Anda di halaman 1dari 41

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ 2


BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 3
BAB II LAPORAN KASUS .......................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 14
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 40

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

Judul

Preeklampsia

Oleh :
dr. Atika Ariyanti Abdullah
Internsip RSUD dr. Zainal Umar Sidiki, Gorontalo Utara

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia di RSUD dr. Zainal Umar Sidiki Gorontalo Utara Periode
Februari 2019 – Februari 2020

Gorontalo Utara, 20 Desember 2019


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Zulkarnain Tambunan, M.Ked(OG), Sp.OG

Pendamping Pendamping

dr. Mohammad Ardiansyah, M.Kes dr. Faizal Botutihe

2
BAB I
Pendahuluan
Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan
lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan
di Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan.1
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan
dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di negara
Asia Tenggara. Meskipun, Millenium Development Goals (MDGs) menargetkan
penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, namun
pada tahun 2012 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia mencatat kenaikan
AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. 1
Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri
langsung yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11 %,
sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5 % dan lain – lain 11 %.1
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat
kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeklampsia
berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah
pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit
kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan lahir
rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin terhambat,
serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab tersering kedua

3
morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan berat badan lahir rendah atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat juga memiliki risiko penyakit metabolik
pada saat dewasa.1
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam di antara
praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena belum ada teori
yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara jelas namun juga akibat
kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah.1

4
BAB II
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. MDT
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pend. Terakhir : SD
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Gorontalo
Status : Menikah
Alamat : Anggrek
Nama Suami : Tn.HB
Tanggal MRS : 06 November 2019
2. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
G1P0A0, Kram kedua tangan
 Riwayat Penyakit Sekarang
G1P0A0, Kram-kram kedua tangan dirasakan beberapa hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan disertai pusing dan sakit kepala. Nyeri perut
disertai pelepasan air (-). Gerakan janin masih dirasakan ibu. BAB normal.
BAK lancar normal.
HPHT: 20/03/2019
TP : 27/12/2019
UK : 37-38 minggu
 Riwayat Menstruasi
Usia Menarche : 17 Tahun
Siklus Haid : 28-30 hari

5
Lama Haid : 7 hari
Banyak Darah Haid : 2-3 kali ganti pembalut per hari
 Riwayat Menikah
Menikah satu kali pada tahun 2017
 Riwayat Obstetri:
2019/Kehamilan sekarang
 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Asma (-), Diabetes melitus (-), Hipertensi (-). Riwayat
perdarah di tempat lain (-). Riwayat trauma (-), alergi obat dan makanan(-).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit Asma (-), Diabetes melitus (-), Hipertensi (-). Riwayat
perdarah di tempat lain (-), alergi obat dan makanan (-), riwayat keganasan
(-).
3. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum
Kesan : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : E4M6V5 (composmentis)
Keadaan gizi : TB : 160 cm, BB: 67 kg, IMT: 26,16 kg/m2
 Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Nadi : 86 x/m
Respirasi : 24 x/m
Suhu Tubuh : 36,5oC
 Pemeriksaan Fisik Umum
Mata : anemis (-/-), icterus (-/-)
Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : edema (-), akral teraba hangat (+)

6
4. STATUS GINEKOLOGI
 Pemeriksaan luar abdomen:
Inspeksi: Abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-)
 Palpasi:
TFU: 33 cm,
LP: 94 cm
Situs: Melintang,
Bagian terbawah janin : punggung
His (-)
DJJ 153x/m
Perlimaan: 0/5
Gerakan anak dirasakan ibu
Anak Kesan Tunggal
TBJ: 3102 gr
 Pemeriksaan Dalam Vagina:
Vulva/Vagina : Tak/Tak
Portio : Tebal, Tebal
Pembukaan :-
Bag. Terdepan : Punggung
Ketuban :+
UUK : Sdn
Penurunan : (-)
Panggul : Cukup
Pelepasan :-

