewajibkan setiap perusahaan Kontraktor di
Indonesia wajib menerapkan K3 Konstruksi atau Sistem
Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3) di
Perusahaannya. Kewajiban ini berlaku bagi perusahaan yang
mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus)
orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
 SMK3 merupakan standarisasi yang diadopsi dari Standar
Australia AS4801. SMK3 sama dengan Occupational Health
and Safety Assessment Series (OHSAS) 45001.

72
Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3)

Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3 dengan cara :


terencana, terukur, terstruktur, terintegrasi

Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat


kerja, dengan melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan
serikat pekerja

Perusahaan yang telah melaksanakan penerapan SMK3 ini,


selanjutnya dilakukan penilaian penerapan SMK3 melalui Audit
Eksternal oleh lembaga audit yang telah di akreditasi atau ditunjuk
oleh Menteri.

1.2 Penerapan SMK3 Konstruksi


Bidang PU ditetapkan berdasarkan
potensi bahaya, yaitu:
NILAI
NO POTENSI JUMLAH
KONTRAK
PENGGUNAAN TENAGA KERJA
1 Bahaya Tinggi > 100 Orang > Rp 100 Milyar

2 Bahaya Rendah < 100 Orang < Rp 100 Milyar

1.3 Perusahaan yang menerapkan


SMK3 ini akan memiliki 5 (lima)
Prinsip Dasar SMK3, yaitu :
1. Dasar Penetapan Kebijakan, yang meliputi pembangunan &
pemeliharaan dokumen

2. Dasar Perencanaan K3, meliputi pembuatan &


pendokumentasion rencana K3

3. Pelaksanaan K3, meliputi pengendalian perancangan &


pengendalian kontrak, pengendalian dokumen, pembelian &
pengendalian produk, keamanan bekerja berdasarkan SMK3,
pengelolaan materi & perpindahannya

73
4. Pemantauan & Evaluasi Kinerja K3, meliputi standar
pemantauan pengumpulan & penggunaan data, serta
pemeriksaan SMK3
5. Peninjauan & Peningkatan Kinerja SMK3, meliputi pelaporan
& perbaikan kekurangan

74
75
76
77
78
Rambu K3 larangan merupakan rambu yang digunakan untuk
memberikan informasi mengenai suatu hal, tindakan atau tempat yang
dilarang karena alasan keselamatan dan kesehatan kerja atau alasan
keamanan
Rambu-rambu K3 proyek konstruksi adalah rambu yang berguna untuk
memberi peringatan bahaya, hati-hati, dan keselamatan pada para
pekerja proyek pembangunan. Rambu-rambu ini sangat penting dalam
proyek pembangunan supaya para pekerja bisa memperhatikan keselamatan
mereka selama bekerja.

79
80
Pekerjaan penggalian meliputi pemindahan tanah galian yang sering kali
merupakan campuran antara tanah dan bebatuan/ kerikil- kerikil besar.
Seringkali pula air tanah muncul di dalam pekerjaan galian, bahkan pada
tanah dengan kondisi lembab, hujan deras yang terjadi scara terus
menerus akan menyebabkan tanah tersebut menjadi galian yang tidak
stabil dan licin. Penyebab kecelakaan pada pekerjaan galian yaitu
pekerja terperangkap dan terkubur di dalam tanah galian akibat
runtuhnya dinding galian, pekerja tertimpa dan luka akibat dari
terjatuhnya material ke dalam galian, kondisi tidak aman dan tidak ada
akses keluar dari dalam galian apabila terjadi banjir secara mendadak.
Instalasi/peralatan yang digunakan pada pekerjaan penggalian:
1. Perancah
2. Tangga kerja
3. Excavator dan power shovels
4. Backhoe
5. Truck
81
PEKERJAAN YANG RAWAN KECELAKAAN

