Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

SIFILIS PADA KEHAMILAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


Di Bagian Obstetri Dan Gynecology
Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh :
Chici Chahyanti
0120840049
Pembimbing:
dr. David Randel Christanto, Sp.OG (KFM), M.Kes

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS CENDERAWASIH FAKULTAS KEDOKTERAN
BAGIAN OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI / RSUD JAYAPURA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan, diterima dan disetujui oleh penguji, REFERAT


dengan Judul “SIFILIS PADA KEHAMILAN”.
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik
Madya Pada SMF Obstetri & Ginekologi Rumah Sakit Umum Jayapura.

Yang dilaksanakan pada:

Hari :
Tanggal :
Tempat : SMF Obstetri & Ginekologi RSUD DOK II

Menyetujui Dosen
Penguji/Pembimbing

dr. David Randel Christanto, Sp.OG (KFM), M.Kes

2
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI REFERAT

Nama:Chici Chahyanti Moderator :


Nim: 0120840049
Semester : Co – Ass Penilai: dr. David Randel Christanto, Sp.OG
(KFM), M.Kes

Presentasi ke :

Tgl Presentasi :
Tanda tangan

JUDUL :
Sifilis Pada Kehamilan

No Variabel Yang Dinilai Nilai dalam SKS


1 Ketepatan penentuan masalah dan judul, data
kepustakaan, diskusi.
2 Kelengkapan data:
 KunjunganRumah
 Kepustakaan
3 Analisa data:
 Logikakejadian
 Hubungankejadiandenganteori
4 Penyampaian data:
 Cara penulisan
 Cara berbicara dan audiovisual
5 Cara diskusi:
Aktif/mampu menjawab pertanyaan secara logis
6 Kesimpulan dan saran (harus berkaitan dengan
diskusi)

3
7 DaftarPustaka

8 Total Angka

9 Rata-rata

Catatan untuk perbaikan dilihat dari segi :


 Pengetahuan :
 Keterampilan:
 Sikap :

DAFTAR ISI

4
DAFTAR ISI 1
DAFTAR TABEL 2
DAFTAR BAGAN 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 4
1.3 Sasaran 5
BAB II 6
INFORMASI DASAR TENTANG SIFILIS, DAN 6
2.1 Pengertian 6
2.2 Penularan Sifilis 6
2.3 Faktor Resiko 6
2.4 Perjalanan Alamiah Sifilis 7
BAB III 9
TERAPI IBU HAMIL DENGAN SIFILIS 9
3.1 Diagnosis Sifilis pada Ibu Hamil 9
3.2 Terapi Sifilis pada Ibu Hamil 13
3.3 Diagnosis Sifilis Kongenital 16
3.4 Terapi pada Bayi dengan Sifilis Kongenital 17
3.5 Perawatan Antenatal 19
DAFTAR PUSTAKA 20

5
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Terapi Sifilis pada Ibu Hamil 10


Tabel 2. Terapi Sifilis Kongenital 11

6
DAFTAR BAGAN

Bagan 1.Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan NonTreponema 8

7
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifilis, sebagaimana infeksi menular seksual (IMS) lainnya, meningkatkan


risiko tertular HIV. Pada orang dengan HIV-AIDS (ODHA), sifilis meningkatkan
daya infeksi HIV. Berbagai penelitian di banyak negara melaporkan bahwa
infeksi sifilis dapat meningkatkan risiko penularan HIV sebesar 3-5 kali. Bila ibu
hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat, maka 67% kehamilan
akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis kongenital. Pencegahan
penularan sifilis dari ibu ke bayi dapat dilakukan dengan deteksi dini melalui
skrining pada ibu hamil dan mengobati ibu yang terinfeksi sifilis dan
pasangannya. Secara umum upaya tersebut sangat efektif, bahkan di daerah
dengan prevalensi HIV yang sangat rendah.2
Kondisi diatas merupakan infeksi yang sering terjadi dan dapat
ditransmisikan dari ibu kepada bayi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk
mengkonfirmasi penyakit tersebut pada ibu hamil dan pemberian penanganan
yang tepat untuk mencegah terjadinya kesalahan diagnosis dan terapi yang tidak
adekuat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum

Menurunkan angka morbiditas sesuai penyebab sifilis pada ibu hamil.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Menurunkan angka mortalitas sebagai akibat infeksi sifilis terhadap kondisi


ibu dan bayi
2. Membuat rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah untuk membantu para tenaga
kesehatan dalam melakukan diagnosis, tata laksana serta evaluasi sehubungan
dengan keluhan sifilis
3. Memberi rekomendasi bagi fasilitas kesehatan untuk menyusun kebijakan
tatalaksana setempat.

8
1.3 Sasaran

1. Seluruh tenaga medis yang terlibat dalam penanganan kasus ibu hamil dengan
sifilis yaitu bidan, dokter umum, dan dokter spesialis obstetri ginekologi, dan
diharapkan dapat diterapkan pada layanan kesehatan primer maupun rumah
sakit.
2. Penentu kebijakan di lingkungan fasilitas kesehatan baik primer maupun
rujukan, institusi pendidikan, serta kelompok profesi terkait.

9
BAB II

INFORMASI DASAR TENTANG SIFILIS

2.1 Pengertian
Sifilis adalah suatu infeksi menular seksual, yang disebabkan oleh bakteri
spirochaeta, yaitu Treponema pallidum. Abrasi kecil pada mukosa vagina
merupakan portal masuk, sedangkan eversi serviks, hiperemia meningkatkan
risiko penularan. Bakteri ini bereplikasi dan berdiseminasi melalui saluran
limfatik dalam hitungan jam atau hari. Waktu inkubasi yang diperlukan sekitar 3
sampai 4 minggu bergantung pada faktor inang dan ukuran inokulum.1,2

2.2 Penularan
Sifilis dini biasanya berhubungan dengan masuknya bakteri dengan jumlah
yaang banyak dan tingkat transmisi dengan pasangan. Sedangkan pada sifilis laten
tingkat transmisi menurun dikarenakan ukuran inokulum yang mengecil.

Sedangkan maternal sifilis bisa menyebabkan infeksi fetal melalui beberapa


rute. Penularan dapat terjadi pada masa kehamilan, kontak saat persalinan dan
kontak dengan lesi sifilis setelah persalinan. Penularan sifilis dari ibu ke bayi
biasanya berlangsung melalui transmisi transplasenta. Walaupun penularan dari
ibu ke bayi dapat terjadi pada minggu ke-9 kehamilan, namun biasanya penularan
terjadi pada minggu ke-16 dan ke-28 kehamilan. Sifilis pada ibu hamil yang tidak
diobati dapat mengakibatkan keguguran, prematuritas, bayi berat lahir rendah,
lahir mati dan sifilis kongenital.1

2.3 Klasifikasi
Siflis secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu siflis kongenital
(ditularkan dari ibu ke janin selama dalam kandungan) dan sifilis yang didapat/
akuisita yang ditularkan melalui hubungan seks dan produk darah yang tercemar.

10
A. Sifilis yang didapat

A.1. Sifilis dini, mudah menular dan merespon pengobatan dengan baik

A.1.1.  Sifilis stadium primer,

A.1.2.  Sifilis stadium sekunder,

A.1.3.  Sifilis laten dini (diderita selama kurang dari 1 tahun)

A.2. Sifilis Lanjut

A.2.1.  Sifilis laten lanjut (telah diderita selama lebih dari 1 tahun)

A.2.2.  Sifilis tersier: gumma, neurosifilis, dan sifilis kardiovaskular.

B. Sifilis kongenital, Sifilis kongenital ditularkan dari ibu ke janin di dalam rahim.

B.1.  Sifilis kongenital dini

B.2.  Sifilis kongenital lanjut.1,2

2.4 Perjalanan Alamiah Infeksi Sifilis


Saat terinfeksi sifilis pertama kali, tubuh mengaktivasi sistem kekebalan
sehingga terbentuk antibodi anti-sifilis dalam waktu 10-45 hari. Gejala fisik
pertama infeksi sifilis dapat diketahui 10-90 hari setelah terinfeksi, dengan rerata
21 hari. Munculnya lesi tunggal (chancre) pertama kali menunjukkan mulainya
stadium primer infeksi sifilis. Lesi/ luka tersebut biasanya bertekstur kenyal keras,
bulat, dengan dasar bersih dan tidak terasa nyeri. Lesi bertahan selama 3-6
minggu dan sembuh sendiri dengan atau tanpa diobati. Jika penderita tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat maka infeksi akan berlanjut ke stadium
sekunder.

Stadium sekunder ditandai dengan ruam kulit, yang dapat ditemukan pada
satu atau lebih bagian tubuh. Ruam tersebut memiliki ciri tidak menimbulkan rasa
gatal, tampak sebagai bercak merah kotor atau coklat kemerahan dan biasanya
ditemukan di telapak tangan/kaki. Pada bagian tubuh yang lain, ruam mungkin
memiliki bentuk yang berbeda, sehingga kadang dianggap penyakit lain. Gejala
lainnya adalah demam, pembengkakan kelenjar getah bening, radang
tenggorokan, kerontokan rambut berkelompok, nyeri kepala, penurunan berat

11
badan, nyeri otot dan mudah lelah. Gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya,
walaupun tanpa pengobatan. Namun tanpa pengobatan yang tepat, infeksi akan
berlanjut menjadi stadium laten/akhir.

Stadium laten dimulai ketika gejala primer dan sekunder menghilang. Tanpa
pengobatan, penderita tetap mengidap sifilis sekalipun tanpa gejala dan tanda
klinis apapun. Stadium laten ini dapat berlangsung bertahun-tahun. Sekitar 15%
pengidap sifilis yang tidak diobati berlanjut ke stadium lanjut, sekitar 10-30 tahun
sejak infeksi pertama. Gejala stadium lanjut sifilis meliputi kesulitan koordinasi
gerakan otot, kelumpuhan, mati rasa dan rasa tebal, kebutaan bertahap dan
demensia. Akhirnya bakteri akan merusak organ-organ dalam seperti otak,
jaringan saraf, mata, jantung, pembuluh darah, hati, tulang dan persendian
sehingga dapat mengakibatkan kematian.2

Sifilis Kongenital

Sifilis pada ibu hamil yang tidak diobati dapat mengakibatkan keguguran,
prematuritas, bayi berat lahir rendah, lahir mati dan sifilis kongenital. Sifilis
kongenital sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, sifilis kongenital dini,
dari bayi lahir sampat kurang dari 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut, dimana
penyakit ini persisten hingga lebih dari 2 tahun setelah kelahiran. Sifilis
kongenital kemungkinan asimtomatis pada lebih dari 50 % kasus, terutama pada
minggu pertama kehidupan. Biasanya gejala muncul pada bulan pertama tetapi
manifestasi klinis baru terlihat sampai tahun kedua kehidupan. Manifestasi
biasanya berupa Keratitis interstisial, limfadenopati, hepatosplenomegali,
kerusakan tulang, anemia, gigi Hutchinson, neurosifilis.2

12
BAB III
TERAPI IBU HAMIL DENGAN SIFILIS

3.1 Diagnosis Sifilis pada Ibu Hamil


Treponema pallidum tidak dapat dikultur dari specimen klinis. Namun
diagnosis bias dilakukan dengan penggunaan dark-fieldmicroscope, PCR, atau
dengan uji antibodi fluoresen langsung. Metode-metode tersebut tidak banyak
tersedia dan biasanya kurang sensitive terutama pada specimen darah. Pada
praktiknya, diagnosis biasanya ditegakkan dari penemuan klinis dan hasiln tes
serologi.1
Tes serologi sifilis banyak digunakan untuk tujuan diagnostik dan skrining.
Terdiri atas dua jenis, yaitu tes non-treponema dan treponema. Biasanya
pemeriksaan tes sifilis dilakukan dalam dua langkah. Pertama, tes non- treponema,
yaitu RPR (rapid plasma reagin/rapid test) atau VDLR (venereal diseases
research labotory). Jika hasil tes reaktif (positif), selanjutnya dilakukan
konfirmasi dengan tes treponema, yaitu TPHA (Treponema Pallidum
Haemagglutination Assay), TP-PA (Treponema pallidum particle agglutination
assay), FTA-ABS (fluorescent treponemal antibody absorption) dan TP rapid
(Treponema palidum). Kombinasi ini dapat mengindentifikasi adanya infeksi dan
menjelaskan tahapan dari penyakit.

Tes non-treponema mendeteksi imunoglobulin yang merupakan antibodi


terhadap bahan-bahan lipid dari sel-sel T. pallidum yang hancur. Antibodi ini
dapat timbul sebagai reaksi terhadap infeksi treponema, namun dapat juga timbul
pada berbagai kondisi lain, yaitu pada infeksi akut (misalnya: infeksi virus akut)
dan penyakit kronis (misalnya: penyakit otoimun kronis). Karena itu, tes ini
bersifat non-spesifik, dan bisa menunjukkan hasil positif palsu. Tes seperti ini
dipakai untuk mendeteksi infeksi dan reinfeksi yang bersifat aktif, serta memantau
keberhasilan terapi. Karena tes non-spesifik ini jauh lebih murah dibandingkan tes
spesifik treponema, maka tes ini sering dipakai untuk skrining.

Tes treponema lebih bersifat spesifik terhadap Treponema. Tes ini


mendeteksi antibodi yang bersifat spesifik terhadap Treponema, Tes ini dapat

13
menunjukkan hasil positif/reaktif seumur hidup, walaupun terapi sifilis telah
berhasil. Tes jenis ini tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi
aktif dan infeksi yang telah diterapi secara adekuat. Tes treponemal hanya
menunjukkan bahwa seseorang pernah terinfeksi treponema, namun tidak dapat
menunjukkan apakah seseorang sedang mengalami infeksi aktif.

Saat ini telah tersedia rapid test syphilis atau TP rapid; merupakan tes
treponema yang lebih sederhana, cepat, menggunakan darah lengkap, hanya
memerlukan sedikit pelatihan petugas dan tidak memerlukan peralatan dan
penyimpanan khusus. Penggunaannya sangat mudah dan memberikan hasil dalam
waktu yang relatif singkat (10-15 menit). Jika dibandingkan dengan TPHA atau
TPPA, sensitivitas rapid test ini berkisar antara 85-98%, dan spesifisitasnya
berkisar antara 93-98%. TP rapid tidak hanya digunakan sebagai tes konfirmasi
tetapi dapat digunakan untuk skrining sifilis di tempat layanan, walaupun seperti
tes treponema lainnya, tes ini tidak dapat digunakan untuk memantau efektivitas
pengobatan atau membedakan antara infeksi aktif dan infeksi yang telah diterapi
adekuat.

Karena ada risiko penularan pada bayinya yang dapat bermanifestasi


sebagai sifilis kongenital, semua ibu hamil dengan hasil tes non treponema positif
atau treponema positif harus segera diobati. Di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar, jika RPR atau TPHA tidak tersedia, TP rapid dapat digunakan untuk
skrining sifilis ibu hamil. Jika mengunakan TP Rapid dan hasilnya positif, bila
memungkinkan rujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan dengan laboratorium yang
lebih lengkap untuk diperiksa titer RPR, bila tidak memungkinkan maka terapi
sifilis pada ibu hamil dapat langsung diberikan. Satu dosis benzatin penisilin 2,4
juta unit saja sudah dapat mencegah penularan infeksi pada janin. Pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih lengkap TP rapid dapat dikombinasi dengan tes
lain, misalnya RPR dan TPHA.

Tes sifilis mempunyai awal masa jendela, sehingga hasil negatif pada tes
sifilis belum tentu menyatakan seseorang bebas dari sifilis. Karena itu, tes pada
ibu hamil perlu diulang kembali pada saat sebelum melahirkan terutama ibu hamil
didaerah prevalensi tinggi sifilis atau ibu hamil berisiko tinggi IMS. Tes pada saat
sebelum melahirkan dapat mendeteksi infeksi ulang, khususnya pada ibu hamil

14
yang pasangannya tidak diobati atau belum pernah dilakukan tes sebelumnya.

Bagan alur tes serologis sifilis dengan mengunakan tes non treponema dan
tes treponema dan tes yang hanya mengunakan TP rapid dapat dilihat di bawah
ini.

Bagan 1. Alur Tes Serologis Sifilis Tes Treponema dan Non Treponema2

Hasil tes non-treponemal (RPR atau VDRL) masih bisa negatif (non-reaktif)
sampai empat minggu sejak pertama kali muncul lesi primer. Tes ini dapat
diulang 1-3 bulan kemudian pada pasien yang dicurigai sifilis dengan hasil RPR
atau VDRL negatif.

Hasil positif tes RPR/VDRL perlu dikonfirmasi dengan TPHA/TP-PA/TP rapid.

