Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2017


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PREEKLAMPSIA BERAT

DISUSUN OLEH:
Anisa Eka Mulya, S.Ked
111 2015 2183

PEMBIMBING:
dr. Hj. Ajardiana Idrus, Sp.OG(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
RSUD HAJI MAKASSAR
2017
Halaman Pengesahan
Yang bertandatangan di bawah ini menyatakn bahwa:

Nama : Anisa Eka Mulya, S.Ked


Stambuk : 111 2015 2183
Judul Laporan Kasus : Preeklampsia Berat

Telah menylesaikan tugas dalam rangka Kepanitraan Klinik pada Bagian Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran UMI

Makassar, Agustus 2017

Mengetahui,
Pembimbing Dokter Muda

dr. Hj. Ajardiana Idrus, Sp.OG (K) Anisa Eka Mulya, S.Ked

2
PENDAHULUAN

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di


Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan
dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara
Asia Tenggara. Meskipun, Millenium Development Goals (MDGs) menargetkan
penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, namun
pada tahun 2012 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia mencatat kenaikan
AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. 1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%).WHO memperkirakan kasus preeklampsia
tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang dari pada di negara maju. 2
AKI berkolerasi dengan angka kematian bayi (AKB). Sebagai upaya
meminimalkan faktor risiko keduanya, para ibu hamil diimbau melakukan
pemeriksaan berkala secara rutin setiap empat bulan sekali selama masa kehamilan
sekaligus pemindaian faktor risiko kelainan atau penyakit yang dapat meningkatkan
risiko kematian saat persalinan.1
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Preeklampsia dapat mengancam nyawa baik ibu
maupun bayinya, sehingga meningkatkan angka kematian dan kecacatan pada ibu.
Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna risiko hipertensi,
penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena pada ibu dengan riwayat
preeklampsia. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan
dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan
prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut
menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. 1, 3
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di
antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada
teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas, namun juga

3
akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah, dan juga persalinan masih
ditangani oleh petugas non medik dan system rujukan yang belum sempurna.
Hipertensi dalam kehamilan juga dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil
sehingga pengetahuan tentang pegelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-
benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di pusat maupun di daerah.1,4

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

4
Nama : Ny. E
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Bontoduri VI No.47
Agama : Kristen
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Masuk RS tanggal : 13 Juni 2017
No. Registrasi : 23.37.22

II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
G1P0A0, Nyeri perut tembus ke belakang.
2. Riwayat penyakit sekarang
G1P0A0,Nyeri perut tembus kebelakang yang dirasakan sejak tadi malam
pukul 01.00 dini hari ±6 jam sebelum masuk RS. Nyeri perut disertai
pelepasan lendir dan darah. Ibu juga tidak merasakan gerakan janin sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit (10 Juni 2017). Kurangnya gerakan janin
sudah dirasakan sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala (-)
penglihatan kabur (-), nyeri ulu hati (-), mual (-) muntah (-), BAB normal,
BAK lancar normal. HPHT : ?.10.2016. TP: ?.07.2017.

3. Riwayat Menstruasi
- Usia Menarche : 13 Tahun
- Siklus Haid : 28-30 hari (tidak teratur)
- Lama Haid : 7 Hari
- Banyak Darah Haid : 2-3 kali ganti pembalut per hari
5
- Dismenorea : tidak ada
4. Riwayat Menikah
Menikah satu kali pada tahun 2016.
5. Riwayat Obstetri
- 2017/Kehamilan sekarang
Pasien tidak pernah memakai alat kontrasepsi
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Asma (-), Diabetes melitus (-), Hipertensi (-). Riwayat
perdarah di tempat lain (-). Riwayat trauma (-), alergi obat dan makanan (-).
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumya (-).
7. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit Asma (-), Diabetes melitus (-), Hipertensi (-). Riwayat
perdarah di tempat lain (-), alergi obat dan makanan (-), riwayat keganasan (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum
- Kesan : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : E4V5M6 (composmentis)
- Keadaan Gizi : TB:159cm, BB:76 kg,IMT:30,06Kg/m2
2. Tanda vital
6
- Tekanan Darah : 190/120mmHg
- Nadi : 80 X/menit, regular, kuat angkat.
- Respirasi : 20 X/menit
- Suhu tubuh : 36,5oC
3. Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
+ + + +