7
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium:
Hb : 11,1 g/dl
Leukosit : 12 x 103/mm3
Eritrosit : 3,61 x 106/mm3
HCT : 31,4 %
PLT : 217 x 103/mm3
Bakar urin: (-)
6. DIAGNOSA
G1P0A0 gravid 37-38 minggu belum inpartu + Preeklampsia + Letak lintang
7. PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 18 tpm
 Pasang kateter tetap
 Loading dose 4 gr MgSO4 40%
 Cek DR cito
 Rencana SSTP 07/11/19
 Inj. Cefotaxim 1 gr/IV (pre-op)
 Puasa
8. LAPORAN OPERASI
 Terjadi perdarahan +/- 1500 cc.
9. FOLLOW UP
Hari/tanggal Subjek (S) ; Objektif (O) ; Planning (P)
Assesment (A)
Kamis, S: a. IVFD RL 20 tpm
07/11/2019 Nyeri luka operasi, kedua b. RL drips MgSO4
12.35 tangan kram 40% 15 cc dalam
(Post SSTP hari ke O : RL 500 ml
0) KU: Cukup, sadar c. Ceftriaxone 1 gr/

8
Tekanan darah : 160/100 IV/ 12 jam
mmHg d. Ketorolac 30 mg/
Nadi : 88x/ menit IV/ 8 jam
Pernapasan : 20 x/i e. As. Traneksamat
Suhu : 37,7oC 500 mg/ IV/ 8 jam
Anemis: (-) f. Vit.C tab 3x1 (PO)
Mammae: tak/tak g. Vip Albumin tab
Asi: -/- 3x1 (PO)
TFU : 2 jari atas pusat
Kontraksi : (+)
L.operasi: Verband kering
Flatus: +
Peristaltik: +
BAK/BAB: 700 cc/jam / belum
A:
POH 0 (SSTP)
Kamis S: a. IVFD RL 20 tpm
07/11/2019 Kram kedua tangan b. RL drips MgSO4
20.45 O: 40% 15 cc dalam
(Post SSTP hari ke KU: Sedang, sadar RL 500 ml
0) Tekanan darah : 140/100 c. Ceftriaxone 1 gr/
mmHg IV/ 12 jam
Nadi : 90 x/ menit d. Ketorolac 30 mg/
Pernapasan : 18 x/i IV/ 8 jam
Suhu : 36,7oC e. As. Traneksamat
Anemis: (-) 500 mg/ IV/ 8 jam
Mammae: tak/tak f. Vit.C tab 3x1 (PO)
Asi: +/+ g. Vip Albumin tab

9
L.operasi: Verband kering 3x1 (PO)
Peristaltik: +
BAK/BAB: Lancar/baik
A:
POH 0 (SSTP)
Jumat, S: a.IVFD RL 18 tpm
08/11/2019 Kram kedua tangan b. Aff Kateter
(Post SSTP hari O : c. Aff MgSO4
ke 1) KU: Sedang, sadar d. Inj. Ketorolac 30
Tekanan darah : 140/100 mg/8j
mmHg e. Inj. Ceftriaxone 1
Nadi : 90 x/ menit gr/12j
Pernapasan : 18 x/i e. PO Vit c 3x50 mg
Suhu : 36,7oC f. PO Vip albumin 1 x 1
Anemis: (-) tab
Mammae: tak/tak
Asi: +/+
TFU: 1 jari ats pusat
L.operasi: Verband kering
Peristaltik: +
BAK/BAB: Lancar/baik
A:
POH 1 (SSTP)

10
Sabtu, S: a. PO Cefadroxyl 3 x 500
09/11/19 Nyeri luka post SC, kram kram mg
(POST SC Hari 2) pada kedua tangan (-) b. PO As. Mefenamat 3 x
O: 500 mg
KU: Baik, sadar c. PO Vit.C 1x50mg
Tekanan darah : 130/100 d. PO VIP Albumin
mmHg 1x1tab
Nadi : 82x/ menit e. PO Domperidon 3x10
Pernapasan : 18 x/i mg
Suhu : 37,1oC
Anemis: (-)
Mammae: tak/tak
Asi: +/+
TFU : setinggi pusat
Kontraksi : (+)
L.operasi: Verband kering
BAK/BAB: Lancar/baik
A:
POH I (SSTP)

Minggu, S: a. PO Cefadroxyl 3 x 500


10/11/2019 Nyeri post SC, belum BAB mg
(POST SC Hari O: b. PO As. Mefenamat 3 x
ke 3) KU: Baik, sadar 500 mg
Tekanan darah : 170/110 c. PO Vit.C 1x50mg

11
mmHg d. PO VIP Albumin
Nadi : 82x/ menit 1x1tab
Pernapasan : 18 x/i e. PO Domperidon 3x10
o
Suhu : 36,8 C mg
Anemis: (-) f. Nifedipin 3 x 10 mg
Mammae: tak/tak
Asi: +/+
TFU : 1 jari bawah pusat
Kontraksi : (+)
L.operasi: Verband kering
BAK/BAB: Lancar/baik
A:
POH III (SSTP)

Senin, S: a. PO Cefadroxyl 3 x 500


11/11/19 Nyeri post SC, belum BAB mg
Post SC hari 4 O: b. PO As. Mefenamat 3 x
KU: Baik, sadar 500 mg
Tekanan darah : 130/100 c. PO Vit.C 1x50mg
mmHg d. PO VIP Albumin
Nadi : 86x/ menit 1x1tab
Pernapasan : 23 x/i e. PO Domperidon 3x10
Suhu : 37oC mg
Anemis: (-) f. Nifedipin 3 x 10 mg
Mammae: tak/tak Rencana rawat jalan
Asi: +/+
TFU : 1 jari bawah pusat
Kontraksi : (+)

12
L.operasi: Verband kering
BAK/BAB: Lancar/baik
A:
POH IV (SSTP)

10. RESUME
Perempuan G1P0A0 datang ke RS. ZUS dengan keluhan kram-kram ditangan
yang dirasakan sejak beberapa hari sebelum masuk RS. Keluhan disertai dengan nyeri
kepala dan pusing. Gerakan janin masih dirasakan oleh ibu. HPHT 27/12/2019.
Pemeriksaan fisik, keadaan umum sakit sedang, gizi lebih, composmentis. Tanda
Vital TD: 140/100 mmHg, nadi: 86x/m, pernafasan: 24x/m, suhu: 36,5 °c.
Pemeriksaan ginekologi: perut tampak membesar. Palpasi teraba fundus uteri
pertengahan pusat-proc xifoideus. DJJ 153x/m. Pemeriksaan dalam vagina,
vulva/vagina tidak ada kelainan, portio tebal, ketuban (+). Pemeriksaan laboratorium
leukositosis dan yang lain dalam batas normal

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan
berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia,
sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru
terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria). Meskipun kedua
kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain
menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan
adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal. 2,3

2. Klasifikasi4
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan The American College
Obstetricians and Gynecologists tahun 2013, ialah:
a. Hipertensi kronik; hipertensi yang timbul sebelum kehamilan atau hipertensi
yang pertama kali didiagnosis sebelum umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
b. Preeklampsia-eklampsia; hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan dengan atau tanpa proteinuria. Sedangkan eklampsia,
preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang dan atau koma
c. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia; hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
d. Hipertensi gestasional; (disebut juga transient Hypertension) adalah

14
hipertensi yang timbul pada kehamilan setelah 20 minggu dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan tanpa tanda-
tanda preeclampsia.
3. Faktor Resiko
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara
lain4
a. Primigravida ; Insidensi preeklampsia berkisar antara 3%-&% pada nullipara
yang sehat dan 1% pada multipara.
b. Primipaternitas
c. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar
d. Umur yang ekstrim (<20 tahun atau >35 tahun)
e. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia. Risiko preeklampsia
meningkat 2-5 kali pada wanita hamil dengan riwayat ibu yang pernah
eklampsia.
f. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
g. Obesitas
h. Penyakit tiroid

4. Etiologi4
Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya preeklampsia antara lain:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium dan menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang meniimbulkan degenerasi lapisan otot

15
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada preeklampsia, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi,
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada kehamilan normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal, vasodilatasi
lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel


 Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Salah satu oksidan penting
yang dihasilkan plasenta yang iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat
toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal
hidroksil akan mengubah asam lemak tidak jenuh yang banyak ditemukan pada
membran sel menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.

16
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksida/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
 Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi
endotel”. Pada waktu disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) : suatu vasodilator kuat.
 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yyang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini untuk menutup tempat-tempat di
lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal, kadar prostasiklin lebih tinggi dari kadar tromboksan.
Pada preeklampsia, kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokontriksi yang menyebabkan terjadi
kenaikan tekanan darah.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerulus
endotheliosis)
 Peningkatan permeabilitas kapiler

17
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat.
 Peningkatan faktor koagulasi

c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin


Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
terbukti dengan fakta sebagai berikut :
 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga
si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu,
adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua
ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta
pada kehamilan dengan preeklampsia, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak,
dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.

