Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya,dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo berasal dari bahasa latin
“vertere” yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan
yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang
atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo merupakan keluhan yang sangat
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan gangguan
vestibular dimana 17%-20 % pasien mengeluh vertigo. Gangguan vestibular
dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan
posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal.2
Pada populasi umum dalam suatu studi di Amerika, didapatkan
prevalensi BPPV sebanyak 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%).2 Di indonesia
prevalensi BPPV yaitu 30%. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada
usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan
laki-laki yaitu 2,2 : 1,5. Pada suatu studi menunjukkan bahwa BPPV memiliki
resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5 tahun.3 Pada data kasus di R.S.
Dr Kariadi Semarang menyebutkan bahwa kasus vertigo menempati urutan ke
5.2,4 Sedangkan prevalensi BPPV di RSUD Waled Kabupaten Cirebon sendiri
itu masih jarang ditemukan pasien dengan keluhan BPPV yang datang ke
klinik THT-KL RSUD Waled Kabupaten Cirebon.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material
berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam
salah satu kanul semisirkular yang akan merespon ke saraf.2 BPPV dianggap
merupakan penyebab tersering vertigo, biasanya vertigo di rasakan sangat
berat,berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita
2

merasakannya lebih lama. Keluhan datang tiba-tiba pada perubahan posisi


kepala, beberapa pasien dapat menyebutkan dengan tepat posisi tertentu dapat
menimbulkan vertigonya. Keluhan lain berupa mual bahkan muntah, hal ini
menyebabkan penderita sangat hati-hati dalam posisi tidurnya.5
1.2 Tujuan
1. Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memberikan penjelasan
mengenai Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BBPV)
2. Untuk memenuhi tugas pembuatan referat pada Stase Ilmu Penyakit
THT-KL di RSUD Waled.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.3 Anatomi Sistem Keseimbangan


Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai alat
pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala.
Masingmasing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam .1
A. Telinga luar
Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna),
liang telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membrana
tympanica) bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis
temporalis dan pada bagian belakang berbatasan dengan processus
mastoideus. Telinga luar berfungsi sebagai penyalur suara dan sebagai
proteksi telinga tengah. Fungsi telinga luar sebagai penyalur suara tergantung
dari intensitas, frekuensi, arah, dan ada atau tidaknya hambatan dalam
penyalurannya ke gendang telinga. Sedangkan fungsinya sebagai proteksi
telinga tengah yaitu menahan atau mencegah benda asing yang masuk ke
dalam telinga dengan memproduksi serumen, menstabilkan lingkungan dari
input yang masuk ke telinga tengah, dan menjaga telinga tengah dari efek
angin dan trauma fisik.1
B. Telinga tengah
Telinga tengah (auris media) berada di sebelah dalam gendang telinga
sekitar 3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah tegmen tympani dari pars
petrosa ossis temporalis yang berbatasan dengan cavitas cranii. Dinding
lateral telinga tengah berbatasan dengan gendang telinga beserta tulang di
sebelah atas dan bawahnya. Dinding depannya berbatasan dengan canalis
caroticus yang di dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding medial
telinga tengah ini berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang
terlihat menonjol karena terdapat prominentia canalis facialis di bagian
4

posterior atas. Telinga tengah ini juga secara langsung berhubungan dengan
nasofaring yaitu melalui tuba eustachius. Telinga tengah berfungsi untuk
menyalurkan suara dari udara dan memperkuat energi suara yang masuk
sebelum menuju ke telinga dalam yang berisi cairan. Fungsi telinga tengah
dalam memperkuat energi suara dibantu oleh tulangtulang kecil seperti
maleus, incus, dan stapes sehingga energi suara tadi dapat menggetarkan
cairan di koklea untuk proses mendengar.1

Gambar 1. Struktur Anatomi Telinga


C. Telinga dalam
Telinga dalam dibatasi oleh tulang temporal (pars petrosa). Telinga
dalam terdiri dari koklea dan aparatus vestibularis yang memiliki dua fungsi
sensorik yang berbeda. Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena
mengandung reseptor untuk mengubah suara yang masuk menjadi impuls
saraf sehingga dapat didengar. Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem
keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis, dan organ
otolit yaitu sacculus dan utriculus.1,2
5

