Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik
Madya SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Jayapura
Oleh :
JEANE HERLINA TIMISELA
NIM : 20140811014081
Pembimbing :
dr. FITRI RIA DINI PRAJAWIDYAWATI, Sp.OG (K)
Telah diterima, disetujui dan dipresentasikan di hadapan penguji, Laporan Kasus dengan
judul “Penyebab Plasenta Previa Totalis dan Gawat Janin Pada Kasus
G9P6A2 Gravida Preterm + Anemia”
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik Madya di SMF
Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura.
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Menyetujui Dokter
Penguji/Pembimbing
Hari/Tgl Presentasi :
Tanda tangan
JUDUL :
“Penyebab Plasenta Previa Totalis dan Gawat Janin Pada Kasus
G9P6A2 Gravida Preterm + Anemia”
7 Daftar Pustaka
8 Total Angka
9 Rata-rata
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
2.2.11 Riwayat KB
KB suntik 3 bulan selama 3 tahun
Pemeriksaan Fisik
Kepala – Leher
Mata konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (-/-)
2.5
LABORATORIUM
Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 10,3 11.0 – 14.7 g/dL
Hematokrit 32,1 35.2 – 46.7 %
Leukosit 13,60 3.37 – 8.38 x 103 Unit/ Liter
Trombosit 180 140 – 400 x 103 Unit/Liter
Eritrosit 4,81 3.69 – 5.46 x 106 Unit/Liter
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PT 11,7 10,2 – 12,1 Detik
APTT 23,7 24,8 – 34,4 Detik
GDS 125 < 140 mg/dL
HbSAg NR
Skor Ballard
Kurva Lubchencko
2.10 TERAPI POST OPERASI
- Cefuroxime 1x2 gr
- Metronidazole 3x 500 mg
- Omeprazole 2x40 mg
- Kaltrofen supp 2x1
- As. Tranexamat 3x500 mg
- Vit C 1x400 mg
- Ondancentron 8mg + neurobion drip dalam D5% (20 tpm)
- Livron B Plex 2x1
- Tirah baring 24 jam post op
- Puasa 6 jam post op
- Observasi KU dan TTV dan diuresis
Placenta
2.11 FOLLOW UP POST SC ai/ PLACENTA PREVIA
Tanggal 06 November 2019 Jam 11.15 wit
P: - Terapi dilanjutkan
- Lepas kateter
- Lepas infus
- Mobilisasi
P: Mobilisasi
P: - Ganti verban
- Boleh pulang
- Konsul poli
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Apakah faktor risiko terjadinya plasenta previa pada pasien ini?
Kejadian plasenta previa meningkat dengan meningkatnya paritas ibu. Konsep
“Migrasi Plasenta” yang menjadi predisposisi plasenta previa lebih sering pada
multipara, karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini
menyebabkan tidak adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta
menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih luas. Konsekuensi
perlekatan plasenta yang luas ini adalah meningkatnya risiko penutupan ostium uteri
internum.7
Pada paritas yang tinggi juga kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh. Mekanisme terjadinya plasenta previa pada
multipara adalah corpus uteri merupakan bagian atas rahim yang mempunyai dinding
otot paling tebal, sehingga dalam keadaan normal, plasenta berimplantasi pada daerah
corpus uteri, pada kehamilan berikutnya keadaan endometrium pada daerah corpus
uteri mengalami kemunduran fungsi dan kekurangan vaskularisasi. Hal ini
dikarenakan terjadinya degenerasi dan nekrosis pada bekas luka implantasi plasenta
sewaktu kehamilan sebelumnya di endometrium pada corpus uteri. Sehingga keadaan
endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas
untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau
menutupi ostium uteri internum.7
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor
risiko telah ditetapkan sebagai kondisi yang berhubungan dengan terjadinya plasenta
previa. Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan ketika endometrium
kurang baik, misalnya akibat atrofi endometrium atau vaskularisasi desidua yang
kurang baik. Faktor risiko plasenta previa meliputi:7
1). Umur ibu
Umur reproduksi yang optimal dan aman bagi seorang ibu adalah
antara 20-35 tahun, di bawah dan di atas umur tesebut akan meningkatkan
risiko pada kehamilan dan persalinannya termasuk placenta previa. Menurut
Manuaba, prevalensi placenta previa akan meningkat tiga kali lipat pada usia
di atas 35 tahun karena endometrium akan menjadi kurang subur. Usia
optimal yang aman bagi ibu untuk hamil dan melahirkan adalah diantara 20–
35 tahun. Pada usia < 20 tahun organ reproduksi seorang wanita belum siap
untuk menerima kehamilan demikian juga dengan jaringan
endometriumnya.7
Ketidaksiapan jaringan endometrium inilah yang dapat mengakibatkan
jaringan placenta akan memperlebar diri untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
janin, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium uteri internum.
Sementara itu pada usia di atas 35 tahun ibu hamil berisiko terjadinya
placenta previa karena adanya kemunduran fungsi fisiologi dan reproduksi
secara umum dimana telah terjadi seklerosis pembuluh darah arteri kecil dan
arteriole miometrium yang menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga endometrium menjadi kurang subur. Hal ini mengakibatkan
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.7
2). Paritas
Paritas lebih dari satu mempertinggi risiko terjadinya placenta previa
karena dalam kehamilan placenta mencari tempat yang paling subur untuk
berimplantasi. Pada kehamilan pertama fundus merupakan tempat yang subur
dan tempat favorit untuk placenta berimplantasi, tetapi seiring bertambahnya
frekuensi kehamilan kesuburan pada fundus akan semakin berkurang. Hal itu
mengakibatkan placenta mencari tempat lain untuk berimplantasi dan
cenderung ke bagian bawah rahim. Untuk itu diharapkan bagi seorang wanita
dapat membatasi jumlah kehamilan dan persalinannya atau minimal
menjarangkan kehamilannya dengan mengikuti program KB.7
3). Kehamilan ganda
Terdapat study yang melaporkan angka kejadian plasenta previa 40% lebih
tinggi pada kehamilan ganda dibandingkan dengan kehamilan janin tunggal.
Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis
fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah
uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.7
4). Riwayat operasi sesar
Riwayat operasi sesar meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa.
Insiden terjadinya plasenta previa ditemukan sebesar 1,3% pada populasi
yang memiliki riwayat satu kali operasi sesar dan 3,4% pada mereka yang
pernah menjalani dua kali atau lebih operasi sesar.7
5). Merokok
Perempuan perokok memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami plasenta
previa. Risikonya terjadi plasenta previa meningkat 2x lipat pada perempuan
yang merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran
rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi.
Yang mungkin terkait terganggunya vaskularisasi desidua akibat perubahan
atropik atau peradangan.7
6). Kehamilan sebelumnya yang memiliki riwayat plasenta previa
Ibu yang yang memiliki riwayat placenta previa sebelumnya berisiko 6,7 kali
untuk mengalami placenta previa dibanding ibu yang tidak memiliki riwayat
placenta previa sebelumnya. Apabila seorang wanita telah mengalami
placenta previa, kemungkinan sebesar 35% kejadian tersebut akan berulang
pada kehamilan berikutnya karena jaringan endometrium sejak kehamilan
sebelumnya memang sudah tidak baik. Oleh karena itu diharapkan ibu yang
telah memiliki riwayat placenta previa pada kehamilan sebelumnya dapat
membatasi kehamilannya dengan mengikuti program KB.7
Pada kasus ini faktor risiko terjadinya plasenta previa pada pasien ini, yaitu
1. Kehamilan yang multigrande atau paritas yang lebih dari satu cenderung
berisiko plasenta previa karena plasenta akan mencari tempat yang subur
untuk berimplantasi.
2. Riwayat kuretase pada kehamilan usia 20 minggu. penggunaan sendok kuret
dapat menyebabkan terjadinya luka yang cukup dalam pada dinding
endometrium. Luka ini yang mengakibatkan gangguan vaskularisasi desidua
sehingga kesuburan dinding endometrium semakin berkurang sehingga kalau
terjadi kehamilan berikutnya plasenta pasti akan mencari tempat yang subur
untuk berimplantasi.
1) Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun dihitung dengan rumus :
CBR proporsi x 1,1 x Σ penduduk setempat
2) Bila proporsi tidak mempunyai data CBR dapat digunakan angka rasional,
sehingga rumus perhitungan sebagai berikut: 3% x Σ setempat
b. Cakupan K4
Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menempati waktu yang ditetapkan),
yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah,
disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan
program Kesehatan Ibu dan Anak. Jumlah sasaran ibu hamil satu tahun
c. Persentase ibu hamil beresiko tinggi
Dengan indikator ini diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh
program Kesehatan Ibu dan Anak, dan harus di tindaklanjuti dengan intervensi
secara aktif. Rumus yang diperkirakan sebagai berikut:
b. Kebijakan teknis
Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga
kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu
kebijakan teknis untuk ibu hamil seara keseluruhan yang bertujuan untuk
mengurangi resiko dan komplikasi kehamilan secara dini. Kebijakan teknis itu
dapat meliputi komponen-komponen sebagai berikut:
1) Mengupayakan kehamilan yang sehat
2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal
serta rujukan bila diperlukan.
3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman
4) Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi komplikasi.
Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini
dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain meliputi :
1) Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku
KIA, dengan melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan
kelompok Kelas Ibu Hamil.
2) Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan
kemitraan Bidan dan Dukun.
3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah
Pada kasus ini antenatal care pada pasien ini yaitu riwayat kehamilan antenatal
carenya di puskesmas sarmi 3x pada umur kehaminan pertama kali 20 minggu dan
di dokter spesialis kandungan 1x pada umur kehamilan 32 minggu. pasien juga
sering lupa untuk minum vitamin penambah darah dan asam folat yang diberikan di
puskesmas. Pasien baru 1x tetanus toxoid. Dari segi pelayanan antenatal care
minimal 7T yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, tinggi fundus uteri,
pemberian imunisasi TT, pemberian zat besi dilakukan, kecuali temu wicara untuk
persiapan rujukan dan pemeriksan penyakit menular yang tidak dilakukan. karena
kurangnya informasi ANC selama kehamilan sehingga terjadi keterlambatan
rujukan. Karena pasien ini dirujuk pada saat perdarahan hebat yang disebabkan
oleh plasenta previa totalis.
2. AKDR (Alat KOntrasepsi Dalam Rahim) atau IUD (Intra Uterine Devices)
IUD (Intra Uterine Devices) merupakan alat kecil berbentuk huruf T yang lentur dan
diletakkan didalam Rahim untuk mencegah kehamilan, efek kontrasepsi satu alat
kontrasepsi yang paling banyak digunakan didunia. Efektifitas IUD sangat tinggi
sekitar 99.2%-99.9% tetapi IUD tidak memberikan perlindungan bagi penularan
penyakit menular seksual (PMS). Saat ini sudah ada modifikasi lain dari IUD yang
disebut IUS (Intra Uterine system). Bila IUD kontrasepsi berasal dari lilitan tembaga
dan bertahan selama 12 tahun maka pada IUS efek kontasepsi melalui pelepasan
hormon progeseteron dan efektif selama 5 tahun. Baik IUD maupun IUS
mempunyai benang plastic yang menempel pada bagian bawah alat, benang tersebut
dapat teraba oleh jari didalam vagina tapi tidak terlihat dari luar vagina.
a. Jenis AKDR atau IUD
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain:
1) Copper-7
Jenis IUD copper-7 berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan
pemasangan. Fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD copper-
T
2) Copper-T
Jenis IUD copper-T berbentuk T, tersebut dari bahan polyethelen dimana pada
bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini
mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.
3) Multiload
Jenis IUD multi load terbuat dari plastic (polyethelen) dengan dua tangan kiri
dan kanan berbrntuk sayap yang fleksibel. Ada tga jenis ukuran multiload
yaitu: standar, kecil dan mini.
4) Lippes loop
Jenis IUD lippes loop terbentuk dari polyethelen berbentuk huruf spiral atau
huruf S bersambung. Untuk memudahkan control, dipasang benang pada
ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang
bagian atasnya. Tipe A berukuran 25mm (benang biru), tipe B berukuran
27,5mm ( benang kuning) dan tipe C berukuran 30mm dan tebal (benang
putih). Keuntungan dan kerugian pemakaian IUD antara lain:
a. Keuntungan AKDR atau IUD:
(1) Efektivitas tinggi
(2) Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10
tahun
(3) Tidak mengganggu hubungan seksual
(4) Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena IUD hanya
mengandung Progestin
(5) Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB
(6) Reversible
(7) Dapat disediakan oleh petugas non medis terlatih
(8) Akseptor hanya kembali ke klinik nila muncul keluhan
(9) murah
b. Kerugian AKDR atau IUD
(1) perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebulan pemasangan
(2) Butuh pemeriksaan benang setelah priode menstruasi jika terjadi kram,
bercak atau nyeri.
(3) Akseptor tidak dapat berhenti menggunakan kapan pun ia mau
(4) Perlu adanya kesadaran untuk vulva hygent karena kalau tidak mudah
terjadi infeksi ascenden.
Pada kasus ini kegagalan KB pada pasien ini yaitu pasien menggunakan metode
KB suntik 3 bulan selama 3 tahun. Terjadi kegagalan dengan menggunakan KB
suntikan 3 bulan karena pasien sering kali lupa untuk secara berkala
menyuntikkan kembali KB suntik yang 3 bulan. Kb suntik ini dapat disuntikkan
bokong atau di lengan atas bisa juga disuntikkan ke lapisan kulit di area perut
atau paha atas. Suntikkan KB 3 bulan mencegah kehamilan dengan melepaskan
hormon progestin ke dalam pembuluh darah. Dan melihat riwayat obstetri pada
pasien ini pertolongan persalinannya di tolong oleh dukun dari anak pertama
sampai anak ke enam. KB yang disarankan pada pasien ini metode jangka
panjang yaitu dengan susuk/implant dan IUD.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Faktor risiko terjadinya plasenta previa yaitu umur ibu, paritas, kehamilan ganda,
riwayat operasi sesar, merokok, kehamilan sebelum yang memiliki riwayat plasenta
previa, kuretase yang berulang pada plasenta previa.
2. Setiap ibu hamil wajib melakukan kunjungan antenatal care ke setiap Puskesmas di
wilayah tempat tinggalnya. Agar dapat diketahui lebih cepat jika adanya gangguan
atau ketidaknormalan selama kehamilan. Serta dapat banyak informasi seputar
kehamilan.
3. Penggunaan KB yang tepat dapat memberikan efek yang memadai untuk menunda
terjadi kehamilan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yeni M, dkk. 2017. Plasenta Previa Totalis Pada Primigravida: Sebuah Tinjauan
Kasus.
2. Martaadisoebrata D, dkk. 2013. Obstetri patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi.
Penerbit: Fakultas Kedoteran Universitas Padjajaran.
3. Oktarina Yeni. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Kejadian Plasenta Previa.
Jurnal Kedokteran Yarsi. Vol 24. No 1.
4. Mikrajab. 2016. Buletin Penelitian Sitem Kesehatan. Vol 19, No
http://media.neliti.com
5. Marniyati Lisa. 2015. Pelayanan Antenatal Berkualitas Dalam Meningkatkan Deteksi
Risiko Tinggi Pada Ibu Hamil Oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sako, Sosial, Sei
Baung dan Sei Selincah di Kota Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol 3.
No 1. http://media.neliti.com
6. Infodatin: Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. http://pusdatin.kemkes.go.id
7. Trianingsih Indah. 2015. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Timbulnya Kejadian
Plasenta Previa. Jurnal Kedokteran Yarsi. Vol 23. No 1.
8. Departemen Kesehatan RI. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta: 2008
9. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan.
10. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI. 2014. http://kesga.kemkes.go.id
11. Angio, dkk. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi Hormonal di wilayah Kerja Puskesmas Manyaran Semarang. Jurnal
Kesehatan.
12. Setiawati Erna. 2017. Pemilihan Kontrasepsi Berdasarkan Efek Samping Pada Dua
Kelompok Usia Reproduksi. Unnes Journal of Public Health.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph.