Oleh :
dr. Argalia Sinta Nugrahini
Pembimbing:
dr. Heryuristiyanto,Sp.OG
Pendamping :
dr. Dewi Haryanthi
Pada :
Hari / Tanggal : ………………………………………..2023
Mengetahui,
Kepala RSAU dr. Siswanto
KARANGANYAR, 2023
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pre-eklampsia atau eklampsia sampai saat ini merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia di samping perdarahan dan
infeksi. Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi disertai proteinuria yang timbul setelah
usia kehamilan 20 minggu. Gangguan multisistem ini merupakan salah satu penyulit
kehamilan yang dapat terjadi pada saat ante, intra, dan postpartum. Preeklampsia dan
eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum merupakan suatu sindroma yang
penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan. Adanya kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.
Berdasarkan gejala – gejala klinik preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24 jam.1
Preeklampsia meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik bagi ibu hamil maupun
janin yang dikandungnya. Preeklampsia dan eklampsia berkontribusi terhadap 10 – 15% dari
total kematian ibu di dunia.2 Data statistik menunjukkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara yakni mencapai 228
Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Meskipun tidak semua kematian ibu tersebut
disebabkan oleh preeklampsia, namun preeklampsia diketahui bertanggung jawab atas 25%
dari kejadian tersebut. Angka kejadian preeklampsia di Indonesia mencapai 128.273 per
tahun atau sekitar 5,3%. Hal tersebut sesuai dengan insidensi preeklampsia yang terjadi di
Terdapat banyak faktor risiko yang dapat mempermudah ibu hamil untuk jatuh dalam
keluarga yang pernah mengalami preeklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah
ada sebelum hamil, dan obesitas.1 Faktor risiko umur > 35 tahun meningkatkan risiko
preeklampsia berkaitan dengan kerusakan endotel pembuluh darah seiring dengan penuaan
ibu.5 Hamil diusia yang ekstrim dapat terjadi karena pada saat ini tidak jarang seorang wanita
memilih untuk tidak segera menikah dengan alasan pekerjaan sehingga pada akhirnya harus
Etiologi dan patofisiologi preeklampsia masih belum dapat dipahami dengan jelas
sehingga pencegahan penyakit tersebut menjadi tantangan. Penyakit yang disebut sebagai
disease of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Strategi untuk mengatasi
preeklampsia dan komplikasinya difokuskan pada deteksi dini penyakit dan tatalaksana terapi
yang tepat. Tatalaksana terapi preeklampsia dan eklampsia bergantung pada ketersediaan
fasilitas yang diperlukan untuk persalinan.6 Pengontrolan tekanan darah ibu dengan
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema,
dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang
teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Sri Winarsih
Umur : 27 tahun
Tanggal Lahir : 07 Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Mangunrejo, Nogosari, Boyolali
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Masuk RS : 10 Desember 2022 Pukul, 09.30
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
lendir campur darah (+), keluar air-air dari jalan lahir (+), disertai mual dan
muntah (+), pergerakan janin (+) sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
Riwayat Alergi
Pasien mengatakan dikeluarga tidak ada riwayat HT, Jantung, DM, dan paru
paru
Riwayat Haid
Pertama kali haid (Menarche) : pada usia + 11 Tahun dengan siklus haid 28
hari, lamanya haid tiap siklus 7 hari. ganti pembalut 3-4 kali. Hari pertama haid
terakhir (HPHT) 05 Maret 2022 dan taksiran tanggal partus 12 Desember 2022
3. Hamil sekarang
Kesadaran : Composmentis
Tanda-Tanda Vital :
Nadi : 98 X/Menit
Pernafasan : 19 X/Menit
Suhu : 36,0 C
SPO2 : 98 % Udara Bebas
STATUS GENERALIS
ditemukan
STATUS OBSTETRIKUS
Mammae
tanda-tanda radang (-), retraksi (-), iverted nipple (-), aerola mammae
hiperpigmentasi, tidak ada retraksi dan tidak ada menyerupai kulit jeruk.
Palpasi : Corpus mammae nyeri (-), benjolan (-), aerola mammae tidak
Abdomen
gravidarum (+)
Palpasi :
Leopold 1 : -TFU 3 jari dibawah prosessus Xipoideus
Leopold II : Pada sisi kanan abdomen ibu teraba tahanan memanjang, kesan
punggung
TFU : 35cm
DJJ : 141X/Menit
Pemeriksaan Genitalia
Genitalia Eksterna
Genitalia Interna
VT : Tidak dilakukan
09.30
Hemoglobin : 9,4
Leukosit : 10.000
Eritrosit : 3.65
Trombosit : 283.000
Hematokrit : 29
HBSAG : Negatif
HIV : Negatif
Antigen : Negatif
V. DIAGNOSIS
VI. PENATALAKSANA
Advice :
Inf. Rl 20 Tpm
Pasang DC
MgSO4 4gr
Nifedipin 3x1
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Fungtionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Berat JTH Preskep. Diagnosa ditegakkan dari hasil anamnesis didapatkan keluhan pasien
mules-mules sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut bagian bawah
(+) dirasakan hilang-timbul, mules-mules (+) lendir campur darah (+), keluar air-air dari
jalan lahir (+), disertai mual dan muntah (+), pergerakan janin (+) sebelum masuk rumah
sakit. Pasien juga mengatakan kedua tungkai bengkak. BAB dan BAK biasa tidak ada
keluhan.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 168/119 mmHg,
serta ditemukan edema pada kedua tungkai. Menurut PNPK diagnosis dan tatalaksana
preeklamsia POGI >160mmHg + TDD >110 mmHg pada 2 kali pemeriksaan serta dapat
ditemukan adanya proteinuria atau didapatkan adanya gangguan organ spesifik. Penegakan
diagnosa pada pasien sesuai dengan PNPK POGI 2016 dimana pada pasien ditemukan TDS
>160mmHg disertai adanya nyeri kepala, nyeri kepala merupakan salah satu gejala gangguan
neurologis.
Pada pasien tatalaksana awal yang diberikan berupa pemberian MgSO4 4gr.
Pemberian regimen MgSO4 4gr menurut American College Obstetricians and Gynecologist
dapat digunakan untuk mencegah kejang. MgSO4 dapat menghambat reseptör N-Metil-D-
aspartat (NMDA) di otak, yang mana jika teraktivasi akibat asfiksia dapat menyebabkan
masuknya kalsium kedalam neuron sehingga menyebabkan kerusakan sel dan muncul kejang.
Selain itu MgSO4 juga dapat sebagai antihipertensi dan tokolitik dengan menyebabkan
vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos termasuk pembuluh darah perifer dan uterus.
Pasien ini juga mendapatkan terapi antihipertensi nifedipin 3x1. Tujuan pemberian
antihipertensi pada pasien ini adalah untuk mencegah terjadinya penyakit serebrovaskular
dan mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter yang akan menganggu
kesejahteraan janin. Nifedipin merupakan antihipertensi pilihan pertama pada ibu hamil yang
mengalami preeklamsi dikarenakan nifedipin oral lebih cepat menurunkan tekanan darah
dibandingkan dengan labetalol intravena dengan menurunkan tekanan darah 1 jam setelah
pemberian. Selain efek nifedipin sebagai vasodilator arteri ginjal yang selektif, nifedipin juga
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
suatu keadaan dengan tekanan darah diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik
minimal 140 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15 mmHg atau kenaikan
tekanan sistolik minimal 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur 2 kali dengan selang waktu
6 jam.
sebagai berikut :
• Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai proteinuria, edema, atau
keduanya (trias) yang terjadi akibat kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering mendekati
aterm dan dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblas.
• Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita dengan kriteria klinis
pada wanita yang sebelumnya telah menderita hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal.
• Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan penyebab apapun yang
sudah diderita sebelum konsepsi atau sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6
kehamilan sesudah trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa ada tanda-tanda
hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan gejala ini akan hilang setelah 10 hari post
partum.
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa kelainan malafungsi
endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme
setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan
dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat
Terdapat beberapa faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia yang
a. Faktor kehamilan
antibodi penghambat (blocking antibodies) belum sempurna. Wanita yang belum pernah
melahirkan bayi yang mampu hidup di luar rahim disebut nullipara. Kejadian preeklampsia
meningkat pada nullipara karena ibu berada pada masa awal terpapar trofoblas yang berasal
dari janin. Pada wanita dengan kehamilan kembar lebih berisiko terkena preeklampsia
dengan insidensi antara wanita hamil kembar dan wanita hamil tunggal yaitu 13% versus 5%
perkembangan kehamilan yang tidak disertai janin dan seluruh vili korialis mengalami
perubahan hidrofik. Mola hidatidosa dapat menyebabkan gangguan invasi sel trofoblas ke
dalam arteri spiralis sehingga terjadi preeklampsia dengan onset lebih cepat yaitu sebelum
Wanita berusia < 20 tahun berhubungan dengan usia kehamilan yang terlalu muda
dan keterkaitan dengan status nullipara. Usia > 35 tahun meningkatkan risiko preeklampsia
berkaitan dengan terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah yang progresif seiring dengan
penuaan ibu dan obstruksi lumen arteri spiralis ibu oleh aterosis.
