Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

Kesalahan Penanganan di Puskesmas Hamadi dan RSUD Jayapura pada


G1P0A0 Gravida Aterm dengan Sifilis, HIV dan Kondiloma Akuminata
Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Obstetri
dan Gynekologi RSUD Dok II Jayapura

Oleh:
Eka Fitria Nainggolan
20180811018051

Pembimbing:

Dr. dr. David Randel Christanto, Sp.OG (K)-KFM., M.Kes

SMF OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOK II JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA PAPUA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan, diterima dan disetujui oleh penguji, Laporan Kasus


dengan judul Kesalahan Penanganan di Puskesmas Hamadi dan RSUD
Jayapura pada G1P0A0 Gravida Aterm dengan Sifilis, HIV dan Kondiloma
Akuminata sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan
Klinik Madya Pada SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH
SAKIT UMUM JAYAPURA Yang dilaksanakan pada :

Hari : Senin

Tanggal : 10 Mei 2021

Tempat : AULA RSUD JAYAPURA

Mengetahui,

Pembimbing/ Penguji Diuji

Dr. dr. David Randel Christanto Sp.OG (K)-KFM., M.Kes Eka F. Nainggolan

ii
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI LAPORAN KASUS

Nama : Eka F. Nainggolan


Moderator: Coass
Nim : 20180811018051

Semester : Angkatan 2012 Penilai : Dr. dr. David Randel Christanto, Sp.OG (K)-KFM., M.Kes

Presentasi ke :

Tgl Presentasi : 10 Mei 2021


Tanda tangan

JUDUL LAPORAN KASUS : Kesalahan Penanganan di Puskesmas Hamadi dan RSUD Jayapura pada
G1P0A0 Gravida Aterm dengan Sifilis, HIV dan Kondiloma Akuminata

No Variabel Yang Dinilai Nilai dalam SKS

1 Ketepatan penentuan masalah dan judul, data kepustakaan, diskusi.


Kelengkapan data:
2  Kunjungan Rumah
 Kepustakaan
Analisa data:
3  Logika kejadian
 Hubungan kejadian dengan teori
Penyampaian data:
4  Cara penulisan
 Cara berbicara dan audiovisual
Cara diskusi:
5
Aktif/mampu menjawab pertanyaan secara logis
6 Kesimpulan dan saran (harus berkaitan dengan diskusi)
7 Daftar Pustaka

8 Total Angka

9 Rata-rata

Catatan untuk perbaikan dilihat dari segi :


 Pengetahuan :
 Keterampilan :
 Sikap :
Telah dilakukan bimbingan dan pembelajaran Laporan Kasus di SMF OBSGYN RSUD Jayapura,

Pembimbing Dibimbing

Dr. dr. David Randel Christanto, Sp.OG (K) - KFM., M.Kes Eka F. Nainggolan

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
BAB I 2
LATAR BELAKANG 2
BAB II 4
LAPORAN KASUS 4
IDENTITAS PENDERITA 4
ANAMNESIS 4
PEMERIKSAAN FISIK 7
PEMERIKSAAN PENUNJANG 9
RESUME 10
DIAGNOSA KERJA 12
RENCANA TINDAKAN 12
BAB III 13
RUMUSAN MASALAH 13
APAKAH DIAGNOSIS PADA KASUS INI SUDAH TEPAT? 13
APAKAH TATALAKSANA PADA KASUS INI SUDAH TEPAT? 18
APAKAH PERENCANAAN PERSALINAN PADA KASUS INI SUDAH
TEPAT? 22
APAKAH RENCANA PEMBERIAN ASI PADA KASUS INI SUDAH
TEPAT? 25
TINDAKAN APAKAH YANG PERLU DILAKUKAN PADA BAYI SAAT
BAYI LAHIR DI RSUD? 27
BAB IV 33
SIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 34

1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus golongan RNA
yang spesifik menyerang sistem imun/kekebalan tubuh manusia. Penurunan
sistem kekebalan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV memudahkan berbagai
infeksi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya AIDS.1

Sifilis adalah suatu infeksi menular seksual, yang disebabkan oleh bakteri
spirochaeta, yaitu Treponema Pallidum. Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi
lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu : non-venereal endemic
syphilis (telah dieradikasi), frambusia (T pertenue) dan pinta (T careteum di
Amerika Selatan). Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Sifilis
Kongenital (ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan) dan Sifilis
yang didapat/akuisita yang ditularkan melalui hubungan seks dan produk darah
yang tercemar.1

Data literatur menyatakan bahwa lebih dari 90% penyakit menular langsung
pada bayi, seperti infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B berasal dan ditularkan dari
ibu yang terinfeksi. Penularan vertikal tersebut dapat terjadi selama masa
kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui. Pada ibu hamil yang terinfeksi
HIV, tanpa pengobatan dini yang tepat, separuh anak yang dilahirkan akan
terinfeksi HIV dan separuh dari anak terinfeksi HIV akan meninggal sebelum
ulang tahun kedua. Pada ibu hamil yang terinfeksi Sifilis, tanpa pengobatan
adekuat, maka 87% bayi akan terinfeksi, sebagian kehamilan akan berakhir
dengan abortus, lahir mati, lahir kemudian mati atau Sifilis Kongenital.1

Infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B merupakan penyakit menular yang


hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia.
Kejadian penularan dari ibu ke anak menempati urutan tertinggi kejadian
penularan pada ke-3 penyakit ini. Penularan HIV dari ibu ke anak sebesar 20-
45% dan penularan sifilis dari ibu ke anak sebesar 69-80%. Agar tercipta generasi
penerus bangsa yang sehat dan berdaya saing, upaya pemutusan penularan 3
penyakit tersebut harus dilakukan. Upaya pemutusan penularan dari ibu ke anak

2
akan sangat efektif bila dilakukan secara bersama-sama, terintegrasi dan
komprehensif pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) berupa deteksi dini
saat pelayanan antenatal terpadu, penanganan dini dan imunisasi pada tingkat
pelayanan pertama maupun rujukan.1

Pemerintah menetapkan target pencapaian awal program Triple Eliminasi


hepatitis B, HIV, dan sifilis dari ibu ke anak pada tahun 2022, dengan indikator
Eliminasi Penularan sifilis sebagai berikut:2
 Seratus persen ibu hamil diobati dengan Benzatin Penicillin G 2,4 juta
IU IM sebagai program dosis tunggal pada fase dini, diulang 2 kali
dengan selang waktu 1 minggu atau dirujuk.
 Seratus persen bersalin di fasilitas pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan.
 Seratus persen bayi dari ibu positif mendapat pelayanan standar
pengobatan Benzatin Penicillin G 50.000 IU/kgBB IM dosis tunggal,
pemeriksaan titer Rapid Plasma Reagen (RPR) usia 3 bulan
dibandingkan titer ibunya, atau pemeriksaan lain atau pemantauan
klinis sampai 2 tahun.
 Seratus persen anak titer RPR negatif atau sama dengan titer ibu anak
sehat, tanpa cacat atau kematian.2

