Anda di halaman 1dari 25

Presentasi Kasus

G3P2A0 Hamil 37 Minggu Dengan Preeklampsia Berat JTH


Preskep

Oleh :
dr. Argalia Sinta Nugrahini

Pembimbing:
dr. Heryuristiyanto,Sp.OG

Pendamping :
dr. Dewi Haryanthi

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSAU DR. SISWANTO LANUD ADI SOEMARMO
KARANGANYAR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul “G3P2A0 Hamil 37 Minggu Dengan


Preeklampsia Berat JTH Preskep” telah diperiksa dan disetujui
sebagai salah satu syarat Program Intersip Dokter Indonesia

Pada :
Hari / Tanggal : ………………………………………..2023

Dokter Pendamping Intersip Dokter Pembimbing

dr. Dewi Haryanthi dr. Heryuristiyanto,Sp.OG

Mengetahui,
Kepala RSAU dr. Siswanto

Kolonel Kes dr. Jantje J.Arikalang, Sp. B


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat dan karuniaNya


sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan
kasus yang berjudul “G3P2A0 Hamil 37 Minggu Dengan
Preeklampsia Berat JTH Preskep”. Dalam penyelesaian laporan
kasus ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada:
1. Kolonel Kes dr. Jantje J.Arikalang,Sp.B Selaku Kepala
RSAU dr. Siswanto
2. dr. Heryuristiyanto,Sp.OG Selaku Dokter Pembimbing
RSAU dr. Siswanto
3. dr. Dewi Haryanthi Selaku Dokter Pendamping Intership
laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan
mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan
kasus ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua
pihak.

KARANGANYAR, 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Pre-eklampsia atau eklampsia sampai saat ini merupakan salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia di samping perdarahan dan

infeksi. Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi disertai proteinuria yang timbul setelah

usia kehamilan 20 minggu. Gangguan multisistem ini merupakan salah satu penyulit

kehamilan yang dapat terjadi pada saat ante, intra, dan postpartum. Preeklampsia dan

eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang

berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan

penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul

karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.

Berdasarkan gejala – gejala klinik preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat. Preeklampsia berat merupakan preeklampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5

g/24 jam.1

Preeklampsia meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik bagi ibu hamil maupun

janin yang dikandungnya. Preeklampsia dan eklampsia berkontribusi terhadap 10 – 15% dari

total kematian ibu di dunia.2 Data statistik menunjukkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di

Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara yakni mencapai 228

per 100.000 kelahiran hidup.3

Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per

100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Meskipun tidak semua kematian ibu tersebut

disebabkan oleh preeklampsia, namun preeklampsia diketahui bertanggung jawab atas 25%

dari kejadian tersebut. Angka kejadian preeklampsia di Indonesia mencapai 128.273 per
tahun atau sekitar 5,3%. Hal tersebut sesuai dengan insidensi preeklampsia yang terjadi di

negara berkembang lainnya yaitu sekitar 1,8% - 18%.4

Terdapat banyak faktor risiko yang dapat mempermudah ibu hamil untuk jatuh dalam

kondisi preeklampsia. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain primigravida, primipaternitas,

umur yang ekstrim, hiperplasentosis, riwayat pernah mengalami preeklampsia, riwayat

keluarga yang pernah mengalami preeklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah

ada sebelum hamil, dan obesitas.1 Faktor risiko umur > 35 tahun meningkatkan risiko

preeklampsia berkaitan dengan kerusakan endotel pembuluh darah seiring dengan penuaan

ibu.5 Hamil diusia yang ekstrim dapat terjadi karena pada saat ini tidak jarang seorang wanita

memilih untuk tidak segera menikah dengan alasan pekerjaan sehingga pada akhirnya harus

hamil di usianya yang sudah mencapai 35 tahun atau bahkan diatasnya.5

Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami dengan jelas

sehingga pencegahan penyakit tersebut menjadi tantangan. Penyakit yang disebut sebagai

disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Strategi untuk mengatasi

preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada deteksi dini penyakit dan tatalaksana terapi

yang tepat. Tatalaksana terapi preeklampsia dan eklampsia bergantung pada ketersediaan

pelayanan obstetri emergensi seperti antihipertensi, magnesium sulfat (antikonvulsan), dan

fasilitas yang diperlukan untuk persalinan.6 Pengontrolan tekanan darah ibu dengan

antihipertensi penting untuk menurunkan insidensi perdarahan serebral dan mencegah

terjadinya stroke maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat preeklampsia dan

eklampsia.7 Antikonvulsan diberikan untuk mencegah terjadinya kejang pada preeklampsia

dan mengatasi kejang pada eklampsia.8

Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan

eklampsia, serta penanganannya perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu

dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema,
dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang

teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan

preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor- faktor

predisposisi yang lain.


BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Sri Winarsih
Umur : 27 tahun
Tanggal Lahir : 07 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Mangunrejo, Nogosari, Boyolali
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Masuk RS : 10 Desember 2022 Pukul, 09.30

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Auto-anamnesis pada hari Sabtu, 10 Desember

2022 di Ruang Instalasi Gawat Darurat

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan mules-mules

Keluhan Tambahan

Mual dan muntah

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Nyeri perut bagian bawah (+) dirasakan hilang-timbul, mules-mules (+)

lendir campur darah (+), keluar air-air dari jalan lahir (+), disertai mual dan

muntah (+), pergerakan janin (+) sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga

mengatakan kedua tungkai bengkak


BAB dan BAK biasa tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan ada riwayat hipertensi pada kehamilan (+), Pasien

menyangkal adanya penyakit jantung, paru, ginjal, DM

Riwayat Alergi

Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat ataupun makanan

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada riwayat HT, Jantung, DM, dan paru

paru

Riwayat Haid

Pertama kali haid (Menarche) : pada usia + 11 Tahun dengan siklus haid 28

hari, lamanya haid tiap siklus 7 hari. ganti pembalut 3-4 kali. Hari pertama haid

terakhir (HPHT) 05 Maret 2022 dan taksiran tanggal partus 12 Desember 2022

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. 2018/Laki-Laki/1400/Meninggal/Dokter/Spontan/ RS. Moewardi

2. 2021/Perempuan/2600/Hidup/ Dokter/Spontan/ RS. Pandanarang

3. Hamil sekarang

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda-Tanda Vital :

Tekanan Darah : 168/119 mmHg

Nadi : 98 X/Menit

Pernafasan : 19 X/Menit

Suhu : 36,0 C
SPO2 : 98 % Udara Bebas

STATUS GENERALIS

Kepala : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan peningkatan JVP tidak

ditemukan

Jantung : Kardiomegali, S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vesikuler (+/+),

Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Status Obstetri

Genitalia : Status Obstetri

Ekstremitas : Edema (+/+) ekstremitas inferior, Akral hangat, CRT < 2

detik, Sianosis (-/-)

STATUS OBSTETRIKUS

Muka : Kloasma gravidarum (-)

Mammae

Inspeksi : Papila mammae tidak menonjol, corpus mammae simetris,

tanda-tanda radang (-), retraksi (-), iverted nipple (-), aerola mammae

hiperpigmentasi, tidak ada retraksi dan tidak ada menyerupai kulit jeruk.

Palpasi : Corpus mammae nyeri (-), benjolan (-), aerola mammae tidak

mengeluarkan ASI, teraba kenyal

Abdomen

Infeksi : Tampak membuncit, hiperpigmentasi linea alba (+), striae

gravidarum (+)

Palpasi :
Leopold 1 : -TFU 3 jari dibawah prosessus Xipoideus

- Teraba masa lunak, bulat, tidak melenting, kesan bokong

Leopold II : Pada sisi kanan abdomen ibu teraba tahanan memanjang, kesan

punggung

Leopold III : Teraba massa keras, bulat, melenting, kesan kepala

Leopold IV : Konvergen (5/5)

TFU : 35cm

His : Tidak ada

DJJ : 141X/Menit

Pemeriksaan Genitalia

Genitalia Eksterna

Inspeksi : Vulva/ muara uretra tenang, perdarahan aktif (-)

Genitalia Interna

Inspekulo : Tidak dilakukan

VT : Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pengambilan sampel pada hari Sabtu, 10 Desember 2022 Pukul,

09.30

Hemoglobin : 9,4

Leukosit : 10.000

Eritrosit : 3.65

Trombosit : 283.000

Hematokrit : 29

HBSAG : Negatif

HIV : Negatif
Antigen : Negatif

Ptotein Urin : Positif 1

V. DIAGNOSIS

G3P2A0 Hamil 37 Minggu Dengan Preeklampsia Berat JTH Preskep

VI. PENATALAKSANA

Advice :

Inf. Rl 20 Tpm

Rencana SC Pukul 18.30 WIB

Pasang DC

MgSO4 4gr

Nifedipin 3x1

VII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Fungtionam : Ad Bonam

Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ditegakan diagnosa G3P2A0 Hamil 37 Minggu Dengan Preeklampsia

Berat JTH Preskep. Diagnosa ditegakkan dari hasil anamnesis didapatkan keluhan pasien

mules-mules sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut bagian bawah

(+) dirasakan hilang-timbul, mules-mules (+) lendir campur darah (+), keluar air-air dari

jalan lahir (+), disertai mual dan muntah (+), pergerakan janin (+) sebelum masuk rumah

sakit. Pasien juga mengatakan kedua tungkai bengkak. BAB dan BAK biasa tidak ada

keluhan.

Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 168/119 mmHg,

serta ditemukan edema pada kedua tungkai. Menurut PNPK diagnosis dan tatalaksana

preeklamsia POGI >160mmHg + TDD >110 mmHg pada 2 kali pemeriksaan serta dapat

ditemukan adanya proteinuria atau didapatkan adanya gangguan organ spesifik. Penegakan

diagnosa pada pasien sesuai dengan PNPK POGI 2016 dimana pada pasien ditemukan TDS

>160mmHg disertai adanya nyeri kepala, nyeri kepala merupakan salah satu gejala gangguan

neurologis.

Pada pasien tatalaksana awal yang diberikan berupa pemberian MgSO4 4gr.

Pemberian regimen MgSO4 4gr menurut American College Obstetricians and Gynecologist

dapat digunakan untuk mencegah kejang. MgSO4 dapat menghambat reseptör N-Metil-D-

aspartat (NMDA) di otak, yang mana jika teraktivasi akibat asfiksia dapat menyebabkan

masuknya kalsium kedalam neuron sehingga menyebabkan kerusakan sel dan muncul kejang.

Selain itu MgSO4 juga dapat sebagai antihipertensi dan tokolitik dengan menyebabkan

vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos termasuk pembuluh darah perifer dan uterus.

Pasien ini juga mendapatkan terapi antihipertensi nifedipin 3x1. Tujuan pemberian
antihipertensi pada pasien ini adalah untuk mencegah terjadinya penyakit serebrovaskular

dan mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter yang akan menganggu

kesejahteraan janin. Nifedipin merupakan antihipertensi pilihan pertama pada ibu hamil yang

mengalami preeklamsi dikarenakan nifedipin oral lebih cepat menurunkan tekanan darah

dibandingkan dengan labetalol intravena dengan menurunkan tekanan darah 1 jam setelah

pemberian. Selain efek nifedipin sebagai vasodilator arteri ginjal yang selektif, nifedipin juga

bersifat natriuretik dan dapat meningkatkan produksi urin.


BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut American College Obstetric and Gynaecologist (ACOG). Hipertensi adalah

suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik

minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan

tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu

6 jam.

Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan adalah

sebagai berikut :

• Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria, edema, atau

keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering mendekati

aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas.

• Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan kriteria klinis

preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit neurologi seperti epilepsi.

• Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-eklampsia yang terjadi

pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal.

• Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab apapun yang

sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6

minggu post partum.

• Transient hipertension atau hipertensi gestasional yaitu timbulnya hipertensi dalam

kehamilan sesudah trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda

hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10 hari post

partum.
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa kelainan malafungsi

endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme

setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan

pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan

dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat

fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.

B. Etiologi Preeklampsia Berat

Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Faktor kehamilan

Primigravida mempunyai faktor risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam

kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida karena pada primigravida pembentukan

antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna. Wanita yang belum pernah

melahirkan bayi yang mampu hidup di luar rahim disebut nullipara. Kejadian preeklampsia

meningkat pada nullipara karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal

dari janin. Pada wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklampsia

dengan insidensi antara wanita hamil kembar dan wanita hamil tunggal yaitu 13% versus 5%

(dari seluruh kehamilan). Mola hidatidosa merupakan penyimpangan pertumbuhan dan

perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami

perubahan hidrofik. Mola hidatidosa dapat menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke

dalam arteri spiralis sehingga terjadi preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum

usia kehamilan 20 minggu.


b. Faktor sosiodemografi:

Wanita berusia < 20 tahun berhubungan dengan usia kehamilan yang terlalu muda

dan keterkaitan dengan status nullipara. Usia > 35 tahun meningkatkan risiko preeklampsia

berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah yang progresif seiring dengan

penuaan ibu dan obstruksi lumen arteri spiralis ibu oleh aterosis.

Preeklampsia pada wanita ras Afrika dan Amerika terjadi dengan onset yang lebih cepat dan

efek yang lebih parah dibandingkan wanita ras lainnya tanpa sebab yang jelas.

c. Faktor genetik:

Riwayat preeklampsia dalam keluarga dapat diturunkan kepada anak perempuan

dengan sifat bawaan yang resesif.

d. Faktor gaya hidup maternal:

Obesitas meningkatkan risiko kejadian preeklampsia dari 4,3% (dari seluruh

kehamilan) untuk wanita dengan indeks massa tubuh < 20 kg/m2 menjadi 13,3% (dari

seluruh kehamilan) untuk mereka dengan indeks massa tubuh > 35 kg/m2.

e. Riwayat penyakit sebelumnya:

Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama berisiko tujuh kali lipat

mengalami preeklampsia pada kehamilan selanjutnya. Wanita dengan hipertensi kronik

berisiko mengalami preeklampsia dengan insidensi dibandingkan wanita normotensi yaitu

12,1% versus 0,3% (dari seluruh kehamilan). Diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat

kali lipat mengalami preeklampsia pada kehamilannya.

Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeklampsia harus dapat

menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:

1. Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali

2. Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan

kembar atau kehamilan mola.


3. Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.

4. Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama

kehamilan.

Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di dalam rahim.

Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya preeklampsia.

Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang mengarah ke sindrom

preeklampsia ditandai dengan sejumlah kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel

vaskular dengan vasospasme, transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik.

Menurut Sibai (2003), penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:

1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.

Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna dan tidak terjadi

invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah

desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas.

Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk

mengalami distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis

mengalami vasokonstriksi relative

2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.

Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi Human

Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Berkurangnya HLA-G menghambat

invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua

menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G

juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain

itu, pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai kecenderungan
terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding

pada normotensive.

3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon inflamasi dari

kehamilan normal.

Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh gangguan

adaptasi intravaskuler ibu terhadap kehamilan sehingga memicu proses inflamasi

intravaskuler sistemik. Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeclampsia timbul akibat adanya

leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin

seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang

berkaitan dengan preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan

radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya

menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit

oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat lainnya adalah terbentuknya

sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi

mikrovaskuler menyebabkan trombositopenia; dan peningkatan permeabilitas

kapiler menyebabkan terjadinya edema dan proteinuria.

4. Faktor defisiensi nutrisi.

Hipertrigliseridemia yang terjadi berhubungan dengan patogenesis dari hipertensi

yang terjadi saat kehamilan. Adanya lemak yang berlebihan juga berperan dalam

patofisiologi kerusakan endotel pada preeklampsia. Tingginya trigliserida akan meningkatkan

resiko kelainan pembuluh darah plasenta yang akan merangsang terjadinya kelainan endotel,

atherosceloris, dan thrombosis. Atherosclerosis pada wanita preeklampsia terjadi pada arteri

spiralis pada plasenta.


5. Faktor genetic.

Saat di anamnesis keluhan utama pasien adalah nyeri perut bagian bawah dirasakan

hilang timbul, pelepasan air dari jalan lahir (+), pelepasan lendir dan darha (+), pergerakan

janin (+), sakit kepala hebat. Pasien mengatakan ia menderita darah tinggi saat melakukan

pemeriksaan rutin pada dokter saat usia kehamilan 20 minggu. Riwayat nyeri kepala dan

pandangan kabur pada pasien ada sejak sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada

pasien ini didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg. Pada pemeriksaan labroratorium

ditemukan pasien terdapat proteinuria +++. Sesuai dengan teori mengatakan preeklampsia

menimbulkan terjadinya hipertensi pada usia kehamilan 20 minggu disertai dengan

proteinuria, edema, sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, dan kegelisahan. Pada

pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teori di temukan proteinuria.

Faktor risiko preeklampsia pada pasien ini yang paling memungkinkan adalah

kehamilan pertama (primigravida). Hal ini sesuai dengan teori intoleransi imunologik antara

ibu dan janin yang menyatakan bahwa hasil konsepsi yang memapar ibu untuk pertama kali

cenderung menimbulkan reaksi penolakan dari ibu sehingga meningkatkan risiko terjadinya

preeklampsia.

Selain itu, teori defisiensi nutrisi juga tidak dapat disingkirkan sebagai faktor risiko

terjadinya preeklampsia pada pasien ini. Beberapa defisiensi atau kelebihan suatu bahan

makanan tertentu telah dijadikan penyebab preeklampsia. Bahan makanan yang tidak

diperbolehkan seperti daging, protein, purin, lemak, produk susu, garam dan bahan makanan

lain. Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan antara defisiensi zat

tertentu dangan kejadian preeklampsia. Penelitian ini didahului oleh penelitian tentang

suplementasi zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah preeklampsia. Penelitian

lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah dan sayuran memiliki efek anti oksidan sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Pada umumnya orang dengan obesitas memiliki pola
makan dengan rendah serat serta tinggi kalori dan lemak. Rendahnya serat mengakibatkan

sedikitnya konsumsi buah dan sayur dan penurunan antioksidan yang merupakan salah satu

penyebab meningkatnya risiko preeklampsia. Pada orang dengan obesitas, biasanya aktivitas

fisik juga menurun sehingga akan meningkatkan resiko preeklampsia pada pasien ini.

C. Diagnosis

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2

golongan yaitu :

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat

tekanan darah normal.

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter

atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan satu atau lebih gejala sebagai berikut:

a) Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali

pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di

rumah sakit dan telah menjalani tirah baring.

b) Proteinuria > 5 g/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang

dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali.

c) Oliguria < 400 cc / 24 jam.

d) Kenaikan kadar kreatinin plasma > 1,2 mg/dl.

e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma,

dan pandangan kabur.


f) Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula

glisson.

g) Edema paru dan sianosis.

h) Hemolisis mikroangipatik karena meningkatnya enzim laktat dehidrogenase.

i) Trombositopenia ( trombosit < 100.000 mm3)

j) Oligohidroamnion, pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta.

k) Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.

l) Sindrom HELLP

Pada pasien ini didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg, didapatkan

proteinuria +3 pada pemeriksaan laboratorium serta gangguan visus. Berdasarkan

ketiga gejala berikut, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis Preeklampsia Berat.

D. Penatalaksanaan Preeeklampsia

Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya kejang,

mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-

organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan pada

preeklmapsia adalah perawatan aktif yang berarti kehamilan segera diakhiri. Indikasi

terminasi bila didapatkan usia kehamilan lebih dari dari 37 minggu, adanya tanda-tanda

terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi pada perawatan konservatif, adanya tanda-

tanda gawat janin, pertumbuhan janin terhambat serta adanya sindroma HELLP.

Pengobatan Medikamentosa yaitu dengan pemberian obat MgSO4 40% dalam larutan

RL 500 cc (60-125 cc/jam), diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam,

diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau anasarka.

Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral diekskresikan hampir seluruhnya melalui
ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan memastikan bahwa terdapat

refleks patella, tidak terdapat depresi pernafasan, dan pengeluaran urin memadai.

Syarat-syarat pemberian magnesium sulfat antara lain:

a. Refleks patella normal.

b. Respirasi > 16 kali/menit.

c. Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 ml.

d. Tersedia antidotum kalsium glukonat 10% dalam 10 ml.

Pemberian antihipertensi apabila TD ≥160/110 mmHg. Anti hipertensi lini pertama

adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg dalam

24 jam.

Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan atas indikasi

kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan

keadaan janin baik.

Pada pasien ini, kehamilan segera diakhiri dengan tindakan Sectio Caesarea atas

beberapa indikasi yaitu preeklampsia, ibu dengan high risk pregnancy obesitas. Pada kasus

preeklamsia itu sendiri jika tidak ditangani secara segera akan menimbulkan kematian pada

bayi maupun ibunya sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Saiffudin AB, (2002), bahwa

terdapat beberapa kondisi ibu yang mengalami Pre Eklampsia berat yang memungkinkan

dilakukan tindakan Sectio Caesarea, yaitu bila dalam 24 jam persalinan tidak dapat

diselesaikan, serviks yang belum matang dengan janin yang masih hidup, serta terdapat

tanda- tanda gawat janin dengan DJJ < 100 x/menit atau > 180x/menit yang menyebabkan

pengakhiran kehamilan dengan tindakan SC dilakukan pada ibu yang mengalami

preeklampsia berat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya bahaya eklampsia serta untuk

menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Jadi Post Sectio Caesaria dengan indikasi preeklamsia

berat adalah masa setelah proses pengeluaran janin yang dapat hidup di luar kandungan dari
dalam uterus ke dunia luar dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus karena adanya

hipertensi, edema dan proteinuria.

Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan karena

penderita preeklamsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya udem paru. Bila terjadi

tanda-tanda udem paru segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat diberikan

berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam jumlah tetesan < 125cc/jam atau (b) infus

Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125cc/jam) 500

cc.