Preeklampsia pada wanita ras Afrika dan Amerika terjadi dengan onset yang lebih cepat dan
efek yang lebih parah dibandingkan wanita ras lainnya tanpa sebab yang jelas.
c. Faktor genetik:
kehamilan) untuk wanita dengan indeks massa tubuh < 20 kg/m2 menjadi 13,3% (dari
seluruh kehamilan) untuk mereka dengan indeks massa tubuh > 35 kg/m2.
Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama berisiko tujuh kali lipat
12,1% versus 0,3% (dari seluruh kehamilan). Diabetes mellitus sebelum hamil berisiko empat
2. Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan
4. Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi selama
kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di dalam rahim.
Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk terjadinya preeklampsia.
Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade peristiwa yang mengarah ke sindrom
vaskular dengan vasospasme, transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik.
Menurut Sibai (2003), penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
Pada preeclampsia, terjadi invasi trofoblas namun tidak sempurna dan tidak terjadi
invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis. Dalam hal ini, hanya pembuluh darah
desidua (bukan pembuluh darah miometrium) yang dilapisi oleh endovaskuler trofoblas.
Akibatnya, lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan keras serta tidak memungkinkan untuk
mengalami distensi dan dilatasi. Ini menciptkan suatu keadaan di mana arteri spiralis
Leucocyte Antigen Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Berkurangnya HLA-G menghambat
invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan decidua
menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G
juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Selain
itu, pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan yang mempunyai kecenderungan
terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper sel yang lebih rendah dibanding
pada normotensive.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon inflamasi dari
kehamilan normal.
Disfungsi sel endotel yang berkaitan dengan preeclampsia disebabkan oleh gangguan
intravaskuler sistemik. Dalam teori ini dinyatakan bahwa preeclampsia timbul akibat adanya
leukosit aktif dengan jumlah yang ekstrem dalam sirkulasi ibu. Singkatnya, sitokin-sitokin
seperti Tumor Necrosis Factor (TNF) dan interleukin (IL) dapat memicu stres oksidatif yang
berkaitan dengan preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan
radikal bebas yang memicu terbentuknya peroksida lipid. Proses ini selanjutnya
menghasilkan radikal beracun yang merusak sel-sel endotel, mengacaukan produksi nitrit
sel makrofag yang mengandung lipid (sel foam) di dalam atherosis; aktivasi proses koagulasi
yang terjadi saat kehamilan. Adanya lemak yang berlebihan juga berperan dalam
resiko kelainan pembuluh darah plasenta yang akan merangsang terjadinya kelainan endotel,
atherosceloris, dan thrombosis. Atherosclerosis pada wanita preeklampsia terjadi pada arteri
Saat di anamnesis keluhan utama pasien adalah nyeri perut bagian bawah dirasakan
hilang timbul, pelepasan air dari jalan lahir (+), pelepasan lendir dan darha (+), pergerakan
janin (+), sakit kepala hebat. Pasien mengatakan ia menderita darah tinggi saat melakukan
pemeriksaan rutin pada dokter saat usia kehamilan 20 minggu. Riwayat nyeri kepala dan
pandangan kabur pada pasien ada sejak sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada
pasien ini didapatkan tekanan darah 180/120 mmHg. Pada pemeriksaan labroratorium
ditemukan pasien terdapat proteinuria +++. Sesuai dengan teori mengatakan preeklampsia
proteinuria, edema, sakit kepala, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, dan kegelisahan. Pada
Faktor risiko preeklampsia pada pasien ini yang paling memungkinkan adalah
kehamilan pertama (primigravida). Hal ini sesuai dengan teori intoleransi imunologik antara
ibu dan janin yang menyatakan bahwa hasil konsepsi yang memapar ibu untuk pertama kali
cenderung menimbulkan reaksi penolakan dari ibu sehingga meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia.
Selain itu, teori defisiensi nutrisi juga tidak dapat disingkirkan sebagai faktor risiko
terjadinya preeklampsia pada pasien ini. Beberapa defisiensi atau kelebihan suatu bahan
makanan tertentu telah dijadikan penyebab preeklampsia. Bahan makanan yang tidak
diperbolehkan seperti daging, protein, purin, lemak, produk susu, garam dan bahan makanan
lain. Ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan antara defisiensi zat
tertentu dangan kejadian preeklampsia. Penelitian ini didahului oleh penelitian tentang
suplementasi zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah preeklampsia. Penelitian
lain menunjukkan bahwa diet tinggi buah dan sayuran memiliki efek anti oksidan sehingga
dapat menurunkan tekanan darah. Pada umumnya orang dengan obesitas memiliki pola
makan dengan rendah serat serta tinggi kalori dan lemak. Rendahnya serat mengakibatkan
sedikitnya konsumsi buah dan sayur dan penurunan antioksidan yang merupakan salah satu
penyebab meningkatnya risiko preeklampsia. Pada orang dengan obesitas, biasanya aktivitas
fisik juga menurun sehingga akan meningkatkan resiko preeklampsia pada pasien ini.
C. Diagnosis
golongan yaitu :
a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a) Tekanan darah sistolik/diastolik > 160/110 mmHg sedikitnya enam jam pada dua kali
pemeriksaan. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
b) Proteinuria > 5 g/24 jam atau > 3 + dipstik pada sampel urin sewaktu yang
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala persisten, skotoma,
glisson.
k) Gangguan fungsi hepar karena peningkatan kadar enzim ALT dan AST.
l) Sindrom HELLP
ketiga gejala berikut, pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis Preeklampsia Berat.
D. Penatalaksanaan Preeeklampsia
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-
organ vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk persalinan. Perawatan pada
preeklmapsia adalah perawatan aktif yang berarti kehamilan segera diakhiri. Indikasi
terminasi bila didapatkan usia kehamilan lebih dari dari 37 minggu, adanya tanda-tanda
terjadinya impending eklampsia, kegagalan terapi pada perawatan konservatif, adanya tanda-
tanda gawat janin, pertumbuhan janin terhambat serta adanya sindroma HELLP.
Pengobatan Medikamentosa yaitu dengan pemberian obat MgSO4 40% dalam larutan
RL 500 cc (60-125 cc/jam), diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam,
diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif, atau anasarka.
Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral diekskresikan hampir seluruhnya melalui
ginjal. Intoksikasi magnesium sulfat dapat dihindari dengan memastikan bahwa terdapat
refleks patella, tidak terdapat depresi pernafasan, dan pengeluaran urin memadai.
adalah nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setiap 30 menit, maksimum 120 mg dalam
24 jam.
kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan
Pada pasien ini, kehamilan segera diakhiri dengan tindakan Sectio Caesarea atas
beberapa indikasi yaitu preeklampsia, ibu dengan high risk pregnancy obesitas. Pada kasus
preeklamsia itu sendiri jika tidak ditangani secara segera akan menimbulkan kematian pada
bayi maupun ibunya sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Saiffudin AB, (2002), bahwa
terdapat beberapa kondisi ibu yang mengalami Pre Eklampsia berat yang memungkinkan
dilakukan tindakan Sectio Caesarea, yaitu bila dalam 24 jam persalinan tidak dapat
diselesaikan, serviks yang belum matang dengan janin yang masih hidup, serta terdapat
tanda- tanda gawat janin dengan DJJ < 100 x/menit atau > 180x/menit yang menyebabkan
preeklampsia berat yang bertujuan untuk mencegah terjadinya bahaya eklampsia serta untuk
menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Jadi Post Sectio Caesaria dengan indikasi preeklamsia
berat adalah masa setelah proses pengeluaran janin yang dapat hidup di luar kandungan dari
dalam uterus ke dunia luar dengan menggunakan insisi pada perut dan uterus karena adanya
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan karena
penderita preeklamsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya udem paru. Bila terjadi
tanda-tanda udem paru segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat diberikan
berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam jumlah tetesan < 125cc/jam atau (b) infus
Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60-125cc/jam) 500
cc.
ini, pemberianya sudah tepat yaitu dengan pemberian obat MgSO4 40% dalam larutan RL
500 cc (60-125 cc/jam). Obat antihipertensi yang diberikan pada pasien ini adalah nifedipin.
E. Prognosis
ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi
kordis dengan edema paru dan payah ginjal. Pada janin dapat terjadi kematian karena
Pada pasien ini prognosisnya baik karena umur kehamilan janin sudah aterm sehingga
saat dilakukan sectio sesarea secara elektif ibu dan bayi dapat selamat dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA