Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berjalannya waktu, pembangunan di Indonesia merupakan
amanat konstitusi (UUD 1945) ditegaskan bahwa tujuan negara Indonesia adalah
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. jalan satu-satunya untuk mencapai tujuan itu adalah
pembangunan nasional yang meliputi semua Aspek kehidupan baik politik ekonomi
maupun sosial budaya bahkan pertahanan keamanan.
Dalam memajukan negara Indonesia, kegiatan konstruksi merupakan unsur
yang sangat penting dalam pembangunan titik dalam kegiatannya konstruksi ini
menimbulkan berbagai dampak yang tidak sangat diinginkan apalagi yang
bersangkutan dengan nyawa manusia ataupun hal-hal yang dapat merugikan titik
kemudian dalam konstruksi, aspek keselamatan kerja sangatlah penting sehingga
keberlangsungan kegiatan tersebut perlu memperhatikan standar dan ketentuan
kesehatan dan keselamatan kerja K3 yang berlaku.
Kesehatan dan keselamatan kerja K3 merupakan sebuah ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan pada saat kerja. K3 dapat
juga diartikan sebagai suatu bidang yang terkait dengan kesehatan keselamatan dan
kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi ataupun proyek (Ilmi Nur
Fadilah, Raffie, 2014)
Masalah kesehatan dan keselamatan kerja K3 para buruh atau tenaga kerja
selama berlangsungnya proyek konstruksi seringkali kurang mendapat perhatian dari
berbagai pihak baik dari pemerintah ataupun dari kontraktor. kurangnya akan
kesadaran akan pentingnya K3 inilah yang mengakibatkan banyak terjadinya
kecelakaan kerja yang serius maupun yang tidak serius dan kematian dalam proses
pelaksanaan konstruksi setiap tahunnya. kecelakaan kecelakaan yang terjadi dalam
proses konstruksi dapat menghambat proses konstruksi itu sendiri sehingga tujuan
dari manajemen proyek tidak tercapai titik proses konstruksi itu sendiri dapat dilihat
pada proses pekerjaan jembatan, peningkatan jalan dan pekerjaan flyover (Cahyanti
dan Nilam Sari, 2013).
Bahaya yang paling sering terjadi di proyek konstruksi adalah jatuh dari
ketinggian, dan tertimpa benda yang jatuh. Menurut buku OSHA (29 CFR), tindakan
perlindungan agar tidak jatuh meliputi pembuatan landasan untuk berpijak yang kuat,
jalan setapak yang cukup lebar, dibuatkan pagar di sisi pinggiran titik perlindungan
juga diperlukan ketika karyawan yang berisi untuk jatuh ke peralatan berbahaya,
tidak seorang pun diperbolehkan untuk menyebrang di bawah atau berdiri di bawah
peralatan loading semua pekerja seharusnya berada pada jarak yang aman di samping
itu ada ketidakdisiplinan dalam pemakaian pelindung kepala titik oleh karena itu
penerapan kesehatan dan keselamatan kerja K3 perlu ditekankan kepada para pekerja
konstruksi seperti pada halnya pekerja konstruksi bagian jembatan, peningkatan jalan
dan flyover.
Oleh kerena itu, tujuan dari laporan keselamatan dan kesehatan kerja ini ialah
untuk menyusun perencanaan SMK3 serta mengetahui uraian-uraian tahapan
pekerjaan sesuai ruang lingkup, merencanakan identifikasi bahaya, penilaian risiko,
skala prioritas dan pengendalian risiko tiap uraian pekerjaan, merencanakan struktur
organisasi disertai tanggung jawab, wewenang dan kompetensi organisasi K3 serta
menganalisis Bill of quantity dan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) penerapan
SMK3 Konstruksi terkhusus pada konstruksi jembatan, peningkatan jalan, dan
flyover.

1.2 Maksud dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Untuk mencegah terjadinya cacat/kematian pada tenaga kerja mencegah
kerusakan tempat dan peralatan kerja, mencegah pencemaran lingkungan dan
masyarakat disekitar tempat kerja diharapkan menjadi instrumen yang menciptkan
dan memelihara derajat keselamatan kerja.
1.2.2 Tujuan
No. Kep. 463/MEN/1993, tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera,
sehingga akan tercapai; suasana lingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman
dengan keadaan tenaga kerja yang sehat fisik, mental, sosial, dan bebas kecelakaan.

1.3 Manfaat
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) memberi manfaat
baik kepada organisasi tempat kerja dan pemerintah. Penerapan manajemen ini
bermanfaat bagi perusahaan dan pemerintah (Sujoso, 2016):
1. Bagi perusahaan
a. Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan dibidang
K3,
b. Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka
meningkatkan kinerja SMK3,
c. Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari
penerapan SMK3,
d. Mengetahui kinerja keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan,
e. Meningkatkan image perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya
saing perusahaan,
f. Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan tenaga kerja mengenai K3 yang
juga akan meningkatkan produktivitas perusahaan,
g. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan,
h. Penanganan berkesinambungan terhadap risiko yang ada diperusahaan,
i. Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan dan
j. Pengakuan terhadap kinerja keselamatan dan kesehatan kerja diperusahaan atas
pelaksanaan SMK3.
2. Bagi pemerintah
a. Sebagai salah satu alat untuk melindungi hak tenaga kerja di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja,
b. Meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan image bangsa di forum
internasional,
c. Mengurangi angka kecelakaan kerja yang sekaligus akan meningkatkan
produktifitas kerja/nasional,
d. Mengetahui tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan.
BAB II
KAJIAN LITERATUR

2.1 Definisi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja menurut OHSAS 18001:2007 merupakan
kondisi dan faktor yang akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja
(termasuk pekerja kontrak dan kontraktor) dan orang lain berada di tempat kerja.
ILO (International Labour Organization) mendefinisikan K3 sebagai promosi
dan pemelihataan derajat, fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang tinggi dan
semua pekerja pada semua perkerjaan; pencegahan diantara para pekerja dari
penurunan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi perkerjaan; perlindungan
perkerjaan terhadap resiko-resiko yang dihasilkan oleh faktorfaktor buruk terhadap
kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja didalam lingkungan perkerjaan
yang diadaptasi untuk peralatan fisiologi dan psikologi, dan untuk menyimpulkan
adaptasi pekerja terhadap manusia dan setiap manusia terhadap perkerjaan (Ferusgel,
2015).
Menurut Permen PU No. 05/PRT/M/2014, keselamatan dan kesehatan kerja
konstruksi yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada perkerjaan konstruksi. Sedangkan
menurut Mangkunegara (2002: 163) keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan menusia pada umumnya hasil
karya budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Wiyah, N. J., 2021).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dirancang
untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar
tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan
mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang
tercermin pada perubabaan sikap menuju keselamatan di tempat kerja.
Definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dalam Djatmiko (2016)
umumnya terbagi menjadi 3 di antaranya ialah pengertian K3 menurut filosofi,
keilmuan, serta menurut standar OHSAS 18001: 2007 tercermin pada perubabaan
sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Rijuna Dewi, 2006 dalam Jurnal Studi
Manajemen dan Organisani, Volume 7:44).
A. Definisi Menurut Filosofi
1) Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suat
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2) Menurut Suma'mur (1981), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
menciptakan suasana kerja aman dan tentram bagi para karyawan yang
bersangkutan.
3) Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari risiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan dan
kondisi pekerja.
4) Mathis dan Jacson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cider yang terkait
dengan pekerjaan, kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental
dan stabilitas emosi secara umum.
B. Definisi Menurut Keilmuan
Suatu cabang ilmu pengetahuan dan penerapan yang mempelajari tentang cara
mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran,
peledakan dan pencemaran lingkungan.
C. Definisi Menurut Standar OHSAS 18001:2007
Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampat pada keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pamasok, pengunjung
dan tamu) ditempat kerja.
2.1.1 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja merupakan suatu hal penting dan perlu diperhatikan oleh pihak
pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan yang baik akan
menguntungkan para karyawan secara material, karena karyawan akan lebih jarang
absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara
keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih lama. Istilah kesehatan dan
keselamatan kerja mengacu pada kondisi psikologis fisik dan psikologis pekerja yang
merupakan hasil dari lingkungan yang diberikan oleh perusahaan. Jika suatu
perusahaan melakukan pengukuran keamanan dan kesehatan yang efektif, semakin
sedikit pegawai yang mengalami dampak penyakit jangka pendek atau jangka
panjang akibat bekerja di perusahaan tersebut (Soehatman Ramli, 2010 : 71).