18
d. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah tidak peka (refrakter) terhadap bahan-bahan
vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan
respons vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan dengan daya refrakter terhadap bahan
vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata
adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan, daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah
terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua
puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan.

e. Teori genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Wanita dengan ibu preeklampsia
mempunyai risiko 20-40% untuk terkena preeklampsia, 11-37% untuk wanita
dengan saudara perempuan yang preeklampsia dan 22-47% untuk saudara kembar.
f. Teori defisiensi gizi (teori diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah
dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia
beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat
gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi
dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,

19
termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh
darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa peneliti juga
menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan
risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes dengan
metode uji klinik, ganda tersama, dengan membandingkan pemberian kalsium dan
plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen
kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi
glukosa 17%.

g. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis
dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan
asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi
juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia,
dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi
debris apoptosis dan nektrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif
akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga meningkatkan
reaksi inflamasi.

20
5. Patofisiologi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penanganan definitif untuk
preeklampsia adalah dengan melahirkan plasenta. Selain itu pada wanita dengan
kehamilan mola, dimana plasenta berkembang tanpa adanya fetus, umumnya mengalami
preeklampsia berat. Oleh karena itu, plasenta dianggap memiliki peran utama dalam
patogenesis terjadinya preeklampsia. Patogenesis terjadinya preeklampsia bisa dibagi
menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah asimptomatis, yang ditandai oleh adanya
perkembangan plasenta yang abnormal selama trimester pertama mengakibatkan
insufisiensi plasenta dan pelepasan material-material plasenta dalam jumlah yang
banyak ke dalam sirkulasi ibu. Tahap kedua, yang merupakan tahap simptomatis,
ditandai oleh adanya gejala klinis berupa hipertensi, gangguan ginjal, dan proteinuria
dan menjadi resiko timbulnya HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver function
enzymes and low platelets), eklampsia, dan kerusakan organ lainnya.6,7,8

Gambar 1: Patogenesis maternal syndrome pada preeklampsia8

21
 Tahap 1 : Abnormalitas Plasentasi
Pemeriksaan patologi pada plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia
umumnya memperlihatkan adanya infark pada plasenta dan penyempitan akibat
sklerosis pada arteri dan arteriol, yang ditandai dengan berkurangnya invasi
endovaskular oleh cytotrophoblast dan inadequate remodelling pada arteriol
uterina spiralis. Konstriksi mekanik pada arteri uterina mengakibatkan hipertensi,
proteinuria, dan pada beberapa kasus, glomerular endotheliosis, mendukung
peran iskemik plasenta dalam patogenesis preeklampsia. Plasentasi pada mamalia
memerlukan angiogenesis yang hebat untuk membentuk sirkulasi yang mampu
menyuplai oksigen dan nutrisi ke janin. Diyakini bahwa angiogenesis pada
placenta tidak terjadi secara sempurna pada preeklampsia.7
Pada trimester pertama kehamilan normal, vili cytotrofoblast akan
menginvasi ke segmen desidua pada arteri spiralis ibu, menggantikan endotel dan
merusak jaringan otot pada dinding arteri. Dinding arteri diganti menjadi fibrioid
material. Selama trimester kedua, trofoblas akan invasi semakin jauh ke dalam
lumen arteri spiralis di bagian miometrium yang lebih dalam. Endotel dan
arsitektur muskuloelastik pada arteri spiralis akan dihancurkan menyebabkan
pembuluh darah menjadi dilatasi dan berdinding tipis yang memungkinkan
terjadi peningkatan aliran darah uteroplasental selama kehamilan.3, 6
Pada preeklampsia, proses diferensiasi ini tidak berjalan dengan baik. Pada
wanita dengan preeklampsia, invasi trofoblast tidak terjadi secara sempurna.
Akibatnya, arteri spiralis tidak mengalami remodelling namun tetap
mempertahankan arsitektur muskuloelastiknya dan kemampuannya untuk
berespon terhadap vasokontriktor endogen.5
Kerusakan endotel pada preeklampsia mengakibatkan menurunnya produksi
prostaglandin I2(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat dan inhibitor
agregasi platelet yang dihasilkan oleh endotel. Kerusakan sel endotel dapat
mengakibatkan terjadinya agregasi platelet dan pelepasan tromboksan A2 yang