Di dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja pada tempat


proyek/konstruksi, para pelaksana konstruksi wajib melaksanakan
syarat-syarat teknis keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pekerjaan penggalian
1. Ketentuan Umum
Sebelum penggalian pada setiap tempat dimulai, stabilitas tanah harus
diuji terlebih dahulu oleh orang yang ahli.
2. Sebelum pekerjaan dimulai pada setiap tempat galian, pemberi kerja
harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atas segala instalasi di
bawah tanah seperti saluran pembuangan, pipa gas, pipa air, dan
konduktor listrik yang dapat menimbulkan bahaya selama waktu
pengerjaan.
3. Apabila perlu untuk mencegah terjadinya kecelakaan sebelum
penggalian dimulai, gas, air, listrik dan prasarana umum lainnya harus
dimatikan atau diputuskan alirannya terlebih dahulu.
4. Apabila pipa bawah tanah, konduktor dan sebagainya tidak dapat
dipindahkan atau diputuskan alirannya, benda tadi harus dipagari,
ditarik ke atas atau dilindungi.
5. Apabila diperlukan untuk mencegah bahaya, tanah harus dibersihkan
dari pohon-pohon, batu-batu besar dan rintangan-rintangan lainnya
sebelum penggalian dimulai.
6. Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti:

82
a. Setelah pekerjaan terputus yang melebihi satu hari lamanya
b. Setelah setiap peledakan
c. Setelah reruntuhan/longsoran tanah yang tidak terduga
d. Setelah ada kerusakan yang berarti pada konstruksi penyangga dan
e. Setelah hujan lebat
7. Jalan keluar masuk yang aman harus disediakan di setiap tempat
dimana orang bekerja di tempat galian.
8. Dilarang bekerja di atas tanah yang lepas apabila kemiringannya
terlalu terjal untuk mendapatkan tempat berpijak yang aman.

K3 dalam proses konstruksi

83
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (K3 Konstruksi) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja pada pekerjaan konstruksi.

Sedangkan menurut Yanuar (2015), Menyatakan bahwa pengertian dari K3


memiliki beberapa unsur didalamnya yaitu pengawas kerja, tenaga kerja,
pemerintah, perusahaan dan masyarakat bekerja secara terintegrasi dengan tujuan
untuk menjamin kondisi, keadaan, serta kesempurnaan tenaga kerja, hasil produksi
perusahaan dan alat kerja yang ada di area kerja.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 51/PER/MEN/1999, dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja wajib melaksanakan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Menetapkan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja serta menjamin
komitmen terhadap penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, sasaran, penerapan kesehatan
dan keselamatan kerja.
3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan
mencapai kebijakan tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.

84
4. Mengukur, mematau, mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen
keselamatan kerja secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatandan kesehatan kerja.

Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bertujuan untuk memberikan pengetahuan
mengenai hal – hal yang berhubungan dnegan masalah keselamatan dan kesehatan
yang terjadi dalam perkerjaan. Dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terdapat
tiga pokok masalah terjadinya kecelakaan kerja, yaitu peristiwa yang terjadi secara
kebetulan, kondisi dan tindakan atau perbuatan yang membahayakan yang
mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja. (Moekijat 2010).

Secara umum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)


memiliki empat tujuan yaitu:

1. Melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja sehingga pekerja dapat


memaksimalkan semua kemampuannya dalam bekerja tanpa tarasa khawatir.
2. Melindungi masyarakat sekitar misalnya dari bahaya pencemaran lingkungan,
polusi air dan udara, suara bising, dll.
3. Mengamankan asset produksi milik perusahaan yaitu barang, bahan dan
peralatan produksi, sehingga asset produksi tersebut berada ditempat yang aman
(secure) serta lebih tanah lama.
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, misalnya antisipasi kebakaran,
antisipasi bahan kimia berbahaya, radiasi, dan kecelakaan kerja lainnya

85
1.3.1 Manfaat Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Menurut Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapt
melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka
perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.


2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena
menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi
dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara subtansial.