Pemberian MgSO4 sebagai regimen penatalaksanaan preeklampsia berat. Pada pasien

ini, pemberianya sudah tepat yaitu dengan pemberian obat MgSO4 40% dalam larutan RL

500 cc (60-125 cc/jam). Obat antihipertensi yang diberikan pada pasien ini adalah nifedipin.

E. Prognosis

Penderita preeklampsia yang terlambat penanganannya akan dapat berdampak pada

ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi

kordis dengan edema paru dan payah ginjal. Pada janin dapat terjadi kematian karena

hipoksia intrauterin dan kelahiran prematur.

Pada pasien ini prognosisnya baik karena umur kehamilan janin sudah aterm sehingga

saat dilakukan sectio sesarea secara elektif ibu dan bayi dapat selamat dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu Kebidanan. 4 ed. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
2. Turner, J.A., 2010, Diagnosis and Management of Preeclampsia: An Update,
International Journal of Women’s Health, 2, 327 – 337
3. Depkes. Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga. Jakarta 2010; Available from:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/790ibuselamat-
bayisehatsuami-siaga.html diakses pada tanggal 4 Juni 2016
4. Depkes. Lima Strategi Operasional Turunkan Angka Kematian Ibu. Jakarta 2011;
Available
from: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1387limastrategiop erasi
onal-turunkan-angka-kematian-ibu.htm. Diakses pada tanggal 4 Juni 2016
5. Luealon, P., dan Phupong, V., 2010, Risk Factors of Preeclampsia in Thai Women,
Journal of The Medical Association of Thailand, 93 (6), 661 – 666.
6. Hezelgrave, N.L., Duffy, S.P., dan Shennan, A.H., 2012, Preventing The Preventable:
Pre-eclampsia and Global Maternal Mortality, Obstetrics, Gynaecology, and
Reproductive Medicine, 22 (6), 170 – 172
7. Sidani, M. dan Siddik-Sayyid, S.M., 2011, Preeclampsia, A New Perspective in 2011,
The Middle East Journal of Anesthesiology, 21 (2), 207 – 216. 23
8. Duley, L., Henderson-Smart. D.J., Walker. G.J.A., dan Chou, D., 2010, Magnesium
Sulphate Versus Diazepam for Eclampsia (Review), Cochrane Database of
Systematic Reviews, 12, 1 – 14.
9. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., dan
Wenstrom, K.D., 2001, Obstetri Williams, diterjemahkan oleh Hartono, A., Suyono,
J.Y., dan Pendit, B.U., Edisi XXI, Volume I, 624 – 673, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
10. Biswas MK and Craigo DS. Hypertensive States of Pregnancy in Dechemey AH,
Pernoll ML (eds).A.Lange Medical Book. Current Obstetric and Gynaecologic,
Diagnosa and Treatment, 8th ed. by Apleton and Lange. USA. 1994
11. PB-POGI. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. Gestosis bagian I, Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. 1991; 1-8
12. Brooks MD., 2011. Pregnancy, Preeclampsia. Dalam: Wulan, S.K., 2012.
Karakteristik Penderita Preeklampsia dan Eklampsia di RSUP Haji Adam Malik
Medan Tahun 2009 – 2011. Medan
13. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., dan Spong,
C.Y., 2010, Williams Obstetrics, 23th Edition, 706 – 749, The McGraw-Hill
Companies, New York
14. Turner, J.A., 2010, Diagnosis and Management of Preeclampsia: An Update,
International Journal of Women’s Health, 2, 327 – 337.
15. Nugroho, T., 2010, Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan, 77 – 86, Nuha
Medika, Yogyakarta.
16. Burke-Galloway, L., 2013, Preeclampsia Strikes African American Women
24Hard, http://www.preeclampsia.org/component/lyftenbloggie/2013/01/30/168-
preeclampsia-strikes-african-american-women-hard, 8 Desember 2013
17. Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.A.C., dan Manuaba, I.B.G.F., 2007, Pengantar Kuliah
Obstetri, 401 – 420, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
18. Duckitt, K., dan Harrington, D., 2005, Risk Factors for Pre-eclampsia at Antenatal
Booking: Systematic Review of Controlled Studies, British Medical Journal, 330, 565
– 567.
19. POGI, 2006, Panduan Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan, Himpunan
Kedokteran Feto Maternal POGI, Semarang
20. Podymow, T. dan August, P., 2008, Update on The Use of Antihypertensive Drugs in
Pregnancy, Hypertension, 51, 960 – 969.

Anda mungkin juga menyukai