22
merupakan vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet. Kadar
tromboksan yang tinggi mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi dan hipertensi.6
 Tahap 2 : Maternal Syndrome
Plasentasi yang abnormal akibat gagalnya remodeling arteriol uterina spiralis dan
juga stress oksidatif diyakini merupakan penyebab dilepaskannya substansi-substansi
seperti radikal bebas, lipid oksida, dan sitokin-sitokin yang kemudian akan memasuki
sirkulasi ibu. Subtansi-substansi inilah yang dapat merusak atau mengubah fungsi sel
endotel maternal dan mengakibatkan munculnya tanda dan gejala klinis pada
preeklampsia. Manifestasi klinis ini biasanya muncul setelah usia kehamilan 20
minggu.7

Gambar 2 : Invasi trofoblast yang tidak sepurna pada preeklampsia6


Peningkatan tekanan intravascular akibat vasokonstriksi disertai dengan
kerusakan endotel vaskular mengakibatkan cairan berpindah dari intravaskular ke
ekstravaskular mengakibatkan terjadinya edema di otak, retina, paru-paru, hati dan
jaringan subkutan. Hipertensi dan kerusakan endotel glomerulus mengakibatkan
terjadinya proteinuria. Proteinuria mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan
koloid onkotik yang akan memperberat kehilangan cairan intravaskular.
Hemokonsentrasi ditandai dengan peningkatan hematokrit. Aktivasi platelet dan
kaskade koagulasi pada lokasi kerusakan sel endotel dapat mengakibatkan terjadinya
trombositopenia dan DIC. Soluble fibrin monomers yang diproduksi oleh kaskade
koagulasi dapat menjadi presipitat di mikrovaskular, menyebabkankan terjadinya

23
hemolisis mikroangiopathy dan peningkatan laktat dehidrogenase di serum. Edema
cerebral, vasokonstriksi dan kerusakan endotel vaskular di otak dapat menyebabkan
hiperrefleks, klonus, kejang atau perdarahan. Edema dan atau iskemik di hepar dapat
menyebabkan kerusakan hepatoseluler dan peningkatan serum transaminase dan
kadar laktat dehidrogenase. Nyeri perut di kuadran kanan atas atau nyeri epigastrium
yang ditemukan pada preeklampsia berat dapat diakibatkan oleh peregangan kapsula
Glissoni akibat edema atau perdarahan di hepar. Keluarnya cairan intravaskular
akibat kerusakan endotel di paru dapat mengakibatkan terjadinya edema paru. Di
retina, vasokontriksi dan atau edema dapat mengakibatkan gangguan visual, ablasio
retina atau kebutaan. Perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke jaringa subkutan
menyebabkan edema non dependen pada preeklampsia. 6

6. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


a. Anamnesis4,5
 Nyeri kepala, tinitus dan gangguan penglihatan merupakan tanda dari
edema cerebral.
 Nyeri epigastrium
 Sesak napas akibat gagal jantung
b. Pemeriksaan fisik7
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam
pada lengan yang sama. Hipertensi dianggap ringan sampai tekanan diastolik
atau sistolik mencapai atau melewati 110 mmHg dan 160 mmHg. Walaupun
pengukuran tekanan darah dilakukan dalam interval 4 jam, namun pada kasus
hipertensi berat, interval pengukuran bisa lebih dipersingkat (bisa dilakukan
dalam beberapa menit kemudian) untuk memppercepat pemberian anti
hipertensi.7
Cara pengukuran tekanan darah yang direkomendasikan adalah :

24
 Pemeriksaan dimulai ketika pasien dalam keadaan tenang.
 Tekanan darah diukur dalam posisi duduk dengan lengan yang diangkat
sejajar dengan jantung.
 Sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa atau yang setara, yang
sudah tervalidasi untuk digunakan pada pasien preeclampsia
 Gunakan ukuran manset yang sesuai dengan ukuran lengan
 Gunakan bunyi korotkoff V pada pengukuran tekanan darah diastolik.
 Jika tekanan darah lebih tinggi secara konsisten pada salah satu lengan,
maka tekanan darah yang tertinggi digunakan sebagai ukuran tekanan
darah
 Oligouria
 Edema tungkai 3, 5
c. Pemeriksaan penunjang9
 Proteinuria
Proteinuria adalah adanya ≥300mg protein dalam urin selama 24 jam
atau tes urin dipstik >1+.1, 5Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria.
Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada
beberapa faktor, termasuk jumlah urin. Pemeriksaan kadar protein
kuantitatif pada hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan
positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik
memiliki angka positif palsu yang tinggi, dengan tingkat positif palsu 67-
83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan
pembersih, dan urin yang bersifat basa. 1
 Janin perlu diperiksa dengan menggunakan elektrocardiotocography
 Tes laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, platelet, dan laktat
dehidrogenase. Pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase, dan alanin
transaminase.