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama Inisial : Ny.E.T.
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Argapura
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku Bangsa : Papua
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum menikah SAH
No. DM : 458759
Tanggal MRS / Jam : 01 April 2021 / 21.50 WIT

2.2 ANAMNESIS (Autoanamnesa)


Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis (Pasien Ny.E.T.) di RG pada
tanggal 02 April 2021 pukul 07.00 WIT

2.2.1 Keluhan Utama


Pasien datang dengan membawa pengantar dari Polik Kebidanan
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD Kebidanan
RSUD Dok II dengan membawa pengantar dari polik Kebidanan
dengan diagnosa G1P0A0 hamil aterm + belum inpartu + Sifilis + B20
+ Kondiloma akuminata. Pasien sebelumnya datang ke Polik Kebidanan
RSUD Jayapura untuk kontrol kehamilan, kemudian dokter
menganjurkan untuk dilakukan operasi caesar.
Keluhan mules-mules (-), keluar lendir bercampur darah dari jalan
lahir (-), keluar air-air dari jalan lahir (-). Gerakan janin dirasakan aktif

4
(+), keputihan (+), gatal (-), berbau (-). Hari Pertama Haid Terakhir: 10-
07-2020, Taksiran Persalinan : 17-04-2021, Usia Kehamilan: 37-38
minggu.
Pasien sebelumnya melakukan ANC pertama di Puskesmas
Hamadi pada tanggal 14 Desember 2021. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan : BB 54 kg, TB 144,3 cm, LILA 22 cm, TD 100/80 mmHg,
Hb 10,1, Golongan darah O, Hepatitis B Negatif, RPR positif titer 1/8,
TP Rapid positif, SD HIV reaktif, Fokus reaktif, KHB reaktif. Pasien
diberikan terapi Benzantin Penisilin 2,4 juta IU IM.
Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Jayapura. Pasien datang ke
Polik Kebidanan RSUD Jayapura pada tanggal 15 Desember 2021. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan : BB 53 kg, TD 112/72 mmHg. Dari
hasil pemeriksaan USG didapatkan janin laki-laki tunggal hidup
intrauterin, usia gestasi 22-23 minggu, TP : 17 April 2021, TBBJ : 490
gr, ketuban cukup, plasenta di fundus uteri, tidak menutupi OUI, tidak
tampak tanda-tanda kelainan, kongenital mayor. Saran : terapi
Benzathin penicilin 1x2,4 juta IU IM per minggu selama 3 minggu
berturut-turut; periksa ulang TPHA 3 bulan setelah pemeriksaan
pertama / setelah terapi antibiotik dimulai; pemberian ARV Efavirenz;
rencana SC elektif pada tanggal 3 April 2021 (UG 38 minggu); kontrol
teratur di PKM lalu 2 bulan terakhir kontrol di RSUD Jayapura.
Pasien tidak melakukan kontrol teratur ke Puskesmas.
Pasien kemudian melakukan kunjungan selanjutnya ke Polik
Kebidanan pada tanggal 2 Februari 2021. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan BB 56 kg, TB 122/86 mmHg. Dari hasil pemeriksaan USG
didapatkan: janin laki-laki letak kepala, usia gestasi 28-29 minggu,
TBBJ : 1224 gr, TP : 20 April 2021. plasenta di corpus uteri, tidak
menutupi OUI.
Pasien kemudian melakukan kunjungan berikutnya ke Polik
Kebidanan pada tanggal 8 Maret 2021. Dari hasil USG didapatkan janin
tunggal hidup, laki-laki, usia gestasi 33-34 minggu.

5
Pasien kemudian melakukan kunjungan terakhir ke Polik
Kebidanan pada tanggal 01 April 2021. Dokter Sp.OG kemudian
memberikan pengantar ke IGD Kebidanan untuk dilakukan SC.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Hipertensi (disangkal)
 Diabetes Melitus (disangkal)
 Penyakit Jantung (disangkal)
 Asma (disangkal)
 Alergi (disangkal)

2.2.4 Riwayat Operasi


Disangkal

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat Hipertensi (disangkal)
 Diabetes Melitus (disangkal)
 Penyakit Jantung (disangkal)
 Asma (disangkal)
 Alergi (disangkal)

2.2.6 Riwayat Menstruasi


 Menarche : 13 tahun
 Siklus haid : teratur tiap bulan 28 hari
 Lama haid : 5 hari
 Nyeri haid : (disangkal)

2.2.7 Riwayat Kontrol Kehamilan


 ANC : Puskesmas 1x (UK 22 minggu), Sp.OG 3x (UK 22, 29, 34,
37 minggu)

6
 TT : 1x

2.2.8 Riwayat Obstetri


G1P0A0 : I Hamil ini

2.2.9 Riwayat Pernikahan


Belum menikah sah (tinggal bersama ±1 tahun)
Suami : 27 tahun/ SMP/ Swasta
Istri : 19 tahun/ SMP/ Ibu rumah tangga

2.2.10 Riwayat KB
Disangkal

2.2.11 CTG dan USG


 CTG: Tidak dilakukan
 USG : Dilakukan (Kesan: usia kehamilan 37-38 minggu)

2.2.11 Riwayat Sosial Ekonomi


 Tinggal di daerah padat penduduk
 Mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang (-)
 Konsumsi Alkohol (-), Merokok (-)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


2.3.1 Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 65 kg
IMT : 26 kg/m2

Tanda-tanda vital

7
 Tekanan darah : 129/76 mmHg
 Nadi : 76 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
 Suhu badan : 36,50C
 SpO2 : 98% tanpa O2

Kepala :
- Kepala : normochepal
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor (+/+), refleks cahaya (+/+)
- Hidung : deformitas (-), deviasi (-), krepitasi (-), sekret (-/-), darah
(-/-), nyeri tekan sinus (-)
- Telinga : deformitas (-), sekret (-/-)
- Mulut : bibir sianosis (-), oral candidiasis (-), ulserasi (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax:
 Jantung
- Inspeksi : IC tidak tampak, jejas (-)
- Palpasi : Sela iga normal, tidak teraba massa, IC tidak
teraba
- Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
- Auskultasi : BJ I-II Normal, Mur-mur(-), Gallop (-)

 Paru
- Inspeksi : Simetris, ikut gerak nafas
- Palpasi : Vocal Fremitus (D=S)
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : SN Bronkhovesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing
(-/-)

8
Abdomen :

- Inspeksi : Tampak cembung


- Palpasi : Supel (+), Nyeri tekan (-), Hati dan limpa (sulit
dinilai)
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-/-), CRT <2”

2.3.2 Status Obstetri


Pemeriksaan Luar :

- Leopold :
 Leopold I : Teraba bokong
 Leopold II: Teraba punggung sebelah kiri ibu
 Leopold III: Letak kepala
 Leopold IV: Penurunan kepala 5/5
- TFU : 33 cm
- TBJ : 3.100 gr (Jhonson Tossack)
- DJJ : 129 x/ menit
- HIS : -
Pemeriksaan Dalam :
- Vulva/Vagina: papul keratotik soliter dengan permukaan kasar
pada labium mayora dan minora
- Portio: lancip
- Pembukaan: -
- Ketuban: sulit dinilai
- Presentasi: sulit dinilai

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM
Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan

9
Hemoglobin 9,9 11.7 - 15.5 g/dL
Hematokrit 30,1 35.2 - 46.7 %
Leukosit 7,44 3.37- 8.38 x 103 Unit/ Liter
Trombosit 227 140 - 400 x 103 Unit/Liter

Eritrosit 3.92 3.69 - 5.46 x 106 Unit/Liter


PT 11,2 10,2 - 12,1 Detik
APTT 28,7 24,8 - 34,4 Detik
GDS 76 ≤ 140 mg/dL
HBsAg Non reaktif Non reaktif
RPR Positif, titer 1/8
TP Rapid Positif
Anti HIV Reaktif

2.5 RESUME
Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD Kebidanan
RSUD Dok II dengan membawa pengantar dari polik Kebidanan dengan
diagnosa G1P0A0 hamil aterm + belum inpartu + Sifilis + B20 + Kondiloma
akuminata. Pasien sebelumnya datang ke Polik Kebidanan RSUD Jayapura
untuk kontrol kehamilan, kemudian dokter menganjurkan untuk dilakukan
operasi caesar.

Keluhan mules-mules (-), keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir
(-), keluar air-air dari jalan lahir (-). Gerakan janin dirasakan aktif (+),
keputihan (+), gatal (-), berbau (-). Hari Pertama Haid Terakhir: 10-07-2020,
Taksiran Persalinan : 17-04-2021, Usia Kehamilan: 37-38 minggu.

Tanda-tanda vital; TD: 129/76 mmHg, N: 76 x/menit, Respirasi: 20


x/menit, SB: 36,50C, SpO2: 98%. Pada pemeriksaan fisik dan status generalis
didapatkan conjungtiva anemis (+/+). Dari pemeriksaan Obstetri pada
pemeriksaan luar didapatkan TFU : 33 cm, DJJ 129 x/m, TBBJ 3.100 gr, HIS
(-). Pada inspeksi vulva/vagina didapatkan kondiloma akuminata. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan portio lancip, pembukaan (-), ketuban sulit
dinilai, dan presentasi sulit dinilai. Pada pemeriksaan laboratorium

10
didapatkan Hemoglobin 9,9 g/dL Hematokrit 30,1%, RPR positif titer 1/8, TP
Rapid positif, anti HIV reaktif. Pada pemeriksaan USG oleh dokter Sp.OG
pada usia kehamilan 22 minggu didapatkan taksiran partus 17-04-2021. Usia
Kehamilan saat ini 37-38 minggu.

2.6 DIAGNOSA KERJA


G1P0A0 Gravida Aterm + Belum Inpartu + Sifilis + HIV + Kondiloma
akuminata

2.7 RENCANA TINDAKAN


Lapor dr. Sp. OG, Anjuran:
• Rencana sectio caesarea a/i HIV + Sifilis + Kondiloma akuminata
• Informed consent
• Hubungi perinatologi
• Konsul anestesi
• Pasang IVFD
• Pasang DC
• Siapkan darah 2 kolf

2.8 LAPORAN OPERASI SECTIO CAESAREA

- Pasien dalam posisi tidur terlentang di atas meja operasi dalam anestesi
spinal
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik daerah abdomen dan
sekitarnya
- Dilakukan sayatan pfannenstiel , abdomen ditembus secara tajam dan
tumpul
- Pada SBU dilakukan sayatan semilunar, SBU disayat dan ditembus
secara tumpul sampai cavum uteri

11
- Dengan meluksir kepala, lahir bayi jenis kelamin laki-laki pukul 08.24
WIT, BB 3000 gr, PB 46 cm, Apgar score menit pertama = 8 menit ke
lima = 9, ketuban jernih jumlah cukup
- Klem tali pusat, potong tali pusat
- Injeksi oksitosin 1 ampul dan metergin 1 ampul intramural
- Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta lahir lengkap pukul 08.26
WIT
- Eksplorasi kavum uteri dengan kasa dan betadine
- Dilakukan penjahitan pada SBU dengan vicryl no 1.0
- Abdomen dibersihkan dengan NaCl
- Jahit dinding abdomen lapis demi lapis dengan vicryl 1.0
- Peritonium di jahit dengan vicryl 2.0
- Subkutis dijahit dengan vicryl 1.0
- Fascia dijahit dengan vicryl 1.0
- Kulit dijahit dengan vicryl 3.0
- Luka jahitan di tutup
- Perdarahan intraoperasi ± 250 cc, urin ± 100 cc
- Operasi selesai

12
13
BAB III

Rumusan Masalah
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?
2. Apakah tatalaksana pada kasus ini sudah tepat ?
3. Apakah perencanaa persalinan pada kasus ini sudah tepat?
4. Apakah rencana pemberian ASI pada kasus ini sudah tepat?
5. Tindakan apakah yang perlu dilakukan pada bayi saat bayi lahir di RSUD
Jayapura?

Pembahasan

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?


Diagnosis HIV yang asimtomatik menggunakan strategi tiga serial (lihat
Bagan 4) untuk daerah dengan prevalensi HIV di bawah 10%. Tiga reagen yang
berbeda sensitivitas, spesifisitas dan preparasi antigennya digunakan secara serial,
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 241/2006 tentang Standar
Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik.
Pengambilan darah untuk tes HIV – dilakukan sekaligus untuk tes lainnya –
dilakukan oleh tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang terlatih. Bila
tidak ada tenaga medis dan/ atau teknisi laboratorium maka tenaga kesehatan lain
(bidan atau perawat terlatih) dapat melakukannya. Cara pengambilan darah
seperti biasa, mengikuti prosedur standar.2

Tes diagnostik HIV dapat dilakukan secara serologis dan virologis.


Pemeriksaan serologis dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RDT) atau
Enzyme Immuno Assay (EIA) yang menggunakan antibodi atau fraksi protein.
Pemeriksaan virus menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction).2

14
Gambar 1. Alur Tes HIV Untuk Diagnosis dengan Strategi “Tiga Serial” 2
Keterangan: Yang dimaksud berisiko dalam tabel diatas adalah kelompok populasi kunci
(Pekerja seks, Pengguna Napza Suntik, Lelaki sek dengan lelaki, waria) dan Pasien
hepatitis, Ibu Hamil, Pasangan diskordan, Pasien TB, Pasien IMS, Warga Binaan
Pemasyarakatan.

Diagnosis sifilis ditegakkan dari penemuan klinis dan hasil tes serologi. Tes
serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu tes non-treponema dan treponema.
Pemeriksaan dilakukan dalam dua langkah. Pertama, tes non- treponema, yaitu
RPR (rapid plasma reagin/rapid test) atau VDLR (venereal diseases research
labotory). Jika hasil tes reaktif (positif), selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan
tes treponema, yaitu TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP-

15
PA (Treponema pallidum particle agglutination assay), FTA-ABS (fluorescent
treponemal antibody absorption) dan TP rapid (Treponema palidum).2

Saat ini telah tersedia rapid test syphilis atau TP rapid; merupakan tes
treponema yang lebih sederhana, cepat, menggunakan darah lengkap, hanya
memerlukan sedikit pelatihan petugas dan tidak memerlukan peralatan dan
penyimpanan khusus.2

Bagan alur tes serologis sifilis dengan mengunakan tes non treponema dan
tes treponema dan tes yang hanya menggunakan TP rapid dapat dilihat di bawah
ini.

Gambar 2. Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan Non Treponema2

Hasil positif tes RPR/VDRL perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TP-PA/TP


rapid.2

- Jika hasil tes konfirmasi: non-reaktif, maka dianggap positif palsu dan

16
tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.

- Jika hasil tes konfirmasi: reaktif, maka dilanjutkan dengan


pemeriksaan RPR kuantitatif untuk menentukan titer, sehingga dapat
diketahui apakah sifilis aktif atau laten, serta untuk memantau respons
pengobatan.

- Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan terdapat riwayat terapi dalam
tiga bulan terakhir dan berapapun titernya, anamnesis tidak ada ulkus
baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi dan di tes ulang tiga
bulan kemudian.

- Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes ulang
tiga bulan kemudian
- Jika RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan
sembuh
- Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif
• Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan tidak ada riwayat terapi
dalam tiga bulan terakhir bila :
 Titer RPR < 1:4 (1:2 dan 1:4) dapat diinterpretasikan dan
diterapi sebagai sifilis laten lanjut dan dievaluasi tiga bulan
kemudian.
 Titer > 1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis
aktif dan dievaluasi tiga bulan kemudian. Evaluasi terhadap
titer RPR dilakukan tiga bulan setelah terapi:
• Jika titer RPR turun dua tahap (misalnya dari 1:64 menjadi 1:16)
atau lebih, terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi setiap tiga
bulan di tahun pertama dan setiap enam bulan di tahun kedua untuk
mendeteksi infeksi baru.
• Jika titer tidak turun dua tahap, maka dilakukan evaluasi
kemungkinan reinfeksi atau sifilis laten.2

Setelah diagnosis sifilis pada ibu hamil, evaluasi sonografi dilakukan untuk
janin dengan umur gestasi >20 minggu untuk mencari tanda tanda dari sifilis
kongenital. Hepatomegali, penebalan plasenta, hidramnion, asites, hydrop fetalis

17
dan peningkatan arteri serebral tengah pada pemeriksaan doppler velosimetri
merupakan indikasi dari infeksi pada janin.2

Untuk janin usia yang layak dengan temuan sonografi, pemantauan jantung
janin antepartum sebelum pengobatan dianjurkan. Deselerasi lambat spontan atau
non reaktif kemungkinan merefleksikan janin yang sangat sakit yang mungkin
tidak dapat menoleransi dengan baik reaksi Jarisch-Herxheimer. Di kasus ekstrim
ini, konsultasi dengan neonatologi mengenai rencana penundaan pengobatan,
persalinan dan perawatan harus dipertimbangkan.2

Kondiloma akuminata merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan


oleh virus papilloma humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan pada kulit dan
mukosa anogenital. Sebanyak 90% disebabkan HPV tipe 6 dan tipe 11, masa
inkubasi 3 minggu sampai dengan 8 bulan, bahkan sampai dengan 18 bulan.
Kriteria diagnosis berdasarkan : 1) anamnesis : benjolan di daerah genital yang
tidak nyeri, adanya riwayat kontak seksual sebelumnya; 2) Pemeriksaan klinis :
vegetasi atau papul soliter dapat juga multipel, terdapat empat morfologi, yaitu
akuminata, papul dengan permukaan menyerupai kubah, papul keratotik dengan
permukaan kasar, papul datar.3

Pada tanggal 14 Desember 2021 (kunjungan pertama ke Puskesmas


Hamadi, usia kehamilan trimester II), tenaga kesehatan puskesmas Hamadi
melakukan pemeriksaan serologis HIV dengan metode rapid test kepada pasien
dengan 3 reagen yang berbeda, yaitu reagen SD HIV, reagen Fokus, dan reagen
KHB. Hasil pemeriksaan dari ketiga reagen adalah reaktif. Oleh karena itu, hasil
pemeriksaan dapat dikatakan positif HIV.

Pada tanggal yang sama, tenaga kesehatan puskesmas Hamadi juga


melakukan pemeriksaan tes non- treponema yaitu RPR (rapid plasma
reagin/rapid test) dan pemeriksaan treponema yaitu TP rapid (Treponema
palidum). RPR menunjukkan hasil positif dengan titer 1:8, kemudian hasil TP
Rapid menunjukkan hasil reaktif. Sesuai dengan kriteria diagnosis Triple
Eliminasi dari POGI, pasien dapat dikatakan terdiagnosis Sifilis Aktif/Dini.

18
Pada tanggal 15 Desember 2021 (kunjungan pertama ke polik Kebidanan
RSUD Jayapura, usia kehamilan trimester II), dari hasil pemeriksaan USG oleh
dokter spesialis kebidanan didapatkan janin tunggal hidup intrauterin, usia
gestasi 22-23 minggu, taksiran partus 17-04-2021, TBBJ 490 gr, ketuban cukup,
plasenta di fundus anterior, tidak menutupi OUI, tidak tampak tanda-tanda
kelainan kongenital mayor.

Pada tanggal 1 April 2021 (kunjungan ke-3 polik Kebidanan RSUD


Jayapura, usia kehamilan aterm) dari hasil pemeriksaan klinis pada vulva
didapatkan papul keratotik soliter dengan permukaan kasar pada labium mayora
dan minora. Pasien terdiagnosa kondiloma akuminata.

Sesuai dengan tinjauan pustaka, diagnosis pada kasus ini sudah tepat.

2. Apakah tatalaksana pada kasus ini sudah tepat?

Merujuk pada pedoman muktahir, semua ibu hamil dengan HIV diberi
terapi ARV, tanpa harus memeriksakan jumlah CD4 dan viral load terlebih
dahulu, karena kehamilan itu sendiri merupakan indikasi pemberian ARV yang
dilanjutkan seumur hidup (lihat Bagan 5). Pemeriksaan CD4 dilakukan untuk
memantau pengobatan – bukan sebagai acuan untuk memulai terapi.2

Gambar 3 . Alur Pemberian ARV pada Ibu Hamil2

Untuk memulai terapi ARV perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:2

i) persiapan klien secara fisik/mental untuk menjalani terapi melalui


edukasi pra-pemberian ARV;

19
ii) bila terdapat infeksi oportunistik, maka infeksi tersebut perlu diobati
terlebih dahulu. Terapi ARV baru bisa diberikan setelah infeksi
oportunistik diobati dan stabil (kira-kira setelah dua minggu sampai dua
bulan pengobatan).
iii) Profilaksis kotrimoksazol diberikan pada stadium klinis 2, 3, 4 dan atau
CD4 < 200. Untuk mencegah PCP, Toksoplasma, infeksi bacterial
(pneumonia, diare) dan berguna juga untuk mencegah malaria pada
daerah endemis.
iv) Pada ibu hamil dengan tuberkulosis: OAT selalu diberikan mendahului
ARV sampai kondisi klinis pasien memungkinkan (kira-kira dua
minggu sampai dua bulan) dengan fungsi hati baik untuk memulai
terapi ARV.2

Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR,
yaitu sebagai berikut.2

1. Siap: menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV terhadap


infeksi HIV.
2. Adherence: kepatuhan minum obat.
3. Disiplin: minum obat dan kontrol ke dokter.
4. Aktif: menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
5. Rajin: memeriksakan diri jika timbul keluhan.

Protokol pemberian terapi antiretroviral (ARV) untuk ibu hamil dengan


HIV2

 Secara umum, yang direkomendasikan untuk ibu hamil HIV positif


adalah terapi menggunakan kombinasi tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI).
Perlu dihindari penggunaan “triple nuke” (3 NRT)
 Paduan obat ARV Kombinasi Dosis Tetap / Fixed Dose Combination
(FDC): TDF (300mg) + 3TC (300mg) + EFV (600mg).
 Untuk ibu yang status HIV-nya diketahui sebelum kehamilan dan sudah
mendapatkan ARV, maka ARV tetap diteruskan dengan paduan obat
yang sama seperti saat sebelum hamil.

20
 Untuk ibu hamil yang status HIV diketahui saat kehamilan, segera
diberikan ARV tanpa melihat umur kehamilan, berapapun nilai CD4
dan stadium klinisnya.
 Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui dalam persalinan,
segera diberikan ARV. Pilihan Paduan obat ARV sama dengan ibu
hamil dengan HIV lainnya. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada
Tabel 4 dan 5.

Tabel 1. Pemberian Obat ARV pada Ibu Hamil2

Tabel 2. Efek Samping Obat dan Kontraindikasi Pemberian ARV2

21
Pada kasus ini, pada kunjungan pertama pasien ke Puskesmas Hamadi dan
terdiagnosa HIV, dokter tidak memberikan terapi ARV. Pada kunjungan pertama
Polik Kebidanan RSUD Jayapura, spesialis hanya memberikan saran terapi
Benzathin penicilin 1x2,4 juta IU IM per minggu selama 3 minggu berturut-turut;
periksa ulang TPHA 3 bulan setelah pemeriksaan pertama / setelah terapi
antibiotik dimulai; pemberian ARV Efavirenz; rencana SC elektif pada tanggal 3
April 2021 (UG 38 minggu); kontrol teratur di PKM lalu 2 bulan terakhir kontrol
di RSUD Jayapura. Namun, pasien tidak dikonsulkan ke VCT untuk mendapatkan
ARV. Hal ini tidak sesuai dengan protokol pengobatan yang seharusnya pada ibu
hamil yang status HIV diketahui saat kehamilan, yaitu segera diberikan ARV
Kombinasi Dosis Tetap / Fixed Dose Combination (tenofovir 300 mg, lamivudin
300 mg, dan efavirens 600 mg) tanpa melihat umur kehamilan, berapapun nilai
CD4 dan stadium klinisnya.

Pemberian konseling setelah tes sifilis diberikan pada ibu hamil,


berdasarkan hasil tes, sebagai berikut.2

1. Hasil tes sifilis “non-reaktif” atau negatif:


 penjelasan tentang masa jendela/window period
 pencegahan untuk tidak terinfeksi di kemudian hari
2. Hasil tes sifilis “reaktif” atau positif
 Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan
 Penjelasan tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl
penisilin
 Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, misalnya
dukungan gizi yang memadai untuk ibu hamil, termasuk
pemenuhan kebutuhan zat besi dan asam folat
 Konseling hubungan seksual selama kehamilan (abstinensia, saling
setia atau menggunakan kondom secara benar dan konsisten)
 Pemberian informasi bahwa pasangan harus diobati
 Kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan

Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu dan
mencegah atau mengobati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G

22
parenteral merupakan pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis
pada kehamilan. Selama hamil, disarankan pemberian dosis kedua seminggu
setelah benzatin penisilin G dosis awal diberikan.2

Tabel 3. Terapi Sifilis pada Ibu Hamil2

Stadium Terapi sifilis pada ibu hamil


Sifilis primer Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi IM dosis
dan sekunder tunggal ; dosis kedua dianjurkan
Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi IM, satu
Sifilis laten
kali/minggu selama 3 minggu berturut-turut.

Pada kasus ini, setelah dilakukan tes dan didapatkan hasil HIV positif,
tenaga kesehatan Puskesmas Hamadi melakukan konseling mengenai aspek
kerahasiaan penyakit, tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl penisilin
beserta reaksi yang dapat ditimbulkan, menjelaskan dukungan gizi yang
diperlukan selama kehamilan, yaitu tablet zat besi dan asam folat, memberikan
informasi bahwa pasangan harus diobati, memberitahu jadwal kunjungan
lanjutan yaitu 1 minggu ke depan untuk mendapatkan suntikan Benzatin penisilin
kedua. Di hari yang sama dengan hari pemeriksaan, pasien juga mendapatkan
suntikan Benzatin penisilin 2,4 juta unit secara intramuskuler.

Terapi awal yang diberikan sudah tepat. Namun, beberapa hal tidak
dilakukan. Konseling pasca tes kurang lengkap diberikan, yaitu konseling tentang
hubungan seksual selama kehamilan (abstinensia, saling setia atau menggunakan
kondom secara benar dan konsisten) serta konseling ke pasangan untuk segera
diperiksa dan jika hasilnya positif harus segera mendapatkan pengobatan,
bersama-sama dengan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan juga tidak membuat
jadwal kunjungan ke rumah pasien, saat pasien tidak datang untuk mendapatkan
suntikan Benzathin peniciliin kedua di minggu depannya.

3. Apakah perencanaan persalinan pada kasus ini sudah tepat?

23
Tujuan utama persalinan aman bagi Ibu dengan HIV atau sifilis adalah
menurunkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, kepada tim penolong
(medis/non-medis) dan pasien lainnya, serta risiko perburukan kondisi ibu. Untuk
itu penting sekali dipastikan bahwa ibu terinfeksi telah memperoleh pengobatan
yang adekuat bila sifilis (menggunakan penicilin) atau viral load HIV tidak
terdeteksi. Pada keadaan tersebut, asuhan persalinan normal pervaginam dapat
dilakukan dengan kewaspadaan standar. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
persalinan normal untuk ibu bersalin HIV antara lain : ibu telah mendapat
pengobatan ARV minimal 6 bulan dan atau viral load tidak terdeteksi
(undetected) yaitu kurang dari 1000 kopi/mm 3 pada minggu ke-36. Pada ibu sifilis
umumnya asuhan persalinan normal pervaginam dapat dilakukan dengan
kewaspadaan standar bila tidak ada indikasi obstetrik lainnya (gangguan 3P yaitu,
Power, Passage, dan Passenger).2

Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Jenis Persalinan2

Metode persalinan Keuntungan Kerugian

HIV
Pervaginam 1. Mudah dilakukan di Risiko penularan pada
sarana kesehatan yang bayi relatif tinggi 10-
terbatas 20%, kecuali ibu telah
2. Masa pemulihan pasca minum ARV teratur ≥6
persalinan singkat bulan atau diketahui
3. Biaya rendah kadar viral load <1000
Kopi/mm pada minggu
ke-36
Seksio sesarea elektif 1. Risiko penularan (2- 1. Lama perawatan bagi
4%) atau dapat ibu lebih panjang.
mengurangi risiko 2. Perlu sarana dan
penularan sampai 50-66% fasilitas pendukung
2.Terencana pada minggu yang lebih memadai
ke-38 3. Risiko komplikasi
selama operasi dan
pasca operasi lebih
tinggi
4. Ada risiko
komplikasi anestesi
5. Biaya lebih mahal
Sifilis
Pervaginam 1. Persalinan fisiologis TIDAK ADA

24
2. Masa pemulihan
singkat
3. Biaya rendah
4. Bidan APN
Seksio sesarea elektif TIDAK ADA 1. Persalinan non-
(kecuali ada gangguan fisiologis
3P) 2. Mahal & biaya
tambahan lain
3. Risiko komplikasi
tindakan & anestesi
4. Dokter spesialis
Hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam memberikan pertolongan
persalinan yang optimal pada ibu dengan HIV.2

1. Pelaksanaan persalinan, baik melalui seksio sesarea maupun per


vaginam, perlu memperhatikan kondisi fisik ibu dan indikasi obstetrik.
2. Ibu hamil dengan HIV harus mendapatkan informasi sehubungan
dengan keputusannya untuk menjalani persalinan per vaginam ataupun
melalui seksio sesarea.
3. Tindakan menolong persalinan ibu dengan HIV, baik per vaginam
maupun seksio sesarea harus memperhatikan kewaspadaan umum yang
berlaku untuk semua persalinan.

Persalinan untuk ibu dengan HIV, baik per vaginam maupun seksio sesarea
dapat dilakukan di semua fasilitas kesehatan yang mampu tanpa memerlukan alat
pelindung diri khusus, selama fasilitas tersebut melakukan prosedur kewaspadaan
standar.2

25
Penularan kondiloma akuminata dari ibu ke janin dapat terjadi secara
vertikal saat perinatal. Transmisi perinatal HPV (HPV 6 dan 11) dapat
menginduksi laryngeal papillomatosis dengan angka kejadian 1-4 / 100.000

kelahiran. Infeksi HPV pada anak dapat bermanifestasi sebagai suatu papilloma
laringeal atau reccurent respiratory papillomatosis (RRP). Paparan HPV pada
neonatus saat perinatal terjadi paling sering saat persalinan melalui vagina akibat
kontak janin dengan sekret vagina yang terdapat lesi kondiloma akuminata.
Papiloma multipel ini dapat menutupi endolaring dan subglotis (Gambar 4),
menyebabkan suara serak yang ekstrim dan obstruksi jalan napas.4

Gambar 4. Pandangan endoskopik papilloma laring pada anak dengan RRP4

Pada kasus ini, perencanaan persalinan pada pasien dilakukan secara


sectio caesarea pada tanggal 3 April 2021 yaitu pada usia gestasi 38 minggu,
mengingat pasien tidak memperoleh pengobatan sifilis yang adekuat dan tidak
mendapatkan pengobatan ARV minimal 6 bulan. Demikian juga rencana
persalinan secara secrtio dipilih untuk menghindari kontak janin dengan vagina
ibu, agar tidak terjadi laryngeal papillomas pada bayi yang jika terjadi akan
membuat suara anak menjadi serak bahkan terjadi obstruksi jalan napas. Dalam
hal ini, perencanaan persalinan yang aman bagi pasien sudah tepat.

4. Apakah rencana pemberian ASI pada kasus ini sudah tepat?


Pemberian nutrisi yang dianjurkan bagi bayi yang belum diketahui status
HIV-nya sebagai berikut.2

26
1) Konseling pemilihan makanan bayi yang terkait risiko penularan HIV
diberikan sejak sebelum persalinan.
2) Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu/keluarga setelah
mendapat informasi dan konseling secara lengkap. Pilihan apapun yang
diambil seorang ibu haruslah didukung.
3) Pilihan yang diambil haruslah antara ASI saja atau susu formula saja
(bukan mixed feeding).
4) Sangat tidak dianjurkan untuk mencampur ASI dengan susu formula,
karena memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya penularan virus HIV
kepada bayi. Hal ini karena susu formula adalah benda asing yang
dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus dan
mempermudah masuknya virus HIV yang ada dalam ASI ke aliran
darah bayi.
5) Ibu dengan HIV boleh memberikan susu formula bagi bayinya yang
HIV negatif atau tidak diketahui status HIV-nya, jika SELURUH syarat
AFASS (affordable/terjangkau, feasible/mampu laksana,
acceptable/dapat diterima, sustainable/berkesinambungan dan
safe/aman) dapat dipenuhi. Pemenuhan syarat AFASS ditandai dengan
adanya: i) rumah tangga dan masyarakat yang memiliki jaminan atas
akses air bersih dan sanitasi yang baik; ii) ibu atau keluarganya
sepenuhnya mampu menyediakan susu formula dalam jumlah cukup
untuk mendukung tumbuh kembang anak; iii) ibu atau keluarganya
mampu menyiapkan susu formula dengan bersih dan dengan frekuensi
yang cukup, sehingga bayi aman dan terhindar dari diare dan
malnutrisi; iv) ibu atau keluarganya dapat memenuhi kebutuhan susu
formula secara terus-menerus sampai bayi berusia 6 bulan; v) keluarga
mampu memberikan dukungan dalam proses pemberian susu formula
yang baik; dan vi) ibu atau keluarganya dapat mengakses pelayanan
kesehatan yang komprehensif bagi bayinya.
6) Bila syarat-syarat pada Butir 5 terpenuhi maka susu formula dapat
diberikan dengan cara penyiapan yang baik. Di negara berkembang,
syarat tersebut sulit dipenuhi, karena itu WHO menganjurkan

27
pemberian ASI, yang cukup aman selama ibu mendapat terapi ARV
secara teratur dan benar.
7) Untuk melakukan penghentian ASI, (setelah syarat pada Butir 5
terpenuhi) bayi dapat secara total diberi susu formula, sehingga
produksi ASI akan terhenti secara berangsur. Sementara menunggu
terhentinya produksi ASI, untuk menghindari terjadinya mastitis pada
payudara ibu, ASI diperah dengan frekuensi yang dikurangi secara
bertahap hingga produksi ASI berhenti. ASI perah tersebut tidak
diberikan kepada bayi.
8) Pada bayi yang diberi ASI, bila setelah enam bulan syarat-syarat pada
Butir 5 belum dapat terpenuhi maka ASI tetap dapat diberikan dengan
cara diperah dan dipanaskan (heat-treated) dan diberikan dengan
menggunakan gelas kaca atau gelas/botol plastik No 5
(PP/Polypropilen), sementara bayi mulai mendapat makanan
pendamping seperti biasa. Pada usia 12 bulan ASI harus dihentikan dan
makanan keluarga diberikan sebagai sumber nutrisi utama.
Jika bayi telah diketahui HIV positif: i) ibu sangat dianjurkan untuk
memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan; ii) mulai usia enam
bulan, bayi diberikan makanan pendamping ASI dan ASI tetap dilanjutkan sampai
anak berumur dua tahun.2
Pada kasus ini, nutrisi bagi bayi yang diberikan di Ruang Perinatologi
adalah PASI. Edukasi yang diberikan pada ibu sebelum ibu pulang adalah ibu
tidak boleh memberikan ASI. Sedangkan ibu tidak memenuhi syarat AFASS yaitu
: i) rumah tangga dan masyarakat tidak memiliki jaminan atas akses air bersih
dan sanitasi yang baik; ii) ibu atau keluarganya kurang mampu menyediakan
susu formula dalam jumlah cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak; iii)
ibu atau keluarganya kurang mampu menyiapkan susu formula dengan bersih
dan dengan frekuensi yang cukup; iv) ibu atau keluarganya tidak dapat
memenuhi kebutuhan susu formula secara terus-menerus sampai bayi berusia 6
bulan; v) keluarga kurang mampu memberikan dukungan dalam proses
pemberian susu formula yang baik; dan vi) ibu atau keluarganya kurang dapat
mengakses pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi bayinya.

28
Dalam hal ini, edukasi yang diberikan kurang tepat. Ibu seharusnya
diedukasi untuk tetap dapat memberikan ASI, dengan syarat ibu segera
mendapatkan ARV.

5. Apakah tindakan yang dilakukan pada bayi saat bayi lahir di RSUD
Jayapura sudah tepat?
Pemberian ARV pada bayi mengikuti Pedoman HIV pada Anak (2013).
Sejak ARV dimulai, diperlukan kepatuhan terhadap aturan pemberian obat setiap
hari, karena ketidakpatuhan merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan.
Persiapan amat penting dilakukan sebelum memulai pemberian ARV, yaitu
persiapan pengasuh bayi dan faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan.
Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV, baik yang diberi ASI eksklusif maupun
susu formula, harus diberi zidovudin sejak hari pertama (umur 12 jam), selama
enam minggu.2

Dosis zidovudin/AZT:2
• Bayi cukup bulan: 4 mg/kg BB/12 jam selama enam minggu.
• Bayi prematur < 30 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama empat
minggu, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua minggu.
• Bayi prematur 30-35 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama dua
minggu pertama, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua
minggu diikuti 4 mg/kg BB/12 jam selama dua minggu.
Bila pada minggu keenam, bila diagnosis HIV belum dapat disingkirkan,
maka diperlukan pemberian kotrimoksasol profilaksis sampai usia 12 bulan atau
sampai dinyatakan HIV negative / non-reaktif. Keluarga pasien harus diberitahu
bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIV tetapi
mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan HIV. Profilaksis
kotrimoksazol dapat dihentikan pada bayi yang terpajan HIV sesudah dipastikan
TIDAK tertular HIV (setelah ada hasil laboratorium baik PCR maupun antibodi
pada usia sesuai). Pada anak umur 1 sampai 5 tahun yang terinfeksi HIV,
cotrimoksazol profilaksis dihentikan jika CD4 >25%.2

29
Gambar 5. Pemberian Kotrimoksasol pada Bayi dari Ibu dengan HIV

Tatalaksana pada bayi dengan sifilis kongenital sebagai berikut


Tabel 5. Terapi Sifilis Kongenital Pada Bayi dengan Klinis Terbukti/
Kemungkinan Besar Sifilis Kongenital2

Anjuran Terapi Anjuran Evaluasi


 Pemeriksaan fisis  Anjuran terapi: Aqueous  Analisis cairan
sesuai sifilis crystalline penicillin G serebrospinal:
kongenital 100.000- 150.000 VDRL,protein,dan
 Titer serologi non unit /Kg/hari, injeksi IV hitung sel
treponema 50.000 unit/kg/dosis IV  Complete blood count,
kuantitati lebih setiap 12 jam dalam 7 differential count,
tinggi sampai 4X hari pertama dilanjutkan platelet count
lipat titer ibu dengan setiap 8 jam  Tes lain sesuai
selama total 10 hari atau; indikasi klinis: Ro
 Hasil positif pada
 Procain penicillin G tulang panjang, Ro
pemeriksaan
50,000 unit/ kg/dosis, toraks Tes fungsi hati,
mikroskopis
injeksi IM sekali suntik USG cranial,
lapangan gelap
perhari selama 10 hari Pemeriksaan
dari cairan tubuh
oftalmologi, Respons

30
 Catatan : Bila ada pendengaran
pengobatan yang tidak
diberikan lebih dari satu
hari, maka pengobatan
diulang dari awal.

Tabel 6. Terapi Sifilis Kongenital Pada Bayi dengan Klinis Normal dan Titer
Serologi Nontreponema Kuantitatif Sama atau Tidak Melebihi 4x Lipat Titer
Ibu2

Anjuran Terapi
 Ibu belum diobati, pengobatan  Aqueous crystalline penicillin G
tidak adekuat, tidak ada catatan 100,000–150,000 unit/kg/hari,injeksi
pernah di obati IV 50,000 unit/kg/dosisIV setiap 12
 Ibu diobati dengan eritromisin atau jam dalam usia 7 haripertama days
obat bukan penisilin lain dilanjutkan degan setiap 8 jam
 Ibu di obati kurang dari 4minggu selama total 10 hari ATAU
sebelum partus  Procaine penicillin G 50,000
unit/kg/dosis, injeksi IM sekali
suntik per hari selama 10 hari
 Benzathine penicillin G 50,000
unit/kg/dosis IM sekali suntik
 IBU sudah diobati saat  Benzathine penicillin G 50,000
hamil,pengobatan adekuat sesuai unit/kg/ dosis IM sekali suntik
stadium,diobati lebih dari 4  Pendapat lain: Tidak mengobati bayi,
minggu sebelum partus tetapi pengamatan ketat serologi bayi
 Tidak ada bukti ibu mengalami bila si ibu titer serologi
relaps atau reinfeksi nontreponema menurun 4X lipat
sesudah terapi adekuat untuk sifilis
dini atau tetap stabil atau rendah
pada sifilis lanjut
 IBU pengobatan adekuat sebelum  Tidak perlu terapi

31
hamil  Dapat diberikan terapi benzathine
 IBU titer serologi nontreponema penicillin G 50,000 units/kg/ dosis
tetap rendah dan stabil, sebelum IM sekali suntik, terutama bila
dan selama kehamilan atau saat follow-up meragukan
partus (VDRL<1:2;RPR<1:4)

Pada kasus, pada hari pertama perawatan bayi di ruang Perinatologi


RSUD Jayapura, dokter memberikan Zidovudin 2x12 mg PO. Kemudian, pada
hari kedua perawatan, dokter memberikan Benzathin Penicillin 1x150.000 unit
IM single dose. Penanganan pada bayi sesuai dengan teori, yaitu semua bayi
yang lahir dari ibu dengan HIV, baik yang diberi ASI eksklusif maupun susu
formula, harus diberi zidovudin sejak hari pertama (umur 12 jam), dengan dosis
pada bayi cukup bulan sebesar 4 mg/kg BB/12 jam selama enam minggu.
Demikian juga penanganan pada bayi sudah sesuai dengan protokol tatalaksana
bayi dari ibu Sifilis yaitu pada ibu yang belum diobati, pengobatan tidak adekuat,
atau tidak ada catatan pernah di obati, diberikan Benzathine penicillin G 50,000
unit/kg/dosis IM sekali suntik.

32
Gambar 6. Kunjungan ke Puskesmas Hamadi

33
BAB IV
SIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini, G1P0A0 Gravida Aterm + Belum Inpartu + Sifilis
+ HIV + Kondiloma akuminata sudah tepat
2. Tatalaksana pada kasus ini belum sepenuhnya tepat, baik pada Puskesmas
Hamadi sebagai FKTP maupun RSUD Jayapura sebagai RS Rujukan, karena
pasien tidak diberikan ARV Kombinasi Dosis Tetap (tenofovir 300 mg,
lamivudin 300 mg, dan efavirens 600 mg), pasien dan pasangan tidak
mendapatkan terapi Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU dengan lengkap,
edukasi dan konseling setelah tes tidak dilakukan secara lengkap, kunjungan
rumah ketika pasien tidak datang berobat juga tidak dilakukan.
3. Perencanaan persalinan pada pasien sudah tepat, mengingat pasien tidak
memperoleh pengobatan sifilis yang adekuat dan tidak mendapatkan
pengobatan ARV minimal 6 bulan, serta untuk mencegah terjadinya
laryngeal papillomas pada bayi.
4. Edukasi tentang pemberian nutrisi yang dianjurkan bagi bayi kurang tepat.
Ibu seharusnya diedukasi untuk tetap dapat memberikan ASI karena syarat
AFASS ibu tidak terpenuhi, dengan syarat ibu segera mendapatkan ARV.
5. Tindakan yang dilakukan pada bayi saat bayi lahir di RSUD Jayapura sudah
tepat, yaitu bayi diberikan Zidovudin 2x12 mg dan Benzathin Penicillin
1x150.000 unit IM single dose sebagai profilaksis HIV dan sifilis.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan


Ibu dan Anak Pedoman pelaksanaan pencegahan penularan HIV Dan sifilis
dari ibu ke anak bagi tenaga kesehatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
2014.
2. Kelompok Kerja Infeksi Saluran Reproduksi Pengurus Pusat POGI. Buku
Seri Infeksi Dalam Kehamilan : Manajemen Triple Eliminasi Hepatitis B,
HIV, Sifilis. Jakarta : 2019.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta : 2017.
4. Singhal P, Naswa S, Marfatia YS. Pregnancy and sexually transmitted
viral infections. Indian J Sex Transm Dis 2009;30-71-8.

35

Anda mungkin juga menyukai