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja menurut Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum nomor 9 Tahun 2008 tentang Pedoman SMK3 konstruksi bidang
pekerjaan umum Pasal 1 Ayat 1 menguraikan bahwa keselamatan dan
kesehatan kerja adalah pemberian perlindungan kepada setiap orang yang
berada di tempat kerja, yang berhubungan dengan pemindahan bahan baku,
penggunaan peralatan kerja konstruksi, proses produksi dan lingkungan sekitar
tempat kerja. Keselamatan kerja menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009)
berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar
yang menjadi acuan dalam bekerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah pendekatan struktural yang harus
dilakukan sebuah perusahaan yang digunakan untuk menentukan standarisasi
baik dari segi operasional maupun dari segi kondisional secarah menyeluruh
dan mempunyai sifat yang spesifik yang digunakan untuk penentuan
denda, hukuman, atas praktek operasional yang dilakukan oleh sebuah
86
perusahaan terhadap pekerjanya (Edwin, 1995).
Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja menurut OHSAS 18001
(2007) adalah ditinjau dari faktor serta kondisi yang berpotensi dilihat dari
aspek kesehatan dan keselamatan yang harus diberikan kepada tenaga kerja
dimana beberapa unsur terlibat di dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak
hanya tenaga kerja tetapi juga lingkungan kerja.
Sedangkan menurut Yanuar (2015), Menyatakan bahwa pengertian dari K3
memiliki beberapa unsur didalamnya yaitu pengawas kerja, tenaga kerja,
pemerintah, perusahaan dan masyarakat bekerja secara terintegrasi dengan tujuan
untuk menjamin kondisi, keadaan, serta kesempurnaan tenaga kerja, hasil produksi
perusahaan dan alat kerja yang ada di area kerja.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 51/PER/MEN/1999, dalam
penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja wajib melaksanakan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
6. Menetapkan kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja serta menjamin
komitmen terhadap penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja.
7. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan, sasaran, penerapan kesehatan
dan keselamatan kerja.
8. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan
mencapai kebijakan tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja.
9. Mengukur, mematau, mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja
serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
10. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen
keselamatan kerja secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatandan kesehatan kerja.

1.3.2 2.2.1 Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja menurut Suma’mur (1989) adalah keselamatan kerja yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan
tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai berikut “Keselamatan Kerja
menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan kerusakan atau
kerugian di tempat kerja”.

87
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keselamatan kerja adalah keadaan
dimana tenaga kerja merasa aman dan nyaman, dengan perlakuan yang didapat dari
lingkungan, apakah dia nyaman dengan peralatan keselamatan kerja, peralatan yang
dipergunakan, tata letak ruang kerja dan beban kerja yang didapat bekerja.

2.2.2 Kesehatan Kerja


Pengertian Kesehatan kerja menurut Serdamayanti (2009) adalah aturan-aturan
dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari keja dan atau keadaan perburuhan yang
merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam seseorang itu melakukan pekerjaan
dalam suatu hubungan kerja.
Kesehatan kerja dapat diartikan sebuah ilmu pengetahuan dalam ruang lingkup
kedokteran yang bertujuan untuk mencapai derajat tertinggi sebuah kesehatan
tenaga kerja di dalam ruang lingkup mental pekerja, fisik dan sosial pekerja tetapi
kesehatan kerja memiliki fokus utama pada penyakit akibat kerja, serta lingkungan
kerja sehingga pencegahan terhadap penyakit akibat kerja ataupun lingkungan kerja
dapat dilakukan secara prefentif dan kuratif untuk mengurangi ataupun
menghilangkan dampak yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan (Suma’mur, 1996).

2.3 Kecelakaan kerja


Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak
terkontrol. Kecelakan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya
dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti
bahwa kecelakaan yang disebabkan oleh pekerja atau terjadi pada saat
melaksanakan pekerjaan.
Menurut International Labour Organization (ILO), kecelakaan akibat kerja ini
diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan yakni:
1. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut tipe kecelakaan (orang jatuh, tertimpa,
terbentur, terjepit, terkena radiasi, tersengat arus listrik, dan lain-lain)
2. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut benda (mesin, alat angkat, sarana
angkutan, perancah dan lain-lain)
3. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut jenis luka-luka (retak, dislokasi, terkilir,
geger otak, luka dalam, sesak napas, dan lain-lain)
4. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut posisi luka (kepala, leher, badan tangan,
tungkai, dan lain-lain)

88
Penyebab kecelakaan kerja dapat digolongkan menjadi 2 yakni (Hutagaol, 2012):
1. Penyebab Langsung (Immediate Causes) Penyebab langsung kecelakaan adalah
suatu keadaan yang biasanya bisa dilihat dan di rasakan langsung, yang dibagi
dalam 2 kelompok, yaitu:
a. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts), yaitu perbuatan berbahaya
dari manusia yang dalam beberapa hal dapat disebabkan oleh:
1) Cacat tubuh yang tidak terlihat (bodily defect).
2) Keletihan dan kelesuan (fatigue and boredom).
3) Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.
4) Terbatasnya pengetahuan.
b. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), yaitu keadaan yang akan
menyebababkan kecelakaan, terdiri dari:
1) Mesin, peralatan, dan bahan.
2) Lingkungan dan proses pekerjaan.
3) Sifat dan cara bekerja.
2. Penyebab Dasar (Basic causes)
a. Penyebab dasar (basic causes), terdiri dari 4 faktor yaitu:
1) Faktor manusia/personal (personal factor).

2) Kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi.


3) Kurangnya/lemahnya pengetahuan dan skill.
4) Motivasi yang tidak cukup/salah.
b. Faktor kerja/lingkungan kerja (job work enviroment factor)
1) Faktor fisik, yaitu kebisingan, radiasi, penerangan, iklim, dan lain-lain.
2) Faktor kimia, yaitu debu, uap logam, asap, gas, dan seterusnya.
3) Faktor biologi, yaitu bakteri, virus, parasit, dan serangga
4) Ergonomi dan psikososial.
Kecelakaan yang tejadi dapat dicegah dengan hal-hal sebagai berikut (Fauzan,
2011):
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, perawatan dan pengawasan,
pengujian dan cara kerja peralatan.

89
2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi
misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai instruksi peralawan pelindung diri
(APD).
3. Pengawasan, agar ketentuan undang-undang wajib dipenuhi.
4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar
pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.
5. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.
6. Pendidikan.
7. Pelatihan.
8. Asuransi, yaitu insentif untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan.
9. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.
Kerugian akibat kecelakaan kerja yang dialami oleh pekerja dikategorikan atas
dua kerugian yaitu (Hermiyanti 2010):
1. Kerugian Langsung
Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung
dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan.
Kerugian langsung dapat berupa:
a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi
b. Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat
atau menimbulkan kematian. Cedera ini akan mengakibatkan seorang
pekerja tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga
mempengaruhi produktivitas.
c. Kerusakan Sarana Produksi akibat kecelakaan seperti kebakaran,
peledakan, dan kerusakan.
2. Kerugian Tidak Langsung
Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian tak
langsung antara lain :
a. Kerugian jam kerja, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk
membantu korban yang cedera, penanggulangan kejadian, perbaikan
kerusakan atau penyelidikan kejadian.
b. Kerugian produksi Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap
proses produksi akibat kerusakan atau cedera pada pekerja.

90
c. Kerugian Sosial Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi
keluarga korban yang terkait langsung maupun lingkungan sosial
sekitarnya.

91
Penerapan k3 pada proyek konstruksi – Konstruksi merupakan pekerjaan berat yang di
dalamnya melibatkan banyak unsur. Bukan hanya manusia sebagai pekerja, melainkan juga
unsur-unsur lain yang mendukung. Dari mulai penggunaan alat-alat berat hingga terlibatnya
bahan material dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan dunia konstruksi memiliki risiko
kecelakaan kerja lebih tinggi dibandingkan jenis pekerjaan lainnya. Untuk itulah kenapa
semua pihak harus memahami pentingnya penerapan K3 pada proyek konstruksi. Apa itu
K3? Pada dasarnya penerapan K3 tidak hanya ada pada lokasi proyek pembangunan atau
konstruksi. Melainkan juga diterapkan pada bidang pekerjaan lain seperti pabrik hingga
institusi pemerintahan. Hanya saja, mengingat risiko pekerjaan konstruksi yang lebih berat,
penerapan K3 seolah-olah hanya menjadi kewajiban pemilik perusahaan konstruksi. Untuk
itulah, istilah K3 ini seharusnya tidak asing bagi Anda yang bekerja atau justru terlibat dalam
dunia konstruksi. Tidak asing juga bagi Anda yang bekerja di pabrik hingga institusi
pemerintahan tentunya. K3 merupakan kepanjangan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Seperti yang telah diulas secara singkat sebelumnya, K3 ini sendiri adalah bidang yang
berkaitan erat dengan keselamatan kerja dan juga kesehatan kerja yang penerapannya ada
pada proyek hingga perusahaan konstruksi itu sendiri. Sesuai namanya, tujuan penerapan K3
adalah mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja, terutama manusia atau tenaga kerja
yang terlibat. Pada praktiknya, penerapan K3 tidak hanya dilakukan oleh pekerjaan
konstruksi saja. Melainkan juga banyak institusi dan perusahaan lainnya. Semisal pabrik,
rumah sakit, laboratorium dan banyak lagi. Pada pekerjaan konstruksi, penerapan K3 ini
sendiri meliputi banyak aspek. Dari aspek pencegahan, adanya pemberian sanksi, juga
kompensasi, penyembuhan dan perawatan luka untuk para pekerja hingga tersedianya
perawatan kesehatan untuk yang terluka dan sedang cuti sakit. Bahaya fisik dan mekanik
di dunia konstruksi Penerapan K3 dalam dunia profesionalisme kerja, pada dasarnya
mengacu pada risiko bahaya yang terjadi selama pekerjaan dilakukan. Terdapat beberapa
jenis bahaya yang berbeda, sehingga penerapan K3 sendiri juga berbeda. Untuk pekerjaan
konstruksi, penerapan K3 konstruksi perlu diterapkan karena beberapa risiko bahaya fisik
dan mekanik yang berpeluang besar terjadi selama pekerjaan dilakukan. Mengingat adanya
penggunaan alat-alat berat, jumlah material bahan yang sangat besar hingga sulitnya
pekerjaan yang dilakukan. Terkait dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, beberapa
konstruksi mengharuskan pekerja untuk bekerja pada ketinggian tertentu. Sehingga risiko
jatuh dari ketinggian hingga meninggal saat bekerja, berpeluang besar terjadi. Sementara
pekerjaan yang melibatkan alat-alat berat, dari mulai memindahkan komponen besar,
melakukan pemotongan hingga penyatuan komponen tertentu, juga berisiko membuat
pekerja mengalami luka bakar, tertusuk, tertimpa dan banyak lagi. Bahkan seorang pekerja
konstruksi juga tidak memiliki lingkungan kerja yang nyaman selama proyek berlangsung.

92
Tempat konstruksi yang sempit, lingkungan yang rawan bencana hingga kebisingan dari
penggunaan alat-alat berat, memiliki risiko bahaya yang tidak dapat diremehkan. Risiko
pekerja mengalami sesak napas, pusing, kelelahan, kram hingga stres karena suhu udara
yang sangat panas dapat terjadi. Pentingnya penerapan K3 pada proyek konstruksi, salah
satunya adalah untuk meminimalkan risiko-risiko bahaya tersebut. Sistem manajemen K3
yang professional Mengenai penerapan K3 dalam konstruksi dan pekerjaan lainnya, setiap
negara memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Hanya saja, telah dibuat standar baku K3
internasional yang mengharuskan setiap negara melaksanakan penerapan K3 minimal. Untuk
mewujudkan penerapakan K3 yang lebih optimal dalam dunia konstruksi, setiap perusahaan
wajib memiliki Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang akan mengatur penerapan K3 dengan
baik. Sekilas, penerapan K3 dalam dunia konstruksi ini hanya menguntungkan para pekerja.
Namun pada dasarnya penerapan K3 ini untuk melindungi pekerja sekaligus perusahaan.
Saat pekerja terluka selama proyek konstruksi, maka perusahaan juga akan mengalami
kerugian. Dengan sistem menajemen K3 yang optimal, kerugian yang terjadi pada kedua
belah pihak baik pekerja dan juga perusahaan dapat diminimalkan. Siapa saja yang terlibat
dalam suksesnya penerapan K3 dalam perusahaan atau proyek konstruksi? Seperti yang telah
diuraikan di atas, konstruksi melibatkan banyak pihak dari pekerja, perusahaan dan masih
banyak lagi. Kesuksesan penerapan K3 dalam proyek konstruksi tidak lepas dari kerjasama
pihak-pihak yang terlibat dalam proyek hingga manajemen. Di Indonesia sendiri, meski
payung hukum sudah tersedia, pentingnya penerapan K3 pada proyek konstruksi masih
sering diabaikan. Hal inilah yang justru memberi banyak kerugian pada pekerja hingga
perusahaan dan manajemen. reff : MediaK3.com

93

Anda mungkin juga menyukai