2.1.2 Keselamatan Kerja


“Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari
penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja”. Definisi lain “Keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara–cara
melakukan pekerjaan.” Penggunaan alat kerja harus benar-benar di perhatikan oleh
setiap perusahaan. Alat keselamatan kerja juga harus memenuhi standar kesehatan
dan keselamatan kerja nasional seperti penggunaan helm safety, jacket safety dan
juga sepatu safety (Soehatman Ramli, 2010 : 71).
Secara Keseluruhan atau secara garis besar pengertian Kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan,
dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
Tujuan Kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk memelihara kesehatan dan
keselamatan lingkungan kerja.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan
suasana bekerja yang aman, nyaman dan mencapai tujuan yaitu produktivitas
setinggi-tingginya. Kesehatan dan Keselamatan Kerja sangat penting untuk
dilaksanakan pada semua bidang pekerjaan tanpa terkecuali proyek pembangunan
gedung seperti apartemen, hotel, mall dan lain-lain, karena penerapan K3 dapat
mencegah dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat
melakukan kerja.
Smith dan Sonesh (2011) mengemukakan bahwa pelatihan kesehatan dan
kelelamatan kerja (K3) mampu menurunkan resiko terjadinya kecelakaan kerja.
Semakin besar pengetahuan karyawan akan K3 maka semakin kecil terjadinya resiko
kecelakaan kerja, demikian sebaliknya semakin minimnya pengetahuan karyawan
akan K3 maka semakin besar resiko terjadinya kecelakaan kerja. Terjadinya
kecelakaan kerja dimulai dari disfungsi manajemen dalam upaya penerapan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Ketimpangan tersebut menjadi penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja.
Dengan semakin meningkatnya kasus kecelakaan kerja dan kerugian akibat
kecelakaan kerja, serta meningkatnya potensi bahaya dalam proses produksi,
dibutuhkan pengelolaan K3 secara efektif, menyeluruh, dan terintegrasi dalam
manajemen perusahaan. Manajemen K3 dalam organisasi yang efektif dapat
membantu untuk meningkatkan semangat pekerja dan memungkinkan mereka
memiliki keyakinan dalam pengelolaan organisasi (Soehatman Ramli, 2010 : 71).
Menurut America Society of Safety and Engineering (ASSE), Keselamatan dan
kesehatan kerja diartikan sebagai bidang kegiatan yang ditunjukan untuk mencegah
semua jenis kecelakaan yang ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
Menurut International Association of Safety Professional yang dikutip dalam (Tim
K3 FT UNY, 2017). Filosofi Keselamatan dan kesehatan kerja terbagi menjadi 8
filosofi yaitu :
1. Safety is an ethical responsibility
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah tanggung jawab moral/etik. Masalah
ini hendaklah menjadi tanggung awab moral untuk menjaga keselamatan sesama
manusia. bukan sekedar pemenuhan perundangan atau kewajiban.
2. Safety is a culture, not a program
Keselamatan dan kesehatan kerja bukan sekedar program yang dijalankan
perusahaan untuk sekedar memperoleh penghargaan dan sertifikat tapi hendaklah
menjadi cerminan dari budaya dalam organisasi.
3. Management is responsible
Manajemen perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab mengenai
Keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagian tanggung jawab dapat dilimpahkan
secara beruntun ke tingkat yang lebih bawah.
4. Employee must be trained to work safety
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja, dan jenis pekerjaan memiliki
karakteristik dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berbeda, harus
ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan.
5. Safety is a condition of employment
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang
menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Kondisi K3 dalam
perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan.
6. All injuries are preventable
Prinsip dasar dari Keselamatan dan kesehatan kerja adalah semua kecelakaan
dapat dicegah karena kecelakaan ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat
dihilangkan maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan.
7. Safety program must be site specific
Program keselamatan dan kesehatan kerja harus dibuat berdasarkan kebutuhan
kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat
kegiatan, kultur, kemampuan finansial, dll.
8. Safety is good business
Melaksanakan Keselamatan dan kesehatan kerja jangan dianggap sebagai
pemborosan atau biaya tambahan. Melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. Kinerja yang
baik akan memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan.
2.2 Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.2.1 Konsep Dasar Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan persyaratan utama
dalam semua sistem manajemen, seperti manajemen lingkungan, manajemen mutu
dan lain sebagainya. Kebijakan ini merupakan roh dari semua sistem, yang mampu
memberikan spirit dan daya gerak untuk keberhasilan suatu usaha, oleh karena dalam
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) mensyaratkan
ditetapkannya suatu kebijakan dalam organisasi oleh manajemen puncak (Siregar et
al., 2019).
Kebijakan ini ialah berupa pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk
menerapkan Keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan skala risiko dan peraturan
perundang-undangan Keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan secara
konsisten dan harus ditandatangani oleh Manajer Proyek/Kepala Proyek (Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05, 2014).
Adapun kebijakan yang harus diambil manajemen dalam bidang K3
diantaranya adalah (Sujoso, 2016):
1. Penyebarluasan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja untuk dipahami
oleh seluruh karyawan,
2. Pemberian wewenang penuh pada organisasi struktural/devisi untuk mengawasi
jalannya program,
3. Penetapan semua manajer harus melaksanakan program K3, Pengenalan dan
penilaian sumber bahaya, yang terdiri atas penentuan jenis proteksi yang
diperlukan berdasarkan risiko yang diperkirakan dapat diterima, penilaian
risiko pada tiap modifikasi atau penambahan instalasi, perencanaan preventive
maintenance, penggunaan Standard Operating Procedure yang selamat untuk
mengoperasikan mesin-mesin dan peralatan,
4. Proses penyeleksian kesehatan bagi karyawan baru dan medical check up secara
rutin bagi seluruh karyawan, penyediaan poliklinik, tenaga medis dan rumah
sakit rujukan,
5. Pemilihan dan penempatan karyawan, penerimaan karyawan dilakukan dengan
seleksi yang ketat sesuai pekerjaan yang akan dilakukan nanti, penempatan
karyawan berdasarkan seleksi, wawancara dan sesuai dengan lingkup pekerjaan
suatu jabatan dan uraian pekerjaan,
6. Pendidikan ketrampilan, kesehatan kerja dan manajemen meliputi pendidikan
dan pelatihan kepada karyawan dan kontraktor jasa dan pelatihan P3K bagi
karyawan secara berkala,
7. Pemberian motivasi dengan cara mengkampanyekan bahwa masalah K3
merupakan tanggung jawab moral bersama,
8. Pembelian dan kendali rekayasa,
9. Pembelian barang dan bahan-bahan kimia harus sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan dan laporan analisis penyelidikan kejadian/kecelakaan berdasarkan,
penelitian atas suatu kecelakaan yang terjadi atau hampir celaka secara seksama
dan memberikan sangsi apabila diperlukan,
10. Pelaksanaan auditing dengan melakukan pemeriksaan secara rutin dan
terprogram seluruh area pabrik/non pabrik yang mencakup masalah tindakan
dan kondisi tidak aman dan audit dilakukan selain audit intern juga oleh pihak
luar.
11. Melakukan review atas keberhasilan dan kegagalan untuk dilakukan perbaikan,
peningkatan yang diperlukan dalam mengembangkan aspek-aspek K3 dalam
seluruh kegiatan perusahaan agar mencapai hasil yang optimal.

2.2.2 Regulasi Dalam Penetapan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Dalam menyusun dan menetapkan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai perwujudan dari komitmen manajemen puncak yang sangat penting di dalam
SMK3, maka sangat perlu juga untuk diketahui beberapa peraturan/regulasi dalam
penyusunan kebijakan K3 sebagai berikut:
1. Undang-Undang

Ada beberapa undang-undang yang digunakan dalam penetapan Kebijakan K3


baik pada segala jenis sektor pekerjaan maupun terkhusus pada sektor jasa
konstruksi:
a. UU No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja Tenaga
kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pada pembangunan
masyarakat Pancasila. Tujuan terpenting dari pada pembangunan masyarakat
tersebut adalah kesejahteraan rakyat, termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja
sebagai pelaksana pembangunan harus dijamin haknya, diatur kewajibannya
dan dikembangkan daya gunanya. Berhubung dengan itu perlu diadakan
Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.
Dalam Undang- Undang ini diatur tentang: Ketentuan-ketentuan pokok
mengenai tenaga kerja. Di dalamnya antara lain memuat pengertian dan
azas, penyediaan, penyebaran dan penggunaan tenaga kerja, pembinaan
keahlian dan kejujuran, pembinaan perlindungan kerja, hubungan
ketenagakerjaan, dan pengawasan pelaksanaan. Yang dirumuskan dalam
Undang-Undang ini ialah pokok-pokok untuk menjamin kedudukan sosial-
ekonomis tenaga kerja serta arah yang harus ditempuh dalam mengatur
kebutuhan sosial ekonomis tenaga kerja sesuai dengan cita-cita dan aspirasi
bangsa Indonesia. Undang-Undang ini disebut “Undang-Undang Pokok Tenaga
Kerja”.
b. UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang ini mengatur
dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam
melaksanakan keselamatan kerja.
c. UU No. 23/1992 tentang Kesehatan. Undang-Undang ini menyatakan bahwa
secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan,
kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD)
dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan. Undang- undang nomor 23 tahun 1992, pasal
23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan
masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan
penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
d. UU No. 18/1999 diganti dengan UU no. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi
Undang-Undang ini mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan
untuk memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil
Jasa Konstruksi yang berkualitas, mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa
Konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa dalam menjalankan hak dan kewajiban, serta meningkatkan
kepatuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di bidang Jasa Konstruksi,
menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik
dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin tata kelola
penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi nilai
tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
e. UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada UU ini yang dimaksud
Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. sedangkan tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh
penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Dalam Penempatan tenaga
kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan
setara tanpa diskriminasi. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja
penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatannya. Para Pengusaha juga dilarang mempekerjakan
anak,Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 dan juga dilarang mempekerjakan
pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya
bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja
antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2. Peraturan Pemerintah (PP)
a. PPNo.50/2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan &
Kesehatan Kerja (SMK3)
b. PP No. 28/2000 beserta perubahannya tentangPeran Masyarakat Jasa
Konstruksi
c. PP No. 29/2000 beserta perubahannya tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi
d. PP No. 30/2000 beserta perubahannya tentang Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi
3. Peraturan Menteri
a. Permenaker No.3/Men/1985 tentang K3 Pemakaian Asbes
b. Keputusan Bersama Menaker‐MenPU No. 174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Kegiatan Konstruksi.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1987 tentang Tata cara Pembentukan
P2K3 dan Pengangkatan Ahli K3.
d. Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan
e. Kepmenaker No.187/Men/1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya
di Tempat Kerja
f. Instruksi Menaker No.2/M/BW/BK/1984 tentang Pengesahan APD
g. Permenegara Nomor 05 tahun 2012, tentang Jenis Rencana Kegiatan Yang
Wajib Memiliki AMDAL
h. SE Menteri Kimpraswil No. Um 03.05-mn/426 tgl 24 Agustus 2004 tentang
Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi
i. SE Menteri PU No. 02/SE/M/2007 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Untuk Instansi Pemerintah Yang Mempersyaratkan Penyedia Jasa Kualifikasi
Besar Wajib Memiliki Sertifikat SMK3
j. Permen PU No 07/PRT/M/2011 beserta perubahanya tentang Standar dan
Pedoman Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pekerjaan Konstruksi dan Jasa
Konstruksi
k. SE Menter PU No. 13/SE/M/2012 tentang Program Penanggulangan HIV dan
AIDS Pada Sektor Konstruksi di Lingkungan Kementerian PU
Secara khusus, penetapan kebijakan K3 sebagai langkah awal pelaksanaan
SMK3 pada sektor jasa konstruksi juga diatur dalam Peraturan Menterti Pekerjaan
Umum sebagai berikut:
1) Permen PU No. 05/2014 Pedoman Sistem Manajemen K3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum Permen PUPR 5/2014 tentang pedoman SMK3 Bidang PU
a) Job Safety Analysis

b) K3 pada dokumen pemilihan

c) Biaya K3 dialokasikan dalam biaya umum

d) Rencana K3 Konstruksi melekat pada kontrak

e) Ahli/petugas K3

Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat


kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3;
2) SE Menteri PUPR 66/2015 tentang Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
Bidang PU
a) Rincian kegiatan penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
b) Biaya Penyelenggaraan SMK3 Konstruksi

4. Kebijakan OHSAS
Untuk memenuhi persyaratan standar OHSAS 18001:2007, kebijakan K3 yang
dibuat harus dikaji secara periodik untuk memastikan kebijakan tetap relevan sesuai
untuk organisasi, dapat disesuaikan terkhusus untuk sektor jasa konstruksi, dan harus
memiliki beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Sesuai dengan sifat dan skala risiko-risiko K3 Organisasi
b. Mencakup suatu komitmen untuk pencegahan cedera dan sakit penyakit dan
peningkatan berkelanjutan manajemen dan kinerja K3
c. Mencakup suatu komitmen untuk paling tidak mematuhi peraturan K3 dan
persyaratan lain yang relevan yang biasa dilakukan oleh organiasi yang terkait
dengan risiko-risiko K3
d. Memberikan kerangkan kerja untuk menetapkan dan meninjau tujuan- tujuan
K3
e. Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara
f. Didokumentasikan ke seluruh personel dalam kendali organisasi dengan tujuan
bahwa personel menyadari kewajiban K3 masing-masing
g. Tersedia untuk pihak-pihak terkait.

2.2.2 Penerapan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran. Suatu tempat kerja dalam menerapkan
kebijakan K3 harus dapat mengitegrasikan Sistem Manajemen Perusahaan yang
sudah ada. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini adalah sebagai
berikut (Pangkey, 2012) :
1. Jaminan Kemampuan
a. Sumber daya manusia, fisik dan financial.
b. Integrasi
c. Tanggung jawab dan tanggung gugat.
d. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran
e. Pelatihan dan Keterampilan
2. Dukungan Tindakan
a. Komunikasi
b. Pelaporan
c. Dokumentasi
d. Pengendalian Dokumen
e. Pencatatan Manajemen Operasi
f. Identifikasi Sumber Bahaya dan Pengendalian Resiko
3. Identifikasi Sumber Bahaya
a. Penilaian Resiko
b. Tindakan Pengendalian
c. Perencanaan dan Rekayasa
d. Pengendalian Administratif
e. Tinjauan Ulang Kontrak
f. Pembelian
g. Prosedur Tanggap Darurat atau Bencan
h. Prosedur Menghadapi Insiden
i. Prosedur Rencana Pemulihan
4. Pengukuran dan Evaluasi
a. Inspeksi dan pengujian
b. Audit SMK3
c. Tindakan perbaikan dan pencegahan
5. Tinjauan Oleh Pihak Manajemen
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan
kerja dan kebutuhan untuk mengubah Sistem Manajemen K3.

2.3 Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K)


Maksud adanya Rencana Keselamatan dan kesehatan kerja Kontrak (RK3K)
adalah sebagai acuan bagi penyelenggara sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja. Konstruksi bidang Pekerja Umum yang dapat dilaksanakan secara
sistematis, terencana, terpadu, dan terkoordinasi. Tujuan R3K3 ini ialah agar
pemangku kepentingan mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam
penyelenggaraan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi bidang
Pekerja Umum (Prayetti, 2016). RK3K terbagi menjadi RK3K Penawaran dan RK3K
Pelaksanaan yang harus dipahami dalam menyusun Rencana K3 Kontrak (RK3K)
dengan pengertian sebagai berikut (Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat, 2016):
1. RK3K Penawaran
RK3K Penawaran adalah Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak
yang dibuat/disusun oleh Penyedia Jasa sebagai lampiran penawaran pada saat
mengikuti proses lelang.

2. RK3K Pelaksanaan
RK3K Pelaksanaan adalah dokumen rencana penyelenggaraan K3 Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum yang dibuat oleh Penyedia Jasa dan disetujui oleh Pengguna
Jasa. RK3K yang sudah disetujui selanjutnya dijadikan sebagai sarana interaksi
antara penyedia Jasa dengan Pengguna Jasa dalam penyelenggaraan K3 Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum.
Secara khusus RK3K Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dibuat oleh Penyedia
Jasa untuk pelaksanaan kontrak, dibahas dan ditetapkan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) pada saat rapat persiapan pelaksanaan (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 05, 2017).
RENCANA KESELAMATAN DAN
……… KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K)

(Logo & Nama Perusahaan) (digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan)


DAFTAR ISI
A. Kebijakan K3
B. Organisasi K3
C. Perencanaan K3
C.1. Identifikasi bahaya, penilaian risiko, skala prioritas, pengendalian
risiko K3, penanggungjawab
C.2. Pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
C.3. Sasaran dan program K3
D. Pegendalian Operasional K3
E. Pemeriksaan dan Evaluasi Kinerja K3
F. Tinjauan Ulang Kinerja K3
Gambar 2.1 Contoh Bentuk RK3K Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi .
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05, 2014

Dalam Penyusunan Identifikasi Bahaya, Sasaran keselamatan dan kesehatan


kerja Proyek, Pengendalian Risiko, Program, dan Biaya K3 dapat disusun sesuai
dengan format pada tabel berikut:
Nama Perusahaan : ……
Kegiatan : ……
Lokasi : ……
Tanggal dibuat : …… halaman : ……../………
URAIAN IDENTIFIKASI PENILAIAN RISIKO SKALA PENGENDALIAN PENANGGUNG JAWAB
NO.
PEKERJAAN BAHAYA PRIORITAS RISIKO K3
KEKERAPAN KEPARAHAN TINGKAT RISIKO (Nama Petugas)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Pekerjaan galian Tertimbun 3 3 9 (Tinggi) 1 1.1. Penggunaan turap Pengawasan
pada basement lapangan/quality
1.2.Meggunakan
bangunan gedung engineer
metode pemancangan
dengan kondisi
1.3. Menyusun
tanah labil
instruksi kerja
1.4. Menggunakan
rambu peringatan dan
berikade
1.5. Melakukan
pelatihan kepada
pekerja
1.6. Penggunaan APD
yang sesuai
dst.

Tabel 2.1 Contoh Format Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Pengendalian


Risiko, Program K3, Dan Biaya
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05, 2014

Dengan Ketentuan Pengisian Tabel sebagai berikut:

a) Kolom (1): Nomor urut uraian pekerjaan.

b) Kolom (2): Diisi seluruh item pekerjaan yang mempunyai risiko K3 yang
tertuang di dalam dokumen pelelangan.
c) Kolom (3):Diisi dengan identifikasi bahaya yang akan timbul dari seluruh item
pekerjaan yang mempunyai risiko K3.
d) Kolom (4): Diisi dengan nilai (angka) kekerapan terjadinya kecelakaan.

e) Kolom (5): Diisi dengan nilai (angka) keparahan.

f) Kolom (6): Perhitungan tingkat risiko K3 adalah nilai kekerapan x keparahan.


g) Kolom (7):Penetapan skala prioritas ditetapkan berdasarkan item pekerjaan
yang mempunyai tingkat risiko K3 tinggi, sedang dan kecil, dengan penjelasan:
prioritas 1 (risiko tinggi), prioritas 2 (risiko sedang), dan prioritas 3 (risiko
kecil). Apabila tingkat risiko dinyatakan tinggi, maka item pekerjaan tersebut
menjadi prioritas utama (peringkat 1) dalam upaya pengendalian.
h) Kolom (8):Diisi bentuk pengendalian risiko K3. Bentuk pengendalian risiko
menggunakan hirarki pengendalian risiko (Eliminasi, Substitusi, Rekayasa,
Administrasi, APD), diisi oleh Penyedia Jasa pada saat penawaran (belum
memperhitungkan penilaian risiko dan skala prioritas.