25
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, ditemukaannya salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. 1
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam
waktu singkat.1, 4, 7
Bahwa preeclampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
preeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeclampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeclampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeclampsia, yaitu:
 Trombositopenia: trombosit < 100.000/ul
 Gangguan ginjal: Kreatinin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatini serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal
 Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik/region kanan atas abdomen
 Edema paru
 Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus

26
 Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

7. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat9


Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeclampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi
pemberatan preeclampsia atau disebut preeclampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi
yang menunjukkan kondisi pemberatan preeclampsia atau preeclampsia berat adalah
salah satu dibawah ini:
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
b. Trombositopenia: trombosit < 100.000/ul
c. Gangguan ginjal: Kreatinin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatini serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal
d. Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/region kanan atas abdomen
e. Edema paru
f. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus
g. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeclampsia, sehingga kondisi protein urin massif (lebih
dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria pemberatan preeclampsia (preeclampsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan preeclampsia ringan, dikarenakan setiap
preeclampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu yang singkat.

27
8. Penatalaksanaan9
a. Pemberian Magnesium Sulfat pada Preeklampsia
Magnesium sulfat merupakan pilihan utama pada pasien preeklampsia
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadi kejang/eklampsia
atau kejang berulang.1, 9
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu
mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari
otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain
sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi
dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor
N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia,
dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. Penggunaan magnesium sulfat
berhubungan dengan efek samping sepertirasa hangat, flushing, nausea atau
muntah, kelemahan otot, ngantuk, dan iritasi dari lokasi injeksi1, 2.
Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia. Guideline RCOG
merekomendasikan dosis loading magnesium sulfat 4 g selama 5 – 10
menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam post
partum atau setelah kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk
melanjutkan pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks
patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat memberikan
magnesium sulfat. Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak
direkomendasikan. Pemberian ulang 2 g bolus dapat dilakukan apabila
terjadi kejang berulang maksimal 2 kali.1, 2Pemberian magnesium sulfat tidak
direkomendasikan untuk diberikan secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia,
jika tidak didapatkan gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat).1

28
Pemberian magnesium sulfat dihentikan jika refleks patella hilang dan
respiratory rate<12 kali/menit. Antidote yang diberikan adalah 10ml kalsium
glukonas 10% yang diberikan secara intravena pelan. 2

Gambar 3: Cara pemberian dosis MgSO4

29
Gambar 4: Cara pemberian MgSO410
b. Pemberian Antihipertensi pada Preeklampsia Berat
Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.Meskipun
demikian, penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap tidak lebih
dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah terjadinya
penurunan alirandarah uteroplasenter.1
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat,
atau tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg.1 Pemberian

30
antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral, hidralazine dan labetalol.1, 9
Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa,
labetalol. MgSO4 tidak direkomendasikan sebagai anti hipertensi. ACE inhibitor
dan ARB tidak digunakan sebagai anti hipertensi pada preeklampsia.9 Untuk
wanita tanpa kondisi komorbid, terapi antihipertensi digunakan untuk mencapai
tekanan darah sistolik 130-155 mmHg dan diastolik 80-105 mmHg pada wanita
tanpa kondisi komorbid dan tekanan sistolik 130-139 mmHg dan diastolik 80-89
mmHg untuk wanita dengan kondisi komorbid. 2, 9
 Calcium channel blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian CCB dapat
mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya
minimal. Pemberian CCB dapat memberikan efek samping maternal,
diantaranyatakikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema tungkai
akibat efek lokal mikrovaskular sertaretensi cairan. Nifedipin merupakan
salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak dekade
terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolitik) dan sebagai
antihipertensi. Penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah
lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah
awal pemberian. Nifedipin juga berperan sebagai vasodilator arteriolar
ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik dan meningkatkan produksi
urin. Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang
tiap 15 – 30 menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan
CCBdilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini
disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel
blocker.9 Nifedipine tidak dapat diberikan secara sublingual karena dapat
menurunkan tekanan darah secara drastis yang mengakibatkan terjadinya
fetal distress.