IV. STATUS GINEKOLOGI


Pemeriksaan luar abdomen :
Inspeksi : Abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-
tanda peradangan, bekas operasi (-).
Palpasi : TFU : 26 cm, LP: 87cm.
Situs : Memanjang, Punggung : Kanan
Bagian terbawah janin : Kepala
Bagian terbawah janin belum masuk Pintu Atas Panggul
His 1x10 (10-15”)
DJJ (-) dengan doppler, gerakan janin (-) dirasakan ibu.
TBJ: 2262 gram

Pemeriksaan Dalam Vagina :


Vulva / Vagina : Tak/Tak
Portio : Lunak, Tipis
Pembukaan : 10 cm
Ketuban : (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG

 Gravid tunggal intrauteri


 Letak kepala, spalding sign (+)
 Tidak tampak DJJ & gerakan janin
Kesan : - Gravid tunggal, intrauteri.

7
- KJDR

Gambar 1. Hasil USG


Pemeriksaan Laboratorium
Protein Urin : 25 mg/dl
Hb : 12,8 g/dl
WBC : 17,0 x 103/mm3
PLT : 306 x 103/mm3
VI. RESUME

Wanita G1P0A0 di ruang perawatan RSUD Haji Makassar dengan


keluhan nyeri perut tembus kebelakang yang dirasakan sejak tadi malam
pukul 01.00 dini hari ±6 jam sebelum masuk RS. Nyeri perut disertai
pelepasan lendir dan darah. Ibu juga tidak merasakan gerakan janin sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit (10 Juni 2017). Kurangnya gerakan janin
sudah dirasakan sejak ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit. HPHT
?.09.2016.
Pemeriksaan fisik, keadaan umum sakit sedang, composmentis. Tanda
vital TD : 190/120 mmHg, suhu : 36,5 °c, nadi : 80x/m, pernafasan : 20x/m.
Ekstremitas bawah edema (+). Pemeriksaan Ginekologi: Abdomen tampak
mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda peradangan, bekas operasi (-).

8
Palpasi teraba fundus uteri pertengahan pusat-proc xifoideus, nyeri tekan (-),
His 1x10, DJJ (-). Pemeriksaan dalam vagina, vulva/vagina tidak ada
kelainan, portio lunak tipis, pembukaan 10cm, ketuban (+).
Pemeriksaan penunjang USG, Satu janin intrauteri, Letak kepala,
spalding sign (+).Tidak tampak DJJ & grakan janin, Kesan Gravid tunggal,
intrauteri, KJDR. Pemeriksaan laboratorium protein urine 25 mg/dl.

VII. DIAGNOSA

G1P0A0 Gravid preterm + Inpartu kala II + PEB + KJDR

VIII. PENATALAKSANAAN

- Nifedipin 10mg/12jam/oral

- NaCl piggy bag + drips MgSO4 40% 4gr habis dalam 30 menit,
lanjut

- RL+MgSO4 40% 6 gr 28 tpm

- Pasang kateter urin

- Cefotaxim 1gr/12 jam/IV

- Drips oxytocin 5 IU dalam 500 cc RL 8 tpm

- Observasi ketat tekanan darah

9
IX. FOLLOW UP
Hari/tanggal Subjek (S) ; Objektif (O) ; Assesment Planning (P)
(A)
Selasa, S: 1. IVFD RL + MgSO4
13/06/2017 Tidak ada keluhan, buar air kecil per 40% 6 gr, 28 tpm
(Post partum kateter, buang air besar belum. (taka)
hari ke 0) O: 2. IVFD RL + oksitosin
Tekanan darah : 150/100 mmHg 10 IU, 28 tpm (taki)
Nadi : 80x/ menit 3. Nifedipine 10 mg/12
Pernapasan : 20 x/i jam/oral
Suhu : 36,7oC 4. Cefotaxim 1 gr/ IV/
Anemis (-), Asi +/+, TFU: 1 jari 12 jam
dibawah pusat, Lochia: Rubra
A: Observasi Tekanan Darah,
Post Partum hari ke 0 + KJDR + PEB jika TD masih tinggi inj.
Furosemide 1 amp, 1 kali
pemberian.

10
Rabu, S: 1. IVFD RL + MgSO4
14/06/2017 Nyeri pada payudara, buang air kecil per 40% 6 gr, 28 tpm
(Post partum kateter, buang air besar belum. 2. Aff infus RL+
hari ke 1) O: Okitosin
Tekanan darah : 150/90 mmHg 3. Nifedipine 10 mg/12
Nadi : 80x/ menit jam/ oral
Pernapasan : 20 x/i 4. Paracetamol 3x500
Suhu : 37,8oC mg
Anemis (-), Asi: -/-, TFU: 2 jari dibawah 5. Cefadroxyl 2x500 mg
pusat, Lochia: Rubra
A:
Post Partum hari ke I + KJDR + PEB
Kamis, S: 1. Nifedipine 10mg/12
15/06/2017 Nyeri pada payudara, buar air kecil per jam/oral
(Post partum kateter, buang air besar belum. 2. Paracetamol 3x500mg
hari ke 2) O: 3. Cefadroxyl 2x500mg
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Pernapasan : 20 x/i Aff infus
Suhu : 37,5oC Aff kateter
Anemis (-), Asi: -/-, TFU: 2 jari dibawah
pusat, Lochia: Rubra
A:
Post Partum hari ke II + KJDR + PEB

X. PROGNOSIS
- ad vitam : dubia ad bonam
- ad sanationam : dubia ad bonam
- ad functionam : dubia ad malam

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-
kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi
endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan >20 minggu. Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90
mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali
selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24 jam
atau sama dengan ≥1+ dipstick. Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new
onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi
definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari
preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria. Sedangkan,
untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak

12
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal. Abnormalitas-abnormalitas yang
muncul biasanya menghilang sebelum minggu ke-enam post partum.1,3

B. Epidemiologi
Prevalensi preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di negara
berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3%.Kecenderungan yang ada dalam dua dekade
terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan yang nyata terhadap insiden
preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan
perkembangan temuan antibiotik.1
Wanita muda dan nullipara lebih rentan mengalami preeklampsia, sedangkan
wanita yang lebih tua mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk hipertensi kronik dan
superimposed preeklampsia. Insidensi preeklampsia juga dipengarui oleh ras dan
etnis serta predisposisi genetik. Penelitian yang dilakukan pada 2400 nullipara oleh
Maternal-Fetal Medicine Units Network menemukan bahwa insidensi preeklampsia
sekitar 5% pada wanita kulit putih, 9% pada Hispanic, dan 11% pada wanitaa Afrika-
Amerika.4

C. Etiologi
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya preeklampsia antara lain:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta4, 5
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata
memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium dan
menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.

13
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang meniimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah
ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling
arteri spiralis”.
Pada preeklampsia, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada kehamilan normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil
normal, vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran
darah ke utero plasenta.

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel4, 5


 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Salah
satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta yang iskemia adalah radikal

14
hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan mengubah asam lemak tidak
jenuh yang banyak ditemukan pada membran sel menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan
merusak nukleus dan protein sel endotel.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida
lemak sebagai oksida/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
 Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini
disebut “disfungsi endotel”. Pada waktu disfungsi sel endotel, maka akan
terjadi :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) : suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yyang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini untuk menutup tempat-
tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin
lebih tinggi dari kadar tromboksan. Pada preeklampsia, kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokontriksi yang menyebabkan terjadi kenaikan tekanan darah.

15
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerulus
endotheliosis)
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, terbukti dengan fakta sebagai berikut :
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
dengan suami yang sebelumnya
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons
imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-
G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural
Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi
untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping
untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta pada kehamilan dengan
preeklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan
gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.3-5

4. Teori adaptasi kardiovaskular

16
Pada hamil normal pembuluh darah tidak peka (refrakter) terhadap bahan-
bahan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan dengan
daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada
hipertensi dalam kehamilan, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai
prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.5
5. Teori genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Wanita dengan ibu
preeklampsia mempunyai risiko 20-40% untuk terkena preeklampsia, 11-37%
untuk wanita dengan saudara perempuan yang preeklampsia dan 22-47%
untuk saudara kembar.4, 5
6. Teori defisiensi gizi (teori diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang
pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada
preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana
serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut,

17
dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai
konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh
dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa
penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif
pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi
kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes dengan metode uji
klinik, ganda tersama, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi
suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14%
sedang yang diberi glukosa 17%.4, 5
7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal jumlah debris trofoblas masih dalam
batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada
preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris
apoptosis dan nektrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas.5

D. Faktor Resiko

18
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara
lain :3, 5,7
1. Primigravida
Insidensi preeklampsia berkisar antara 3%-&% pada nullipara yang sehat dan
1% pada multipara.
2. Primipaternitas
3. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar
4. Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
5. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
Risiko preeklampsia meningkat 2-5 kali pada wanita hamil dengan riwayat
ibu yang pernah eklampsia.
6. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
7. Obesitas
8. Penyakit tiroid

E. Patofisiologi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penanganan definitif untuk
preeklampsia adalah dengan melahirkan plasenta. Selain itu pada wanita dengan
kehamilan mola, dimana plasenta berkembang tanpa adanya fetus, umumnya
mengalami preeklampsia berat. Oleh karena itu, plasenta dianggap memiliki peran
utama dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Patogenesis terjadinya
preeklampsia bisa dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah asimptomatis,
yang ditandai oleh adanya perkembangan plasenta yang abnormal selama trimester
pertama mengakibatkan insufisiensi plasenta dan pelepasan material-material plasenta
dalam jumlah yang banyak ke dalam sirkulasi ibu. Tahap kedua, yang merupakan
tahap simptomatis, ditandai oleh adanya gejala klinis berupa hipertensi, gangguan
ginjal, dan proteinuria dan menjadi resiko timbulnya HELLP syndrome (hemolysis,
elevated liver function enzymes and low platelets), eklampsia, dan kerusakan organ
lainnya.4, 8, 9

19
Gambar 1: Patogenesis maternal syndrome pada preeklampsia9

Tahap 1 : Abnormalitas Plasentasi


Pemeriksaan patologi pada plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia
umumnya memperlihatkan adanya infark pada plasenta dan penyempitan akibat
sklerosis pada arteri dan arteriol, yang ditandai dengan berkurangnya invasi
endovaskular oleh cytotrophoblast dan inadequate remodelling pada arteriol uterina
spiralis. Konstriksi mekanik pada arteri uterina mengakibatkan hipertensi, proteinuria,
dan pada beberapa kasus, glomerular endotheliosis, mendukung peran iskemik
plasenta dalam patogenesis preeklampsia. Plasentasi pada mamalia memerlukan
angiogenesis yang hebat untuk membentuk sirkulasi yang mampu menyuplai oksigen
dan nutrisi ke janin. Diyakini bahwa angiogenesis pada placenta tidak terjadi secara
sempurna pada preeklampsia.8
Pada trimester pertama kehamilan normal, vili cytotrofoblast akan menginvasi
ke segmen desidua pada arteri spiralis ibu, menggantikan endotel dan merusak

20
jaringan otot pada dinding arteri. Dinding arteri diganti menjadi fibrioid material.
Selama trimester kedua, trofoblas akan invasi semakin jauh ke dalam lumen arteri
spiralis di bagian miometrium yang lebih dalam. Endotel dan arsitektur
muskuloelastik pada arteri spiralis akan dihancurkan menyebabkan pembuluh darah
menjadi dilatasi dan berdinding tipis yang memungkinkan terjadi peningkatan aliran
darah uteroplasental selama kehamilan.3, 6
Pada preeklampsia, proses diferensiasi ini tidak berjalan dengan baik. Pada
wanita dengan preeklampsia, invasi trofoblast tidak terjadi secara sempurna.
Akibatnya, arteri spiralis tidak mengalami remodelling namun tetap mempertahankan
arsitektur muskuloelastiknya dan kemampuannya untuk berespon terhadap
vasokontriktor endogen. 3, 6
Kerusakan endotel pada preeklampsia mengakibatkan menurunnya produksi
prostaglandin I2(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat dan inhibitor agregasi
platelet yang dihasilkan oleh endotel. Kerusakan sel endotel dapat mengakibatkan
terjadinya agregasi platelet dan pelepasan tromboksan A2 yang merupakan
vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet. Kadar tromboksan yang tinggi
mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi dan hipertensi.4, 6
Tahap 2 : Maternal Syndrome
Plasentasi yang abnormal akibat gagalnya remodeling arteriol uterina spiralis
dan juga stress oksidatif diyakini merupakan penyebab dilepaskannya substansi-
substansi seperti radikal bebas, lipid oksida, dan sitokin-sitokin yang kemudian akan
memasuki sirkulasi ibu. Subtansi-substansi inilah yang dapat merusak atau mengubah
fungsi sel endotel maternal dan mengakibatkan munculnya tanda dan gejala klinis
pada preeklampsia. Manifestasi klinis ini biasanya muncul setelah usia kehamilan 20
minggu.6, 8

21
Gambar 2 : Invasi trofoblast yang tidak sepurna pada preeklampsia 4

Peningkatan tekanan intravascular akibat vasokonstriksi disertai dengan


kerusakan endotel vaskular mengakibatkan cairan berpindah dari intravaskular ke
ekstravaskular mengakibatkan terjadinya edema di otak, retina, paru-paru, hati dan
jaringan subkutan. Hipertensi dan kerusakan endotel glomerulus mengakibatkan
terjadinya proteinuria. Proteinuria mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan
koloid onkotik yang akan memperberat kehilangan cairan intravaskular.
Hemokonsentrasi ditandai dengan peningkatan hematokrit. Aktivasi platelet dan
kaskade koagulasi pada lokasi kerusakan sel endotel dapat mengakibatkan terjadinya
trombositopenia dan DIC. Soluble fibrin monomers yang diproduksi oleh kaskade
koagulasi dapat menjadi presipitat di mikrovaskular, menyebabkankan terjadinya
hemolisis mikroangiopathy dan peningkatan laktat dehidrogenase di serum. Edema
cerebral, vasokonstriksi dan kerusakan endotel vaskular di otak dapat menyebabkan
hiperrefleks, klonus, kejang atau perdarahan. Edemadan atau iskemik di hepar dapat
menyebabkan kerusakan hepatoseluler dan peningkatan serum transaminase dan
kadar laktat dehidrogenase. Nyeri perut di kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium
yang ditemukan pada preeklampsia berat dapat diakibatkan oleh peregangan kapsula
Glissoni akibat edema atau perdarahan di hepar. Keluarnya cairan intravaskular akibat
kerusakan endotel di paru dapat mengakibatkan terjadinya edema paru. Di retina,
vasokontriksi dan atau edema dapat mengakibatkan gangguan visual, ablasio retina

22
atau kebutaan. Perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke jaringa subkutan
menyebabkan edema non dependen pada preeklampsia. 4, 6

F. Diagnosis
1) Anamnesis3, 5
a. Nyeri kepala, tinitus dan gangguan penglihatan merupakan tanda dari
edema cerebral.
b. Nyeri epigastrium
c. Sesak napas akibat gagal jantung

2) Pemeriksaan fisik
a. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90
mmHg.Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali
2, 3, 5
selang 4 jam pada lengan yang sama. Hipertensi dianggap ringan
sampai tekanan diastolik atau sistolik mencapai atau melewati 110 mmHg
dan 160 mmHg. Walaupun pengukuran tekanan darah dilakukan dalam
interval 4 jam, namun pada kasus hipertensi berat, interval pengukuran
bisa lebih dipersingkat (bisa dilakukan dalam beberapa menit kemudian)
untuk memppercepat pemberian anti hipertensi.7
Cara pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan adalah : 1, 2, 9
i. Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang.
ii. Tekanan darah diukur dalam posisi duduk dengan lengan yang
diangkat sejajar dengan jantung.
iii. Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, yang
sudah tervalidasi untuk digunakan pada pasien preeklampsia
iv. Gunakan ukuran manset yang sesuai dengan ukuran lengan
v. Gunakan bunyi korotkoff V pada pengukuran tekanan darah
diastolik.
vi. Jika tekanan darah lebih tinggi secara konsisten pada salah satu
lengan, maka tekanan darah yang tertinggi digunakan sebagai ukuran
tekanan darah
b. Oligouria
c. Edema tungkai 3, 5

23
3) Pemeriksaan penunjang
a. Proteinuria
Proteinuria adalah adanya ≥300mg protein dalam urin selama 24 jam
atau tes urin dipstik >1+.1, 5Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria.
Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada
beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Pemeriksaan kadar protein
kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan
positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam.Pemeriksaan tes urin dipstik
memiliki angka positif palsu yang tinggi, dengan tingkat positif palsu 67-
83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan
pembersih, dan urin yang bersifat basa. 1
b. Janin perlu diperiksa dengan menggunakan elektrocardiotocography
c. Tes laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, platelet, dan laktat
dehidrogenase. Pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase, dan alanin
transaminase.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/diatas
usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan
adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
ditemukaannya salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia. 1
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.1, 4, 7

24
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Preeklampsia 1, 7

Kriteria Minimal Preeklampsia

- Hipertensi : tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik


atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama, dan
- Protein urin: protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes
urin dipstik > positif 1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:

- Trombositopeni: trombosit < 100.000 / mikroliter


- Gangguan ginjal: kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan Liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen
- Edema paru
- Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)

25
Kriteria Preeklampsia berat

Diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika didapatkan salah satu


kondisi klinis dibawah ini :

- Hipertensi :Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg


sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
- Trombositopeni: trombosit < 100.000 / mikroliter
- Gangguan ginjal: kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya
pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
- Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen
- Edema paru
- Gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
- Gangguan sirkulasi uteroplasenta: oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)

G. Penatalaksanaan
Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia
Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadi kejang/eklampsia
atau kejang berulang.1, 9

26
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu
mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari
otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain
sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan
tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-
metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Penggunaan magnesium sulfat
berhubungan dengan efek samping sepertirasa hangat, flushing, nausea atau
muntah, kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari lokasi injeksi1, 2.
Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia. Guideline RCOG
merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5 – 10 menit,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post partum atau
setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan
pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks patella,
frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan
magnesium sulfat. Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak
direkomendasikan. Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila
terjadi kejang berulang.1, 2Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan
untuk diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak
didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat).1
Pemberian magnesium sulfat dihentikan jika refleks patella hilang dan
respiratory rate<12 kali/menit. Antidote yang diberikan adalah 10ml kalsium
glukonas 10% yang diberikan secara intravena pelan. 2

Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat


Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk
keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.Meskipun
demikian, penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap tidak lebih dari

27
25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah terjadinya
penurunan alirandarah uteroplasenter.1
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat,
atau tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg. 1 Pemberian
antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral, hidralazine dan labetalol.1, 9
Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa,
labetalol. MgSO4 tidak direkomendasikan sebagai anti hipertensi. ACE inhibitor
dan ARB tidak digunakan sebagai anti hipertensi pada preeklampsia. 9 Untuk
wanita tanpa kondisi komorbid, terapi antihipertensi digunakan untuk mencapai
tekanan darah sistolik 130-155 mmHg dan diastolik 80-105 mmHg pada wanita
tanpa kondisi komorbid dan tekanan sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 80-89
mmHg untuk wanita dengan kondisi komorbid. 2, 9
a. Calcium channel blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian CCB
dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya
minimal. Pemberian CCB dapat memberikan efek samping maternal,
diantaranyatakikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai
akibat efek lokal mikrovaskular sertaretensi cairan. Nifedipin merupakan
salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak dekade
terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolitik) dan sebagai
antihipertensi. Penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah
lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah
awal pemberian. Nifedipin juga berperan sebagai vasodilator arteriolar
ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik dan meningkatkan
produksi urin. Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul
oral, diulang tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg.
Penggunaan berlebihan CCBdilaporkan dapat menyebabkan hipoksia
janin dan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif setelah
28
pemberian calcium channel blocker.1, 2 Nifedipine tidak dapat diberikan
secara sublingual karena dapat menurunkan tekanan darah secara drastis
yang mengakibatkan terjadinya fetal distress.2
b. Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, terutama jika digunakan untuk jangka waktu yang
lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama,
sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi
lainnya tidak efektif.
c. Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis karena mempunyai safety margin yang
luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan
menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi,
cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek
samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi,
hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal
dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam
sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan
metildopa adalah intravena 250-500 mg tiap 6 jam sampai maksimum 1 g
tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat melalui plasenta pada
jumlah tertentu dan disekresikan di ASI.1, 2

29
Gambar 2 : Manajemen Ekspetatif Preeklampsia 1

30
Gambar 3 : Manajemen preeklampsia dengan gejala berat 1

31
Persalinan

Penanganan yang terbaik untuk preeklampsia adalah segera melakukan


terminasi kehamilan. Namun, pada beberapa kondisi, hal ini kadang bukan
merupakan penanganan yang terbaik untuk janin. Pada kasus prematuritas
yang ekstrim, fetus akan lebih mendapat banyak keuntungan jika dilakukan
perawatan ekspektatif yang dimana dapat dilakukan pemberian kortikosteroid
untuk mempercepat pematangan paru. Keputusan untuk segera melakukan
terminasi kehamilan atau manajemen ekspetatif dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa faktor seperti maturitas janin, kondisi janin dan
ibu dan kematangan serviks.6
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan evaluasi
maternal dan janin yang lebih ketat. Perawatan poliklinis secara ketat dapat
dilakukan pada kasus preeklampsia tanpa gejala berat.Evaluasi ketat yang
dilakukan adalah:
 Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
 Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu di poliklinik
 Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
 Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
 Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan dopplervelocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.1
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan <34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin
yang stabil. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang
adekuat dengan tersedianya perawatan intensif bagi maternal dan neonatal.
Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif pada preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan

32
paru janin. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk
melakukan rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.1Untuk wanita
dengan usia kehamilan ≥37 minggu, persalinan harus segera dilakukan. 9
Pemberian kortikosteroid antenatal harus dipertimbangkan untuk
semua pasien preeklampsia dengan usia kehamilan <34 minggu untuk
pematangan paru. 1
Pada usia kehamilan <34 minggu, tingkat kegagalan induksi persalinan
tinggi sehingga perlu dipertimbangkan sectio caesarean. Setelah usia
kehamilan >34 minggu, persalinan pervaginam dipertimbangkan jika
presentasi kepala didapatkan.2Jika persalinan dilakukan secara pervaginam
namun kondisi serviks belum matang, maka pemberian agen pematangan
serviks harus dilakukan untuk memperbesar tingkat keberhasilan persalinan
pervaginam. Terapi anti hipertensi harus terus diberikan selama persalinan
untuk menjaga agar tekanan darah sistolik <160 mmHg dan diastolik < 110
mmHg. 9

Tabel 2 : Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat1

Kondisi maternal Kondisi janin

 Hipertensi berat yangtidak  Usia kehamilan 34 minggu


 Pertumbuhan janin terhambat
terkontrol
 Gejala preeklampsia berat yang  Oligohidramnion persisten
 Profil biofisik <4
tidak berkurang (nyeri kepala,  Deselerasi variabel dan lambat
pandangan kabur, dsb) pada NST

33
 Penurunan fungsi ginjal progresif  Doppler a. Umbilikalis :
 Trombositopenia persisten atau reversed end diastolic flow
HELLP syndrome  Kematian janin
 Edema paru
 Eklampsia
 Solusio plasenta
 Persalinan atau ketuban pecah

H. Pencegahan
Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap wanita
hamil sejak awal kehamilannya. Pemeriksaan skrining preeklampsia selain
menggunakan riwayat medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG
Doppler Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin, sampai
metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran kehamilan.1
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan di awal kehamilan seperti pemeriksaan
biologis, biokimiawi dan marker biofisik telah dikemukakan untuk memprediksi
kejadian preeklampsia.4

1. Roll-over test
Tes ini digunakan untuk menilai peningkatan tekanan darah sebagai respon
terhadap suatu stimulus. Roll-over test mengukur respon hipertensi pada
wanita yang berbaring pada posisi lateral dekubitus kiri dan kemudian
berputar pada posisi supine. Peningkatan tekanan darah menandakan tes
positif.4
2. Doppler Arteri Uterina
Ultrasound doppler merupakan suatu metode non-invasif untuk menilai
sirkulasi uteroplasenta. Perfusi plasenta yang abnormal, yang ditandai dengan
peningkatan Pulsatily Index arteri uterina, berhubungan dengan terjadinya
preeklampsia.10
3. Tekanan darah
Pada preeklampsia, hipertensi terjadi akibat vasokonstriksi dan
berkurangnya komplians pembuluh darah perifer. Hipertensi merupakan tanda

34
yang penting pada preeklampsia karena merupakan indikasi awal penyakit ini.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memantau tekanan darah pada
kunjungan ante natal. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan
bahwa mean arterial pressure lebih baik dalam memprediksi preeklampsia
dibandingkan dengan tekanan darah sistolik dan diastolik.
Istirahat di rumah tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer
preeklampsia. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran
pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).
Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya selama
kehamilan tidak direkomendasikan.1, 9
Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada wanita
dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Penggunaan aspirin dosis
rendah (75 – 100 mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi preeklampsia
pada wanita dengan risiko tinggi. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari
direkomendasikan terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang
rendah.1, 9

I. Komplikasi
Preeklampsia dapat membahayakan nyawa baik ibu dan janinnya,
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas janin dan ibu. Pada ibu,
preeklampsia dapat menyebabkan premature cardiovascular disease, seperti
hipertensi kronik, penyakit jantung iskemik, dan stroke di kemudian hari.
Sementara itu, anak yang lahir dari kehamilan dengan preeklampsia dan
berukuran relatif kecil saat lahir, mempunyai risiko stroke, penyakit jantung
koroner, dan sindrom metabolik saat dewasa nanti.3
Eklampsia merupakan komplikasi neurologis utama pada preeklampsia,
didefinisikan sebagai episode konvulsif atau perubahan kesadaran yang terjadi
pada kondisi preeklampsia dan tidak disebabkan oleh kondisi neurologis
sebelumnya.3

35
36
BAB III
ANALISIS KASUS

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya


perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.
Dikatakan preeklampsia berat jika tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg
sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Umumnya dari anamnesis
tidak didapatkan keluhan-keluhan yang spesifik mengarahkan ke diagnosis
preeklampsia. Menegakkan diagnosis preeklampsia berdasarkan pengukuran tekanan
darah pasien dan protein urin dari hasil pemeriksaan laboratorium.
Pada pasien ini, setelah diukur tekanan darah pasien yaitu 190/120 mmHg dan
dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil protein urin yaitu
25mg/dl. Sehingga pasien di diagnosis preeklampsia berat. Faktor resiko terjadinya
preeklampsia pada pasien ini yang paling memungkinkan adalah kehamilan pertama
(primigravida). Hal ini sesuai dengan teori intoleransi imunologik antara ibu dan
janin yang mengatakan bahwa hasil konsepsi yang memapar ibu untuk pertama kali
cenderung menimbulkan reaksi penolakan dari ibu sehingga meningkatkan resiko
terjadinya preeklampsia. Faktor resiko lain yang mungkin terjadi dari pasien ini yaitu
obesitas.
Selain itu pada pasien ini juga terjadi kematian janin dalam rahim yang bisa
merupakan salah satu komplikasi preeklampsia pada janin. Yang dapat diketahui dari
pemeriksaan fisis yaitu tidak terdengarnya denyut jantung janin dan dari hasil USG
didapatkan spalding sign yang merupakan tanda dari kematian janin. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya kematian janin dalam rahim, sangat diperlukan
otopsi bayi dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan darah lengkap
37
bayi, sitologi genetik, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik janin dan plasenta,
cairan amnion, pemeriksaan golongan darah rhesus dan imunologis, namun pada
kasus ini diduga kematian janinnya akibat dari komplikasi preeklampsia.
Pada preeklampsi terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat
menurunnya aliran darah ke plasenta. Menurunnya aliran darah ke plasenta inilah
yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang singkat akan
menyebabkan terjadinya kegawatdaruratan janin sampai kematian janin karena
kekurangan oksigenasi.
Jadi dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien ini adalah G1P0A0 Gravid
preterm + Inpartu kala II + PEB + KJDR melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Penatalaksanaan dari pasien ini adalah
segera terminasi kehamilan setelah diagnosis pasti.

DAFTAR PUSTAKA

1. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran : Diagnosis dan Tatalaksana


Pre-eklampsia. Jakarta: POGI; 2016.
2. Institute of Obstetricians and Gynaecologists. The diagnosis and management
of preeklampsia dan eklampsia. Irlandia: RCPI; 2013.

38
3. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O. Pre-eclampsia : pathophysiology, diagnosis
and management. Vascular Health and Risk Management 2011(7):467-474.
4. Cunningham FG, J.Leveno K, Bloom SL. Williams Obstetrics. 24 ed.
California: McGraw-Hill Education; 2014.
5. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.
6. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM. Current Diagnosis and Treament in
Obstetrics and Gynecology. California: McGraw-Hill Companies; 2006.
7. Hladunewich M, Karumanchi SA, Lafayette R. Pathophysiology of the
Clinical Manifestations of Preeclampsia. Cllin J Am Soc Nephrol 2007;2:543-
549.
8. Magee LA. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive
Disordes of Pregnancy. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada
2008;30(3):1-38.
9. Poon LC, Nicolaides KH. Early prediction of preeclampsia. Obstetric and
Gynaecology International 2014:1-11.

39

Anda mungkin juga menyukai