2.4 Penerapan K3 Pada Masing-Masing Pekerjaan


Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari risiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, peralatam keselamatan dan kondisi kerja. Upaya perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bukan hanya sebuah kebutuhan saja tetapi
mempunyai konsekuensi yuridis untuk pemenuhannya. Kesejahteraan pekerja
merupakan salah satu tujuan organisasi, baik perusahaan maupun pekerja, karena
Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani para pekerja.
2.4.1 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerjaan
Jembatan dan Peningkatan Jalan
Pelaksanaan teknis K3 pada pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan dilakukan
pada kegiatan :
A. Divisi Umum
Divisi umum adalah bagian pekerjaan paling luas yang bersifat umum dalam
urusan pekerjaan konstruksi. Divisi umum terbagi menjadi:
a. Pekerjaan Persiapan
Sebelum pelaksanaan pekerjaan pokok suatu proyek konstruksi, pekerjaan
pertama yang harus dilakukan adalah pelaksanaan pekerjaan persiapan Pekerjaan
persiapan harus direncanakan sebelum masa pelaksanaan suatu proyek konstruksi,
bahkan pekerjaan ini harus telah disiapkan pada waktu tender proyek dan dijadikan
bagian dari penawaran tender proyek bersangkutan.
b. Pemeriksaan Lapangan
Pekerjaan Pemeriksaan Lapangan mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga
kerja yaitu Gangguan kesehatan akibat pekerja tidak memakai peralatan dan
perlengkapan kerja standar. Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan
akibat Pekerjaan Pemeriksaan Lapangan yaitu Pemakaian peralatan perlindungan
kerja standar seperti helm, sepatu, kaca mata, masker dan sarung tangan (Departemen
Pekerjaan Umum dan Direktorat Jendral Bina Marga, 2006).
c. Mobilisasi dan Demobilisasi
Pekerjaan Mobilisasi dan Demobilisasi mempunyai potensi bahaya terhadap
tenaga kerja yaitu :
 Kecelakaan dan gangguan kesehatan tenaga kerja akibat tempat kerja kurang
memenuhi syarat
 Kecelakaan dan gangguan kesehatan pekerja akibat penyimpanan peralatan dan
bahan atau material kurang memenuhi syarat
 Kecelakaan dan gangguan kesehatan pekerja akibat penyimpanan peralatan dan
bahan atau material kurang memenuhi syarat kecelakaan atau gangguan
kesehatan akibat kegiatan pembongkaran tempat kerja, instalasi listrik,
peralatan dan perlengkapan, pembersihan dan pengembalian kondisi yang
kurang baik.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Mobilisasi dan Demobilisasi yaitu:
 Menyediakan kantor lapangan dan tempat tinggal pekerja yang memenuhi
syarat,
 Menyediakan lahan, gudang dan bengkel yang memenuhi syarat
 Kecelakaan dan gangguan kesehatan pekerja akibat penyimpanan peralatan dan
bahan atau material kurang memenuhi syarat
d. Kantor Lapangan dan Fasilitasnya
Pekerjaan Kantor Lapangan dan Fasilitasnya mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu :
 Bahaya akibat polusi yang dihasilkan oleh kegiatan pelaksanaan
 Bahaya akibat bangunan kantor dan fasilitasnya lainnya roboh
 Bahaya akibat terjadi genangan air dan pencurian pada bangunan kantor dan
fasilitas penunjang
 Bahaya akibat kebakaran di kantor atau di bangunan gudang dan lainnya.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Kantor Lapangan dan Fasilitasnya yaitu :
 Bangunan untuk kantor dan fasilitasnya harus ditempatkan sedemikian rupa
sehingga terbebas dari polusi yang dihasilkan oleh kegiatan pelaksanaan
 Bangunan kantor dan fasilitas lainnya harus dibuat dengan kekuatan struktural
yang memenuhi syarat Bangunan kantor dan fasilitas harus dibuat pada elevasi
yang lebih tinggi dari daerah sekitarnya, diberi pagar keliling, dilengkapi
dengan jalan masuk dari kerikil serta tempat parkir.
e. Fasilitas dan Pelayan Pengujian Logistik
Pekerjaan Fasilitas dan Pelayanan Pengujian Logistik mempunyai potensi
bahaya terhadap tenaga kerja yaitu:
 Bahaya akibat bahan dan peralatan yang digunakan tidak memenuhi syarat
 Bahaya akibat cara pengangkutan bahan kurang memenuhi syarat Bahaya
akibat penyimpanan kurang memenuhi syarat
 Bahaya akibat pembuangan bahan dan material tidak terpakai kurang
memenuhi syarat.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Fasilitas dan Pelayanan Pengujian Logistik yaitu:
 Harus tersedia pemadam kebakaran dan kebutuhan P3K yang memadai
diseluruh barak, kantor, gudang dan bengkel
 Bahan dan peralatan yang digunakan harus memenuhi syarat Pengangkutan
bahan harus sesuai dengan beban lalu lintas pada jalan yang akan dilewati
 Bahan dan material berbahaya harus disimpan tersendiri dan terlindung dengan
baik
 Pembuangan bahan atau material harus pada tempat yang telah ditetapkan,
aman dan tidak mengganggu lalu lintas.

B. Pekerjaan Pengaturan Lalu Lintas


Pekerjaan pengaturan lalu lintas merupakan pekerjaan untuk mengatur jalannya
lalu lintas di area pekerjaan. Mengingat pekerjaan jembatan dan jalan merupakan
bagian dari sarana transportasi, maka pengaturan lalu lintas tentu diperlukan dalam
pekerjaan ini (Departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jendral Bina Marga,
2006). Adapun pekerjaan pengaturan lalu lintas tebagi atas:
a. Pekerjaan Jalan dan Jembatan Sementara
Pekerjaan Jalan dan Jembatan Sementara mempunyai potensi bahaya terhadap
tenaga kerja yaitu:
 Bahaya akibat bangunan jalan dan jembatan sementara rusak/roboh
 Bahaya lalu lintas akibat jalan masuk ke lokasi pekerjaan tidak tersedia atau
tersedia tetapi kurang memenuhi syarat.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Jalan dan Jembatan Sementara yaitu:
 Bangunan harus dibuat dengan struktur dan kekuatan memenuhi syarat
 Pengaturan lalu lintas sementara dengan rambu-rambu yang memenuhi syarat.
b. Pengaturan Sementara Untuk Lalu Lintas
Pekerjaan Pengaturan Sementara untuk Lalu Lintas mempunyai potensi bahaya
terhadap tenaga kerja yaitu bahaya akibat tidak tersedia jalan masuk bagi penduduk di
permukiman sepanjang dan yang berdekatan dengan lokasi pekerjaan. Antisipasi
pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan Pengaturan
Sementara untuk lalu lintas yaitu penyediaan jalan masuk sementara ke permukiman
yang aman dan nyaman (Departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jendral Bina
Marga, 2006).
c. Pemeliharaan Untuk Keselematan Lalu Lintas
Pekerjaan Pemeliharaan untuk Keselamatan Lalu Lintas mempunyai potensi
bahaya terhadap tenaga kerja yaitu:
 Kecelakaan akibat bangunan sementara dan rambu-rambu rusak dan tidak
berfungsi
 Bahaya akibat bahan dan kotoran yang tidak terpakai berceceran sehingga lalu
lintas tidak aman.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pemeliharaan untuk Keselamatan Lalu Lintas yaitu:
 Bangunan sementara dan rambu-rambu harus terpelihara agar tetap aman dan
dalam kondisi pelayanan yang memenuhi persyaratan
 Pembersihan atas bahan-bahan yang tidak terpakai.

C. Relokasi Utilitas
Pekerjaan Relokasi Utilitas mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja
yaitu kecelakaan akibat pekerja terkena sengatan aliran listrik atau terkena gas
berbahaya.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Relokasi Utilitas yaitu :
 Data dan informasi lokasi utilitas yang ada yang akan direlokasi harus tepat
 Pekerjaan harus dilakukan dengan prosedur dan metode yang benar

D. Pembersihan
Pekerjaan Pembersihan mempunyai potensi bahaya terhadap tenaga kerja yaitu
bahaya akibat pembersihan atas akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah
akibat operasi pelaksanaan pekerjaan.
Antisipasi pencegahan terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat Pekerjaan
Pembersihan yaitu pembersihan seluruh permukaan terekspos harus dilakukan dengan
baik dan benar sehingga proyek yang ditinggalkan siap pakai (Departemen Pekerjaan
Umum dan Direktorat Jendral Bina Marga, 2006).

2.4.2 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Pekerjaan


Flyover
Dalam rangka pelaksanaan Keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih efektif
dan teratur dalam tiap pekerjaan, tak terkecuali pekerjaan jasa konstruksi flyover.
Maka sangat perlu untuk disusun suatu Sistem manajemen Keselamatan dan
kesehatan kerja yang merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan
komprehensif dalam suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan,
penerapan, pengukuran dan pengawasan (Cahyanti, 2013).
Menurut Kepmenaker Nomor 05 tahun 1996, sistem manajemen K3 adalah
bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian risiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman.
Secara khusus, dalam konstruksi flyover yang termasuk bagian dalam konstruksi
pekerjaan umum maka sistem manajemen yang dilakukan harus sesuai juga dengan
Sistem Manajemen K3 Konstruksi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 5 Tahun 2014.
Dimana, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum yang selanjutnya disingkat SMK3 Konstruksi Bidang PU
adalah bagian dari sistem manajemen organisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dalam rangka pengendalian risiko Keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap
pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum. SMK3 Konstruksi meliputi
kebijakan, Perencanaan, Pengendalian Operasional, Pemeriksaan dan Evaluasi
Kinerja, dan Tinjauan Ulang Kinerja K3.
Demikian pula pada konstruki flyover yang nantinya dapat disesuaikan dengan
porsi pekerjaan yang dilaksanankan. Adapun penjelasan mengenai bagian-bagian
SMK3 ini adalah sebagai berikut (Sari, n.d.) :

1. Kebijakan K3
Kebijakan yang ditetapkan harus mememenuhi ketentuan:
a. Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3;
b. Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan
persyaratan lain yang terkait dengan K3; dan
c. Sebagai kerangka untuk menyusun sasaran K3.

Kebijakan harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja, tamu


dan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan konstruksi flyover. Kebijakan ini
harus ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih
sesuai dengan perubahan yang terjadi. Organisasi K3 dibentuk dengan
penanggungjawab membawahi bidang-bidang yang terintegrasi dengan struktur
organisasi perusahaan.

2. Perencanaan K3
Dalam perencanaan K3 harus mencakup bagian-bagian berikut:
a. Penyusunan identifikasi bahaya, penilaian risiko, skala prioritas, pengendalian
risiko K3 dan penanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan konstruksi yang
dilakukan.
b. Pemenuhan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang dipergunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan SMK3.
c. Sasaran umum adalah pencapaian nihil kecelakaan kerja yang fatal (Zero Fatal
Accidents) pada pekerjaan konstruksi.
d. Sasaran khusus yang disusun secara rinci guna terciptanya sasaran umum
dengan pelaksanaan program-program.
e. Program K3 yang disusun harus mencantumkan sumber daya yang
dipergunakan, jangka waktu, indikator pencapaian, monitoring dan
penanggungjawab serta biaya yang dianggarkan.
3. Pengendalian Operasional
Pengendalian operasional berupa prosedur kerja/petunjuk kerja, yang harus
mencakup seluruh upaya pengendalian, antara lain:
a. Menunjuk penanggung jawab kegiatan SMK3 yang dituangkan dalam struktur
organisasi K3 beserta uraian tugas;
b. Upaya pengendalian berdasarkan lingkup pekerjaan;
c. Prediksi dan rencana penanganan kondisi keadaan darurat tempat kerja;
d. Program-program detail pelatihan sesuai pengendalian risiko;
e. Sistem pertolongan pertama pada kecelakaan; dan
f. Penyesuaian kebutuhan tingkat pengendalian risiko K3.

4. Pemeriksaan dan Evaluasi Kinerja K3


Kegiatan pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 dilakukan mengacu pada
kegiatan yang dilaksanakan pada pengendalian operasional.
Oleh karena itu, dalam penyusunan pengendalian operasional harus
diselesaikan dengan baik agar dalam pemeriksaan dan evaluasinya tidak
mengeluarkan biaya dan waktu yang panjang.

5. Tinjauan Ulang Kinerja K3


Hasil pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3 selanjutnya diklasifikasikan dengan
kategori sesuai dan tidak sesuai tolok ukur Sasaran dan Program K3. Hal-hal yang
tidak sesuai, termasuk bilamana terjadi kecelakaan kerja dilakukan peninjauan ulang
untuk diambil tindakan perbaikan.

2.5 Metode Pelaksanaan Pekerjaan


Metode pelaksanaan pekerjaan adalah metode yang digunakan dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi berupa pembangunan jembatan, peningkatan jalan,
dan flyover. Dimana metode-metode yang digunakan menggunakan prinsip dasar
dibidang ketekniksipilan.

2.5.1 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan


Seluruh elemen-elemen struktur suatu jembatan pada pelaksanaan pekerjaan
pembangunan jembatan harus berada pada posisi yang benar. Untuk memindahkan
suatu Gambar Rencana dari atas kertas ke suatu bangunan di lapangan, maka
dibutuhkan:
 Sejumtah titik kontrol pengukuran yang harus dikaitkan pada suatu sistem
koordinat yang tetap
 Dalam perencanaan jembatan harus dikaitkan pada sistem koordinat yang sama.
A. Elemen - Elemen Pekerjaan Jembatan
Letak dari elemen-elemen utama seperti kepala jembatan, pilar, dan bangunan
atas ditentukan berdasarkan pada sistem referensi yang digunakan. Titik offset
referensi harus ditetapkan untuk tiap pilar dan kepala jembatan. Letak dan jarak offset
tiap-tiap titik referensi harus hati-hati diputuskan dan dikenali di lapangan dan untuk
menyiapkan tahap penentuan kembali yang mudah bagi letak pilar dan kepala
jembatan selama pelaksanaan pekerjaan sehingga titik-titik ini tidak terganggu. Letak
elemen-elemen kecil lain seperti kereb, parapet, galian drainase ditentukan
berdasarkan pada letak elemen-elemen utama dengan mempertimbangkan
pengukuran. Penempatan dan pematokan letak etemen-elemen utama yang telah
ditentukan harus diperiksa. Adapun elemen-elemen pekerjaan tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Pekerjaan Pondasi
Salah satu pekerjaan yang terpenting dalam pembuatan jembatan adalah
membangun pondasi-pondasi yang kuat, suatu pekerjaan yang memerlukan perhatian
khusus pada tiap tahapan pekerjaan pondasi sebuah jembatan. Semua langkah
pencegahan harus diambil pada saat pelaksanaan, supaya tidak timbul kesalahan pada
umur pelayanan jembatan harus diingat bahwa sekali jembatan dibuka untuk lalu-
lintas umum, perbaikan atau perkekuatan pondasi sulit dilaksanakan.
2) Pekerjaan Tiang Pancang
Pekerjaan tiang pancang memerlukan perlakuan yang khusus dimulai dari
pengangkutan, penyimpanan, pengangkatan, penempatan dan pemancangan.
Peralatan yang digunakan untuk pemancangan tiang baja, beton atau kayu pada
dasarnya sama. Pada umumnya, peralatan dasar terdiri atas :
a. kerangka pemancangan tiang untuk menyangga (menopang) pemandu (leader)
b. pemandu untuk menyangga tiang pancang dan memberi arah pada waktu
pemancangan
c. penumbuk - dari jenis jatuh bebas, uap atau udara bertekanan atau tenaga diesel
d. topi tiang (helmet) yang juga diarahkan, untuk memindahkan pukulan
penumbuk pada tiang
Pemasangan tiang yang dibor membutuhkan peralatan khusus, dan kebanyakan
pekerjaan ini di sub-kontrakkan kepada kontraktor spesialis pengeboran pondasi.
Terdapat dua sumber permasalahan utama pada tiang yang dibor.
3) Pembuatan Bored Pile
Persoalan pertama adalah pembuatan bored pile pada lokasi tanah yang mudah
longsor. Persoalan ini dapat diatasi dengan memasang pelapis (liner) atau membor
dengan menggunakan cairan pemboran seperti bentonite Cara pertama lebih umum
digunakan di Indonesia. Yang kedua adalah pembuatan bored pile pada lokasi tanah
yang mengandung batuan besar. Dalam hal ini penggeboran tidak akan dapat
menembus batuan dan diperlukan sejenis pahat batuan.
4) Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah suatu bangunan yang merupakan bagian dari pekerjaan
permanen dan terdiri atas satu atau lebih sumur vertikal pondasi ini terbuat dari baja,
beton bertulang, atau bagian-bagian beton pracetak yang ditegangkan secara bertahap
menjadi satu.
5) Pembetonan
Aspek-aspek mengenai beton adalah mulai dari persiapan acuan dan
pemasangan penulangan pada posisinya sampai pengecoran dan perawatan beton
pada acuannya. Langkah pertama pada pembuatan acuan adalah: Kontraktor harus
menyiapkan dan menyerahkan satu set gambar kerja kepada konsultan supervisi.

B. Ketentuan Spesifikasi Pekerjaan Jembatan


Kontraktor harus memperhatikan ketentuan pada spesifikasi teknik sehubungan
dengan:
1) Material
2) Desain
3) Persiapan acuan untuk pengecoran
4) Pembongkaran acuan
5) Penyelesaian beton yang tampak/expose
6) Pemeriksaan terhadap acuan
7) Persetujuan yang diperlukan sebelum pengecoran, pembongkaran acuan

C. Persoalan-Persoalan Teknis Pekerjaan Jembatan


Persoalan-persoalan (kekurangan yang terdapat pada desain perancah) sering
berhubungan dengan persoalan pondasi. Konsultan Supervisi harus memastikan
bahwa kontraktor telah merinci pada gambar rencana perancah cara pemindahan
beban dari perancah ke dalam tanah. Perancah pada tanah lanau sungai harus
dibangun sedemikian rupa sehingga tidak melebihi daya dukung dari lanau. Hal ini
memerlukan penggunaan pondasi mat yang besar atau bahkan pondasi tiang.
Kontraktor diminta harus memikirkan cara pembuatan perancah pada tahap awal
proyek, sehingga dapat mengambil manfaat dari adanya peralatan yang dibawa ke
lokasi untuk keperluan pemasangan kepala jembatan atau tiang pilar.

D. Pekerjaan Pengecoran
Berikut terdapat ringkasan dari beberapa hal yang penting untuk diingat pada
waktu pelaksanaan pengecoran :
1) Beton harus dicor secara vertikal dan sedekat mungkin pada posisi akhirnya.
Jika perlu penghampar beton, hal ini harus dilakukan dengan sekop dan bukan
dengan membuaf beton mengalir.
2) Beton tidak diperbolehkan dituang ke dalam acuan dari ketinggian berlebih
karena dapat menimbulkan kerusakan dan pemisahan. Ketinggian jatuh harus
sekecil mungkin dan bila melebihi 2 meter, mungkin perlu suatu talang/saluran
jatuh. Pengecoran beton harus dimulai dari sudut acuan dan dari titik terendah
bila permukaannya miring. Setiap tuangan beton harus dicor mengarah ke
deposit sebelumnya, bukan menjauhinya.
3) Beton harus dituang menurut lapisan horizontal dan tiap lapisan dipadatkan
sebelum penuangan lapisan berikutnya. Setiap lapis harus dicor dalam suatu
pekerjaan yang menerus dan sebelum pengerasan lapisan terdahulu. Ketebalan
tiap lapisan tergantung pada ukuran dan bentuk dari bagian beton itu, jarak
antara penulangan, kekentalan (konsistensi) beton dan cara pemadatan.
4) Pada pekerjaan beton bertulang, lapisan-lapisan pada umumnya mempunyai
ketebalan 300 mm, dan untuk beton masif tebal 500 mm. Jika lapisan beton
tidak dapat dicor sebelum pengerasan lapisan sebelumnya, seperti pada pagi
hari setelah semalam beristirahat, harus dibuat suatu konstruksi sambungan.
5) Beton tidak boleh dicor pada saat hujan lebat tanpa pelindung di atasnya, jika
tidak, permukaan semen akan tercuci oleh hujan.

E. Fabrikasi
Fabrikasi ini meliputi proses-proses pemotongan, pembentukan, pengeboran,
pelubangan, penyambungan dan operasi-operasi lainnya guna pembentukan pelat-
pelat baja yang sederhana dan profil-profil menjadi komponen-komponen jadi.
Metoda pemasangan dari tiap-tiap tipe jembatan dijelaskan dan masing-masing
diterangkan keuntungan dan kerugiannya.
F. Kontrak Konstruksi Pekerjaan Jembatan
Umumnya kontrak pembangunan jembatan termasuk pembangunan konstruksi
jalan pendekat. Ini umumnya dikerjakankan di bagian akhir pelaksanaan pekerjaan
kontrak dan biasanya dilupakan dalam seluruh proses pengendalian mutu.

2.5.2 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Penigkatan Jalan


Dalam melaksanakan pekerjaan jalan, tentunya diperhatikan pula metode
pekerjaannya, adapaun metode pekerjaan pada peningkatan jalan sebagai berikut :
1) Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan awal yang meliputi kegiatan-kegiatan pendahuluan untuk mendukung
permulaan proyek.
2) Pembuatan Job Mix Design
Sebelum pekerjaan utama dilaksanakan terlebih dahulu dilaksanakan
pengambilan sampel bahan dari quary di sungai yang berada di lokasi proyek, atau
tempat yang berdekatan dengan lokasi proyek, diantaranya: batu, pasir, dan asphal
selanjutnya dibawa ke laboratorium job mix design yang akan dijadikan sebagai
acuan kerja.
3) Kantor Lapangan dan Fasilitasnya
Penentuan lokasi basecamp, pembuatan kantor lapangan dan fasilitasnya di
lokasi proyek dan kemudian dilanjutkan dengan mobilisasi peralatan yang diperlukan
sesuai dengan tahapan pelaksanaan pekerjaan.
4) Rekayasa Lapangan
Dengan petunjuk direksi teknis survei rekayasa lapangan dilaksanakan untuk
menetukan kondisi fisik dan struktural dari pekerjaan dan fasilitas yang ada di lokasi
pekerjaan, sehingga dimungkinkan untuk mengadakan peninjauan ulang terhadap
rancangan kerja yang telah diberikan sistem dan tata cara survei dikoordinasi dengan
direksi teknis.
5) Material dan Penyimpanan
Bahan yang akan digunakan di dalam pekerjaan harus menemui spesifikasi dan
standard yang berlaku. Semua material yang digunakan dilakukan penyimpanan di
tempat dan kondisi yang sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, agar mutu
bahan tetap terjaga dengan baik.
6) Jadwal Konstruksi
Jadwal konstruksi dibuat pihak kontraktor kemudian diajukan kepada Direksi
Teknis untuk dibahas dan mendapat persetujuan pada saat dilaksanakan rapat
pendahuluan (Pre Contruction Meeting).
7) Papan Nama Proyek
Papan nama ini digunakan sebagai identitas dan informasi mengenai proyek.
8) Relokasi Utilitas dan Pelayanan
Pendapatan terhadap sarana yang masuk dalam ketentuan relokasi yang sudah
ditetapkan, pelaporan terhadap depertemen terkait, pemindahan utilitas setelah
mendapatkan persetujuan dari depertemen terkait.
9) Mobilisasi peralatan
Dalam pelaksanaan pekerjaan peningkatan jalan, diperlukan peralatan yang
dapat memobilisasi pekerjaan tersebut, diantara lain :
a) Dump Truck
b) Asphalt finisher
c) Tandem Roller
d) Vibrator Roller
e) Wheel Loader
f) Excavator
g) Motor Grader
h) Aspal Spayer
i) Water Tanker
j) Concrete Mixer
k) Generator Set
l) Compressor
m) Survey Equipment
n) Pneumatic Type Roller (PTR)
o) Flat Bed Truck
p) Water Pump
q) SlumTest
2.5.3 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Flyover
Flyover adalah jalan yang dibangun tidak sebidang melayang menghindari
daerah atau kawasan yang selalu menghadapi permasalahan kemacetan lalu lintas.
Sebagaimana jembatan flyover pada umumnya terdiri dari dua bangunan utama yaitu
bangunan atas (Upper structure) yang berfungsi sebagai bagian yang menerima
beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban
lalu lintas kendaraan, gaya rem, dan lain sebagaianya dan bangunan bawah (Sub
structure) berfungsi sebagai bagian yang menerima dan meneruskan langsung beban
dari bagian struktur atas ke tanah keras yang mendukung segala beban yang terjadi
(Andrian et al, 2019).
Adapun dalam pelaksanaan dalam pekerjaan flyover memiliki tahapan sebagai
berikut :
1. Pekerjaan Persiapan
Pada pekerjaan persiapan ini dibagi menjadi:
Proses yang harus dilakukan pada tahap persiapan adalah:
a. Penyusunan jadwal dan pelaksanaan survei
1) Mengajukan jadwal dan metode pelaksanaan proyek kepada konsultan
pengawas.

2) Melakukan survei bersama antar tim proyek dengan konsultan pengawas.

3) Mengajukan desain shop drawing sesuai dengan hasil yang dikeluarkan


oleh tim pengukuran.
b. Mobilisasi
Mobilisasi peralatan, tenaga kerja harus sesuai dengan jadwal kebutuhan
lapangan agar dapat menghasilkan kualitas yang lebih baik dan efisiensi baik dari
segi tenaga, waktu maupun keuangan.

2. Metode Pembersihan Lahan


Tahap pembersihan lahan ini merupakan kegiatan awal yang memiliki peranan
sangat penting terhadap lingkungan sekitar flyover, tahap pembersihan lahan ini
terbagi dalam beberapa tahapan, adapun tahapan dari pembersihan lahan adalah
sebagai berikut:
a. Lingkup Pekerjaan
Mencakup pembersihan, pembongkaran, pembuangan lapisan tanah permukaan
serta pembersihan tumbuh-tumbuhan serta puing-puing di daerah kerja kecuali
benda-benda yang telah ditentukan harus tetap di tempatnya.
b. Item Kritis
1). Utilitas dilakukan identifikasi awal dengan test pit dan koordinasi dengan
otoritas utilitas tersebut untuk dilakukan relokasi atau dilakukannya proteksi.
2). Drainase sementara yang baik untuk mengalirkan air jika terjadi hujan
selama pelaksanaan dalam pekerjaan.

3. Pelaksanaan Konstruksi Flyover


Dalam pelaksanaan konstruksi flyover memiliki beberapa tahapan yaitu:

1). Pekerjaan Tiang Pancang


Pondasi tiang pancang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan
gaya ortogonal se-sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang
pancang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal
tiang pancang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.

2). Pekerjaan Pile cap


Pile cap merupakan suatu cara untuk mengikat pondasi sebelum didirikan
kolom dibagian atasnya. Pile cap berfungsi utuk menerima beban dari kolom yang
kemudian akan terus disebarkan ke tiang pancang. Adapun tahapan pelaksanaan
dalam pembuatan pile cap dapat dilihat sebagai berikut:

a) Pelaksanaan galian.
b) Pile Head Treatment
c) Lean Concrete
d) Pembesian dan pengecoran
3) Pekerjaan Pier P
Pekerjaan kolom pier dimulai setelah pekerjaan pile cap telah selesai. Kolom
pier termasuk struktur utama jembatan yang berfungsi untuk meneruskan beban-
beban yang berada diatasnya, seperti beban hidup dan beban mati menuju pile cap
jembatan.

4) Pekerjaan Pier head


Pelaksanaan pembuatan pier head dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pembuatan
bekisting, pembesian, dan pengecoran. Pengecoran dilakukan dalam dua tahap,
yaitu bagian bawah pier dan bagian atas pier.

5) Pekerjaan Erection PC-U Girder


PC (Precast Concrete)-U Girder merupakan bagian struktur atas jembatan.
Rencana dan metode kerja ini mencakup kegiatan produksi PC-U Girder,
transportasi material ke site, dan pelaksanaan di site. Pekerjaan girder dimulai
setelah perletakan elastomer terpasang.