• Jika hasil tes konfirmasi: non-reaktif, maka dianggap positif palsu dan
tidak perlu diterapi namun perlu dites ulang 1-3 bulan kemudian.

• Jika hasil tes konfirmasi: reaktif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan

15
RPR kuantitatif untuk menentukan titer, sehingga dapat diketahui apakah si
lis aktif atau laten, serta untuk memantau respons pengobatan.

• Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan terdapat riwayat terapi dalam tiga
bulan terakhir dan berapapun titernya, anamnesis tidak ada ulkus baru,
pasien tidak perlu diterapi. Pasien diobservasi dan di tes ulang tiga bulan
kemudian.

- Jika titer RPR tetap atau turun, tidak perlu diterapi lagi dan tes ulang
tiga bulan kemudian

- Jika RPR tidak reaktif atau reaktif rendah (serofast), pasien dinyatakan
sembuh

- Jika titer naik, berikan terapi sebagai infeksi baru/sifilis aktif

• Jika RPR reaktif, TP rapid reaktif dan tidak ada riwayat terapi dalam tiga bulan
terakhir bila:

-  Titer RPR < 1:4 (1:2 dan 1:4) dapat diinterpretasikan dan diterapi
sebagai sifilis laten lanjut dan dievaluasi tiga bulan kemudian.

-  Titer > 1:8 dapat diinterpretasikan dan diterapi sebagai sifilis aktif dan
dievaluasi tiga bulan kemudian. Evaluasi terhadap titer RPR dilakukan
tiga bulan setelah terapi:

-  Jika titer RPR turun dua tahap (misalnya dari 1:64 menjadi 1:16) atau
lebih, terapi dianggap berhasil. Ulangi evaluasi setiap tiga bulan di
tahun pertama dan setiap enam bulan di tahun kedua untuk mendeteksi
infeksi baru.

-  Jika titer tidak turun dua tahap, maka dilakukan evaluasi kemungkinan
reinfeksi atau sifilis laten.2

Setelah diagnosis sifilis pada ibu hamil, evaluasi sonografi dilakukan untuk
janin dengan umur gestasi >20minggu untuk mencari tanda tanda dari sifilis
kongenital. Hepatomegali, penebalan plasenta, hidramnion, asites, hydrop fetalis
dan peningkatan arteri selebral tengah pada pemeriksaan doppler velosimetri
merupakan indikasi dari infeksi pada janin,

16
Untuk janin usia yang layak dengan temuan sonografi, pemantauan jantung
janin antepartum sebelum pengobatan dianjurkan. Deselerasi lambat spontan atau
non reaktif kemungkinan merefleksikan janin yang sangat sakit yang mungkin
tidak dapat menoleransi dengan baik reaksi Jarisch-Herxheimer. Di kasus ekstrim
ini, konsultasi dengan neonatologi mengenai rencana penundaan pengobatan,
persalinan dan perawatan harus dipertimbangkan.1

Konseling setelah tes

Pemberian konseling setelah tes diberikan pada ibu hamil, berdasarkan


hasil tes, sebagai berikut.

1. Hasil tes sifilis “non-reaktif” atau negatif:

• penjelasan tentang masa jendela/window period

• pencegahan untuk tidak terinfeksi di kemudian hari

2. Hasil tes sifilis “reaktif” atau positif

• Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan

• Penjelasan tentang rencana pemberian obat benzatin benzyl penisilin

• Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, misalnya dukungan


gizi yang memadai untuk ibu hamil, termasuk pemenuhan kebutuhan zat
besi dan asam folat

• Konseling hubungan seksual selama kehamilan (abstinensia, saling setia


atau menggunakan kondom secara benar dan konsisten)

• Pemberian informasi bahwa pasangan harus diobati

• kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan2

3.2 Terapi Sifilis pada Ibu Hamil

Terapi sifilis pada kehamilan bertujuan untuk eradikasi infeksi pada ibu
dan mencegah atau mengobati sifilis kongenital pada janin. Pemberian penisilin G
parenteral merupakan pengobatan yang disarankan pada semua tahapan sifilis
pada kehamilan. Selama hamil, disarankan pemberian dosis kedua seminggu
setelah benzatin penisilin G dosis awal diberikan.1

17
Tabel 1. Terapi Sifilis pada Ibu Hamil1,2

Terapi sifilis pada ibu hamil


Sifilis
Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi IM dosis
primer dan
tunggal ; dosis kedua dianjurkan
sekunder
Benzatin benzyl penicillin 2,4 juta IU, injeksi IM, satu
Sifilis laten
kali/minggu selama 3 minggu berturut-turut.
Catatan:

 Bila di fasilitas pelayanan kesehatan tidak di temukan obat Benzatin


benzyl penicillin dan yang ada hanya Procain benzyl penicillin, untuk
terapi sifilis dosis Procain benzyl penicillin 600.000 IU setiap hari selama
minimal 30 hari berturut turut, pasien mendapatkan dosis total 18 juta IU.
 Sebelum injeksi benzathin benzylpenicillin atau procain benzyl penicillin
perlu dilakukan uji penisilin terlebih dulu untuk memastikan pasien tidak
alergi terhadap penisilin.2

Tidak ada pengobatan alternatif dari penisilin yang terbukti dapat


digunakan selama kehamilan. Eritromisin dan azitromisin mungkin dapat
menyembuhkan ibu hamil, namun dikarenakan keterbatasan obat untuk melalu
transplasenta, kedua obat ini tidak mencegah penyakit kongenital. Tetrasiklin,
termasuk doksisiklin, tergolong efektif nammun tidak direkomendasikan selama
kehamilan, karena resiko efek samping terhadap janin. Satu-satunya tatalaksana
yang memuaskan untuk pasien yang hamil dengan sifilis dengan alergi penisilin
adalah desensitisasi yang diikuti oleh terapi penisilin. Namun, rejimen non-
penicillin harus dipertimbangkan ketika penisilin tidak dapat diperoleh atau ketika
desensitisasi penisilin tidak mungkin. Untuk pengobatan non-penisilin pada sifilis
awal (primer, sekunder, atau laten <2 tahun) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyarankan menggunakan salah satu dari rejimen alternatif berikut:

 Eritromisin 500 mg 4 kali sehari selama 14 hari, atau

 Ceftriaxone 1 g IM satu kali sehari selama 10 sampai 14 hari, atau

 Azithromycin 2 g sekali secara oral

18
Untuk pengobatan non-penisilin pada sifilis lanjut, WHO
merekomendasikan pengobatan dengan eritromisin 500 mg per oral empat kali
sehari selama 30 hari. WHO juga merekomendasikan bahwa bayi yang lahir dari
wanita yang dirawat selama kehamilan dengan rejimen non-penisilin menerima
pengobatan penicillin selama 10 hingga 15 hari.1,5

Semua wanita hamil dengan sifilis ditawarkan untuk melakukan konseling


dan pemeriksaan penyakit IMS lainnya. Setelah dilakukan pengobatan sifilis,
pemeriksaan serologi untuk melihat hasil dari pengobatan dilakukan pada bulan
ke 3 sampai ke 6 dan biasanya dikonfirmasi dengan penurunan titer VDRL dan
RPR sebanyak empat kali lipat. Selama kehamilan, titer serologi dapat diperiksa
setiap bulan pada wanita dengan resiko tinggi reinfeksi.

Pada wanita yang tidak ada gejala namun dalam waktu dekat melakukan
kontak seksual dengan orang yang telah didiagnosis sifilis, wanita tersebut harus
dinilai secara klinis dan serologis. Jika pasangan terdiagnosis 90 hari setelah
kontak seksual terjadi, maka dilakukan pengobatan untuk sifilis dini, bahkan jika
hasil serologi negatif. Namun jika kontak terjadi kurang dari 90 hari, pengobatan
dilakukan berdasarkan hasil serologi.1

Reaksi Jarisch-Herxheimer
Pengobatan sifilis dapat memicu reaksi Jarisch-Herxheimer, reaksi febril
akut disertai dengan sakit kepala, mialgia, ruam, dan hipotensi. Gejala-gejala ini
dianggap merupakan hasil dari pelepasan sejumlah besar lipopolisakarida
treponemal dari spirochetes dan peningkatan kadar sitokin yang bersirkulasi
(tumor necrosis factor alpha (TNF-alfa), interleukin-6, interleukin-8).
Reaksi dimulai dalam satu hingga dua jam pengobatan, memuncak pada
delapan jam, dan biasanya hilang dalam 24 hingga 48 jam. Reaksi mungkin lebih
umum pada wanita HIV-positif. Semua pasien harus diberi konseling tentang
risiko dan gambaran klinis dari reaksi demam ini dan penyedia pelayanan
kesehatan harus mempertimbangkan mengamati pasien selama satu hingga dua
jam sebelum dia meninggalkan fasilitas rawat jalan. Manajemen berupa perawatan
suportif (misalnya antipiretik, cairan intravena).
Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat memicu kontraksi uterus, persalinan
prematur, pada ibu hamil yang diobati pada paruh kedua kehamilan. Ibu hamil

19
harus diberitahu untuk melaporkan jika adanya gejala persalinan atau penurunan
aktivitas janin; evaluasi dan perawatan sesuai dengan standar obstetri biasa.
Risiko terjadinya reaksi Jarisch-Herxheimer bukan merupakan kontraindikasi
untuk pengobatan sifilis. Pramedikasi dengan TNF-a antibodi atau kortikosteroid
tampaknya mencegah reaksi, tetapi tidak digunakan secara luas dengan data
terbatas dari risiko dan manfaat relatif dari pendekatan ini, khususnya pada wanita
hamil.5

3.3 Diagnosis Sifilis Kongenital

Diagnosis sifilis kongenital pada bayi di bawah 15 bulan tidaklah mudah,


dikarenakan tes serologi Ig G tidak bermanfaat, karena adanya transfer pasif
antibodi ibu. Alternatif yang disarankan untuk mendiagnosis kasus sifilis
kongenital sebagai berikut.

1) Bayi yang dilahirkan dari ibu sifilis, dengan titer serologi minimal empat
kali lebih tinggi dari titer ibunya, atau tetap positif selama empat bulan
setelah lahir. Bila titer negatif, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
liquor serebrospinalis. Pada ibu yang terinfeksi sifilis perlu dilakukan
pemeriksaan rontgen untuk melihat kelainan tulang dan fungsi hati janin
saat di dalam kandungan.
2) Anak dalam usia dua tahun pertama dengan bukti klinis sifilis (setidaknya
dua manifestasi klinis) dan serologi positif, lahir dari seorang ibu yang
tidak diketahui status serologisnya. Manifestasi klinis berupa
pembengkakan sendi, pilek, bula/gelembung di kulit, hepatosplenomegali,
ikterik, anemia dan perubahan radiologis tulang panjang.
3) Bayi dilahirkan mati dari ibu sifilis yang tidak diobati atau tidak diobati
adekuat, meliputi:
 tidak ada dokumentasi tentang pengobatan;
 diobati kurang dari empat minggu sebelum persalinan;
 tidak mengunakan penisilin untuk pengobatan;
 tidak menyesuaikan pengobatan sesuai dengan tahapan sifilis. 2

20
3.4 Terapi pada Bayi dengan Sifilis Kongenital

Tatalaksana pada bayi dengan sifilis kongenital sebagai berikut

Tabel 2. Terapi Sifilis Kongenital2

BAYI dengan KLINIS Anjuran Terapi Anjuran Evaluasi


TERBUKTI/KEMUNGKI
NAN BESAR sifilis
congenital dan:
 Pemeriksaan fisis sesuai  Anjuran terapi:  Analisis cairan
sifilis kongenital Aqueous crystalline serebrospinal:
 Titer serologi non penicillin G 100.000- VDRL,protein,dan
treponema kuantitati 150.000 unit /Kg/hari, hitung sel
lebih tinggi sampai 4X injeksi IV 50.000  Complete blood
lipat titer ibu unit/kg/dosis IV count, differential
 Hasil positif pada setiap 12 jam dalam 7 count, platelet
pemeriksaan hari pertama count
mikroskopis lapangan dilanjutkan dengan  Tes lain sesuai
gelap dari cairan tubuh setiap 8 jam selama indikasi klinis: Ro
total 10 hari atau; tulang panjang, Ro
 Procain penicillin G toraks Tes fungsi
50,000 unit/ kg/dosis, hati, USG cranial,
injeksi IM sekali Pemeriksaan
suntik perhari selama oftalmologi,
10 hari Respons
pendengaran
Catatan : Bila ada
pengobatan yang tidak
diberikan lebih dari satu
hari, maka pengobatan
diulang dari awal.

BAYI dengan Anjuran Terapi Anjuran Evaluasi

21
KLINIS NORMAL
dan titer Serologi
nontreponema
kuantitatif SAMA
Atau tidak melebihi
4X lipat titer ibu
 Ibu belum diobati,  Aqueous crystalline penicillin  Analisis cairan
pengobatan tidak G 100,000–150,000 serebro spinal:
adekuat, tidak ada unit/kg/hari,injeksi IV 50,000 VDRL,protein,d
catatan pernah di unit/kg/dosisIV setiap 12 jam an hitun gsel -
obati dalam usia 7 haripertama days
 Complete blood
 Ibu diobati dengan dilanjutkan degan setiap 8 jam
count,
eritromisin atau selama total 10 hari ATAU
differential
obat bukan  Procaine penicillin G 50,000
count, Platelet
penisilin lain unit/kg/dosis, injeksi IM sekali
count -
 Ibu di obati kurang suntik per hari selama 10
 Ro tulang
dari 4minggu hari
panjang
sebelum partus  Benzathine penicillin G
50,000 unit/kg/dosis IM sekali
suntik

BAYI dengan KLINIS Anjuran Terapi Anjuran


NORMAL dan titer Evaluasi
Serologi nontreponema
kuantitatif SAMA Atau
tidak melebihi 4X lipat
titer ibu
 IBU sudah diobati saat  Benzathine penicillin G  Tidak ada
hamil,pengobatan adekuat 50,000 unit/kg/ dosis IM
sesuai stadium,diobati sekali suntik
lebih dari 4 minggu  Pendapat lain: Tidak
sebelum partus mengobati bayi, tetapi
 Tidak ada bukti ibu pengamatan ketat serologi

22
mengalami relaps atau bayi bila si ibu titer
reinfeksi serologi nontreponema
menurun 4X lipat sesudah
terapi adekuat untuk sifilis
dini atau tetap stabil atau
rendah pada sifilis lanjut
 IBU pengobatan adekuat  Tidak perlu terapi  Tidak ada
sebelum hamil  Dapat diberikan terapi
 IBU titer serologi benzathine penicillin G
nontreponema tetap 50,000 units/kg/ dosis IM
rendah dan stabil, sebelum sekali suntik, terutama bila
dan selama kehamilan follow-up meragukan
atau saat partus
(VDRL<1:2;RPR<1:4)

3.5 Perawatan Antenatal


Skrining sifilis bersamaan dengan perawatan antenatal (ANC) sangat
direkomendasikan oleh WHO dan CDC. Diperkirakan bahwa setiap tahun 2 juta
wanita hamil terinfeksi sifilis, hanya 85% wanita hamil yang memiliki alkses
layanan antenatal di seluruh dunia setidaknya sekali. Lebih sedikit, 58%, memiliki
akses sebanyak empat atau lebih kunjungan ANC. Dari wanita yang menerima
ANC adekuat, hanya dua pertiga yang diuji untuk sifilis. Skrining lebih awal, dan
dengan demikian pengobatan lebih dini. , memiliki dampak terbesar pada
kesehatan ibu dan janin.3,4

Daftar Pustaka

1. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L.,
& Wenstrom, K. D., “Maternal Anatomy and Physiology” dalam Williams

23
Obstetrics (25th Edition ed.). New York. The McGraw-Hill Companies.
2018.
2. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak Pedoman pelaksanaan pencegahan penularan
HIV Dan sifilis dari ibu ke anak bagi tenaga kesehatan. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI. 2014
3. Newman L, Kamb M, Hawkes S, Gomez G, Say L, et al. (2013) Global
Estimates of Syphilis in Pregnancy and Associated Adverse Outcomes:
Analysis of Multinational Antenatal Surveillance Data. PLOS Medicine
10(2): e1001396. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1001396

4. Mani, S. B., Pegany, R., Sheng, D., Wendel, S. K., & Gaydos, C. A.
(2017, March). Maternal Syphilis : Variations in Prenatal Screening ,
Treatment , and Diagnosis of Congenital Syphilis. Columbia Medical
Review.

5. Hicks, C.B., Norwitz, E. R. (2017, March). Syphillis in Pregnancy.


Wolters Kluwer.

24

Anda mungkin juga menyukai