Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di


mana suatu organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin
keluar dari liang vagina. Keadaan ini dikarenakan kelemahan dari otot-otot,
fascia dan ligamentum-ligamentum penyokongnya. Prolapsus genitalia ini
secara umum dapat berupa prolapsus vagina dan atau prolapsus uteri.
Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah pelvic organ
prolapse (POP) yaitu prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel atau rektokel.
Uretrokel saja jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering ditemukan
terutama pada pasien-pasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering
terdapat pada wanita dengan paritas yang tinggi dan 40% dari mereka yang
membutuhkan tindakan pengobatan dan kasus ini jarang sekali ditemukan
pada wanita nullipara.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984)
ditemukan hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang
mengalami prolapsus genitalia. prolapsus alat genitalia dapat diatasi dengan
tindakan preventif, kuratif, atau rehabilitatif, dan jika memang dibutuhkan
terapi dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif.
BABII

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Prolaps Uteri

Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding

vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh

organ-organ pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).

1.2 Epidemiologi
POP terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita. Walaupun hampir
setengah dari wanita yang pernah melahirkan ditemukan memiliki POP melalui
pemeriksaan fisik, namun hanya 5-20% yang simtomatik.. Prevalensi POP
meningkat sekitar 40% tiap penambahan 1 dekade usia seorang wanita. Derajat
POP yang berat ditemukan pada wanita dengan usia yang lebih tua, yaitu, 28%-
32,3% derajat 1, 35%-65,5% derajat 2, dan 2-6% derajat 3.
Saat ini, sebanyak 11-19% wanita di negara maju menjalani operasi POP
dan usia rata-rata wanita yang menjalani operasi POP adalah 60 tahun. Di
Amerika Serikat sebanyak 200.000 operasi POP dilakukan per tahun dengan
angka rekurensi yang membutuhkan operasi ulang mencapai 30%.
1.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi POP bersifat multi-faktorial. Faktor risiko yang telah diteliti
antara lain adalah kehamilan, persalinan per vaginam, menopause, defisiensi
estrogen, peningkatan tekanan intra abdomen jangka waktu panjang (konstipasi,
mengangkat barang-barang berat, penyakit paru obstruktif kronik, mengedan),
ras, indeks massa tubuh (IMT), faktor genetik,f aktor anatomi, biokimiawi dan
metabolisme jaringan penunjang, dan riwayat pembedahan (histerektomi dan
kolposuspensi Burch).
Persalinan pervaginam diduga sebagai penyebab utama POP, melalui
mekanisme kerusakan otot levator ani, nervus pudenda, dan fasia penyokong
organ panggul. POP terjadi pada 20-40% kehamilan, dan semakin berat dengan
meningkatnya gravida, paritas, jumlah persalinan per vaginam dan dengan
adanya kala II memanjang, persalinan dengan bantuan forsep dan berat bayi
lahir per vaginam lebih dari 4000 gram.
Pada wanita yang telah menjalani histerektomi, prolaps puncak vagina
lebih sering terjadi secara signifikan terutama pada wanita yang memiliki
riwayat persalinan per vaginam yang banyak, persalinan lama, kerja fisik yang
berat, penyakit neurologis, histerektomi sebelumnya karena indikasi POP, dan
riwayat keluarga yang memiliki POP.
1.4 Klasifikasi
Menurut Friedmann dan Little derajat prolaps uteri adalah:
I. : Dimana serviks uteri turun sampai introitus vaginae
II. : Dimana serviks menonjol keluar dari introitus vaginae
III. : Dimana seluruh uterus keluar dari vagina

Gambar derajat prolapses uteri


Menurut pemeriksaan Baden-Walker POPQ (pelvic organ prolapse
Quantification)
0 : Tidak ada prolaps
1 : Ujung prolaps turun sampai ½ dari introitus vagina
2 : Ujung prolaps turun sampai introitus vagina
3 : Ujung prolaps turun sampai ½ diluar introitus vagina
4 : Ujung prolaps turun seluruhnya diluar introitus vagina
1.5 Manifestasi Kllinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala
penderita yang satu dengan prolaps cukup berat tidak mempunyai keluhan
apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak
keluhan-keluhan yang hamper selalu dijumpai :
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring
keluhan menghilang atau berkurang
3. Menganggu penderita waktu berjalan dan bekerja
4. Gerakan porsio uteri dengan celana menimbulkan lecet sampai luka dan
decubitus pada porsio uteri
5. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dank arena
infeksi serta luka pada porsio uteri
1.6 Diagnosis Prolaps Uteri
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan Fisik

• Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi

litotomi.

• Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain

• Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:

• Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.

• Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus

yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi

pada terapi.

• Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk

mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu

sebelum dimasukkan inspekulum.

 Manuver Valsava.

 Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan

melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan

manuver Valsava.

 Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior

vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan

perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.


 Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada

posisi berdiri di atas meja periksa.

 Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk

menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolaps.

 Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan

kekuatan otot levator ani

 Pemeriksaan rektovagina

untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri

C. Pemeriksaan Penunjang

 Urin residu pasca berkemih

 Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan

mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung

kemih yang penuh.

 Skrining infeksi saluran kemih

 Pemeriksaan urodinamik, apabila dianggap perlu.

 Pemeriksaan Ultrasonografi

o Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang

relatif mudah dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan

memberikan informasi real-time.

o Pencitraan akan membuat klinisi lebih mudah dalam memeriksa

pasien secara klinis.

o Pada pasien POP ditemukan hubungan yang bermakna antara

persalinan, dimensi hiatus levator, avulsi levator ani dengan


risiko terjadinya prolaps. Namun belum ditemukan manfaat

secara klinis penggunaan pencitraan dasar panggul.

1.7 Komplikasi Prolaps Uteri

Komplikasi yang dapat menyertai prolapse uteri

1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri

Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina

(inversio) oleh karena itu mukosa vagina dan serviks uteri

menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.

2. Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser

dengan paha dan pakaian dalam, hal ini dapat menyebabkan luka

dan radang dan lambat laun terjadi ulkus decubitus. Dalam

keadaan demikian perlu diperkirakan kemungkinan karsinoma,

pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitology/biopsy perlu

dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma.

3. Hipertrofi serviks uteri dan elangsio uteri

Jika serviks uteri turun kedalam vagina sedangkan jaringan

penahan dan penyokong uterus masih kuat maka karena tarikan

kebawah di bawah uterus yang turun serta pembendungan

pembuluh darah terjadi sehingga serviks uteri mengalami

hipertrofi dan menjadi panjang. Hal yang terakhir ini dinamakan

elangasio kolli. Hipertrofi ditentukan dengan periksa lihat dan


periksa raba. Pada elangsio kolli serviks uteri pada periksa raba

lebih panjang dari biasanya.

4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia

Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter sehingga

menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.

5. Infeksi saluran kemih

Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis

yang terjadi dapat meluas keatas dan dapat menyebabkan pielitis

dan pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal

ginjal

6. Kemandulan

Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae

atau sama sekali keluar dari vagina maka tidak mudah terjadi

kehamilan

7. Kesulitan waktu partus

Jika wanita dengan prolaps uteri hamil, maka pada waktu

persalinan dapat timbul kesulitan dikala pembukaan sehingga

kemajuan persalinan terhalang

8. Haemorrhoid

Faeses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya

obstipasi dan timbul haemorroid

9. Inkarserasi usus halus


Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan

kmungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu

dilakukan laparatomi untuk membebaskan usus yang terjepit.

1.8 Penatalaksanaan
A. Konservatif
Pilihan penatalaksanaan non-bedah perlu didiskusikan dengan

semua wanita yang memiliki prolaps. Walaupun pesarium merupakan

penatalaksanaan non-bedah yang spesifik, rehabilitasi otot dasar

panggul dan symtom-directed therapy perlu dilakukan, walaupun data

pendukungnya untuk mencegah progresi prolaps masih belum

mencukupi.

Symtom-directed therapy dengan observasi prolaps (watchful

waiting) dapat direkomendasikan pada wanita dengan prolaps derajat

rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk penurunan yang masih

di atas himen) dan gejala non-spesifik. Wanita yang memiliki prolaps

asimtomatik atau simtomaik ringan dapat diobservasi pada interval

reguler, misalnya pada pemeriksaan rutin tahunan.

 Pesarium

Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan

prolaps tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini

digunakan oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini

pertama prolapse. Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran,

serta dapat dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau

desak-ruang (seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan


pada prolaps adalah pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong),

Gellhorn, donat, dan pesarium cube. Tipe pesarium yang bisa dipasang

berhubugan dengan derajat prolapse

Tabel 1. Ringakasan tipe, mekanisme kerja, dan indikasi berbagai

tipe pesarium.

Indika
Tipe Mekanisme si Keterangan
Kerja

Sistoke
Ring Suportif l, penurunan Ketebalan, ukuran,
uterus ringan dan rigiditas
bervaria
si
Donut Suportif Semua prolaps
kecuali defek
posterior berat
Sistoke
Lever Suportif l, penurunan Mengikuti kurvatura
uterus ringan vagina
Dish Suportif Prosidensia berat
Sistoke
Stem Suportif l, Prosidensia
ringan
Cube Mengisi Semua prolaps Perlu dilepaskan
ruang setiap hari
Inflatabl
e Mengisi Semua Prolaps Perlu dilepaskan
Ruang setiap hari

Pesarium ring berhasil digunakan pada prolaps derajat 2

(100%) dan derajat 3 (71%). Untuk derajat 4 lebih banyak berhasil bila

menggunakan pesarium Gellhorn (64%). 1


Namun demikian

berdasarkan Review Cochrane mengenai uji klinis yang


membandingkan penggunaan pesarium tipe ring dan Gellhorn, tidak

didapatkan perbedaan yang signifikan dalam skor gejala (PFDI dan

PFQI) antara kedua jenis pesarium. Pada studi ini didapatkan pula

pesarium memberikan manfaat pada 60% subjek penelitian. 31 Sebagai

tambahan, pesarium dapat digunakan sebelum pembedahan pada wanita

dengan prolaps yang simomatik.

Komplikasi tersering dari pemasangan pesarium adalah iritasi

dari mukosa vagina yang bersifat hipoestrogen sehingga menimbulkan

duh tubuh, bau busuk, ulserasi atau perdarahan.

Langkah-langkah pemasangan pesarium pada prolaps32

No Langkah

1 Diskusikan mengenai penggunaan pesarium dengan pasien


2 Lakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan derajat prolaps
dan estimasi ukuran pesarium
3 Lubrikasi ujung pesarium dan introitus vagina
4 Memasukkan pesarium secara perlahan dengan cara menjauhi
uretra
5 Memeriksa ekspulsi pesarium dengan meminta pasien untuk
mengedan atau batuk
6 Apabila tidak terjadi ekspulsi, selipkan jari di antara pesarium dan
dinding vagina untuk memastikan pemasangan tidak terlalu ketat
7 Apabila ukuran pesarium cukup, berikan instruksi pada pasien
untuk mengedan seperti pada saat BAB
8 Minta pasien untuk berjalan selama beberapa menit
9 Apabila tidak ada keluhan, minta pasien datang untuk kontrol 2 minggu
kemudian
10 Apabila pasien mampu untuk mengurus dirinya sendiri berikan
instruksi yang jelas dan minta pasien untuk kembali bila
mengalami rasa nyeri, kesulitan berkemih, atau kesulitan BAB.
11 Periksa kembali setalah 1 bulan apakah terpasang dengan baik
12 Apabila pasien tidak mampu mengurus dirinya sendiri, minta
pasien untuk kontrol 3-6 bulan.
13 Kemudian periksa setiap tahun

 Rehabilitasi Otot Dasar Panggul

 Pada sebuah telaah sistematik disebutkan bahwa latihan dasar

panggul memberikan efek relatif terhadap kualitas hidup pada

wanita yang memiliki prolaps.

 Pada telah sistematik sebelumnya disebutkan bahwa tidak ada

bukti yang kuat untuk mendukung pelaksanaan otot dasar

panggul pada tatalaksana konservatif POP.

 Sehingga disimpulkan, latihan dasar panggul tidak mengobati

dan mencegah POP, namun direkomendasikan sebagai terapi

tambahan pada wanita yang memiliki prolaps dan gejala

terkait (inkontinensia urin dan fekal), bersamaan dengan

symtom-directed therapy.

B. Pengobatan Operatif

Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari

beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih

mendapatkan anak atau untuk memperthankan uterus, tingkat prolaps

uteri dan adanya keluhan.

Macam-macam Operasinya :

1. Ventrofiksasi
Pada wanita yang tergolong masih muda dan masih

menginginkan anak dilakukan operasi ini untuk membuat

uterus ventofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum

rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding

perut atau dengan cara operasi purandare.

2. Operasi Manchester

Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan

penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong dimuka

serviks. Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,

partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan.

Bagian yang penting pada operasi ialah penjahitan ligamentum

kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini

ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus akan

terletak dalam posisi anteversifleksi dan turunnya uterus dapat

dicegah.

3. Histerektomi vaginal

Operasi ini tepat dilakukan pada prolaps uteri dalam tingkat

lanjut dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus

diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum

rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo

pelvikum, kemudian operasi akan dilanjukan dengan kolporafi

anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina .

4. Kolplokleisis
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan

pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksual

tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan

menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding vagina

belakang sehngga lume vagina tertutup dan uterus terletak

diatas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak menghilangkan

keluhan stress inkontinensia dan obstipasi serta keluhan

prolaps lainnya.

1.9 Pencegahan Prolaps Uteri

Anda mungkin juga menyukai