6) Pekerjaan Diafragma
Diafragma adalah elemen struktur yang berfungsi untuk memberikan ikatan
antara PC-U Girder sehingga akan memberikan kestabilan pada masing-masing
PC-U Girder dalam arah horizontal. Pengikatan tersebut dilakukan dalam bentuk
pemberian stressing pada diafragma dan PC-U Girder dapat berkerja sebagai satu
kesatuan.

7) Pekerjaan Slab/pelat lantai


Pelat lantai adalah bagian dari eleman flyover yang merupakan komponen
utama flyover yang berkontak langsung dari beban kendaraan pada flyover.
Perencanaan elemen pelat lantai tidak kalah pentingnya dengan perencanaan lain.
Pelat lantai yang tidak direncanakan dengan baik bisa menyebabkan lendutan dan
getaran saat ada beban yang bekerja pada pelat tersebut.
8) Pekerjaan Finishing
Setelah Pekerjaan pembuatan pelat lantai pada bagian atas flyover selesai
selanjutnya adalah melakukan pekerjaan finishing, pada tahap ini ada beberapa
pekerjaan kecil yang sangat berpengaruh bagi keyamanan dan estetika bangunan
flyover seperti pekerjaan pengaspalan yang bertujuan untuk melapisi dan
mengeraskan pelat lantai selain itu pemberian lampu jalan dan pagar pembatas pada
flyover. Dalam pelaksanaannya pekerjan finishing ini harus sesuai dengan spesifikasi
teknis baik itu dari segi material maupun metode pekerjaan yang telah ditentukan,
jika tidak aka nada kerusakan-kerusakan kecil yang mampun memberikan pengaruh
besar terhadap kekuatan struktur pada flyover, jika telah selesai maka selanjutnya
adalah pembersihan lokasi proyek dari sisa-sisa material yang telah digunakan agar
tidak terjadi kecelakaan baik pada pekerja maupun warga sipil.
Adapun flow chart yang menunjukan tahapan-tahapan pekerjaan flyover :

Gambar 2.2 Flow Chart Pekerjaan Tahapan Flyover


BAB III
URAIAN PEKERJAAN DAN
STRUKTUR ORGANISASI K3 KONSTRUKSI

3.1 Uraian Pekerjaan


3.1.1 Uraian Pekerjaan Pada Jembatan
Jembatan merupakan prasarana transportasi yang menghubungkan satu tempat
tertentu dengan yang lain dalam suatu sistem jaringan jalan. Sistem tersebut secara
utuh harus dapat memberikan pelayanan akan kebutuhan pergerakan orang dan
barang antar wilayah secara efisien. Bila efisiensi tersebut dicapai, diharapkan
pertumbuhan ekonomi akan membaik, yang pada akhirnya dapat menunjang
tercapainya kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan. Dalam jaringan jalan
nasional di Indonesia, jembatan memiliki peran penting dalam menunjang kelancaran
pergerakan dasar antar wilayah, sekaligus sebagai prasarana aksesibilitas antar
wilayah yang lebih luas berskala Nasional.
Kapasitas jembatan mendukung lalu-lintas berat dan menahan gangguan banjir
dan sebagainya sangat tergantung pada kekuatan pondasinya. Pada jembatan-
jembatan sederhana, kadang-kadang diizinkan adanya penurunan kecil, penurunan
besar pada pilar atau kepala jembatan akan menyebabkan tegangan yang berlebihan
dan kerusakan pada unsur-unsur jembatan. Kalau jembatan telah direncanakan
sebagai bangunan menerus, penurunan bangunan bawah akan mengakibatkan
membaliknya tegangan pada gelegar dan lantai jembatan. Penurunan yang
berlebihan, akan mengakibatkan kerusakan pada bangunan (Dept. PU, 2006).

Tabel 3.1 Uraian Pekerjaan Jembatan


No. Jenis Pekerjaan Uraian Pekerjaan
1. Pekerjaan Struktur Jembatan • Penyediaan balok jembatan/grider jembatan
• Galian struktur abutment jembatan
• Pembuatan pondasi jembatan
• Pembuatan abutment dan pilar jembatan
• Pemasangan balok girder
• Pemasangan diafragma tepi dan diafragma
tengah
• Pemasangan platdeck
• Pemasangan besi tulang
• Pengecoran lantai jembatan
• Pembuatan plat injak jembatan
Pekerjaan Orpit Jembatan • Pembuatan talud jalan
• Pemasangan kolom pengaman talud jalan
• Penghamparan da pemdatan timbunan
pilihan/sirtu
2. • Penghamparan dan pemadatan lapir
ponndasi agragat kelas B
• Penghamparann dan pemadatan lapis
pondasi agragat kelas A
• Pekerjaan aspal
Pekerjaan drainase jalan • Drainase jalan dibuat menggunakan
3. konntruksi beton bertulang atau
pemasangan batu kali dengan mortal
Pekerjaan pelengkap • Pembuatan tembok
• Pembuatan trotoar
• Pemasangan lampu hias sesuai spesifikasi
• Pekerjaan marka jalan dan lampu jembatan

3.1.2 Uraian Pekerjaan Pada Peningkatan Jalan


Dalam pelaksanaan pekerjaan peningkatan jalan, uraian pekerjaan yang
meliputi :
1. Mobilisasi
Lingkup kegiatan mobilisasi yang diperlukan dalam pekerjaan ini berdasarkan
pada lokasi dan kondisi lapangan, juga memperhatikan jenis dan volume pekerjaan
yang akan dilaksanakan, sebagaimana disyaratkan di bagian-bagian lain dari
dokumen kontrak, dan secara umum harus memenuhi ketentuan sebagaimana
disebutkan sebelumnya.
2. Pembangunan Barak Pekerja, Kantor lapangan, dan Quarry.
Untuk lokasi quarry pada pekerjaan ini digunakan quarry yang sudah ada yang
terletak di Kembung Luar dengan jarak ± 5 km dari lokasi proyek. Karena jika
membuat quarry baru yang dekat dengan lokasi proyek, membutuhkan dana yang
tidak sedikit dan harus mencari tanah kosong untuk pembuatan quarry tersebut.
Sedangkan pada lokasi tersebut terdapat tanah gambut dan permukaan tanahnya
rendah. Sedangkan untuk barak pekerja ditempatkan menjadi satu dengan quarry
karna di daerah sekitar lokasi proyek tidak ada tanah kosong untuk di dirikan barak
pekerja tersebut.
3. Penyiapan Badan Jalan
Penyiapan badan jalan pada pekerjaan pelebaran jalan meliputi pekerjaan
pembersihan, pembentukan tanah dasar agar elevasinya sesuai dengan yang
ditujukkan gambar rencana atau sesuai dengan petunjuk direksi pekerjaan, dan
termasuk pekerjaan pemadatan tanah dasar. Pada lokasi pekerjaan kondisi awal atau
kondisi jalan lama adalah jalan beton dengan lebar 350 cm dengan kondisi rusak di
beberapa titik. Pekerjaan penyiapan badan jalan dilaksanakan dengan prosedur
sebagai berikut :
a) Pembersihan lokasi pekerjaan dari material yang dapat mengganggu pekerjaan
seperti semak-semak, pepohonan, dan material lainnya.
b) Pekerjaan galian yang baik diperlukan dengan menggunakan alat berat
excavator untuk membentuk tanah dasar sesuai Gambar atau sesuai dengan
petunjuk Direksi Pekerjaan.
Metode pelaksanaan pekerjaan penyiapan badan jalan yang dilakukan pada
pekerjaan penyiapan badan jalan ini adalah mengerjakan atau menyiapkan badan
jalan menggunakan alat berat yang sudah ditentukan sebelumnya
4. Pekerjaan Kayu Gambangan .
Penggunaan kayu gambangan pada pekerjaan jalan ini adalah guna untuk
menambah kekuatan daya dukung tanah dasar dalam menerima beban lalu lintas dari
jalan yang akan dibangun.
Metode pelaksanaan yang digunakan untuk pemasangan kayu gambangan pada
pekerjaan ini adalah dimulai pada saat penyiapan badan jalan sudah memasuki STA
02+100, tanpa harus menunggu selesai semuanya. Pemasangan kayu gambangan
yang telah dipotong sesuai ukuran dilakukan dengan cara manual menggunakan
tenaga pekerja lapangan.
5. Pemasangan Geotextile
Untuk pekerjaan pemasangan atau penggelelaran geotextile pada pekerjaan ini
penulis merencanakan dengan tidak menunggu pekerjaan penyiapan badan jalan dan
pemaangan kayu gambangan selesai terlebih dahulu, tetapi pekerjaan ini dilakukan
ketika pekerjaan penyiapan badan jalan sedah selesai ± 500 m pada jalan yang
dikerjakan.
Metode pelaksanaan penggelaran geotextile pada pekerjaan ini dipasang atau
digelerkan pada penambahan badan jalan disamping kiri perkerasan jalan lama.
Pemasangan geotextile dipasang terlebih dahulu yakni sisi kiri dari perkerasan jalan
lama mulai dari STA 01+600 hingga STA 03+100.

