Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai adhesive capsulitis,


merupakan suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu
jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku
dan terjadi keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis.
Pergerakan bahu menjadi sangat terbatas. Nyerinya biasanya terus-menerus,
bertambah parah pada malam hari, atau saat udara menjadi lebih dingin, dan akibat
keterbatasan pergerakan sehingga membuat melakukan kegiatan sehari-hari
menjadi sulit.6
Kondisi ini, dimana penyebabnya masih belum diketahui, dapat berlangsung
selama lima bulan hingga tiga tahun, dan pada beberapa kasus diduga disebabkan
oleh suatu trauma atau luka pada daerah tersebut. Diduga proses otoimun berperan,
yaitu tubuh menyerang jaringan sehat yang terdapat pada kapsul. Adanya
kekurangan cairan pada sendi juga menyebabkan keterbatasan gerak.
Selain kesulitan dalam melakukan tugas sehari-sehari, pasien dengan adhesive
capsulitis terkadang mengalami gangguan tidur akibat nyeri yang bertambah pada
malam hari. Kondisi ini dapat berlanjut menyebabkan depresi serta nyeri pada
leher dan punggung. Pengobatan mungkin menyakitkan dan berat dan terdiri dari
terapi fisik, pengobatan, terapi pijat, hydrodilatation atau operasi. Seorang dokter
juga dapat melakukan manipulasi di bawah anestesi, yang membuka perlekatan dan
jaringan parut pada sendi untuk membantu memulihkan gerak sendi. Nyeri dapata
diatasi dengan analgesic dan NSAID. Kondisi ini sering kalo merupakan penyakit
self-limiting, dapat sembuh tanpa operasi tapi memerlukan waktu hingga dua
tahun. Sebagian besar penderita penyakit ini dapat mengembalika 90% dari
kemampuan gerak sendi bahu. Pasien dengan frozen shoulder dapat mengalami
kesulitan bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari untuk beberapa waktu.2,3

BAB II

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah suatu kelainan di mana terjadi
inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral,
sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan gerak dan nyeri yang
kronis.6

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula, dan
humerus. Beberapa sendi pada bahu yaitu glenohumeral, skapulothorakal,
sternoclavicular, akromioclavicular, suprahumeral, costosternal, dan costovertebral.
Terdapat dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu yaitu sendi
akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang berbentuk ball-
and-socket yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang luas. Struktur-struktur
yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff. Tulang-tulang pada bahu
disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Tendon dan ligament membantu
memberi kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian dari rotator
cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m.
subscapularis.2,

Otot-otot pada
rotator cuff sangat
penting pada
pergerakan bahu
dan menjaga
stabilitas sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan menyambung ke
humerus membuat seperti cuff atau manset pada sendi bahu. Manset ini menjaga

2
caput humeri di dalam fossa glenoid yang dangkal. Otot-otot pada rotator cuff
menjada ball dalam socket pada sendi glenohumeral dan memberikan
mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder. Terdapat dua bursa untuk memberi
bantalan dan melingungi dari akromion dan memungkinkan gerakan sendi yang
lancar.
Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral,
sebuah istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression),
untuk memungkinkan otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan.
Dengan kata lain, rotator cuff, caput humerus akan naik sampai sebagian keluar
dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot deltoid.7,8

2.3 Epidemiologi
Nyeri pada bahu merupakan penyebab kelainan muskuloskletal tersering
ketiga setelah nyeri punggung bawah dan nyeri leher. Prevalensi dari frozen
shoulder pada populasi umum dilaporkan sekitar 2%, dengan prevalensi 11% pada
penderita diabetes.
Frozen shoulder dapat mengenai kedua bahu, baik secara bersamaan atau
berurutan, pada sebanyak 16% pasien. Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih
sering pada pasien dengan diabetes dari pada yang tidak. Pda 14% pasien, saat
frozen shoulder masih terjadi pada suatu bahu, bahu kontralateral juga terpengaruh.
Frozen shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun onset penyakit.
Suatu relapse frozen shoulder pada bahu yang sama jarang terjadi.1

2.4 Etiologi
Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat kondisi
yang menyebabkan sendi tidak dapat digunakan. Idiopatic frozen shoulder sering
terjadi pada dekade ke empat atau ke enam.10
Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar collum
dan caput humeri, stroke paralitic adalah factor predisposisi yang sering
menyebabkan terjadinya frozen shoulder. Penyebab tersering adalah rotator cuff
tendinopati dengan sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai
frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak menjalani
fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama juga dapat
menyebabkan frozen shoulder.

3
Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma atau
operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi
pada sepertiga kasus pergerkannya yang terbatas dapat terjadi pada kedua lengan.
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai
frozen shoulder, teori tersebut adalah :4
a. Teori hormonal.
Pada umumnya Capsulitis adhesive terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari Capsulitis adhesive,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada
saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

2.5 Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap
nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini
sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif
atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak tahan dengan nyeri
yang ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang imobil
akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama dengan
vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein, edema, eksudasi,
dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara lapisan
bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon
subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.7
Penyebab frozen shoulder mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul yang
berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat ruangan
untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak terjadi nyeri.

4
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah fibrosis
yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik ditemukan
proliferasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi miofibroblas
sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang berantakan yang
menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan synovial pada sendi bahu
juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan
penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi.
Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain
sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang
disebut frozen shoulder.
Terdapat pula pendapat yang menyatakan adanya proses perrubahan vaskuler
pada frozen shoulder.5,7

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi dalam
tiga fase, nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini biasanya
berjalan selama 1 hingga 3 tahun.4
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing stage, fase ini
diawali dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur
dengan posisi miring dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien
akan sering mengeluhkan nyeri pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan
meminta bantuan medis pada fase ini, karena dianggap nyeri akan hilang dengan
sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi nyeri dengan analgesic. Tidak ada
trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama kali dia tidak bisa
melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase ini
dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau frozen fase. Pada fase ini pergerakan bahu
menjadi sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk
melalukan kegiatan sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi
interna dan externa serta mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau
mengambil sesuatu yang tinggi. Saat in pasien biasanya mempunyai keluahan
spesifik seperti tidak bisa menggaruk punggung, atau mengambil sesuatu dari rak
yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3 bulan hingga 1 tahun.

5
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing fase. Pada fase ini pasien mulai
bisa menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk
melakukan aktivitas akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik
secara gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi
mungkin kurang dari 90 derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal
dan eksternal dapat berkurang sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula
restriksi pada rotasi eksternal.
Pada prinsipnya diagnosa frozen shoulder ditegakan berdasarkan manifestasi
klinis. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologis hanya dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Pemeriksaan laboratorium
kadang dilakukan karena sering pada penderita fronzen shoulder merupakan
penderita diabetes yang tidak diketahui.2,9
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu :3
a. Pain ( freezing )
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu
menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10 -36
minggu.
b. Stiffness ( frozen )
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang
nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan
gerak skapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.

c. Recovery (thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada sinovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir
selama 6-24 bulan atau lebih.

2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada penderita didapatkan keluhan nyeri hebat dan atau keterbatasan lingkup
gerak sendi (LGS). Penderita tidak bisa menyisir rambut, memakai baju, menggosok
punggung waktu mandi, atau mengambil sesuatu dari saku belakang. Keluhan lain
pada dasarnya berupa gerakan abduksi-eksternal rotasi, abduksi-internal rotasi,
maupun keluhan keterbatasan gerak lainnya.7
Tidak semua bahu yang kaku atau nyeri adalah frozen shoulder, dan memang

6
ada beberapa kontroversi mengenai penyakit untuk mendiagnosis 'frozen shoulder'
(Zuckerman et al., 1994). Kekakuan terjadi dalam berbagai kondisi artritis, rematik,
pasca trauma dan pasca operatif. Diagnosis frozen shoulder bersifat klinis,
bergantung pada dua ciri khas: (1) pembatasan gerakan yang menimbulkan rasa sakit
dengan sinar-x normal; dan (2) perkembangan alami melalui tiga fase. Saat pasien
pertama kali terlihat, sejumlah kondisi harus dikecualikan:
- Infeksi Pada penderita diabetes, sangat penting untuk menyingkirkan infeksi.
Selama satu atau dua hari pertama, tanda-tanda peradangan mungkin tidak ada.
- Kekakuan pasca trauma Setelah cedera bahu parah, kekakuan bisa berlanjut
selama beberapa bulan. Ini maksimal pada awal dan sedikit demi sedikit
berkurang, tidak seperti pola bahu yang membeku.
- Kekakuan bersifat diffuse, jika lengan dirawat terlalu hati-hati (setelah fraktur
lengan) bahu bias menjadi kaku
- Distrofi simpatik refleks Bahu nyeri dan kaku bisa mengikuti infark miokard
atau stroke. Cirinya mirip dengan frozen shoulder dan telah disarankan bahwa
yang terakhir adalah bentuk distrofi simpatik refleks. Pada kasus yang parah,
seluruh anggota tubuh bagian atas terlibat, dengan perubahan trofik dan
vasomotor di tangan (the shoulder hand syndrome).(11)

2. Pemeriksaan Fisik
Capsulitis adhesive merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan
aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher lengan atas dan
punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan aktif
terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi
kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Tes appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup
gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala (gambar 1). Pada
Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat
bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif,
maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan.
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus rotatorcuff. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya. 7

7
Gambar 1: Tes Appley scracth

3. Pemeriksaan Penunjang
Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu penyakit juga
dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penujang dilakukan sesuai
dengan masing-masing penyakit. Pada Capsulitis adhesive pemeriksaan penunjang
yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi (x-ray untuk menyingkirkan arthritis,
tumor, dan deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI atau arthrogram (dilakukan bila
tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu), dan pemeriksaan ultrasound.6

2.7 Penatalaksanaan
Konservatif
Pengobatan konservatif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
kekakuan lebih lanjut saat pemulihan. Hal ini penting tidak hanya untuk
memberikan obat analgesik dan antiinflamasi tetapi juga untuk meyakinkan pasien
bahwa sedang terjadi proses pemulihan.(11)
Manipulasi dengan anestesi umum dapat memperbaiki rentang pergerakan.
Bahu digerakkan dengan lembut tapi kuat ke external rotation, lalu abduksi dan
fleksi. Perhatian khusus sangat dibutuhkan pada pasien osteoporotik karena ada
risiko fraktur collum humerus. Pada akhirnya, sendi disuntik dengan
methylprednisolone dan lignocaine. Metode pengobatan konservatif adalah dengan
menggeser sendi dengan menyuntikkan saline steril dalam jumlah volume besar (50-
200 mL). Artroskopi telah menunjukkan bahwa baik manipulasi dan distensi
mencapai efeknya dengan menghancurkan kapsul.
8
Hasil pengobatan konservatif sangat efektif, kebanyakan pasien akhirnya
mendapatkan fungsi sendi kembali yang tidak nyeri.

Penanganan Operasi
Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi.
Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.5,10
Indikasi utama tindakan operasi adalah adanya keterbatasan gerakan yang
gagal dilakukan dengan penanganan koservatif. Pelepasan kapsul dengan tindakan
arthroskopi semakin banyak digunakan. Teknink baru memungkinkan untuk
melepaskan intra-articular, subacromial, dan adesi subdeltoid tanpa memisahkan
subscapularisnya.
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan
dengan latihan-latihan gerakan. Pada beberpa kasus dilakukan TENS untuk
mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan
radiologis, bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan
untuk memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan
pada sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu
juga dapat diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada
kapsul untuk mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini
disebut hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan
kegunaan terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter
dapat merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk
melepaskan perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan
sudah lama terjadi. Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.5,10

Penanganan Rehabilitasi Medik

Terapi dingin 9

9
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera
muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut Capsulitis adhesive lebih
baik diberikan terapi dingin.
Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan spastisitas,
mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan aktivitas
enzim destruktif (kolagenase) pada radang sendi. Pemberian terapi dingin pada
peradangan sendi kronis menunjukkan adanya perbaikan klinis dalam hal
pengurangan nyeri.
Adapun cara dan lama pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut:
o Kompres dingin
Teknik: masukkan potongan potongan es kedalam kantongan yang tidak
tembus air lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20 menit, dapat
diulang dengan jarak waktu 10 menit.
o Masase es
Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah dibungkus.
Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak waktu 10 menit.

Terapi panas3,9
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi
oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis
yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan
meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi.
Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri
serabut-serabut saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan
aliran darah, juga membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi.
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat
sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada
permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa milimeter.
Pada terapi panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau
suara ke energi panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan
tubuh kita yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan).
Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari:
o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)
o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)

10
Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah ultrasound
diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 17.000
Hz dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang lain. Gelombang
suara ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/
mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus perlekatan jaringan.
Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz. Dosis terapi 0,5-4
watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau 2 hari sekali. US
memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa melalui daerah hampa
udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal adalah gel.
Efek US pada Capsulitis adhesive :
Meningkatkan aliran darah
Meningkatkan metabolisme jaringan
Mengurangi spasme otot
Mengurangi perlekatan jaringan
Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.

Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini digunakan
arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m yang diubah
menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan ini paling
banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak di permukaan.

c. Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation )3


Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri
kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Capsulitis adhesive.
Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai
sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan
elektrode harus tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan
fisiologi. Letak elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom
saraf tepi, motor point, trigger point, titik akupuntur.
Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak
abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda
kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri
disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan
dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas
di dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai

11
beberapa jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan
untuk menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 8095%.

Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive. Pada
awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.
Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri
yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif
menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa
nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan
gerakan aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan yang
terbatas, berarti masa akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh
dilakukan. Pada latihan gerak yang menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka
latihan harus ditunda karena rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup
gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri maka
kemungkinan besar terapi latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak
dengan menggunakan alat seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger ladder,
dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita frozen shoulder. 9

Gambar 2 : shoulder wheel

12
Gambar 3 : overhead pulleys Gambar 4: finger ladder

Latihan Codman (Pendulum)3,9


Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan. Codman
memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan gravitasi. Bila
penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan timbul raa nyeri
hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan otot supraspinatus
relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri. Pada pergerakan
pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang sakit tergantung
bebas tanpa atau dengan beban.
Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau
bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-
ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping,
dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan
jarum jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot
memanjang dan dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu.

Gambar 5: Latihan Pendulum

Latihan dengan menggunakan tongkat 3,9

13
Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan rotasi.
Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring.

Gambar 6 : Latihan dengan menggunakan tongkat

Latihan finger ladder


Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara obyektif
sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan latihan
lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita berlatih
dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan tubuhnya,
berjinjit maupun melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat dilakukan adalah
fleksi dan abduksi. Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari
tangan sisi yang terkena menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan
menggerakkan jari-jari tersebut (untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi
dikerjakan dengan samping badan menghadap dinding.3

Latihan dengan over head pulleys (katrol)


Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu
mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol
digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol
tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan baik.
Posisi penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu terletak
dibawah katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain akan
terangkat. Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita tidak

14
boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan perlahan-
lahan. 3,9

Latihan dengan shoulder wheel


Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk memberi
motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi bahu secara
aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa sehingga aksis
dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak lengan sesuai
dengan gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan roda secara
penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan sendi bahunya.
Harus pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan endorotasi maupun
eksorotasi bahu dalam posisi abduksi 90o dan siku fleksi 90o. Dengan meletakkan
siku pada aksis roda maka gerakan dapat dilakukan sampai pada keterbatasan
lingkup gerak sendi. 3,9

2.9 Diagnosa Banding


Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat
bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara
berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku. Kondisi pembanding
dari kondisi Capsulitis adhesive antara lain adalah bursitis subacromial, tendinitis
bicipitalis, dan lesi rotator cuff.10

2.10 Komplikasi

Pada kondisi capsulitis adhesive yang berat dan tidak mendapat penanganan
yang tepat dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan problematic yang
lebih berat antara lain kekakuan sendi bahu, kecenderungan terjadinya penurunan
kekuatan otot otot bahu, potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu, dan
adanya gangguan.2

2.11 Prognosis
Pasien dengan frozen shoulder bisa sembuh, namun sebagian besar penderita
frozen shoulder kehilangan sebagian fungsi gerak dari sendi bahu. 8

15
BAB III

KESIMPULAN

1. Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai adhesive capsulitis, merupakan
suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat
disekitar sendi glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi
keterbatasan gerak dan nyeri yang kronis.
2. Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat kondisi yang
menyebabkan sendi tidak dapat digunakan.
3. Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma atau operasi
pada sendi tersebut.
4. Frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan yaitu, pain, stiffness, recovery.
5. Penatalaksanaan pada frozen shoulder adalah terapi medikamentosa dan penanganan
rehabilitasi medik

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Binder Al, Bulgen Dy, Hazleman, Roberts S. 1984. Frozen Shoulder : A Long Term
Prospective Study. Ann Rheum Dis. 43(3): 301-4
2. Carolyn TW. Physical Therapy Frozen Shoulder. 23 September 2015. Available from :
http://www.physicaltherapyjournal.com/content/66/12/1878.full.pdf
3. Harso S. 2010. BST Frozen Shoulder. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta :
Yogyakarta.
4. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopedics Surgeons.
5. Patient Information Guide Frozen ShoulderSyndrome (Adhesive Capsulitis) in
Seacost Orthopedics & Sports Medicine. Available online at :
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0CCoqfjac
6. Ph Laubhscher. 2009. Frozen Shoulder. SA Orthopedy Journal South Afrika.
Available from : http://shoulder.co.za/content/stoj%20frozen%20shoulder.pdf
7. Priguna, Sidharta. 2003. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek Umum. Fakultas
Kedokteran Indonesia: Jakarta.
8. Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. 2011. Pelatihan Ketrampilan Medis
Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medk .
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
9. Sianturi, Golfried. 2008. Studi Komparatif Injeksi dan Oral Triamnicolone Acetonide
pada sindroma Frozen Shoulder. Semarang.
10. William E, Morgan, DC& Sarah Ptthoff, DC. Managing the Frozen Shoulder.
Available online at : http://drmorgan.info/data/documents/frozen-shoulder-ebook.pdf
diakses tanggal 24 September 2015.
11. Solomon, Warwick, Nayagam.2010. Apleys System of Orthopedics and Fractures 9th
edition; Pg.356

17

Anda mungkin juga menyukai