Salah satu program kerja komisi revisi protokol kanker ginekologi adalah
dapat menetapkan protokol
pengelolaan kanker ginekologi yang dapat
dimanfaatkan oleh anggota Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia dan para
spesialis Obstetri dan Ginekologi. Untuk menjawab tantangan tersebut anggota tim
kerja komisi revisi protokol kanker ginekologi telah melakukan pengkajian protokol
yang telah ada dan melakukan studi literatur dan beberapa temu diskusi dengan
seluruh anggota tim kerja dengan memanfaatkan berbagai sarana komunikasi yang
ada seperti internet dan lokakarya dengan beberapa anggota Himpunan Onkologi
Ginekologi Indonesia (HOGI) yang lain. Dengan mengucap syukur Alhamdulillah
akhirnya kerja keras tersebut dapat terwujud dengan terbitnya buku Pelayanan
Medik Kanker Ginekologi HOGI 2010.
Perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh tim komisi protokol kanker ginekologi HOGI Dr. dr.Laila Nuranna ,
SpOG(K), dr Ali Budi Harsono SpOG, dr T Mirza Iskandar SpOG(K) dan dr Heru
Priyanto SpOG (K), yang telah banyak meluangkan waktu dan pemikirannya hingga
terwujudnya buku ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Dr dr.
Andrijono, SpOG(K), dr. Sigit Purbadi SpOG(K) dan dr Gatot Purwoto SpOG(K)
yang telah memberikan kritik dan masukan selama lokakarya berlangsung meskipun
kami menyadari akan kesibukan mereka sehari-hari.
Agar dalam penerapannya lebih memberi warna Indonesia, dalam upaya
penyempurnaanya, telah dilakukan sosialisasi protokol ini pada seluruh anggota
HOGI se Indonesia, dan masukan-masukan telah kami terima untuk
penyempunaannya. Namun kami sadari tak ada gading yang tak retak, karena
kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta yang maha memiliki segala ilmu,
karena itu kami dengan senang hati membuka tangan terhadap kritikan dan saran
yang membangun. Berharap buku ini dapat membawa manfaat sebesar-besarnya
bagi anggota HOGI Indonesia, bagi spesialis Obstetri dan Ginekologi di Indonesia
dan bagi masyarakat Indonesia.
Jakarta, April 2010
Ketua HOGI
Prof. Dr. M. Farid Aziz , dr SpOG(K)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................
13
3. Kanker Serviks.....................................................................
19
35
48
50
68
76
79
1. KANKER VULVA
I. Pendahuluan
Karsinoma vulva merupakan jenis kanker yang jarang ditemukan,
kurang lebih 4% dari keganasan ginekologi.
Penyakit
ini
seringkali
ditemukan
pada
perempuan
pascamenopause, dan 90% kanker vulva berasal dari jenis
karsinoma sel skuamosa, dan dalam jumlah kecil berasal dari
melanoma, adenokarsinoma, karsinoma sel basal, karsinoma
verukosa, sarkoma.
I.1 Batasan
Karsinoma vulva adalah karsinoma yang tumor primernya tumbuh
di daerah vulva, dan bukan merupakan tumor metastasis dari organ
genital maupun ekstragenital lainnya.
Melanoma maligna harus dilaporkan secara terpisah dan di
staging sesuai dengan sistem staging untuk keganasan melanoma
pada kulit
Karsinoma vulva yang meluas ke vagina dikelompokkan sebagai
karsinoma vulva.
I.2 Aliran Limfatik
KGB inguinal dan femoralis merupakan aliran utama penyebaran
regional kanker vulva.
I.3 Metastasis
Keterlibatan pada KGB pelvis (iliaka eksterna, hipogastrika,
obturator dan iliaka komunis) berhubungan dengan kejadian
metastasis jauh.
I.4 Klasifikasi Surgical Staging
histopatologi
dengan
(dihapuskan)
: Tumor terbatas di vulva atau vulva dan perineum
dengan diameter terbesar < 2 cm.
IA : Invasi stroma < = 1.0 mm. Tumor terbatas di vulva atau
vulva dan perineum dengan diameter terbesar < =2 cm.
Tidak ada kelenjar getah bening yang positif.
IB : Tumor terbatas di vulva atau vulva dan perineum
dengan diameter terbesar >2 Cm masih di vulva dan
perineum dan dengan invasi stroma > 1,0 mm. Tidak
ada kelenjar getah bening positif.
Stadium II
o
o
o
Radiologi
Foto toraks
Foto pelvis bila ada kecurigaan keterlibatan
tulang,
CT scan bila ada kecurigaan kelenjar getah
bening pelvik terlibat.
Laboratorium
Darah lengkap, tes fungsi ginjal,
tes fungsi hati, tes gula darah.
VII. Konsultasi
-
VIII. Terapi
VIN I/II asimtomatik
VIN I / II simtomatik
VIN III (lesi vulva in situ)
Stadium IA (invasif superfisial)
Stadium IB
: ekspektatif
: bedah laser atau eksisi lokal
: bedah laser atau eksisi lokal
:eksisi lokal luas, tanpa
deseksi KGB inguinal
: vulvektomi radikal dengan
deseksi KGB inguinal
dengan insisi terpisah
(triple incisions technique)
BUTIR PENTING
o Bila batas eksisi tidak adekuat, perlu re-operasi
o Pengamatan pasca operasi sangat penting
o Potong beku kelenjar inguinal perlu dipertimbangkan
o Indikasi radiasi postoperasi :
bila
batas sayatan < 8 mm bebas
(formalin)
Invasi >1mm
Biopsi Eksisional
Invasi >1mm
10
Invasi >1mm
Eksisi Lokal
Radikal
CT Scan Pelvis
Positif
Negatif
Reseksi Retroperitoneal
dari Nodus Pelvis
Makroskopik yang terlihat
di CT Scan
Limfadenektomi
Inguinalfemoral
Terapi Radiasi
Pelvis dan
Inguinal
Dua/lebih Nodus
(+) atau
Penyebaran
Ekstrakapsular
Negatif atau 1
Nodus (+) secara
mikroskopik
Observasi
11
12
Preoperatif Radioterapi +
Kemoterapi
Batas Surgikal
Positif
Radioterapi
Postoperatif
Sempit (<5mm)
Lebih dari 5 mm
Observasi
Dipertimbangkan
Radioterapi
X. Pengamatan Lanjutan
13
14
2. KANKER VAGINA
I. Pendahuluan
Karsinoma vagina merupakan kanker yang jarang ditemukan dan
hanya kurang lebih 2 % dari kanker ginekologi. Meskipun demikian
vagina dapat juga merupakan tempat perluasan metastasis dari
kanker serviks, kanker vulva atau akibat metastasis hematogen atau
limfogen dari kanker endometrium dan penyakit trofoblas
gestasional.
Sebanyak 30% kasus pasien dengan kanker vagina memiliki riwayat
kanker servik insitu ataupun invasif yang telah diterapi setidaknya 5
tahun sebelumnya. Adanya riwayat radiasi pada daerah pelvik
sebelumnya diperkirakan menjadi penyebab terjadinya kanker
vagina
Kebanyakan kanker vagina terjadi pada penderita pascamenopause,
dengan gambaran histopatologi berupa sel skuamosa (95% kasus).
1.1 Diklasifikasikan sebagai karsinoma vagina apabila:
Lesi primernya berasal dari vagina, dan tidak ditemukan lesi
primer dari organ lain yang bermetastasis ke vagina.
Apabila lesi meluas sampai ke portio dianggap sebagai karsinoma
serviks.
Pertumbuhan tumor yang terbatas pada uretra dianggap sebagai
karsinoma uretra. Tumor yang melibatkan vulva dikategorikan
sebagai karsinoma vulva.
I.2 Aliran Limfatik
Dua per tiga bagian sebelah atas dari vagina memiliki aliran limfe
ke kelenjar pelvis. Aliran limfe tersebut berjalan paralel dengan
arteri uterina dan dan arteri vagina, menuju ke kelenjar getah
bening obturator dan hipogastrik dan iliaka eksterna.
Sepertiga bagian sebelah bawah dari vagina memiliki aliran limfe
ke kelenjar inguino-femoral. Beberapa lesi dapat mengalir menuju
kelnjar linfe di prerektal.
15
I.3 Metastasis
Metastasis jauh yang sering ditemukan di antaranya ke paru-paru
liver dan tulang. Penentuan stadium secara klinis sama seperti
penentuan stadium pada kanker serviks.
II. Skrining
Pemeriksaan skrining pada pasien setelah dilakukan histerektomi
pada kasus tumor jinak tidak bermanfaat, akan tetapi pada pasien
dengan riwayat CIN dan riwayat menderita neoplasia invasif perlu
dilakukan pemeriksaan secara teratur dengan tes pap.
III. Manifestasi Klinis
Pada umumnya pasien mengeluhkan adanya perdarahan tanpa
adanya nyeri, dan diagnosis definitif dapat dibuat dengan
melakukan biopsi dari lesi yang nampak dari pemeriksaan
inspekulo. Biasanya hal ini dapat dilakukan di poliklinik, akan
tetapi dalam keadaan khusus pemeriksaan perlu dilakukan dengan
anaestesi.
IV. Kriteria Diagnosis
Penentuan stadium kanker vagina sama dengan penentuan stadium
secara klinis dari kanker serviks.
Skuamosa sel karsinoma merupakan jenis kanker yang paling
banyak ditemukan pada vagina, sedangkan adenokarsinoma
sangat jarang ditemukan.
Stadium Klinis FIGO :
Stadium 0 : Karsinoma in situ, VAIN (Vaginal Inthraepitelial
Neoplasia) grade 3
Stadium I : Karsinoma terbatas pada dinding vagina
Stadium II : Karsinoma mengenai jaringan subvagina
Subvagina, belum mencapai dinding pelvis
Stadium III : Karsinoma telah mencapai dinding pelvis
16
2.
18
3.
4.
19
3. KANKER SERVIKS
I. Pendahuluan
Kanker serviks merupakan kanker yang terbanyak pada
perempuan di Indonesia selain kanker payudara. Hingga saat ini
kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara sedang berkembang termasuk di
Indonesia.
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV (human
papilloma virus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa
mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16.
1.1 Tumor Primer
Tumor primer terletak pada serviks.
Serviks adalah 1/3 bagian bawah dari uterus, yang berbentuk
silindris yang menonjol ke dalam vagina dan uterus berhubungan dengan vagina melalui orifisium uteri eksterna.
1.2 Aliran Limfatik
Serviks mendapat aliran limfe dari preureter, postureter; dan
sakrouterina yang mengikuti aliran utama dari limfe dari
parametrium,iliaka eksterna, iliaka interna (hipogastrika), dan
obturator, presakral dan iliaka communis.
1.3 Metastasis
Pada umumnya kanker serviks mengadakan metastasis jauh
melalui aorta dan kelenjar mediastinum, ke paru-paru dan ke
tulang.
II. Skrining
Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa skrining berbasis
sitologi dapat menurunkan angka insidensi dan mortalitas pada
penderita kanker serviks.
20
21
Stadium Ia1
Stadium Ia2
Stadium Ib
Stadium Ib1
Stadium Ib2
Stadium II
Stadium IIa
Stadium Iib
Stadium III
: Karsinoma in situ
: Karsinoma masih terbatas di serviks
: Invasi hanya dapat dikenali secara mikroskopis
Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm
dan lebar
Lesi tidak lebih 7 mm.
: Invasi stroma dg kedalaman 3mm dan lebar 7 mm
: Invasi stroma dg kedalaman > 3 mm dan < 5 mm
lebar > 7 mm
: Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih
dari stadium Ia
: Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm
: Besar lesi secara klinis lebih besar dari 4 cm
: Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3
bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai
dinding panggul.
: Telah melibatkan vagina tetapi belum mencapai
dinding panggul
: Infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai
panggul.
: Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya
perluasan ke panggul. Hidronefrosis atau gangguan
22
Stadium IIIa :
Stadium IIIb :
Stadium IV
Stadium Iva
:
:
Stadium IVb :
Stadium Ia1
Stadium Ia2
Stadium Ib
Stadium Ib1
Stadium Ib2
Stadium II
Stadium IIa1
IIa2
Stadium IIb
23
Stadium III
24
25
Adenokarsinoma/adenoskuamosa.
o
26
27
Fertilitas
dipertahankan
Konisasi
Karsinoma
serviks
uteri std Ia1
Fertilitas tidak
dipertahankan
Invasi
pembuluh
darah/limfe (-)
Histerektomi
total
Invasi
pembuluh
darah/limfe (+)
Histerektomi
radikal
Kontraindikasi
operasi
Radiasi
28
Fertilitas
dipertahankan
Karsinoma
serviks uteri
std Ia2
Trakhelektomi +
diseksi kelenjar
getah bening
Invasi
pembuluh
darah/limfe (-)
Histerektomi
radikal
Invasi
pembuluh
darah/limfe (+)
Histerektomi
radikal + limfadenektomi
kelenjar getah
bening pelvis
Kontraindikasi
operasi
Radiasi
Fertilitas
tidak dipertahankan
29
Fertilitas
dipertahankan
Karsinoma
serviks uteri
std Ib1
Trakhelektomi +
diseksi kelenjar
getah bening
Histerektomi radikal +
limfadenektomi kelenjar
getah bening pelvis dengan/
tanpa kelenjar getah bening
paraaorta
Fertilitas tidak
dipertahankan
Kontraindikasi
operasi
Radiasi
30
Radiasi
praoperasi
Karsinoma
serviks uteri std
Ib2, IIA
Kemoterapi
neoadjuvan
Histerektomi radikal
+ limfadenektomi
kelenjar getah
bening pelvis
dengan kelenjar
getah bening para
aorta
Kekambuhan
Kemoterapi
adjuvan
Kontraindikasi
operasi
Kemoradiasi
adjuvan
Radiasi eksterna
dan radiasi interna
31
Metast
jauh (-)
Karsinoma
serviks uteri std
IIB, III, IVA
CT
Toraks,
PET
scan
(-)
Metast
jauh (+)
Pertimba
ngkan
biopsi
pada
jaringan
yang
dicurigai
(+)
Terapi
sistemik
/
Rasiasi
Individu
al
32
33
Pemeriksaan meliputi:
Anamnesis, terutama berkaitan dengan kemungkinan
residif
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ginekologi (termasuk biopsi jika ada
kecurigaan kekambuhan)
Peran test pap untuk pengamatan lanjut masih kontroversi
apabila ditemukan test pap positif tidak dapat dipakai
sebagai dasar untuk terapi lanjutan.
Foto toraks setiap 6 bulan dalam tahun pertama dan 1
tahun sekali sesudahnya
USG untuk memantau adanya kekambuhan di hepar,
ginjal, dan KGB.
Bone scanning bila ada kecurigaan penyebaran ke tulang
Hematologi dan kimia darah 6 bulan pertama, dan setahun
sesudahnya
34
36
4. KANKER ENDOMETRIUM
I. Pendahuluan
Kanker endometrium di negara maju seperti Amerika Serikat dan
Eropa Barat merupakan kanker yang terbanyak pada kanker
ginekologi. Sekitar 75% dijumpai pada stadium I di mana angka
ketahanan hidupnya 75% atau lebih.
I.1 Tumor Primer
Korpus uteri merupakan 2/3 atas dari uterus dengan batas ostium
uteri internum ke kranial.
I.2
Aliran Limfatik
Aliran utama kelenjar limfatik adalah melalui utero-ovarium
(infundibulo-pelvikum), parametrium dan presakral, kemudian
mengalir ke hipogastrik, iliaka eksterna, iliaka komunis, presakral
dan ke KGB paraaorta.
I.3
Metastasis
Lokasi metastasis utama kanker endometrium adalah vagina dan
paru.
I.4
Klasifikasi
FIGO tahun 1988 merekomendasikan penentuan stadium kanker
endometrium dengan mengikuti surgical staging, yang berarti
temuan pembedahan harus dikonfirmasikan secara histopatologi
yang meliputi derajat (grade) dan perluasan dari tumor.
37
II. Skrining
Sampai saat ini belum ada metode skrining untuk kanker
endometrium.
Hanya untuk pasien yang termasuk dalam risiko tinggi seperti
Lynch syndrome tipe 2 perlu dilakukan evaluasi endometrium
secara seksama dengan histeroscopi dan biopsi. Pemeriksaan
USG transvaginal merupakan test non invasif awal yang efektif
dengan prediksi nilai negatif yang tinggi apabila ditemukan
ketebalan endometrium kurang dari 5 mm.
Pada banyak kasus histeroskopi dengan instrumen yang fleksibel
akan membantu dalam penemuan awal kasus kanker endometrium.
III. Manifestasi Klinis
Faktor predisposisi: obesitas, rangsangan estrogen terus
menerus, menopause terlambat (> 52 tahun), nulipara, siklus
anovulasi, pengobatan tamoxifen, dan hiperplasia endometrium.
Faktor yang melindungi terhadap penyakit ini: pil kontrasepsi,
wanita perokok terutama pada wanita gemuk dimana nikotin
dianggap mempunyai efek antiestrogen.
IV. Kriteria Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan biopsi endometrium atau dilatasi
dan kuretase (D/K).
Kedua cara ini mempunyai false negative rate 5-10%. Bila
diagnosisnya meragukan dapat dilakukan kuretase bertingkat
dengan bimbingan histeroskopi.
Diagnosis dipastikan dengan hasil biopsi / D&K endometrium
bertingkat.
38
Stadium Klinik
Pada tahun 1988 FIGO menetapkan kriteria stadium surgikal.
Stadium surgikal kanker endometrium FIGO (1989)
Stadium :
IA (G1, G2, G3)
IB (G1, G2,G3)
39
IA (G1, G2,G3)
: Menginvasi
kurang
dari
setengah
miometrium
: Menginvasi lebih dari setengah miometrium
III
IIIA (G1, G2, G3)
40
41
42
43
Stadium 1 (terbukti)
Stad II occult
Risiko rendah
Risiko tinggi
Sitologi bilasan
Peritoneum (-)
Pengamatan lanjut
Sitologi bilasan
Peritoneum (+)
terapi hormon
Kgb paraaorta (+)
Radiasi+kemoradiasi
(SP+PA+IV)
Radiasi
(SP+PA+IV)
44
Stadium II
Kontraindikasi operasi
Risiko operasi>
Occult
Risiko operasi
Hst + SOB
Radiasi + hormonal
(IV+SP)
Biopsi Kgb
Paraarorta
Sitologi
peritoneum
Radikal
+ limfadektomi
biopsi Kgb
paraaorta
sitologi peritoneum
histerektomi ekstended
Radiasi
(IV+SP+PA)
Kgb paraaorta(+)
Kgb paraaorta(-)
Radiasi
(SP+PA+IV)
D1
Hormon
D2,D3
Kemoterapi
Radiasi
(SP+IV)
D1
Hormon
Radiasi
SP + IV
D2,D3
Kemoterapi
45
Radiasi
(IV)
SP (Risiko op>)
Atau sonde uterus >8 sm
HT + SOB
Kgb paraaorta
(+)
radiasi
(IV+PA)
Kgb paraaorta
(-)
(+)
(-)
Kgb pelvis
(-)
Kgb pelvis
Kgb pelvis
(+)
Kgb pelvis
(+)
Kgb pelvis
(-)
Hormon /
Kemoterapi
(-)
radiasi PM+PA
Radiasi
(IV)
Pengamatan
lanjut
Radiasi
PM
Hormon/kemoterapi
46
pengamatan
lanjut
47
Mikroskopik
Klinik
Diketahui
saat operasi
Lihat II
Debulking
D1
Hormonal
D2, D3
kemoterapi
Radiasi (SP)
D1 hormonal
D2,D3
*)
+ kemoterapi
Hormonal + kemoterapi
48
kemoterapi
Intrapelvis
Metastasis jauh
Radiasi (SP)
Hormonal + kemoterapi
*)
kemoterapi
Hormonal +
Kemoterapi
kemoterapi
*) Pemilihan terapi hormonal + kemoterapi atau kemoterapi saja dilakukan secara acak.
49
Pelvik
Lokal (Sentral/
Suburethra
Puncak vagina
Rad (+)
Ekstra pelvik
luas
Rad (-)
Terbatas
(Tulang/
KGB supra klavikula.
Rad (+)
luas
Rad (-)
Radiasi
(IV+SP)
Hormonal/
kemo
Operasi
Radiasi
(IV + SP)
Hormonal /kemo
50
X. Pengamatan Lanjut
Pengamatan lanjut (follow-up) dilaksanakan 2 bulan sekali pada 2
tahun pertama; selanjutnya setiap 6 bulan pada 3 tahun berikutnya.
Setelah 5 tahun, pemeriksaan dilaksanakan 5 tahun sekali.
Pemeriksaan terutama ditujukan pada kelenjar getah bening pelvis.
Juga diperhatikan timbulnya massa di pelvis, perdarahan
pervaginam, dan gangguan respirasi.
Pemeriksaan petanda tumor tidak ada yang spesifik, tetapi bila
CA-125 meningkat, pemeriksaan ini dapat diulang untuk
pengamatan lanjut.
Pemeriksaan radiologi (termasuk CT-scan/MRI) dilakukan bila ada
indikasi.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
51
6.
52
5. K A N K E R T U B A
1. Batasan dan Uraian Umum
Tuba falopii memanjang dari aspek posterior superior sebelah
lateral fundus uteri dan di sebelah anterior ovarium. Panjangnya
kurang lebih 10 cm. Ujung lateral membuka terhadap kavum
peritoneum.
Penyakit pada tuba biasanya ditemukan secara kebetulan saat
laparotomi atau dideteksi sebagai massa adneksa. Kanker tuba
sangat jarang didapatkan,kurang dari 1%, kebanyakan ditemui
pada usia lebih dari 50 tahun.
2. Manifestasi Klinis
Perdarahan per vaginam adalah keluhan yang paling sering
ditemukan disertai dengan nyeri atau ketidaknyamanan pada
panggul dan perut bagian bawah atau terdiagnosis karena keluhan
gastrointestinal yang terpalpasi sebagai massa abdominal.
3. Kriteria Diagnosis
Diagnosis sangat sulit, tidak khas.
Memerlukan surgical staging untuk diagnosis juga.
Stadium Kanker Tuba menurut FIGO :
Stadium 0
Stadium I
IA
IB
IC
Stadium II
Tumor ovarium
Tumor korpus uteri
Tumor abdomen non-ginekologi
5. Pemeriksaan Penunjang
USG, dengan pemeriksaan yang non-invasif dan relatif murah
dapat secara tegas dibedakan tumor kistik dengan tumor padat.
Tumor dengan bagian padat kemungkinan ganas meningkat.
Sebaliknya tumor kistik tanpa ekointernal kemungkinan keganasan
menurun. Pemakaian USG transvaginal (transvaginal color flow
doppler) dapat meningkatkan ketajaman diagnosis.
6. Manajemen Kanker Tuba
Secara retospektif karakteristik, Kanker Tuba baik secara
histologi, indikator prognosis dan kesintasan menyerupai kanker
ovarium, karena itu manajemen kanker tuba merujuk penanganan
kanker ovarium baik dalam hal surgical staging, maupun
manajemen pilihan kemoterapi pasca operasi dalam tahap
neoadjuvan.
54
6. KANKER OVARIUM
I. Pendahuluan
Adalah proses keganasan primer yang terjadi pada organ ovarium.
Keganasan ovarium dapat terjadi pada seluruh usia kehidupan
wanita. Pada wanita umur kurang dari 20 tahun terbanyak
ditemukan jenis tumor sel germinal sedangkan pada usia yang lebih
tua tumor jenis sel epithelial sering didapatkan. Mayoritas kanker
ovarium adalah jenis epitelial yang berasal dari epitel ovarium.
Kelompok lainnya adalah non epithelial yang termasuk diantaranya
germ sel tumor granulosa sel tumor dan sex cord strumal tumor.
Faktor herediter berkaitan dengan 5-10% berkaitan dengan kanker
ovarium yang berkaitan dengan kanker payudara, kanker usus dan
ovarium. Kanker ovarium merupakan urutan ketiga terbanyak pada
kanker ginekologi.
1.1 Tumor Primer
Ovarium merupakan organ genitalia interna yang berbentuk oval
dengan diameter 2- 4 cm, yang terhubung dengan uterus melalui
lipatan peritoneum dari ligamentum latum dan ligamentum
infundibulopelvikum ke sisi lateral dinding pelvis.
1.2 Aliran Limfatik
Penting memahami drainase limfatik dari ovarium :
Aliran limfatik melalui vasa ovarika, lig infundibulopelvicum ke
paraaorta.
Yang lain melalui Ovarii proprium, hipogastrika, iliaka comunis
ke paraaorta.
Frekuensi yang kecil melalui kelenjar inguinal .
1.3 Metastasi
Metatasis utama pada kanker ovarium adalah peritoneum,
termasuk omentum dan organ visceral pada rongga abdomen dan
pelvis, termasuk permukaan hepar dan diaphragm.
55
56
Stadium II
Stadium IIa
Stadium IIb
Stadium IIc
Stadium III
59
Granulosa-stromal-cell tumors
A. Granulosa-cell tumors
B. Tumors in thecoma-fibroma group
1. Thecoma
2. Fibroma-Fibrocarcoma
3. Sclerosing stromal tumor
2.
Androblastomas; Sertoli-Leydig-cell tumors
3.
Gynandroblastoma
4.
Unclassified.
V. Diagnosis Differensial
Tumor ovarium jinak, tumor korpus uteri, mioma uteri, TBC
peritoneal, Tumor abdomen non-ginekologis lainnya.
VI. Pemeriksaan Penunjang
Radiodiagnostik : Foto toraks. Bila memungkinkan dilakukan
CT-Scan abdominopelvik. Ba enema kalau dicurigai adanya
kanker traktus gastro intestinal. Pada kasus-kasus tertentu yang
tidak mungkin dilakukan operasi, maka dilakukan pungsi asites
(pemeriksaan sitologi) atau biopsi jarum.
USG, merupakan pemeriksaan yang non invasif dan relatif
murah dapat secara tegas membedakan tumor kistik dengan
60
Skor
2
2
2
2
2
RR
61
Formula lain yang dapat dipakai adalah RMI ( Risk of Malignancy Index )
demgam rumus formula RMI = U x M x Ca 125
- U ; Temuan USG transvaginal (multilokuler, solid, bilateral asites dan
metastasis inta abdomen) temuan 0-1 nilai 1 , temuan > 2 nilai 4
M : Status Menopause . Pre menopause nilai :1 Postmenopause nilai :4
- Ca 125 : nilai Ca 125 dalam IU/L
VIII. Terapi
Pembedahan
Laparatomi
Potong beku dilakukan atas indikasi kecurigaan keganasan
Hasil potong beku menjadi pertimbangan untuk tindakan
selanjutnya selama operasi berlangsung.
Pada usia muda, potong beku masih diperlukan untuk
pertimbangan konservasi fertilitas.
Dari hasil potong beku ada beberapa kemungkinan hasil :
Keganasan ovarium
belum dapat dipastikan, untuk
kepastian diagnosis menunggu hasil pemeriksaan parafin.
Jika hasil potong beku adalah boderline (diperlakukan seperti
tumor ganas ovarium), hasil potong beku tumor ovarium ganas,
maka tindakan selanjutnya:
1) Surgical staging pada stadium awal;
Complete surgical staging
62
Sitologi bilasan peritoneal, histerektomi, salpingoooforektomi bilateral, limfadenektomi pelvik dan para-aorta,
omentektomi, appendektomi,
biopsi-biopsi peritoneum
(parakolika, subdiafragma, prevesikal, kavum Douglasi, dan
pada perlekatan dari lesi yang dicurigai)
Conservative surgical staging (fungsi reproduksi),
konservatif yaitu tindakan salpingoofarektomi unilateral,
omentektomi, limfadenektomi ipsilateral, sitologi, biopsi,
appendiktomi.
2) Debulking atau sitoreduksi pada stadium lanjut.
Terapi adjuvant kemoterapi
Kemoterapi pada kanker ovarium dengan menggunakan Platinum
(Cysplatin dosis 50100 mg/m2 / carboplatin AUC 5-6 )
- Topotekan / Irinotekan
- Etoposide.
Sementara pasien yang resisten platinum dapat dipilihkan terapi:
- Oxalopalatin dikombinasikan dengan regimen lini ke-2
- Bisa ditambahkan penghambat angiogenesis (seperti Bevacizumab)
Rentang respon pada kanker ovarium residif berkisar 10-15%
Kemoterapi Neoadjuvant
Kemoterapi neoadjuvant adalah pemberian kemoterapi sebelum
pembedahan primer.
Indikasi kemoterapi neoadjuvant antara lain kanker ovarium stadium
lanjut, yaitu yang diduga stadium IIIC dan IV, dan operasi primer
diperkirakan sukar mencapai pembedahan debulking yang optimal,
atau kondisi pasien diprediksi berisiko tinggi untuk tindak
pembedahan, misalnya ada efusi pleura, asites masif, diduga perlekatan sangat berat, maka dapat dipertimbangkan untuk pemberian
kemoterapi neoadjuvant.
Kriteria kasus yang diberikan kemoterapi neoadjuvant:
Diduga kanker ovarium stadium lanjut (pada pemeriksaan
klinik/ USG terdapat asites, atau efusi pleura)
CA-125
Sitologi (efusi pleura atau asites) positif sel ganas
Walaupun hasil negatif tidak menyingkirkan kanker ovarium.
Pilihan regimen (lihat pilihan kemoterapi lini pertama)
Lama pemberian: 3 seri pra bedah, lihat respons berdasar klinis,
petanda tumor, imaging.
64
TUMOR
OVARIUM
- klinis
- USG
- Petanda tumor
SUSPEK GANAS
LAPAROTOMI
BENIGN/
BORDER LINE
GANAS JENIS
SEL TAK JELAS
REPRODUK
SI (+)
REPRODUK
SI (-)
SURGICAL
STAGING*
Konservatif
SURGICAL
STAGING**
Radikal
EPITEL
NON
EPITEL
SESUAI
SESUAI
EPITEL
SESUAI
MALIGNANT
/ GANAS
SUSPE
K
GERMINAL
MESENKHIMAL
REPRODUK
SI (+)
REPRODUK
SI (-)
SURGICAL
STAGING*
Konservatif
SURGICAL
STAGING**
Radikal
SESUAI
65
SESUAI
GANAS
GANAS
EPITEL
EPITEL
GERMINAL
GERMINAL
INVASI
INVASI(+)
(+)
MESENKHIMAL
MESENKHIMAL
INVASI
INVASI(-)
(-)
SURGICAL
SURGICAL
STAGING
STAGING**
**
Radikal
Radikal
SURGICAL
SURGICAL
STAGING
STAGING**
Konservatif
Konservatif
STADIUM
STADIUMIA
IA
STADIUM
STADIUM>>IA
IA
KEMOTERAPI
KEMOTERAPI
P.L
P.L
66
EPITELIAL
REPRODUKSI
(+)
STADIUM II-III-IV
SURGICAL
STAGING
RADIKAL
DEBULKING
REPRODUKS
I (+)
SURGICAL
STAGING *
Konservatif
SURGICAL
STAGING **
Radikal
Minimal
Parafin histologik
I
C
STADIUM
STADIUM
IA
IA
STADIUM
> IA, G1
PENGAPENGAMATAN
MATAN
LANJUT
LANJUT
KEMOTERAPI
STADIUM
IA
STADIUM
> IA, G1
K
IA,G1
Maksimal
>IA, G1
DEBULKING
II
PENGAMATAN
LANJUT
KEMOTERAPI
KEMOTERAPI
SECOND LOOK
LAPAROTOMI/
LAPOROSKOPI
67
KEMOTERAPI
3X
SECOND
SECONDLOOK
LOOK
LAPAROTOMI
LAPAROTOMI//
LAPAROSKOPI
LAPAROSKOPI
NEGATIF
NEGATIF
PENGAMATAN
PENGAMATAN
LAJUT
LAJUT
MASSA
MASSATUMOR
TUMOR
<<22CM
CM
MASSA
MASSATUMOR
TUMOR
>>22CM
CM
KEMOTERAPI
KEMOTERAPI
INTRAPERITONEAL
INTRAPERITONEAL
KEMOTERAPI
KEMOTERAPI
SISTEMIK
SISTEMIK
SECOND
SECONDLINE
LINE
CHEMOTHERAPY
CHEMOTHERAPY
(PENELITIAN)
(PENELITIAN)
68
EPITELIAL
EPITELIAL
BORDERLINE
BORDERLINE
STADIUM
STADIUMII
REPRODUKSI
REPRODUKSI
(+)
(+)
SURGICAL
SURGICAL
STAGING*
STAGING*
STADIUM
STADIUMIIIIIII
IIIIV
IV
REPRODUKSI
REPRODUKSI//
USIA
USIATUA(-)
TUA(-)
SURGICAL
SURGICAL
STAGING
STAGING**
**
SURGICAL
SURGICAL
STAGING/RADIKAL
STAGING/RADIKAL
DEBULKING**
DEBULKING**
HISTOLOGIK
HISTOLOGIK
PARAFIN
PARAFIN
JINAK
JINAK
P.I
P.I
HISTOLOGIK
HISTOLOGIK
PARAFIN
PARAFIN
BORDERLINE
BORDERLINE
P.L
P.L
GANAS
GANAS
BAGAN
BAGAN34
34
KEMOTERAPI
KEMOTERAPI
69
X. Pengamatan Lanjut
Tujuan dari pengamatan lanjutan adalah :
- Untuk mengetahui respon awal dari pasien dari program terapi
yang diberikan
- Untuk mengetahui dengan segera komplikasi yang mungkin
timbul akibat dari terapi yang diberikan dan melakukan program
terapi komplikasi.
- Deteksi dini terhadap rekurensi dan kanker yang persisten
- Pengumpulan data yang berkaitan dengan respon terapi dan
komplikasi yang timbul akibat terapi yang diberikan
Secara umum biasanya pasien dilakukan pengamatan lanjutan tiap
3 bulan sekali dalam 1 tahun pertama, secara perlahan-lahan
dinaikkan tiap 4-6 bulan dan selanjutnya tiap tahun setelah 5 tahun
pengamatan.
Pada tiap kunjungan harus dilakukan anamnesis ulang,
pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan ginekologis termasuk
pemeriksaan colok dubur untuk menentukan deteksi dini terhadap
terjadinya rekurensi. Pemeriksaan petanda tumor Ca 125 juga
dapat dilakukan secara rutin. Sedangkan pemeriksaan radiologis,
USG, CT-scan dan MRI dilakukan hanya atas indikasi. Level of
Evidance C
Seluruh pasien yang masih tersisa serviksnya harus dilakukan
pemeriksaan pap-test secara teratur. Sedangkan pasien yang
berumur lebih dari 40 tahun dan pasien muda dengan riwata
keluarga terdekat pernah menderita kanker ovarium dan payudara
harus dilakukan pemeriksaan mammografi tiap tahun. Level of
Evidance A.
70
Daftar Pustaka
1.
71
11. Azis MF, Andrijono, Saifudin AB, Editors. Buku Acuan Nasional
Onkologi Ginekologi Yayasan
Prawiroharjo. Jakarta. 2007.
Bina
Pustaka
Sarwono
II. Skrining
73
:
:
:
:
74
V. Diagnosis Banding
75
76
Protokol A
MH dg hCG persisten
Koriokarsinoma (PA)
PTG
Investigasi
Stadium, Skoring
StadiumI,
Skor 6
Stadium II
Skor 6
Stadium III
Skor 6
Kemoterapi
tunggal
Resolusi
Protokol B
No respon
Follow Up
Protokol B
No respon
No respon
77
Protokol B
PTG Non Mola
Metastasis (+)
Resolusi
Pengamatan lanjut
No Respon
Kemoterapi
EMA-EPA
Paclitaxel, 5FU,
Iphosphamid
X. Penanganan Lanjutan
Pengamatan lanjutan untuk penderita PTG dilakukan dengan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan hCG tiap minggu hingga
kadarnya mencapai normal. Setelah itu dilakukan setiap bulan
selama 6 bulan selanjutnya tiap 2 bulan sampai 6 bulan berikutnya
untuk menyakinkan hCG benar-benar normal.
Daftar Pustaka
78
79
81
IVA. Tentang
82
9. VAK S I N A S I H P V
I. Batasan dan Uraian Umum
Vaksinasi HPV, adalah upaya pencegahan kanker serviks dengan
menyuntikkan vaksin HPV.
II. Pedoman Aplikasi Vaksinasi HPV
1. Diperlukan informasi dan persetujuan yang bersangkutan.
2. Vaksin diberikan pada kelompok umur 10-55 tahun dan dapat
dikelompokkan menjadi :
a) Kelompok 10-12 tahun (Sekolah Dasar);
b) 13-15 tahun (SMP) dan
c) 16 25 tahun (SMA atau Pendidikan Tinggi);
d) 26-55 tahun.
3. Pada usia 26 55 tahun atau pada klien yang sudah
melakukan aktivitas seksual, vaksinasi dapat diberikan setelah
hasil tes Pap (-) atau IVA (-)
4. Di luar kelompok yang dinyatakan pada no.2, pemberian
vaksinasi dapat disaring dari klien perempuan yang datang ke
fasilitas kesehatan anak atau fasilitas kesehatan obstetri dan
ginekologi serta fasilitas kesehatan umum.
5. Vaksinasi pria perlu kajian cost effective
6. Vaksin dapat diberikan minimal oleh dokter
7. Pemeriksaan identifikasi DNA (Hybrid capture) tidak
diperlukan sebelum vaksinasi
8. Vaksin diberikan 3 suntikan, pada bulan 0, 1-2 bulan, dan 6
bulan setelah penyuntikan pertama
9. Booster belum diperlukan (estimasi 10 tahun)
10. Klien perempuan dengan penyakit yang mengganggu imunitas
(immuno-supression) dapat diberikan perlindungan dengan
vaksin
11. Klien perempuan dengan riwayat terinfeksi HPV atau lesi
prakanker dapat diberikan meskipun efektivitas lebih rendah
12. Tidak diberikan pada perempuan hamil.
13. Pada perempuan yang menyusui boleh diberikan vaksin.
83
84
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13