Gambar 2. Telinga Dalam

Sistem vestibular, yang merupakan sistem keseimbangan, terdiri dari 5


organ yang berbeda: 3 saluran setengah lingkaran yang sensitif terhadap
percepatan sudut (rotasi kepala) dan 2 organ otolith yang sensitif terhadap
linear (atau garis lurus) percepatan.3
Saluran berbentuk semisirkularis diatur sebagai 3 set sensor saling
ortogonal, yaitu setiap kanal pada sudut kanan ke 2 lain. Hal ini mirip dengan
cara 3 sisi kotak bertemu di setiap sudut dan berada di sudut kanan satu sama
lain. Setiap kanal sangat sensitif terhadap rotasi yang terletak pada bidang
kanal. Hasil dari pengaturan ini adalah bahwa 3 kanal ini dapat menentukan
arah dan amplitudo dari setiap rotasi kepala. Kanal-kanal diatur dalam
pasangan fungsional dimana kedua anggota terletak pada planar yang
sama. Setiap rotasi pada planar ini yang merangsang gerakan pasangannya
dan menghambat gerakan yang lain.4
Organ otolith termasuk utricle dan saccule tersebut. Gerakan utricle
di bidang horizontal (misalnya; maju-mundurnya, gerakan kiri-kanan,
kombinasi daripadanya). Saccule bergerak di planar sagittal (misalnya,
gerakan naik-turun).
6

a) Labirin Statis

Labirin membran dikelilingi oleh perilimfe dan terikat dengan


jaringan ikat pada labirin bertulang Ia terdiri dari sebuah ruang anterior
dan saluran koklea, yang berfungsi pada pendengaran dan
menghubungkan dengan saccule bulat dengan aparat vestibular posterior.
Bagian vestibular perifer terdiri dari saccule, utricle, dan kanal
semisirkularis.4
1. Saccule
Saccule ini merupakan kantung berbentuk hampir bulat yang terletak
pada reses bulat pada dinding medial vestibuler. Pada sisi anterior,
saccule dihubungkan ke saluran koklea oleh reuniens ductus. Pada sisi
posterior, saccule dihubungkan ke ke saluran endolimfatik melalui
saluran utriculosaccular. Makula saccular adalah area elips epitel
sensorik yang menebal pada epitelium sensorik terletak pada dinding
vertikal anterior saccule tersebut.4
2. Utricle
Utricle ini lebih besar dari saccule dan terletak pada posterosuperior
saccule pada reses elips dinding medial vestibuler. Utricle terletak
pada anterior melalui saluran utriculosaccular ke saluran
endolymphatic. 3 kanalis semisirkularis terbuka dengan 5 bukaan
pada utricle, posterior dan superior kanal semisirkularis berbagi satu
pembukaan di crus commune.4
b) Kanalis Semisirkularis
Tiga kanalis semisirkularis adalah struktur kecil seperti cincin:
lateral atau horizontal, superior atau anterior, dan posterior atau
inferior. Mereka berorientasi pada sudut kanan antara satu sama lain
dan terletak sehingga kanal superior dan posterior berada pada sudut
45° terhadap planar sagital, dan kanal horizontal 30° pada planar
aksial. Setiap kanal sangat responsif terhadap gerak sudut pada planar
7

di mana ia berada dan dipasangkan dengan kanal pada ukuran


kontralateral sehingga terbentuk stimuli yang meransang gerakan satu
anggota menghambat yang lain.4
Kanalis horizontal dipasangkan dengan kanal horizontal
kontralateral, namun kanalis superior dipasangkan dengan kanalis
posterior kontralateral dan sebaliknya. Setiap kanal membentuk dua
pertiga lingkaran dengan diameter sekitar 6,5 mm dan diameter
penampang lumen 0,4 mm. Salah satu ujung setiap saluran berdilatasi
membentuk ampula, yang berisi bubungan berbentuk krista
ampullaris, terletak pada epitel sensorik. Ujung-ujung dari kanalis
superior dan posterior membentuk commune crus. Semua kanal
bergabung menjadi utricle.4

c) Epitelium Sensorik Vestibular

Epitelium sensorik vestibular terletak pada makula saccule dan


utricle dan krista dari kanalis semisirkularis. Sel-sel sensorik
dikelilingi oleh sel-sel pendukung, sehingga mereka tidak berkontak
langsung dengan krista bertulang basis.4

d) Makula

Setiap makula adalah area kecil epitel sensorik. Berkas silier


pada sel-sel sensoris diproyeksi ke dalam membran statoconial.
Membran statoconial terdiri dari 3 lapisan, sebagai berikut:
1. Lapisan pertama otoconial terdiri dari partikel berkapur
(otoconia), yang merupakan deposito kristal anorganik terdiri dari
kalsium karbonat atau kalsit. Mereka didistribusikan pada pola
karakteristik dan bervariasi antara ukuran 0,5-30 mcm, dengan
sebagian besar sekitar 5-7 mcm. Specific gravity membran
otolithic jauh lebih tinggi daripada endolymph, sekitar 2,71-2,94.
8

2. Lapisan kedua adalah daerah agar-agar gel mucopolysaccharide.


3. Lapisan ketiga terdiri dari subcopula meshwork.4
Otoconia ini tampaknya memiliki omset lambat. Mereka
tampaknya diproduksi oleh sel-sel pendukung epitel sensorik dan akan
diserap kembali oleh daerah sel gelap. Secara morfologi, masing-
masing makula dapat dibagi menjadi 2 area oleh zona melengkung
sempit yang meluas melalui tengahnya. Zona ini disebut striola.4
e) Fluida Labirin

Labirin ini berisi 2 cairan jelas berbeda: endolymph dan


perilymph tersebut. Mereka tidak bercampur.4
1. Endolimfa
Di antara cairan ekstraselular tubuh, endolimfe memiliki
komposisi ionik yang unik. Natrium (Na +) kadar rendah, dan kalium
(K +) kadar tinggi, yang menyebabkan endolymph untuk menyerupai
intraseluler daripada cairan ekstraselular. Endolymph diyakini
diproduksi oleh sel-sel gelap dari krista dan maculae, yang dipisahkan
oleh zona transisi dari neuroepithelium tersebut. Situs penyerapan
endolymph diduga kantung endolymphatic, yang terhubung ke utricle
dan saccule melalui saluran endolymphatic, utricular, dan
saccular. Eksperimental penyumbatan pada duktus endolymphatic
menghasilkan hidrops endolymphatic, lebih lanjut menunjukkan
bahwa kantung endolymphatic adalah situs utama dari penyerapan.4
2. Perilimfe
Komposisi ionik perilimfe mirip dengan cairan ekstraselular dan
cairan cerebrospinal (CSF). Situs produksi perilimfe adalah
kontroversial-mungkin menjadi ultrafiltrate darah, CSF, atau
keduanya. Perilymph daun telinga dengan pengeringan melalui venula
dan melalui mukosa telinga tengah.4
9

3. Suplai darah ke organ vestibular akhir


Pasokan darah utama pada organ-organ vestibular akhir adalah
melalui arteri (labirin) pendengaran internal, yang biasanya muncul
dari arteri cerebellar anterior, arteri cerebellar superior, atau arteri
basilar. Tak lama setelah memasuki telinga bagian dalam, arteri labirin
terbagi menjadi 2 cabang yang dikenal sebagai vestibular arteri
anterior dan arteri koklea umum. Vestibular arteri anterior
menyediakan suplai darah ke sebagian besar utricle, ke ampullae
unggul dan horisontal, dan untuk sebagian kecil dari saccule
tersebut. Bentuk umum koklea arteri 2 divisi yang disebut arteri
koklea yang tepat dan arteri vestibulocochlear. Arteri
vestibulocochlear membagi menjadi ramus ramus koklea dan
vestibular (juga dikenal sebagai vestibular arteri posterior), yang
menyediakan suplai darah ke ampula posterior, bagian utama dari
saccule ini, bagian dari tubuh utricle, dan horisontal dan unggul
ampullae.4

2.2 Fisiologi Keseimbangan


Fungsi keseimbangan diatur oleh beberapa organ penting di tubuh
yang input sensoriknya akan diolah di susunan saraf pusat (SSP). Fungsi ini
diperantarai beberapa reseptor, yaitu:
- Reseptor vestibular
- Reseptor visual
- Reseptor somatic
Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh organ
aparatus vestibularis (labirin) yang berada di telinga dalam. Labirin ini
terlindung oleh tulang yang paling keras. Labirin terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu labirin tulang dan labirin membran. Di antara labirin tulang dan
labirin membran ini terdapat suatu cairan yang disebut perilimfa sedangkan
di dalam labirin membran terdapat cairan yang disebut endolimfa.6
10