6. Lapis Pondasi Agregat Kelas B Penghamparan dan Pemadatan


Pekerjaan ini meliputi pemasokan, pengangkutan, penghamparan, dan
pemadatan agregat di atas permukaan yang telah disiapkan sebelumnya. Untuk
pekerjaan ini dapat dilakukan sebelum penggelaran geotextile selesai 100%. Dimana
ketika penggelaran grotextile sudah setengah penggelaran maka dapat dilanjutkan
dengan pekerjaan penghamparan dan pemadatan. Alat berat yang digunakan pada
bidang pekerjaan ini adalah Dump truck, Motor grader dan Tandem roller.
Untuk penuangan agregat dari Dump truck ke area yang sudah digelar
geotextile itu jaraknya berdasarkan volume agregat dalam satu muatan dump truck
dan volume area pemadatan. Setelah pemadatan selesai kemudian dilakukan
pengecekan ketebalan apakah ketebalan tersebut sudah memenuhi syarat.

7. Perkerasan Beton Semen (Rigid Pavement T= 20 cm)


Pada pekerjaan ini perkerasan yang digunakan adalah perkerasan kaku beton
semen (Rigid Pavement) dengan ketebalan 20 cm. Untuk pelaksanaan pekerjaan ini
tidak menggunakan pengecoran lantai kerja

3.1.3 Uraian Pekerjaan Pada Konstruksi Flyover


Dalam pelaksanaan pekerjaan flyover terdapat uraian pekerjaan yang meliputi
yaitu :

1. Pekerjaan persiapan
a) Survei & stocking out
b) Mobilisasi
c) Direksi keet / Gudang / papan proyek / pagar kerja

2. Pekerjaan Tiang pancang


a) Pengadaan Tiang Pancang
b) Penentuan Koordinat titik pancang
c) Pemancangan
d) Kalender/Final Set

3. Pekerjaan Pile Cap

a) Galian

b) Pier head treatment

c) Lean concrete

d) Pembesian

e) Bekisting
f) Pengecoran

g) Curing

4. Pekerjaan Pier

a) Pembesian Kolom

b) Instal Form Work

c) Pengecoran beton

d) Curing beton

5. Pekerjaan Pier head

a) Perancah Scaffolding

b) Pembesian tahap 1

c) Form work tahap 1

d) Pengecoran tahap 1

e) Curing beton tahap 1

f) Pembesian tahap 2

g) Form work tahap 2

h) Pengecoran tahap 2

i) Curing beton tahap 2

6. Pekerjaan PC-U Girder

a) Pengadaan PC-U girder

b) Pengangkutan ke stock girder

c) Setting PC-U girder

d) Grouting PC-U Girder

e) Erection PC-U girder


7. Pekerjaan Diafragma

a) Pemasangan stager sementara untuk bekerja

b) Pembesian

c) Pemasangan bekisting

d) Pengecoran diafragma dengan concrete pump

e) Curing

f) Pembongkaran bekisting

8. Pekerjaan Deck Slab

a) Pembuatan precast concrete

b) Distribusi ke site

c) Instalasi pada girder

9. Pekerjaan plat lantai

a) Pemasangan deck slab

b) Bekisting cantilever

c) Pembesian

d) Pengecoran

e) Curing beton

10. Pekerjaan AC-WC

11. Finishing

a) Pembersihan
3.2 Struktur Organisasi

Proses pengelolaan proyek harus melalui suatu perencanaan seperti


diorganisasi, diarahkan, dikoordinasi, dan dikontrol dengan baik agar supaya tujuan
dapat tercapai dengan baik secara efisien dan efektif. Adapun langkah-langkah yang
mengantarkan orang kepada manajemen proyek adalah :

1. Perlu mengidentifikasi kesempatan berusaha atau melakukan kegiatan kegiatan


investasi yang biasanya diwujudkan dalam bentuk proyek.

2. Menghayati karakteristik serta batasan-batasan proyek sebelum mengambil


keputusan untuk mengadakan suatu investasi proyek.

3. Menyadari bahwa manajemen proyek perlu diberi wadah dalam suatu


organisasi tertentu.

Presiden Direktur

Direktur Direktur Direktur Direktur


 Direktur
pemasaran priduksi personalia pembelanj
umum
aan

Gambar 3.1 Struktur Organinasi Proyek

Tabel 3.1 Wewenang dan tanggung jawab unit pelaksanaan K3

No. Unit Pelaksanaan Wewenang dan tanggung jawab


Menentukan dan memutuskan Kebijakan Tanggap
Darurat Perusahaan

Mengajukan anggaran dana yang berkaitan dengan sarana


dan prasarana tanggap darurat Perusahaan.

Mengundang partisipasi seluruh karyawan untuk

1. Ketua melangsungkan latihan tanggap darurat di lingkungan

Perusahaan

Menjadwalkan pertemuan rutin maupun non-rutin Unit

Tanggap Darurat

Menyusun rencana pemulihan keadaan darurat


Perusahaan.

Membuat laporan kinerja Unit Tanggap Darurat.

Melakukan pemantauan kebutuhan dan perawatan sarana


dan prasarana tanggap
Wakil Dan
2. darurat pada Perusahaan
Sekretaris
Melaksanakan kerja sama dengan pihak terkait yang
berkaitan dengan tanggap darurat Perusahaan

Membantu tugas-tugas Ketua apabila Ketua berhalangan.

Melangsungkan pemadaman kebakaran menggunakan


sarana pemadam api di lingkungan Perusahaan secara
Regu Pemadam aman, selamat dan efektif.
3.
Kebakaran Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan
prasarana pemadam api di lingkungan Perusahaan kepada
Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit Tanggap Darurat
Memimpin prosedur evakuasi secara aman, selamat dan
cepat.

Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan


prasarana evakuasi di lingkungan Perusahaan kepada
4. Regu Evakuasi
Koordinator, Wakil maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.

Melaporkan adanya korban tertinggal, terjebak ataupun


teruka kepada Regu P3K, Koordinator maupun wakil Unit
Tanggap Darurat.

5. Regu P3K Melaksanakan tindakan P3K

Melaporkan segala kekurangan/kerusakan sarana dan


prasarana P3K di lingkungan Perusahaan kepada
Koordinator, Wakil

maupun Ketua Unit Tanggap Darurat.

Melaporkan kepada Koordinator ataupun wakil Unit


Tanggap Darurat bilamana terdapat korban yang
memerlukan tindakan medis lanjut pihak ke tiga di luar

Perusahaan.

Mengakomodasi kebutuhan umum tanggap darurat


6. Logistik
(makanan, minuman, pakaian, selimut, pakaian, dsb)

Mengakomodasi sarana transportasi darurat dari


7. Transportasi
dalam/luar lingkungan Perusahaan.

Memantau perkembangan penanganan kondisi darurat


dan menjembatani komunikasi antar regu Unit Tanggap
Komunikasi
8. Darurat.
Internal
Memastikan alur komunikasi antar regu Unit Tanggap
Darurat dapat dilangsungkan

secara baik dan lancar

Memantau seluruh informasi internal dan mengakomodasi


Komunikasi informasi/pemberitaan untuk pihak luar.
9.
Eksternal Menghubungi pihak eksternal terkait untuk kepentingan
tanggap darurat (Kepolisian/Warga).

Melaksanakan tindakan keamanan internal maupun


10. Keamanan eksternal selama berlangsungnya tanggap darurat
Perusahaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rencana Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko, Skala Perioritas,


Pengendalian Resiko
Identifikasi bahaya adalah suatu usaha untuk mengetahui, mengenal dan
memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem (peralatan, tempat kerja, prosedur,
aturan, dan lain-lain). Penilaian resiko adalah menilai suatu resiko dengan cara
membandingkannya terhadap tingkat standar risiko yang telah dapat
ditoleransi/ditetapkan. Skala prioritas adalah ukuran kebutuhan yang tersusun dalam
daftar berdasarkan tingkat kebutuhan seseorang, dimulai dari kebutuhan yang
bersifat ditunda pemenuhannya. Pengendalian risiko adalah melakukan penurunan
derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai
alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan lain-lain.
Analisa resiko dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan
konsekuensi yang akan terjadi, dan menentukan tingkat resiko yang ada dengan
mengalihkan kedua variabel tersebut ( Probabilitas x Konsejuensi ) atau ( Peluang x
Akibat ). Penilaian resiko ditentukan dengan :
1) Kemungkinan

Nilai 1 = Jarang Terjadi

Nilai 2 = Kadang – kadang terjadi Nilai 3 = Sering terjadi


2) Akibat / Keparahan
Nilai 1 = Luka ringan Nilai 2 = Luka sedang
Nilai 3 = Luka berat, cacat, kematian

3) Tingkat Risiko

Nilai 1 dan 2 = Risiko rendah

Nilai 3 dan 4 = Risiko sedang


Nilai 6 dan 9 = Risiko tinggi
Tingkat Risiko = Frekwensi x akibat

Untuk penetapan skala prioritas ditetapkan berdasarkan item pekerjaan


yang mempunyai tingkat risiko K3 tinggi, sedang dan rendah dengan
penjelasan sebagai berikut :

1) Prioritas 1 = Risiko Tinggi

2) Prioritas 2 = Risiko Sedang

3) Prioritas 3 = Risiko Rendah


Prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya yaitu:

1) Mengakomodasi kegiatan rutin.

2) Mengakomodasi kegiatan non rutin.

3) Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja. 4) Perilaku


manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya.
4) Mengidentifikasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan personil di tempat kerja.
5) Bahaya yang ada di sekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan
kerja penyedia jasa.
6) Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang
disediakan oleh penyedia jasa atau pihak lain.
7) Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan dampaknya
pada operasi, proses dan kegiatannya.
8) Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan
penilaian risiko dan penerapan pengendaliannya.
9) Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi
dan instruksi kerja termasuk penyesuaian terhadap kemampuan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai