Oleh:
Eka Fitria Nainggolan
20180811018051
Pembimbing:
Hari : Senin
Mengetahui,
Dr. dr. David Randel Christanto Sp.OG (K)-KFM., M.Kes Eka F. Nainggolan
ii
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI LAPORAN KASUS
Semester : Angkatan 2012 Penilai : Dr. dr. David Randel Christanto, Sp.OG (K)-KFM., M.Kes
Presentasi ke :
JUDUL LAPORAN KASUS : Kesalahan Penanganan di Puskesmas Hamadi dan RSUD Jayapura pada
G1P0A0 Gravida Aterm dengan Sifilis, HIV dan Kondiloma Akuminata
8 Total Angka
9 Rata-rata
Pembimbing Dibimbing
Dr. dr. David Randel Christanto, Sp.OG (K) - KFM., M.Kes Eka F. Nainggolan
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I 2
LATAR BELAKANG 2
BAB II 4
LAPORAN KASUS 4
IDENTITAS PENDERITA 4
ANAMNESIS 4
PEMERIKSAAN FISIK 7
PEMERIKSAAN PENUNJANG 9
RESUME 10
DIAGNOSA KERJA 12
RENCANA TINDAKAN 12
BAB III 13
RUMUSAN MASALAH 13
APAKAH DIAGNOSIS PADA KASUS INI SUDAH TEPAT? 13
APAKAH TATALAKSANA PADA KASUS INI SUDAH TEPAT? 18
APAKAH PERENCANAAN PERSALINAN PADA KASUS INI SUDAH
TEPAT? 22
APAKAH RENCANA PEMBERIAN ASI PADA KASUS INI SUDAH
TEPAT? 25
TINDAKAN APAKAH YANG PERLU DILAKUKAN PADA BAYI SAAT
BAYI LAHIR DI RSUD? 27
BAB IV 33
SIMPULAN 33
DAFTAR PUSTAKA 34
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus golongan RNA
yang spesifik menyerang sistem imun/kekebalan tubuh manusia. Penurunan
sistem kekebalan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV memudahkan berbagai
infeksi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya AIDS.1
Sifilis adalah suatu infeksi menular seksual, yang disebabkan oleh bakteri
spirochaeta, yaitu Treponema Pallidum. Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi
lain pada manusia yang disebabkan oleh treponema, yaitu : non-venereal endemic
syphilis (telah dieradikasi), frambusia (T pertenue) dan pinta (T careteum di
Amerika Selatan). Sifilis secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Sifilis
Kongenital (ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan) dan Sifilis
yang didapat/akuisita yang ditularkan melalui hubungan seks dan produk darah
yang tercemar.1
Data literatur menyatakan bahwa lebih dari 90% penyakit menular langsung
pada bayi, seperti infeksi HIV, Sifilis, dan Hepatitis B berasal dan ditularkan dari
ibu yang terinfeksi. Penularan vertikal tersebut dapat terjadi selama masa
kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui. Pada ibu hamil yang terinfeksi
HIV, tanpa pengobatan dini yang tepat, separuh anak yang dilahirkan akan
terinfeksi HIV dan separuh dari anak terinfeksi HIV akan meninggal sebelum
ulang tahun kedua. Pada ibu hamil yang terinfeksi Sifilis, tanpa pengobatan
adekuat, maka 87% bayi akan terinfeksi, sebagian kehamilan akan berakhir
dengan abortus, lahir mati, lahir kemudian mati atau Sifilis Kongenital.1
2
akan sangat efektif bila dilakukan secara bersama-sama, terintegrasi dan
komprehensif pada pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) berupa deteksi dini
saat pelayanan antenatal terpadu, penanganan dini dan imunisasi pada tingkat
pelayanan pertama maupun rujukan.1
3
BAB II
LAPORAN KASUS
4
(+), keputihan (+), gatal (-), berbau (-). Hari Pertama Haid Terakhir: 10-
07-2020, Taksiran Persalinan : 17-04-2021, Usia Kehamilan: 37-38
minggu.
Pasien sebelumnya melakukan ANC pertama di Puskesmas
Hamadi pada tanggal 14 Desember 2021. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan : BB 54 kg, TB 144,3 cm, LILA 22 cm, TD 100/80 mmHg,
Hb 10,1, Golongan darah O, Hepatitis B Negatif, RPR positif titer 1/8,
TP Rapid positif, SD HIV reaktif, Fokus reaktif, KHB reaktif. Pasien
diberikan terapi Benzantin Penisilin 2,4 juta IU IM.
Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Jayapura. Pasien datang ke
Polik Kebidanan RSUD Jayapura pada tanggal 15 Desember 2021. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan : BB 53 kg, TD 112/72 mmHg. Dari
hasil pemeriksaan USG didapatkan janin laki-laki tunggal hidup
intrauterin, usia gestasi 22-23 minggu, TP : 17 April 2021, TBBJ : 490
gr, ketuban cukup, plasenta di fundus uteri, tidak menutupi OUI, tidak
tampak tanda-tanda kelainan, kongenital mayor. Saran : terapi
Benzathin penicilin 1x2,4 juta IU IM per minggu selama 3 minggu
berturut-turut; periksa ulang TPHA 3 bulan setelah pemeriksaan
pertama / setelah terapi antibiotik dimulai; pemberian ARV Efavirenz;
rencana SC elektif pada tanggal 3 April 2021 (UG 38 minggu); kontrol
teratur di PKM lalu 2 bulan terakhir kontrol di RSUD Jayapura.
Pasien tidak melakukan kontrol teratur ke Puskesmas.
Pasien kemudian melakukan kunjungan selanjutnya ke Polik
Kebidanan pada tanggal 2 Februari 2021. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan BB 56 kg, TB 122/86 mmHg. Dari hasil pemeriksaan USG
didapatkan: janin laki-laki letak kepala, usia gestasi 28-29 minggu,
TBBJ : 1224 gr, TP : 20 April 2021. plasenta di corpus uteri, tidak
menutupi OUI.
Pasien kemudian melakukan kunjungan berikutnya ke Polik
Kebidanan pada tanggal 8 Maret 2021. Dari hasil USG didapatkan janin
tunggal hidup, laki-laki, usia gestasi 33-34 minggu.
5
Pasien kemudian melakukan kunjungan terakhir ke Polik
Kebidanan pada tanggal 01 April 2021. Dokter Sp.OG kemudian
memberikan pengantar ke IGD Kebidanan untuk dilakukan SC.
6
TT : 1x
2.2.10 Riwayat KB
Disangkal
Tanda-tanda vital
7
Tekanan darah : 129/76 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu badan : 36,50C
SpO2 : 98% tanpa O2
Kepala :
- Kepala : normochepal
- Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor (+/+), refleks cahaya (+/+)
- Hidung : deformitas (-), deviasi (-), krepitasi (-), sekret (-/-), darah
(-/-), nyeri tekan sinus (-)
- Telinga : deformitas (-), sekret (-/-)
- Mulut : bibir sianosis (-), oral candidiasis (-), ulserasi (-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
Thorax:
Jantung
- Inspeksi : IC tidak tampak, jejas (-)
- Palpasi : Sela iga normal, tidak teraba massa, IC tidak
teraba
- Perkusi : Batas jantung sulit dinilai
- Auskultasi : BJ I-II Normal, Mur-mur(-), Gallop (-)
Paru
- Inspeksi : Simetris, ikut gerak nafas
- Palpasi : Vocal Fremitus (D=S)
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : SN Bronkhovesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing
(-/-)
8
Abdomen :
- Leopold :
Leopold I : Teraba bokong
Leopold II: Teraba punggung sebelah kiri ibu
Leopold III: Letak kepala
Leopold IV: Penurunan kepala 5/5
- TFU : 33 cm
- TBJ : 3.100 gr (Jhonson Tossack)
- DJJ : 129 x/ menit
- HIS : -
Pemeriksaan Dalam :
- Vulva/Vagina: papul keratotik soliter dengan permukaan kasar
pada labium mayora dan minora
- Portio: lancip
- Pembukaan: -
- Ketuban: sulit dinilai
- Presentasi: sulit dinilai
LABORATORIUM
Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan
9
Hemoglobin 9,9 11.7 - 15.5 g/dL
Hematokrit 30,1 35.2 - 46.7 %
Leukosit 7,44 3.37- 8.38 x 103 Unit/ Liter
Trombosit 227 140 - 400 x 103 Unit/Liter
2.5 RESUME
Pasien G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan datang ke IGD Kebidanan
RSUD Dok II dengan membawa pengantar dari polik Kebidanan dengan
diagnosa G1P0A0 hamil aterm + belum inpartu + Sifilis + B20 + Kondiloma
akuminata. Pasien sebelumnya datang ke Polik Kebidanan RSUD Jayapura
untuk kontrol kehamilan, kemudian dokter menganjurkan untuk dilakukan
operasi caesar.