Labirin berfungsi untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi


perubahan posisi, dan gerakan kepala. Di dalam aparatus vestibularis selain
mengandung endolimfa dan perilimfa juga mengandung sel rambut yang
dapat mengalami depolarisasi dan hiperpolarisasi tergantung arah gerakan
cairan. Labirin terdiri dari :
- Labirin kinetik: Tiga kanalis semisirkularis
- Labirin statis: Organ otolit (sakulus dan utrikulus) yang terdapat sel-sel
reseptor keseimbangan pada tiap pelebarannya.
A. Kanalis Semisirkularis
Kanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang dalam ruang. Pada
tiap ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus, yang disebut
ampula. Di dalam ampula terdapat reseptor krista ampularis yang terdiri
dari sel-sel rambut sebagai reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis
yang dilapisi oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula sebagai
penutup ampula. Sel-sel rambut terbenam dalam kupula dan dasarnya
membentuk sinap dengan ujung terminal saraf afferen yang aksonnya
membentuk nervus vestibularis. Nervus vestibularis bersatu dengan nervus
auditorius membentuk nervus vestibulocochlear.6,7
Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi akselerasi atau
deselarasi rotasi kepala seperti ketika memulai atau berhenti berputar,
berjungkir, balik atau memutar kepala. Akselerasi dan deselarasi
menyebabkan sel rambut yang terbenam di dalam cairan endolimfa
bergerak. Pada awal pergerakan, endolimfa tertinggal dan kupula miring ke
arah berlawanan dengan gerakan kepala sehingga sel-sel rambut menekuk.
Ketika stereosilia (rambut dari sel-sel rambut) menekuk ke arah kinosilium
(rambut dari sel-sel rambut), maka terjadi depolarisasi yang memicu
pelepasan neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju ke saraf afferent.
Dan sebaliknya jika menekuk ke arah berlawanan akan terjadi
hiperpolarisasi. Ketika pergerakan perlahan berhenti, sel-sel rambut akan
11

kembali lurus dan kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan gerakan


kepala.7

Gambar 3. Fungsi Keseimbangan

B. Organ Otolit
Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran
di lantai utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga
mengandung sel sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi
oleh membran otolit dan di dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium
karbonat (otolit-batu telinga). Lapisan ini lebih berat dan insersi lebih
besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat saraf dari sel rambut bergabung
dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler dari nervus
vestibulokoklearis. Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi
mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi
perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa
memandang arah).1
Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika
kepala miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai
12

kemiringan karena gaya gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau


hiperpolarisasi sesuai kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah
saat berjalan. Pada posisi ini insersinya menjadi lebih besar dan
menyebabkan membran otolit tertinggal di belakang endolimfa dan sel
rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke belakang. Jika
pergerakan ini dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa akan
kembali ke posisi semula. 1,2
Sakulus fungsinya hamper sama dengan utrikulus namun berespon
secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal,
misalnya: bangun dari tempat tidur, lompat atau naik escalator.2
Krista dan makula dipersarafi oleh nervus vestibularis yang badan
selnya terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf kanalis semisirkularis
berada pada bagian superior dan medial nukleus vestibularis dan sebagian
mengatur pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus berakhir
di nukleus descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis.
Nervus vestibularis juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik.2

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam


(labirin), terlindung oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh.
Labirin secara umum adalah telinga dalam, tetapi secara khusus dapat
diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang dan
labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan
bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran
dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam
labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan
perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang
terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss
anterior (superior) dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat
pula utrikulus dan sakulus.6
13

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan


di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di
labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor
sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan
posisi tubuh pada saat itu.6

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang
merupakan pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum
labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di
dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik terdiri
dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran
yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan se-
luruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.8

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan


perpindahan cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut
akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel
berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang
menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang
pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan
impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak.
Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi
hiperpolarisasi.8

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi


mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan
sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak
tubuh yang sedang berlangsung.8
14

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain,


sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan
muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.2

Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang


stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki,
sehingga lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap
lingkungan, selain itu diper-lukan juga informasi gerakan agar dapat terus
beradaptasi dengan perubahan sekelilingnya.2

Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang


melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler
dan serebelum sebagai pengolah infor-masinya; selain itu fungsi
penglihatan dan proprioseptif juga berperan dalam memberikan informasi
rasa sikap dan gerak anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan
dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.2

Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran


di lantai utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga
mengandung sel sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi
oleh membran otolit dan di dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium
karbonat (otolit-batu telinga). Lapisan ini lebih berat dan insersi lebih
besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat saraf dari sel rambut bergabung
dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler dari nervus
vestibulokoklearis. Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi
mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi
perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa
memandang arah).1,2,3
15

Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika


kepala miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai
kemiringan karena gaya gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau
hiperpolarisasi sesuai kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah
saat berjalan. Pada posisi ini insersinya menjadi lebih besar dan
menyebabkan membran otolit tertinggal di belakang endolimfa dan sel
rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke belakang. Jika
pergerakan ini dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa akan
kembali ke posisi semula.1
Sakulus fungsinya hampir sama dengan utrikulus namun berespon
secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal,
misalnya: bangun dari tempat tidur, lompat atau naik eskalator.1
Krista dan makula dipersarafi oleh nervus vestibularis yang badan
selnya terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf kanalis semisirkularis
berada pada bagian superior dan medial nukleus vestibularis dan sebagian
mengatur pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus berakhir
di nukleus descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis.
Nervus vestibularis juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik.1

2.3 BPPV (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)


2.3.1 Definisi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari


vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan
sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo
posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal.8

BPPV adalah gangguan vestibuler dengan gejala pusing berputar yang


tiba-tiba dan nistagmus yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap
16

gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat (SSP).
Benign Paroxysmal Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau
sering juga disebut dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal
posisional, vertigo posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat
disebut juga paroxymal positional nystagmus.8

2.3.2 Etiologi
Menurut Caldas et al. (2009) penyebab BPPV adalah sebagai berikut:
a. Idiopatik (penyebab terbanyak) sekitar 74,8%
b. Trauma kepala sekitar 15,0%
c. Insufisiensi vertebrobasiler sekitar 10,8%
d. Meinere disease sekitar 55,4%
e. Vestibuar neuritis sekitar 29,2%
f. Penyakit telinga dalam lainnya 4,6%

2.3.3 Faktor Resiko

Beberapa penelitian menyatakan bahwa wanita memiliki prevalensi


lebih tinggi menderita BPPV dibandingkan laki-laki sekitar 74% dari
sampel. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon. Selain itu, usia lebih
dari 60 tahun 7 kali lebih beresiko dibandingkan usia antara 18-39 tahun.
Onset ratarata penderita sekitar usia 49,4-80 tahun. Dalam penelitian yang
sama disebutkan juga beberapa faktor resiko lain yang berhubungan
dengan BPPV antara lain:

a. Depresi

b. Hipertensi

c. Peningkatan lipid darah

d. Diabetes

e. Penyakit jantung koroner


17

f. Stroke

g. Indeks Massa Tubuh (IMT)

h. Merokok, dan

i. Migrain

Faktor resiko di atas masih belum ada penelitian yang


menghubungkannya dengan BPPV, tetapi secara teori hal tersebut dapat
berkaitan dengan kerusakan pembuluh darah salah satunya di telinga
dalam sehingga dapat menginduksi terjadinya BPPV.

2.3.4 Klasifikasi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu :

a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior


Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini
paling sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85
sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu
kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung
bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah
bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat
kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.4
b.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal
(Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal
pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan
karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus horizontal
berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa
geotropik (arah gerakan fase cepat ke arah telinga di posisi bawah)
atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi
atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi
18

telentang. Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia


yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior
kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus
menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau
karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis
horizontal (kanalolitiasis apogeotropik.4

2.3.5 Patofisiologi

Terdapat 2 teori penyebab BPPV, yaitu:

a. Kupulolitiasis Bagian atas makula utrikulus terdapat partikel yang


berisi kalsium karbonat yang berasal dari fragmen otokonia. Oleh
karena proses degenerasi dari makula utrikulus, kalsium karbonat
terlepas dan menempel di permukaan kupula kanalis semisirkularis
khususnya bagian posterior (karena letaknya di bawah makula
utrikulus). Hal ini menyebabkan daerah ini lebih berat dari cairan
endolimfa di sekitarnya sehingga menjadi lebih sensitif dengan
sedikit perubahan arah gravitasi. Salah satu gejala yang timbul
yaitu nistagmus kurang dari 1 menit.8
b. Kanalitiasis
Menurut teori ini, partikel kalsium karbonat yang lepas tidak
melekat pada kupula tetapi mengambang di endolimfa kanalis
semisirkularis. Dengan adanya perubahan posisi kepala, parikel
tersebut bergerak ke posisi paling bawah. Pada saat ini, endolimfa
bergerak menjauh dari ampula dan merangsang nervus ampularis.
Nistagmus bertahan lebih dari 1 menit.8
BPPV disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas
dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanalis
19

semisirkularis. Kalsium karbonat dua kali lebih padat


dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika
kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanalis semisirkularis
(kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang
menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi
saraf ampula pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung
dengan otot ektraokular. Setiap kanalyang terkena kanalitiasis
memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis
mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam
kanalis semisirkularis.5
Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan
partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang
terjebak dalam kanal.Alasan terlepasnya kristal kalsium dari
makula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat
pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan
dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin
ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin
dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien
dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan
osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan
BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang
yang terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya
otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada
umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi osteopenia
atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya
BPPV berulang. BPPV dapat disebabkan baik oleh kanalitiasis
ataupun kupulolitiasis dan secara teori dapat mengenai ketiga
kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanalis superior
20

(anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah


bentuk kanalis posterior, diikuti bentuk lateral. Sedangkan
bentuk kanalis anterior dan bentuk polikanalikular adalah
bentuk yang paling tidak umum.5

Gambar 4. Mekanisme Otolith

2.3.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang sering dikeluhkan pasien BPPV seperti vertigo
yang timbul mendadak dan kadang disertai nistagmus karena
perubahan posisi kepala misalnya miring ke satu sisi saat
berbaring, bangkit dari posisi tidur, perubahan posisi saat tidur,
dan gerakan leher yang hiperekstensi. Gejala lainnya seperti mual,
muntah, tidak seimbang seperti melayang, takut jatuh, sakit kepala,
cemas, gangguan tidur, tinnitus, gangguan mengingat, hipersensitif
terhadap suara, dan lain sebagainya.6,7

2.3.7 Diagnosis
2.3.7.1 Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang
dari 10-30 detik akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai
21

dengan gejala tambahan selain mual pada beberapa pasien. Posisi


yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral,
bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
membungkuk.3
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness)
mungkin merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah
serangan vertigo, tetapi kebanyakan pasien merasa baik-baik saja
di antara episode vertigo. Jika pasien melaporkan episode vertigo
spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1 atau 2 menit,
atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau
dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan
diagnosis dari BPPV.3

2.3.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah tes Dix-


Hallpike dan tes kalori.
A. Tes Dix-Hallpike
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki
masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk
memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus.
Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang
setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi
22

otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis


semisirkularis posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus
harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh
ke sisi kiri 45o dan seterusnya.6

Gambar 5. Tes Dix-Hallpike

Interpretasinya adalah jika normal tidak timbul vertigo dan


nistagmus dengan mata terbuka. Kadang-kadang dengan mata
23

tertutup bisa terekam dengan elektronistagmografi adanya beberapa


detak nistagmus. Abnormal timbulnya nistagmus posisional yang
pada BPPV mempunyai 4 ciri, yaitu: ada masa laten, lamanya kurang
dari 30 detik, disertai vertigo yang lamanya sama dengan nistagmus,
dan adanya fatigue, yaitu nistagmus dan vertigo yang makin
berkurang setiap kali manuver diulang.6

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan


provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak
tampak lagi nistagmus. Pada pasien Vertigo posisi paroksismal jinak
setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi
lebih dari satu menit, biasanya serangna vertigo berat dan timbul
bersama-sama dengan nistagmus.1

Pemeriksaan dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat


dengan mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan
mata pasien menatap lurus kedepan :

a. Fase cepat ke atas, berputar kekanan menunjukan bppv pada


kanalis posterior kanan
b. Fase cepat ke atas, berputar kekiri menunjukan bppv pada
kanalis posterior kiri
c. Fase cepat ke bawah, berputar kekanan menunjukan bppv pada
kanalis anterior kanan
d. Fase cepat ke bawah, berputar kekiri menunjukan bppv pada
kanalis anterior kanan

B. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini
dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC,
sedangkan suhu air panas adalah 44oC. Volume air yang dialirkan ke
dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik.
24

Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah


telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan
air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga
kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau
air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk
menghilangkan pusingnya).7
C. Tes Supine Roll
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan
hasil tes Dix-Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test
untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral
atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak
kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni
adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak
memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral.7

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver


ini bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami
pusing yang berat selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan
memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang
dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90
derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien
untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda
(atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas
dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala
kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan
mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus.6
25

Gambar 6. Tes Supine Roll

2.3.8 Penatalaksanaan

Rehabilitasi Vertigo

Terapi rehabilitasi vestibular adalah suatu terapi fisik untu mengobati


vertigo. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk meminimalkan dizziness,
meningkatkan keseimbangan dan mencegah kambuhnya vertigo. pada
rehabilitasi vertigo, latihan pada pasien di desain untuk menjadikan otak
beradaptasi dan mengkompensasi keadaan yang bisa menyebabkan
vertigo.4

Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien menerima pengobatan


berdasarkan patofisiologi penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus
pada BPPV, disebabkan oleh adanya debris yang melekat pada kupula
kanalis semisirkularis posterior (kupulolitiasis) atau debris yang
mengapung bebas pada labirin membranosa dari kanalis
semisirkularis posterior (kanalitiasis).4
26

Dengan berusaha melepaskan debris yang melekat pada kupula dan


menggerakkan debris ini keluar dari kanalis posterior akan dapat
menghilangkan keluhan pasien. Hal ini dapat dicapai dengan terapi fisik
yang dilakukan terhadap pasien. Prinsip terapi adalah memberikan
tantangan pada pasien untuk melakukan posisi kepala tertentu dalam
waktu yang berulang-ulang.4

A. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit
yang dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah
banyak penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan
manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM)
dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan
kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan
dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%.
Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual, muntah,
vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris
otolith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit
misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah
melakukan manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk
minimal 10 menit untuk menghindari risiko jatuh.8

Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk


mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.

a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada
BPPV tipe kanal vertikal (posterior). Pasien diminta untuk menolehkan
kepala ke sisi yang sakit sebesar 45o, lalu pasien berbaring dengan
kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan
90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral
27

dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien


mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk
secara perlahan.8

Gambar 7. Manuver Epley


b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis
kanal posterior. Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk
tegak, lalu kepala dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat
bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada
nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi
duduk lagi.7,8
28

Gambar 8. Manuver Semont

c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral (horizontal). Pasien berguling 360o, yang dimulai dari posisi
supinasi lalu pasien menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti
dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala
menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus.
Pasien kemudian menoleh lagi 90o dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan
dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-
partikel sebagai respon terhadap gravitasi.8
29

Gambar 9. Manuver Lempert

d. Brandt-Daroff exercises
Latihan ini dapat dilakukan pasien di rumah tanpa bantuan
therapist. Caranya :
- Pasien dalam posisi duduk kepala menoleh ke arah berlawanan
dari posisi pencetus vertigo (misalnya kepala menoleh ke kanan).
Tahan selama 30 detik.
- Kemudian berbaring dengan cepat ke sisi berlawanan (sisi kiri).
Tahan selama 30 detik.
- Secara cepat duduk kembali.
- Selanjutnya posisi kepala menoleh ke sisi sebelahnya (ke kiri).
Tahan selama 30 detik.
- Berbaring ke sisi berlawanan (kanan) selama 30 detik dan kembali
duduk seperti semula. Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20
kali, 3 kali sehari minimal 2 hari.sampai vertigo menghilang.
30

Gambar 10. Latihan Brandt-Daroff

B. Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara
rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka
pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang
dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo disebut juga pengobatan suppresant
vestibular, obat yang digunakan adalah golongan benzodiazepine
(diazepam, clonazepam) dan antihistamine (meclizine, dipenhidramin).
Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin adalah
golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah
ditelinga dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor
H3.1
31

Benzodiazepin dapat mengurangi sensasi berputar namun dapat


mengganggu kompensasi sentral pada kondisi vestibular perifer.
Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah sehingga
dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus
diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat
mengganggu kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga
penggunaannya diminimalkan.8

C. Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi
kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan
setelah melakukan manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari
literatur dikatakan indikasi untuk melakukan operasi adalah pada
intractable BPPV, yang biasanya mempunyai klinis penyakit neurologi
vestibular, tidak seperti BPPV biasa.8
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat
dipilih, yaitu transeksi saraf ampula posterior (singular neurectomy) dan
oklusi (plugging) kanal posterior semisirkular. Kedua prosedur
mempunyai komplikasi seperti ketidakseimbangan dan kehilangan
pendengaran. Namun lebih dipilih teknik dengan oklusi karena teknik
neurectomy mempunyai risiko kehilangan pendengaran yang tinggi.8

2.3.9 Prognosis
Pasien perlu diberikan edukasi dan diyakinkan tentang
penyakitnya. Sepertiga pasien mengalami remisi dalam 3 minggu dan
mayoritas pasien pada 6 bulan setelah pengobatan. Pasien harus dibuat
menyadari bahwa BPPV sangat bisa diobati, tetapi harus
memperingatkan bahwa kekambuhan adalah umum bahkan setelah
pengobatan berhasil dengan manuver reposisi, sehingga perawatan
lebih lanjut mungkin diperlukan. Literatur yang diterbitkan bervariasi
32

pada tingkat kekambuhan, dengan studi observasional jangka panjang


menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di atas 10 tahun, sedangkan
penelitian lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%,
dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan.
Munculnya kekambuhan meskipun pengobatan memadai merupakan
indikasi untuk dirujuk ke klinik spesialis.6
33

BAB III
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari


vertigo posisional. Definisi vertigo posisional adalah sensasi berputar yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Sedangkan BPPV didefinisikan
sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam dengan gejala vertigo
posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal nistagmus
paroksimal.
Di indonesia prevalensi BPPV yaitu 30%. Dari segi onset BPPV
biasanya diderita pada usia 50-70 tahun. Proporsi antara wanita lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5. Pada suatu studi menunjukkan
bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan sebanyak 50% selama 5 tahun.
Pada data kasus di R.S. Dr Kariadi Semarang menyebutkan bahwa kasus
vertigo menempati urutan ke 5. Sedangkan prevalensi BPPV di RSUD Waled
Kabupaten Cirebon sendiri itu masih jarang ditemukan sekitar pasien dengan
keluhan BPPV yang datang ke klinik THT-KL RSUD Waled Kabupaten
Cirebon.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang
dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak
penelitian yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver
reposisi partikel/ Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang
ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Studi observasional jangka panjang
menunjukkan tingkat kekambuhan 18% di atas 10 tahun, sedangkan penelitian
lain menunjukkan tingkat kekambuhan tahunan 15%, dengan tingkat
kekambuhan 50% pada 40 bulan setelah pengobatan. Beberapa efek samping
dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat
34

terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat
berpindah ke segmen yang lebih sempit.
35

DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin, Jenny, dkk. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Edisi Keenam.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007; hal 104-109.

2. Fife D.T. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Semin Neurol Journal.


2009;29:500-508

3. Lumbantobing SM. Vertigo Tujuh Keliling. Edisi pertama.


Jakarta:BalaiPenerbit FK-UI.1996

4. Parnes et al. Diagnosis and Management of Benign Paroxysmal Positional


Vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169 (7): 681-93

5. Bhattacharyya N, Baugh F R, Orvidas L. Clinical Practice Guideline: Benign


Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.
2008;139: S47-S81

6. Hain, Timothy C. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).


Northwestern University Medical School. Chicago Illinois and the Vestibular
Disorders Association. 2009. Hal 1-10

7. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Kepala & Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.

8. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.
Available at:[download.portalgaruda.org/article.php?article=82555&val=970]

Anda mungkin juga menyukai