Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di

mana suatu organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin

keluar dari liang vagina. Keadaan ini dikarenakan kelemahan dari otot-otot,

fascia dan ligamentum-ligamentum penyokongnya. Prolapsus genitalia ini

secara umum dapat berupa prolapsus vagina dan atau prolapsus uteri.

Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah pelvic organ

prolapse (POP) yaitu prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel atau rektokel.

Uretrokel saja jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering ditemukan

terutama pada pasien-pasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering

terdapat pada wanita dengan paritas yang tinggi dan 40% dari mereka yang

membutuhkan tindakan pengobatan dan kasus ini jarang sekali ditemukan

pada wanita nullipara.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984)

ditemukan hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang

mengalami prolapsus genitalia. prolapsus alat genitalia dapat diatasi dengan

tindakan preventif, kuratif, atau rehabilitatif, dan jika memang dibutuhkan

terapi dapat dilakukan secara konservatif ataupun operatif.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Prolaps Uteri

Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding

vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh

organ-organ pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).

1.2 Epidemiologi

POP terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita. Walaupun hampir

setengah dari wanita yang pernah melahirkan ditemukan memiliki POP melalui

pemeriksaan fisik, namun hanya 5-20% yang simtomatik.. Prevalensi POP

meningkat sekitar 40% tiap penambahan 1 dekade usia seorang wanita. Derajat

POP yang berat ditemukan pada wanita dengan usia yang lebih tua, yaitu, 28%-

32,3% derajat 1, 35%-65,5% derajat 2, dan 2-6% derajat 3.

Saat ini, sebanyak 11-19% wanita di negara maju menjalani operasi POP

dan usia rata-rata wanita yang menjalani operasi POP adalah 60 tahun. Di

Amerika Serikat sebanyak 200.000 operasi POP dilakukan per tahun dengan

angka rekurensi yang membutuhkan operasi ulang mencapai 30%.

1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi POP bersifat multi-faktorial. Faktor risiko yang telah diteliti

antara lain adalah kehamilan, persalinan per vaginam, menopause, defisiensi

estrogen, peningkatan tekanan intra abdomen jangka waktu panjang (konstipasi,

mengangkat barang-barang berat, penyakit paru obstruktif kronik, mengedan),

2
ras, indeks massa tubuh (IMT), faktor genetik,f aktor anatomi, biokimiawi dan

metabolisme jaringan penunjang, dan riwayat pembedahan (histerektomi dan

kolposuspensi Burch).

Persalinan pervaginam diduga sebagai penyebab utama POP, melalui

mekanisme kerusakan otot levator ani, nervus pudenda, dan fasia penyokong

organ panggul. POP terjadi pada 20-40% kehamilan, dan semakin berat dengan

meningkatnya gravida, paritas, jumlah persalinan per vaginam dan dengan

adanya kala II memanjang, persalinan dengan bantuan forsep dan berat bayi

lahir per vaginam lebih dari 4000 gram.

Pada wanita yang telah menjalani histerektomi, prolaps puncak vagina

lebih sering terjadi secara signifikan terutama pada wanita yang memiliki

riwayat persalinan per vaginam yang banyak, persalinan lama, kerja fisik yang

berat, penyakit neurologis, histerektomi sebelumnya karena indikasi POP, dan

riwayat keluarga yang memiliki POP.

1.4 Patofisiologi Prolaps Uteri

Normalnya. Uterus difiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum

membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot dan

ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan sehingga

mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga uterus dan organ

pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps uteri bisa saja terjadi secara

tidak komplet, atau beberapa kasus yang berat, terjadi prolaps yang komplet

sehingga uterus jatuh sampai keluar vagina.

3
Gambar Prolaps Uteri

1.5 Klasifikasi

Menurut Friedmann dan Little derajat prolaps uteri adalah:

I. : Dimana serviks uteri turun sampai introitus vaginae

II. : Dimana serviks menonjol keluar dari introitus vaginae

III. : Dimana seluruh uterus keluar dari vagina

4
Gambar derajat prolapses uteri

Menurut pemeriksaan Baden-Walker POPQ (pelvic organ prolapse

Quantification)

0 : Tidak ada prolaps

1 : Ujung prolaps turun sampai ½ dari introitus vagina

2 : Ujung prolaps turun sampai introitus vagina

3 : Ujung prolaps turun sampai ½ diluar introitus vagina

4 : Ujung prolaps turun seluruhnya diluar introitus vagina

1.6 Manifestasi Klinis

Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala

penderita yang satu dengan prolaps cukup berat tidak mempunyai keluhan

apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak

keluhan-keluhan yang hamper selalu dijumpai :

5
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia

eksterna

2. Rasa sakit di panggul dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring

keluhan menghilang atau berkurang

3. Menganggu penderita waktu berjalan dan bekerja

4. Gerakan porsio uteri dengan celana menimbulkan lecet sampai luka dan

decubitus pada porsio uteri

5. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dank arena

infeksi serta luka pada porsio uteri

1.7 Diagnosis Prolaps Uteri

A. Anamnesis

B. Pemeriksaan Fisik

• Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi

litotomi.

• Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain

• Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:

• Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.

• Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus

yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi

pada terapi.

• Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk

mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu

sebelum dimasukkan inspekulum.

6
 Manuver Valsava.

 Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan

melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan

manuver Valsava.

 Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior

vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan

perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.

 Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada

posisi berdiri di atas meja periksa.

 Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk

menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolaps.

 Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan

kekuatan otot levator ani

 Pemeriksaan rektovagina

untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolaps uteri

C. Pemeriksaan Penunjang

 Urin residu pasca berkemih

 Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan

mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung

kemih yang penuh.

 Skrining infeksi saluran kemih

 Pemeriksaan urodinamik, apabila dianggap perlu.

 Pemeriksaan Ultrasonografi

7
o Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang

relatif mudah dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan

memberikan informasi real-time.

o Pencitraan akan membuat klinisi lebih mudah dalam memeriksa

pasien secara klinis.

o Pada pasien POP ditemukan hubungan yang bermakna antara

persalinan, dimensi hiatus levator, avulsi levator ani dengan

risiko terjadinya prolaps. Namun belum ditemukan manfaat

secara klinis penggunaan pencitraan dasar panggul.

1.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri

1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri

Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina

(inversio) oleh karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal

serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.

2. Dekubitus

Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser

dengan paha dan pakaian dalam, hal ini dapat menyebabkan luka dan

radang dan lambat laun terjadi ulkus decubitus. Dalam keadaan demikian

perlu diperkirakan kemungkinan karsinoma, pada penderita berusia

lanjut. Pemeriksaan sitology/biopsy perlu dilakukan untuk mendapat

kepastian akan adanya karsinoma.

8
3. Hipertrofi serviks uteri dan elangsio uteri

Jika serviks uteri turun kedalam vagina sedangkan jaringan

penahan dan penyokong uterus masih kuat maka karena tarikan kebawah

di bawah uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah terjadi

sehingga serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang. Hal

yang terakhir ini dinamakan elangasio kolli. Hipertrofi ditentukan

dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangsio kolli serviks uteri

pada periksa raba lebih panjang dari biasanya.

4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia

Turunnya uterus bias juga menyempitkan ureter sehingga

menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.

5. Infeksi saluran kemih

Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis

yang terjadi dapat meluas keatas dan dapat menyebabkan pielitis dan

pielonefritis. Akhirnya hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal

6. Kemandulan

Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae

atau sama sekali keluar dari vagina maka tidak mudah terjadi kehamilan

7. Kesulitan waktu partus

Jika wanita dengan prolaps uteri hamil, maka pada waktu

persalinan dapat timbul kesulitan dikala pembukaan sehingga kemajuan

persalinan terhalang

9
8. Haemorrhoid

Faeses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya

obstipasi dan timbul haemorroid

9. Inkarserasi usus halus

Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan

kmungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan

laparatomi untuk membebaskan usus yang terjepit.

1.9 Penatalaksanaan

A. Konservatif

Pilihan penatalaksanaan non-bedah perlu didiskusikan dengan

semua wanita yang memiliki prolaps. Walaupun pesarium merupakan

penatalaksanaan non-bedah yang spesifik, rehabilitasi otot dasar

panggul dan symtom-directed therapy perlu dilakukan, walaupun data

pendukungnya untuk mencegah progresi prolaps masih belum

mencukupi.

Symtom-directed therapy dengan observasi prolaps (watchful

waiting) dapat direkomendasikan pada wanita dengan prolaps derajat

rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk penurunan yang masih

di atas himen) dan gejala non-spesifik. Wanita yang memiliki prolaps

asimtomatik atau simtomaik ringan dapat diobservasi pada interval

reguler, misalnya pada pemeriksaan rutin tahunan.

10
 Pesarium

Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan

prolaps tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolaps. Alat ini

digunakan oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini

pertama prolapse. Pesarium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran,

serta dapat dikategorikan menjadi suportif (seperti pesarium ring) atau

desak-ruang (seperti pesarium donat). Pesarium yang biasa digunakan

pada prolaps adalah pesarium ring (dengan dan tanpa penyokong),

Gellhorn, donat, dan pesarium cube. Tipe pesarium yang bisa dipasang

berhubugan dengan derajat prolapse

Tabel 1. Ringakasan tipe, mekanisme kerja, dan indikasi berbagai

tipe pesarium.

Indika

Tipe Mekanisme si Keterangan


Kerja

Ring Suportif Sistokel, penurunan Ketebalan, ukuran,


uterus ringan dan rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua prolaps
kecuali defek
posterior berat
Lever Suportif Sistokel, penurunan Mengikuti kurvatura
uterus ringan vagina
Dish Suportif Prosidensia berat
Stem Suportif Sistokel, Prosidensia
ringan
Cube Mengisi Semua prolaps Perlu dilepaskan
ruang setiap hari
Inflatable Mengisi Semua Prolaps Perlu dilepaskan
Ruang setiap hari

11
Pesarium ring berhasil digunakan pada prolaps derajat 2

(100%) dan derajat 3 (71%). Untuk derajat 4 lebih banyak berhasil bila
1
menggunakan pesarium Gellhorn (64%). Namun demikian

berdasarkan Review Cochrane mengenai uji klinis yang

membandingkan penggunaan pesarium tipe ring dan Gellhorn, tidak

didapatkan perbedaan yang signifikan dalam skor gejala (PFDI dan

PFQI) antara kedua jenis pesarium. Pada studi ini didapatkan pula

pesarium memberikan manfaat pada 60% subjek penelitian. 31 Sebagai

tambahan, pesarium dapat digunakan sebelum pembedahan pada wanita

dengan prolaps yang simomatik.

Komplikasi tersering dari pemasangan pesarium adalah iritasi

dari mukosa vagina yang bersifat hipoestrogen sehingga menimbulkan

duh tubuh, bau busuk, ulserasi atau perdarahan.

Langkah-langkah pemasangan pesarium pada prolaps32

No Langkah

1 Diskusikan mengenai penggunaan pesarium dengan pasien

2 Lakukan pemeriksaan vagina untuk menentukan derajat prolaps

dan estimasi ukuran pesarium

3 Lubrikasi ujung pesarium dan introitus vagina

12
4 Memasukkan pesarium secara perlahan dengan cara menjauhi

uretra

5 Memeriksa ekspulsi pesarium dengan meminta pasien untuk

mengedan atau batuk

6 Apabila tidak terjadi ekspulsi, selipkan jari di antara pesarium dan

dinding vagina untuk memastikan pemasangan tidak terlalu ketat

7 Apabila ukuran pesarium cukup, berikan instruksi pada pasien

untuk mengedan seperti pada saat BAB

8 Minta pasien untuk berjalan selama beberapa menit

9 Apabila tidak ada keluhan, minta pasien datang untuk kontrol 2 minggu

kemudian

10 Apabila pasien mampu untuk mengurus dirinya sendiri berikan

instruksi yang jelas dan minta pasien untuk kembali bila

mengalami rasa nyeri, kesulitan berkemih, atau kesulitan BAB.

11 Periksa kembali setalah 1 bulan apakah terpasang dengan baik

12 Apabila pasien tidak mampu mengurus dirinya sendiri, minta

pasien untuk kontrol 3-6 bulan.

13 Kemudian periksa setiap tahun

 Rehabilitasi Otot Dasar Panggul

 Pada sebuah telaah sistematik disebutkan bahwa latihan dasar

panggul memberikan efek relatif terhadap kualitas hidup pada

wanita yang memiliki prolaps.

13
 Pada telah sistematik sebelumnya disebutkan bahwa tidak ada

bukti yang kuat untuk mendukung pelaksanaan otot dasar

panggul pada tatalaksana konservatif POP.

 Sehingga disimpulkan, latihan dasar panggul tidak mengobati

dan mencegah POP, namun direkomendasikan sebagai terapi

tambahan pada wanita yang memiliki prolaps dan gejala

terkait (inkontinensia urin dan fekal), bersamaan dengan

symtom-directed therapy.

B. Pengobatan Operatif

Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari

beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih

mendapatkan anak atau untuk memperthankan uterus, tingkat prolaps

uteri dan adanya keluhan.

Macam-macam Operasinya :

1. Ventrofiksasi

Pada wanita yang tergolong masih muda dan masih

menginginkan anak dilakukan operasi ini untuk membuat

uterus ventofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum

rotundum atau mengikatkan ligamentum rotundum ke dinding

perut atau dengan cara operasi purandare.

2. Operasi Manchester

Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri dan

penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong dimuka

14
serviks. Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,

partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan.

Bagian yang penting pada operasi ialah penjahitan ligamentum

kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini

ligamentum kardinale diperpendek sehingga uterus akan

terletak dalam posisi anteversifleksi dan turunnya uterus dapat

dicegah.

3. Histerektomi vaginal

Operasi ini tepat dilakukan pada prolaps uteri dalam tingkat

lanjut dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus

diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum

rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo

pelvikum, kemudian operasi akan dilanjukan dengan kolporafi

anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina .

4. Kolplokleisis

Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan

pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksual

tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan

menjahitkan dinding vagina depan dengan dinding vagina

belakang sehngga lume vagina tertutup dan uterus terletak

diatas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak menghilangkan

keluhan stress inkontinensia dan obstipasi serta keluhan

prolaps lainnya.

15
1.10 Pencegahan Prolaps Uteri

 senam Kegel

 Menurunkan BB pd IMT lebih

 hindarkan meneran sebelum pembukaan lengkap betul

 menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede)

 Mengobati yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal

seperti batuk kronik, merokok

 Mencegah mengangkat benda-benda berat

BAB III

KESIMPULAN

Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang

diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan

16
penyokong (fasia), partus berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus

dengan penyulit, merupakan penyebab prolaps uteri dan memperburuk prolaps.

Gejala yang sering muncul adalah perasaan adanya suatu benda yang

mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna. Rasa sakit di panggul dan

pinggang. Biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi

kurang.

Penatalaksanaan pada prolaps uteri yaitu : observasi, konservatif, dan

terapi pembedahan.

Daftar Pustaka

1. Abdool Z, Shek KL, Dietz HP. The effect of levator avulsion on hiatal
dimension and function. YMOB. Jul 01 2009;201(1):89.e81-89.e85.
2. Ahmed F, Sotelo T. Management of pelvic organ prolapse. The
Canadian journal of urology. Dec 2011;18(6):6050-6053.

17
3. Altman D, Forsman M, Falconer C, Lichtenstein P. Genetic Influence on
Stress Urinary Incontinence and Pelvic Organ Prolapse. European
Urology. Oct 2008;54(4):918-923.
4. Barber MD, Chen Z, Lukacz E, et al. Further validation of the short form
versions of the pelvic floor Distress Inventory (PFDI) and pelvic floor
impact questionnaire (PFIQ). Neurourology and Urodynamics. Mar 22
2011;30(4):541-546.
5. Barber MD, Lambers A, Visco AG, Bump RC. Effect of patient position
on clinical evaluation of pelvic organ prolapse. Obstetrics &
Gynecology. Jul 2000;96(1):18-22.
6. Bugge C AEGDRF. Pessaries \(mechanical devices\) for pelvic organ
prolapse in women. Feb 01 2013:1-28.
7. Bulletins--Gynecology ACoP. ACOG Practice Bulletin No. 85: Pelvic
organ prolapse. Obstetrics & Gynecology. Vol 1102007:717-729.
8. Culligan PJ. Nonsurgical Management of Pelvic Organ Prolapse.
Obstetrics & Gynecology. May 2012;119(4):852-860.
9. Dietz HP, Wilson PD. Childbirth and pelvic floor trauma. Best Practice
& Research Clinical Obstetrics & Gynaecology. Dec
2005;19(6):913-924.
10. Dietz HP. Pelvic floor ultrasound in prolapse: what’s in it for the
surgeon? International Urogynecology Journal. Jul 09
2011;22(10):1221-1232.
11. Dietz HP. The aetiology of prolapse. International Urogynecology
Journal. Aug 02 2008;19(10):1323-1329.
12. Ghoniem G, Stanford E, Kenton K, et al. Evaluation and outcome
measures in the treatment of female urinary stress incontinence:
International Urogynecological Association (IUGA) guidelines for
research and clinical practice. International Urogynecology Journal.
Nov 17 2007;19(1):5-33.
13. Glazener C, Elders A, MacArthur C, et al. Childbirth and prolapse: long-
term associations with the symptoms and objective measurement of

18
pelvic organ prolapse. BJOG : an international journal of obstetrics and
gynaecology. Nov 27 2012;120(2):161-168.
14. Goepel C, Kantelhardt EJ, Karbe I, Stoerer S, Dittmer J. Changes of
glycoprotein and collagen immunolocalization in the uterine artery wall
of postmenopausal women with and without pelvic organ prolapse. Acta
histochemica. Jun 01 2011;113(3):375-381.
guideline. Quality in health care : QHC. Dec 2001;10(4):238-244.
15. Gyhagen M, Bullarbo M, Nielsen T, Milsom I. Prevalence and risk
factors for pelvic organ prolapse 20 years after childbirth: a national
cohort study in singleton primiparae after vaginal or caesarean delivery.
BJOG : an international journal of obstetrics and gynaecology. Nov 02
2012;120(2):152-160.
16. Hagen S, Thakar R. Conservative management of pelvic organ prolapse.
Obstetrics, Gynaecology & Reproductive Medicine. Jun 01
2012;22(5):118-122.
17. Hove MCPS-t, Pool-Goudzwaard AL, Eijkemans MJC, Steegers-
Theunissen RPM, Burger CW, Vierhout ME. Symptomatic pelvic organ
prolapse and possible risk factors in a general population. YMOB. Mar
01 2008;200(2):184-185.
18. Kovoor E, Hooper P. Assessment and management of pelvic organ
prolapse. Obstetrics, Gynaecology & Reproductive Medicine. Sep
2008;18(9):241-246.
19. Lemack GE. Editorial Comment on: Genetic Influence on Stress Urinary
Incontinence and Pelvic Organ Prolapse. European Urology. Oct
2008;54(4):923.
20. Lone F, Thakar R, Sultan AH, Stankiewicz A. Prospective evaluation of
change in levator hiatus dimensions using 3D endovaginal ultrasound
before and 1 year after treatment for female pelvic organ prolapse.
International Urogynecology Journal. Sep 28 2012.

19
21. Lowder JL, Ghetti C, Nikolajski C, Oliphant SS, Zyczynski HM. Body
image perceptions in women with pelvic organ prolapse: a qualitative
study. YMOB. Jun 01 2011;204(5):441.e441-441.e445.
22. Lukanovič A, Dražič K. Risk factors for vaginal prolapse after
hysterectomy. International Journal of Gynecology and Obstetrics. Jul
01 2010;110(1):27-30.
23. Model AN, Shek KL, Dietz HP. Levator defects are associated with
prolapse after pelvic floor surgery. European Journal of Obstetrics and
Gynecology. Dec 01 2010;153(2):220-223.
24. Odell K, Morse A. It’s Not All About Birth: Biomechanics Applied to
Pelvic Organ Prolapse Prevention. Journal of Midwifery &
Women's Health. Feb 2008;53(1):28-36.
25. Reid F. Assessment of pelvic organ prolapse. Obstetrics, Gynaecology
& Reproductive Medicine. Jul 01 2011;21(7):190-197.
26. Rycroft-Malone J. Formal consensus: the development of a national
clinical
27. Santoro GA, Wieczorek AP, Dietz HP, et al. State of the art: an integrated
approach to pelvic floor ultrasonography. Ultrasound in Obstetrics
& Gynecology. Apr 23 2011;37(4):381-396.
28. Slieker-ten Hove MCP, Bloembergen H, Vierhout ME, Schoenmaker G.
Distribution of pelvic organ prolapse (POP) in the general population.
International Congress Series. May 2005;1279:383-386.
29. Tsikouras P, Dafopoulos A, Vrachnis N, et al. Uterine prolapse in
pregnancy: risk factors, complications and management. Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. Jul 09 2013:1-6.
30. Tubaro A, Koelbl H, Laterza R, Khullar V, de Nunzio C. Ultrasound
imaging of the pelvic floor: Where are we going? Neurourology and
Urodynamics. Jul 09 2011;30(5):729-734.
31. Vierhout ME. The use of pessaries in vaginal prolapse. European
Journal of Obstetrics and Gynecology. Nov 10 2004;117(1):4-9.

20
32. Walters MD, Ridgeway BM. Surgical treatment of vaginal apex
prolapse. Obstetrics & Gynecology. Mar 2013;121(2 Pt 1):354-374.

21

Anda mungkin juga menyukai