Keluhan mules-mules (-), keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir
(-), keluar air-air dari jalan lahir (-). Gerakan janin dirasakan aktif (+),
keputihan (+), gatal (-), berbau (-). Hari Pertama Haid Terakhir: 10-07-2020,
Taksiran Persalinan : 17-04-2021, Usia Kehamilan: 37-38 minggu.
10
didapatkan Hemoglobin 9,9 g/dL Hematokrit 30,1%, RPR positif titer 1/8, TP
Rapid positif, anti HIV reaktif. Pada pemeriksaan USG oleh dokter Sp.OG
pada usia kehamilan 22 minggu didapatkan taksiran partus 17-04-2021. Usia
Kehamilan saat ini 37-38 minggu.
- Pasien dalam posisi tidur terlentang di atas meja operasi dalam anestesi
spinal
- Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik daerah abdomen dan
sekitarnya
- Dilakukan sayatan pfannenstiel , abdomen ditembus secara tajam dan
tumpul
- Pada SBU dilakukan sayatan semilunar, SBU disayat dan ditembus
secara tumpul sampai cavum uteri
11
- Dengan meluksir kepala, lahir bayi jenis kelamin laki-laki pukul 08.24
WIT, BB 3000 gr, PB 46 cm, Apgar score menit pertama = 8 menit ke
lima = 9, ketuban jernih jumlah cukup
- Klem tali pusat, potong tali pusat
- Injeksi oksitosin 1 ampul dan metergin 1 ampul intramural
- Dengan tarikan ringan pada tali pusat, plasenta lahir lengkap pukul 08.26
WIT
- Eksplorasi kavum uteri dengan kasa dan betadine
- Dilakukan penjahitan pada SBU dengan vicryl no 1.0
- Abdomen dibersihkan dengan NaCl
- Jahit dinding abdomen lapis demi lapis dengan vicryl 1.0
- Peritonium di jahit dengan vicryl 2.0
- Subkutis dijahit dengan vicryl 1.0
- Fascia dijahit dengan vicryl 1.0
- Kulit dijahit dengan vicryl 3.0
- Luka jahitan di tutup
- Perdarahan intraoperasi ± 250 cc, urin ± 100 cc
- Operasi selesai
12
13
BAB III
Rumusan Masalah
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?
2. Apakah tatalaksana pada kasus ini sudah tepat ?
3. Apakah perencanaa persalinan pada kasus ini sudah tepat?
4. Apakah rencana pemberian ASI pada kasus ini sudah tepat?
5. Tindakan apakah yang perlu dilakukan pada bayi saat bayi lahir di RSUD
Jayapura?
Pembahasan
14
Gambar 1. Alur Tes HIV Untuk Diagnosis dengan Strategi “Tiga Serial” 2
Keterangan: Yang dimaksud berisiko dalam tabel diatas adalah kelompok populasi kunci
(Pekerja seks, Pengguna Napza Suntik, Lelaki sek dengan lelaki, waria) dan Pasien
hepatitis, Ibu Hamil, Pasangan diskordan, Pasien TB, Pasien IMS, Warga Binaan
Pemasyarakatan.
Diagnosis sifilis ditegakkan dari penemuan klinis dan hasil tes serologi. Tes
serologi sifilis terdiri atas dua jenis, yaitu tes non-treponema dan treponema.
Pemeriksaan dilakukan dalam dua langkah. Pertama, tes non- treponema, yaitu
RPR (rapid plasma reagin/rapid test) atau VDLR (venereal diseases research
labotory). Jika hasil tes reaktif (positif), selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan
tes treponema, yaitu TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay), TP-
15
PA (Treponema pallidum particle agglutination assay), FTA-ABS (fluorescent
treponemal antibody absorption) dan TP rapid (Treponema palidum).2
Saat ini telah tersedia rapid test syphilis atau TP rapid; merupakan tes
treponema yang lebih sederhana, cepat, menggunakan darah lengkap, hanya
memerlukan sedikit pelatihan petugas dan tidak memerlukan peralatan dan
penyimpanan khusus.2
Bagan alur tes serologis sifilis dengan mengunakan tes non treponema dan
tes treponema dan tes yang hanya menggunakan TP rapid dapat dilihat di bawah
ini.
Gambar 2. Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan Non Treponema2
- Jika hasil tes konfirmasi: non-reaktif, maka dianggap positif palsu dan
16
tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.
- Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan terdapat riwayat terapi dalam
tiga bulan terakhir dan berapapun titernya, anamnesis tidak ada ulkus
baru, pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi dan di tes ulang tiga
bulan kemudian.
- Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes ulang
tiga bulan kemudian
- Jika RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan
sembuh
- Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif
• Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan tidak ada riwayat terapi
dalam tiga bulan terakhir bila :
Titer RPR < 1:4 (1:2 dan 1:4) dapat diinterpretasikan dan
diterapi sebagai sifilis laten lanjut dan dievaluasi tiga bulan
kemudian.
Titer > 1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis
aktif dan dievaluasi tiga bulan kemudian. Evaluasi terhadap
titer RPR dilakukan tiga bulan setelah terapi:
• Jika titer RPR turun dua tahap (misalnya dari 1:64 menjadi 1:16)
atau lebih, terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi setiap tiga
bulan di tahun pertama dan setiap enam bulan di tahun kedua untuk
mendeteksi infeksi baru.
• Jika titer tidak turun dua tahap, maka dilakukan evaluasi
kemungkinan reinfeksi atau sifilis laten.2
Setelah diagnosis sifilis pada ibu hamil, evaluasi sonografi dilakukan untuk
janin dengan umur gestasi >20 minggu untuk mencari tanda tanda dari sifilis
kongenital. Hepatomegali, penebalan plasenta, hidramnion, asites, hydrop fetalis
17
dan peningkatan arteri serebral tengah pada pemeriksaan doppler velosimetri
merupakan indikasi dari infeksi pada janin.2
Untuk janin usia yang layak dengan temuan sonografi, pemantauan jantung
janin antepartum sebelum pengobatan dianjurkan. Deselerasi lambat spontan atau
non reaktif kemungkinan merefleksikan janin yang sangat sakit yang mungkin
tidak dapat menoleransi dengan baik reaksi Jarisch-Herxheimer. Di kasus ekstrim
ini, konsultasi dengan neonatologi mengenai rencana penundaan pengobatan,
persalinan dan perawatan harus dipertimbangkan.2
18
Pada tanggal 15 Desember 2021 (kunjungan pertama ke polik Kebidanan
RSUD Jayapura, usia kehamilan trimester II), dari hasil pemeriksaan USG oleh
dokter spesialis kebidanan didapatkan janin tunggal hidup intrauterin, usia
gestasi 22-23 minggu, taksiran partus 17-04-2021, TBBJ 490 gr, ketuban cukup,
plasenta di fundus anterior, tidak menutupi OUI, tidak tampak tanda-tanda
kelainan kongenital mayor.
Sesuai dengan tinjauan pustaka, diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
Merujuk pada pedoman muktahir, semua ibu hamil dengan HIV diberi
terapi ARV, tanpa harus memeriksakan jumlah CD4 dan viral load terlebih
dahulu, karena kehamilan itu sendiri merupakan indikasi pemberian ARV yang
dilanjutkan seumur hidup (lihat Bagan 5). Pemeriksaan CD4 dilakukan untuk
memantau pengobatan – bukan sebagai acuan untuk memulai terapi.2
19
ii) bila terdapat infeksi oportunistik, maka infeksi tersebut perlu diobati
terlebih dahulu. Terapi ARV baru bisa diberikan setelah infeksi
oportunistik diobati dan stabil (kira-kira setelah dua minggu sampai dua
bulan pengobatan).
iii) Profilaksis kotrimoksazol diberikan pada stadium klinis 2, 3, 4 dan atau
CD4 < 200. Untuk mencegah PCP, Toksoplasma, infeksi bacterial
(pneumonia, diare) dan berguna juga untuk mencegah malaria pada
daerah endemis.
iv) Pada ibu hamil dengan tuberkulosis: OAT selalu diberikan mendahului
ARV sampai kondisi klinis pasien memungkinkan (kira-kira dua
minggu sampai dua bulan) dengan fungsi hati baik untuk memulai
terapi ARV.2
Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR,
yaitu sebagai berikut.2
20
Untuk ibu hamil yang status HIV diketahui saat kehamilan, segera
diberikan ARV tanpa melihat umur kehamilan, berapapun nilai CD4
dan stadium klinisnya.
Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui dalam persalinan,
segera diberikan ARV. Pilihan Paduan obat ARV sama dengan ibu
hamil dengan HIV lainnya. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada
Tabel 4 dan 5.
21
Pada kasus ini, pada kunjungan pertama pasien ke Puskesmas Hamadi dan
terdiagnosa HIV, dokter tidak memberikan terapi ARV. Pada kunjungan pertama
Polik Kebidanan RSUD Jayapura, spesialis hanya memberikan saran terapi
Benzathin penicilin 1x2,4 juta IU IM per minggu selama 3 minggu berturut-turut;
periksa ulang TPHA 3 bulan setelah pemeriksaan pertama / setelah terapi
antibiotik dimulai; pemberian ARV Efavirenz; rencana SC elektif pada tanggal 3
April 2021 (UG 38 minggu); kontrol teratur di PKM lalu 2 bulan terakhir kontrol
di RSUD Jayapura. Namun, pasien tidak dikonsulkan ke VCT untuk mendapatkan
ARV. Hal ini tidak sesuai dengan protokol pengobatan yang seharusnya pada ibu
hamil yang status HIV diketahui saat kehamilan, yaitu segera diberikan ARV
Kombinasi Dosis Tetap / Fixed Dose Combination (tenofovir 300 mg, lamivudin
300 mg, dan efavirens 600 mg) tanpa melihat umur kehamilan, berapapun nilai
CD4 dan stadium klinisnya.
Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu dan
mencegah atau mengobati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G
22
parenteral merupakan pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis
pada kehamilan. Selama hamil, disarankan pemberian dosis kedua seminggu
setelah benzatin penisilin G dosis awal diberikan.2
Pada kasus ini, setelah dilakukan tes dan didapatkan hasil HIV positif,
tenaga kesehatan Puskesmas Hamadi melakukan konseling mengenai aspek
kerahasiaan penyakit, tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl penisilin
beserta reaksi yang dapat ditimbulkan, menjelaskan dukungan gizi yang
diperlukan selama kehamilan, yaitu tablet zat besi dan asam folat, memberikan
informasi bahwa pasangan harus diobati, memberitahu jadwal kunjungan
lanjutan yaitu 1 minggu ke depan untuk mendapatkan suntikan Benzatin penisilin
kedua. Di hari yang sama dengan hari pemeriksaan, pasien juga mendapatkan
suntikan Benzatin penisilin 2,4 juta unit secara intramuskuler.
Terapi awal yang diberikan sudah tepat. Namun, beberapa hal tidak
dilakukan. Konseling pasca tes kurang lengkap diberikan, yaitu konseling tentang
hubungan seksual selama kehamilan (abstinensia, saling setia atau menggunakan
kondom secara benar dan konsisten) serta konseling ke pasangan untuk segera
diperiksa dan jika hasilnya positif harus segera mendapatkan pengobatan,
bersama-sama dengan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan juga tidak membuat
jadwal kunjungan ke rumah pasien, saat pasien tidak datang untuk mendapatkan
suntikan Benzathin peniciliin kedua di minggu depannya.
23
Tujuan utama persalinan aman bagi Ibu dengan HIV atau sifilis adalah
menurunkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, kepada tim penolong
(medis/non-medis) dan pasien lainnya, serta risiko perburukan kondisi ibu. Untuk
itu penting sekali dipastikan bahwa ibu terinfeksi telah memperoleh pengobatan
yang adekuat bila sifilis (menggunakan penicilin) atau viral load HIV tidak
terdeteksi. Pada keadaan tersebut, asuhan persalinan normal pervaginam dapat
dilakukan dengan kewaspadaan standar. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada
persalinan normal untuk ibu bersalin HIV antara lain : ibu telah mendapat
pengobatan ARV minimal 6 bulan dan atau viral load tidak terdeteksi
(undetected) yaitu kurang dari 1000 kopi/mm 3 pada minggu ke-36. Pada ibu sifilis
umumnya asuhan persalinan normal pervaginam dapat dilakukan dengan
kewaspadaan standar bila tidak ada indikasi obstetrik lainnya (gangguan 3P yaitu,
Power, Passage, dan Passenger).2
HIV
Pervaginam 1. Mudah dilakukan di Risiko penularan pada
sarana kesehatan yang bayi relatif tinggi 10-
terbatas 20%, kecuali ibu telah
2. Masa pemulihan pasca minum ARV teratur ≥6
persalinan singkat bulan atau diketahui
3. Biaya rendah kadar viral load <1000
Kopi/mm pada minggu
ke-36
Seksio sesarea elektif 1. Risiko penularan (2- 1. Lama perawatan bagi
4%) atau dapat ibu lebih panjang.
mengurangi risiko 2. Perlu sarana dan
penularan sampai 50-66% fasilitas pendukung
2.Terencana pada minggu yang lebih memadai
ke-38 3. Risiko komplikasi
selama operasi dan
pasca operasi lebih
tinggi
4. Ada risiko
komplikasi anestesi
5. Biaya lebih mahal
Sifilis
Pervaginam 1. Persalinan fisiologis TIDAK ADA
24
2. Masa pemulihan
singkat
3. Biaya rendah
4. Bidan APN
Seksio sesarea elektif TIDAK ADA 1. Persalinan non-
(kecuali ada gangguan fisiologis
3P) 2. Mahal & biaya
tambahan lain
3. Risiko komplikasi
tindakan & anestesi
4. Dokter spesialis
Hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam memberikan pertolongan
persalinan yang optimal pada ibu dengan HIV.2
Persalinan untuk ibu dengan HIV, baik per vaginam maupun seksio sesarea
dapat dilakukan di semua fasilitas kesehatan yang mampu tanpa memerlukan alat
pelindung diri khusus, selama fasilitas tersebut melakukan prosedur kewaspadaan
standar.2
25
Penularan kondiloma akuminata dari ibu ke janin dapat terjadi secara
vertikal saat perinatal. Transmisi perinatal HPV (HPV 6 dan 11) dapat
menginduksi laryngeal papillomatosis dengan angka kejadian 1-4 / 100.000
kelahiran. Infeksi HPV pada anak dapat bermanifestasi sebagai suatu papilloma
laringeal atau reccurent respiratory papillomatosis (RRP). Paparan HPV pada
neonatus saat perinatal terjadi paling sering saat persalinan melalui vagina akibat
kontak janin dengan sekret vagina yang terdapat lesi kondiloma akuminata.
Papiloma multipel ini dapat menutupi endolaring dan subglotis (Gambar 4),
menyebabkan suara serak yang ekstrim dan obstruksi jalan napas.4
26
1) Konseling pemilihan makanan bayi yang terkait risiko penularan HIV
diberikan sejak sebelum persalinan.
2) Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu/keluarga setelah
mendapat informasi dan konseling secara lengkap. Pilihan apapun yang
diambil seorang ibu haruslah didukung.
3) Pilihan yang diambil haruslah antara ASI saja atau susu formula saja
(bukan mixed feeding).
4) Sangat tidak dianjurkan untuk mencampur ASI dengan susu formula,
karena memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya penularan virus HIV
kepada bayi. Hal ini karena susu formula adalah benda asing yang
dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus dan
mempermudah masuknya virus HIV yang ada dalam ASI ke aliran
darah bayi.
5) Ibu dengan HIV boleh memberikan susu formula bagi bayinya yang
HIV negatif atau tidak diketahui status HIV-nya, jika SELURUH syarat
AFASS (affordable/terjangkau, feasible/mampu laksana,
acceptable/dapat diterima, sustainable/berkesinambungan dan
safe/aman) dapat dipenuhi. Pemenuhan syarat AFASS ditandai dengan
adanya: i) rumah tangga dan masyarakat yang memiliki jaminan atas
akses air bersih dan sanitasi yang baik; ii) ibu atau keluarganya
sepenuhnya mampu menyediakan susu formula dalam jumlah cukup
untuk mendukung tumbuh kembang anak; iii) ibu atau keluarganya
mampu menyiapkan susu formula dengan bersih dan dengan frekuensi
yang cukup, sehingga bayi aman dan terhindar dari diare dan
malnutrisi; iv) ibu atau keluarganya dapat memenuhi kebutuhan susu
formula secara terus-menerus sampai bayi berusia 6 bulan; v) keluarga
mampu memberikan dukungan dalam proses pemberian susu formula
yang baik; dan vi) ibu atau keluarganya dapat mengakses pelayanan
kesehatan yang komprehensif bagi bayinya.
6) Bila syarat-syarat pada Butir 5 terpenuhi maka susu formula dapat
diberikan dengan cara penyiapan yang baik. Di negara berkembang,
syarat tersebut sulit dipenuhi, karena itu WHO menganjurkan
27
pemberian ASI, yang cukup aman selama ibu mendapat terapi ARV
secara teratur dan benar.
7) Untuk melakukan penghentian ASI, (setelah syarat pada Butir 5
terpenuhi) bayi dapat secara total diberi susu formula, sehingga
produksi ASI akan terhenti secara berangsur. Sementara menunggu
terhentinya produksi ASI, untuk menghindari terjadinya mastitis pada
payudara ibu, ASI diperah dengan frekuensi yang dikurangi secara
bertahap hingga produksi ASI berhenti. ASI perah tersebut tidak
diberikan kepada bayi.
8) Pada bayi yang diberi ASI, bila setelah enam bulan syarat-syarat pada
Butir 5 belum dapat terpenuhi maka ASI tetap dapat diberikan dengan
cara diperah dan dipanaskan (heat-treated) dan diberikan dengan
menggunakan gelas kaca atau gelas/botol plastik No 5
(PP/Polypropilen), sementara bayi mulai mendapat makanan
pendamping seperti biasa. Pada usia 12 bulan ASI harus dihentikan dan
makanan keluarga diberikan sebagai sumber nutrisi utama.
Jika bayi telah diketahui HIV positif: i) ibu sangat dianjurkan untuk
memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur enam bulan; ii) mulai usia enam
bulan, bayi diberikan makanan pendamping ASI dan ASI tetap dilanjutkan sampai
anak berumur dua tahun.2
Pada kasus ini, nutrisi bagi bayi yang diberikan di Ruang Perinatologi
adalah PASI. Edukasi yang diberikan pada ibu sebelum ibu pulang adalah ibu
tidak boleh memberikan ASI. Sedangkan ibu tidak memenuhi syarat AFASS yaitu
: i) rumah tangga dan masyarakat tidak memiliki jaminan atas akses air bersih
dan sanitasi yang baik; ii) ibu atau keluarganya kurang mampu menyediakan
susu formula dalam jumlah cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak; iii)
ibu atau keluarganya kurang mampu menyiapkan susu formula dengan bersih
dan dengan frekuensi yang cukup; iv) ibu atau keluarganya tidak dapat
memenuhi kebutuhan susu formula secara terus-menerus sampai bayi berusia 6
bulan; v) keluarga kurang mampu memberikan dukungan dalam proses
pemberian susu formula yang baik; dan vi) ibu atau keluarganya kurang dapat
mengakses pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi bayinya.
28
Dalam hal ini, edukasi yang diberikan kurang tepat. Ibu seharusnya
diedukasi untuk tetap dapat memberikan ASI, dengan syarat ibu segera
mendapatkan ARV.
5. Apakah tindakan yang dilakukan pada bayi saat bayi lahir di RSUD
Jayapura sudah tepat?
Pemberian ARV pada bayi mengikuti Pedoman HIV pada Anak (2013).
Sejak ARV dimulai, diperlukan kepatuhan terhadap aturan pemberian obat setiap
hari, karena ketidakpatuhan merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan.
Persiapan amat penting dilakukan sebelum memulai pemberian ARV, yaitu
persiapan pengasuh bayi dan faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan.
Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV, baik yang diberi ASI eksklusif maupun
susu formula, harus diberi zidovudin sejak hari pertama (umur 12 jam), selama
enam minggu.2
Dosis zidovudin/AZT:2
• Bayi cukup bulan: 4 mg/kg BB/12 jam selama enam minggu.
• Bayi prematur < 30 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama empat
minggu, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua minggu.
• Bayi prematur 30-35 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama dua
minggu pertama, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua
minggu diikuti 4 mg/kg BB/12 jam selama dua minggu.
Bila pada minggu keenam, bila diagnosis HIV belum dapat disingkirkan,
maka diperlukan pemberian kotrimoksasol profilaksis sampai usia 12 bulan atau
sampai dinyatakan HIV negative / non-reaktif. Keluarga pasien harus diberitahu
bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIV tetapi
mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan HIV. Profilaksis
kotrimoksazol dapat dihentikan pada bayi yang terpajan HIV sesudah dipastikan
TIDAK tertular HIV (setelah ada hasil laboratorium baik PCR maupun antibodi
pada usia sesuai). Pada anak umur 1 sampai 5 tahun yang terinfeksi HIV,
cotrimoksazol profilaksis dihentikan jika CD4 >25%.2
29
Gambar 5. Pemberian Kotrimoksasol pada Bayi dari Ibu dengan HIV
30
Catatan : Bila ada pendengaran
pengobatan yang tidak
diberikan lebih dari satu
hari, maka pengobatan
diulang dari awal.
Tabel 6. Terapi Sifilis Kongenital Pada Bayi dengan Klinis Normal dan Titer
Serologi Nontreponema Kuantitatif Sama atau Tidak Melebihi 4x Lipat Titer
Ibu2
Anjuran Terapi
Ibu belum diobati, pengobatan Aqueous crystalline penicillin G
tidak adekuat, tidak ada catatan 100,000–150,000 unit/kg/hari,injeksi
pernah di obati IV 50,000 unit/kg/dosisIV setiap 12
Ibu diobati dengan eritromisin atau jam dalam usia 7 haripertama days
obat bukan penisilin lain dilanjutkan degan setiap 8 jam
Ibu di obati kurang dari 4minggu selama total 10 hari ATAU
sebelum partus Procaine penicillin G 50,000
unit/kg/dosis, injeksi IM sekali
suntik per hari selama 10 hari
Benzathine penicillin G 50,000
unit/kg/dosis IM sekali suntik
IBU sudah diobati saat Benzathine penicillin G 50,000
hamil,pengobatan adekuat sesuai unit/kg/ dosis IM sekali suntik
stadium,diobati lebih dari 4 Pendapat lain: Tidak mengobati bayi,
minggu sebelum partus tetapi pengamatan ketat serologi bayi
Tidak ada bukti ibu mengalami bila si ibu titer serologi
relaps atau reinfeksi nontreponema menurun 4X lipat
sesudah terapi adekuat untuk sifilis
dini atau tetap stabil atau rendah
pada sifilis lanjut
IBU pengobatan adekuat sebelum Tidak perlu terapi
31
hamil Dapat diberikan terapi benzathine
IBU titer serologi nontreponema penicillin G 50,000 units/kg/ dosis
tetap rendah dan stabil, sebelum IM sekali suntik, terutama bila
dan selama kehamilan atau saat follow-up meragukan
partus (VDRL<1:2;RPR<1:4)
32
Gambar 6. Kunjungan ke Puskesmas Hamadi
33
BAB IV
SIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini, G1P0A0 Gravida Aterm + Belum Inpartu + Sifilis
+ HIV + Kondiloma akuminata sudah tepat
2. Tatalaksana pada kasus ini belum sepenuhnya tepat, baik pada Puskesmas
Hamadi sebagai FKTP maupun RSUD Jayapura sebagai RS Rujukan, karena
pasien tidak diberikan ARV Kombinasi Dosis Tetap (tenofovir 300 mg,
lamivudin 300 mg, dan efavirens 600 mg), pasien dan pasangan tidak
mendapatkan terapi Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU dengan lengkap,
edukasi dan konseling setelah tes tidak dilakukan secara lengkap, kunjungan
rumah ketika pasien tidak datang berobat juga tidak dilakukan.
3. Perencanaan persalinan pada pasien sudah tepat, mengingat pasien tidak
memperoleh pengobatan sifilis yang adekuat dan tidak mendapatkan
pengobatan ARV minimal 6 bulan, serta untuk mencegah terjadinya
laryngeal papillomas pada bayi.
4. Edukasi tentang pemberian nutrisi yang dianjurkan bagi bayi kurang tepat.
Ibu seharusnya diedukasi untuk tetap dapat memberikan ASI karena syarat
AFASS ibu tidak terpenuhi, dengan syarat ibu segera mendapatkan ARV.
5. Tindakan yang dilakukan pada bayi saat bayi lahir di RSUD Jayapura sudah
tepat, yaitu bayi diberikan Zidovudin 2x12 mg dan Benzathin Penicillin
1x150.000 unit IM single dose sebagai profilaksis HIV dan sifilis.
34
DAFTAR PUSTAKA
35