31
 Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada
reseptor P1 dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, terutama jika digunakan untuk jangka waktu yang lama
selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama, sehingga
penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian anti hipertensi lainnya
tidak efektif.
 Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil
dengan hipertensi kronis karena mempunyai safety margin yang luas
(paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf
pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan
tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output,
dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural,
anemia hemolitik dan drug-induced hepatitis. Metildopa biasanya dimulai
pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat
masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat
ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intravena 250-500 mg
tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi.
Metildopa dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di
ASI.9

32
Gambar 6 : Manajemen Ekspetatif Preeklampsia1

33
Gambar 7 : Manajemen preeklampsia dengan gejala berat 1

c. Persalinan
Penanganan yang terbaik untuk preeklampsia adalah segera melakukan
terminasi kehamilan. Namun, pada beberapa kondisi, hal ini kadang bukan
merupakan penanganan yang terbaik untuk janin. Pada kasus prematuritas yang
ekstrim, fetus akan lebih mendapat banyak keuntungan jika dilakukan perawatan
ekspektatif yang dimana dapat dilakukan pemberian kortikosteroid untuk
mempercepat pematangan paru. Keputusan untuk segera melakukan terminasi
kehamilan atau manajemen ekspetatif dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor seperti maturitas janin, kondisi janin dan ibu dan kematangan
serviks.6
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia tanpa
gejala berat dengan usia kehamilan < 37 minggu dengan evaluasi maternal dan

34
janin yang lebih ketat. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada
kasus preeklampsia tanpa gejala berat.Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
 Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
 Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu di poliklinik
 Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
 Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali
dalam seminggu)
 Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi menggunakan
dopplervelocimetry terhadap arteri umbilikal direkomendasikan.9
Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia berat
dengan usia kehamilan <34 minggu dengan syarat kondisi ibu dan janin yang
stabil. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan yang
adekuat dengan tersedianya perawatan intensif bagi maternal dan neonatal. Bagi
wanita yang melakukan perawatan ekspektatif pada preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan paru
janin. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif.1Untuk wanita dengan usia
kehamilan ≥37 minggu, persalinan harus segera dilakukan. 8
Pemberian kortikosteroid antenatal harus dipertimbangkan untuk semua
pasien preeklampsia dengan usia kehamilan <34 minggu untuk pematangan
paru.9
Pada usia kehamilan <34 minggu, tingkat kegagalan induksi persalinan
tinggi sehingga perlu dipertimbangkan sectio caesarean. Setelah usia kehamilan
>34 minggu, persalinan pervaginam dipertimbangkan jika presentasi kepala
didapatkan.2Jika persalinan dilakukan secara pervaginam namun kondisi serviks
belum matang, maka pemberian agen pematangan serviks harus dilakukan untuk
memperbesar tingkat keberhasilan persalinan pervaginam. Terapi anti hipertensi

35
harus terus diberikan selama persalinan untuk menjaga agar tekanan darah
sistolik <160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg. 8
Tabel 2 : Kriteria terminasi kehamilan pada preeklampsia berat9
Kondisi maternal Kondisi janin
 Hipertensi berat yang tidak  Usia kehamilan 34 minggu
terkontrol  Pertumbuhan janin terhambat
 Gejala preeklampsia berat yang  Oligohidramnion persisten
tidak berkurang (nyeri kepala,  Profil biofisik <4
pandangan kabur, dsb)  Deselerasi variabel dan lambat
 Penurunan fungsi ginjal progresif pada NST
 Trombositopenia persisten atau  Doppler a. Umbilikalis :
HELLP syndrome reversed end diastolic flow
 Edema paru  Kematian janin
 Eklampsia
 Solusio plasenta
 Persalinan atau ketuban pecah

d. Pencegahan
Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk setiap wanita
hamil sejak awal kehamilannya. Pemeriksaan skrining preeklampsia selain
menggunakan riwayat medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG
Doppler Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin, sampai
metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran kehamilan.9
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan di awal kehamilan seperti
pemeriksaan biologis, biokimiawi dan marker biofisik telah dikemukakan untuk
memprediksi kejadian preeklampsia.4
 Roll-over test

36
Tes ini digunakan untuk menilai peningkatan tekanan darah sebagai
respon terhadap suatu stimulus. Roll-over test mengukur respon hipertensi
pada wanita yang berbaring pada posisi lateral dekubitus kiri dan kemudian
berputar pada posisi supine. Peningkatan tekanan darah menandakan tes
positif.4
 Doppler Arteri Uterina
Ultrasound doppler merupakan suatu metode non-invasif untuk menilai
sirkulasi uteroplasenta. Perfusi plasenta yang abnormal, yang ditandai
dengan peningkatan Pulsatily Index arteri uterina, berhubungan dengan
terjadinya preeklampsia.
 Tekanan darah
Pada preeklampsia, hipertensi terjadi akibat vasokonstriksi dan
berkurangnya komplians pembuluh darah perifer. Hipertensi merupakan
tanda yang penting pada preeklampsia karena merupakan indikasi awal
penyakit ini. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk memantau tekanan
darah pada kunjungan ante natal. Dari beberapa penelitian yang dilakukan,
ditemukan bahwa mean arterial pressure lebih baik dalam memprediksi
preeklampsia dibandingkan dengan tekanan darah sistolik dan diastolic.
Istirahat di rumah tidak direkomendasikan untuk pencegahan primer
preeklampsia. Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki
luaran pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa proteinuria).
Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan komplikasinya selama
kehamilan tidak direkomendasikan.1, 9
Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium
(minimal 1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia. Penggunaan aspirin
dosis rendah (75 – 100 mg/hari) direkomendasikan untuk prevensi
preeklampsia pada wanita dengan risiko tinggi sebelum usia kehamilan 20

37
minggu. Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan terutama
pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah.8, 9

9. Komplikasi
Preeklampsia dapat membahayakan nyawa baik ibu dan janinnya, meningkatkan
angka morbiditas dan mortalitas janin dan ibu. Pada ibu, preeklampsia dapat
menyebabkan premature cardiovascular disease, seperti hipertensi kronik, penyakit
jantung iskemik, dan stroke di kemudian hari. Sementara itu, anak yang lahir dari
kehamilan dengan preeklampsia dan berukuran relatif kecil saat lahir, mempunyai
risiko stroke, penyakit jantung koroner, dan sindrom metabolik saat dewasa nanti.5
Eklampsia merupakan komplikasi neurologis utama pada preeklampsia, didefinisikan
sebagai episode konvulsif atau perubahan kesadaran yang terjadi pada kondisi
preeklampsia dan tidak disebabkan oleh kondisi neurologis sebelumnya.5

38
BAB IV
ANALISIS KASUS

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi


organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan hipertensi yang timbul
setelah 20 minggu kehamilan dengan atau tanpa proteinuria. Dikatakan preeklampsia berat
jika tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang ada. Umumnya dari anamnesis tidak didapatkan
keluhan-keluhan yang spesifik mengarahkan ke diagnosis preeklampsia. Menegakkan
diagnosis preeklampsia berdasarkan pengukuran tekanan darah pasien dan gejala yang
timbul.
Pada pasien ini, setelah diukur tekanan darah pasien yaitu 140/100 mmHg dan dari
pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil bakar urin negatif. Sehingga pasien
di diagnosis preeklampsia. Faktor resiko terjadinya preeklampsia pada pasien ini yang
paling memungkinkan adalah kehamilan pertama (primigravida). Hal ini sesuai dengan
teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin yang mengatakan bahwa hasil konsepsi
yang memapar ibu untuk pertama kali cenderung menimbulkan reaksi penolakan dari ibu
sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Faktor resiko lain yang mungkin
terjadi dari pasien ini yaitu obesitas.
Pada preeklampsi terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat
menurunnya aliran darah ke plasenta. Menurunnya aliran darah ke plasenta inilah yang
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang singkat akan menyebabkan
terjadinya kegawatdaruratan janin sampai kematian janin karena kekurangan oksigenasi.
Jadi dapat ditarik kesimpulan diagnosis pasien ini adalah G1P0A0 Gravid aterm +
PEB + letak oblik melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan. Penatalaksanaan dari pasien ini adalah segera terminasi kehamilan setelah
diagnosis pasti.

39
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO). Dibalik angka - Pengkajian kematian maternal


dan komplikasi untuk mendapatkan kehamilan yang lebih aman. Indonesia: WHO;
2007.

2. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians and


Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013 


3. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis,


Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy:
Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology Canada. 2014: 36(5); 416-
438.

4. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,


Wiknjosastro GH, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2010.

5. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O. Pre-eclampsia : pathophysiology, diagnosis and


management. Vascular Health and Risk Management 2011(7):467-474.

6. Cunningham FG, J.Leveno K, Bloom SL. Williams Obstetrics. 24 ed. California:


McGraw-Hill Education; 2014.

7. Magee LA. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disordes


of Pregnancy. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada 2008;30(3):1-38.

8. Poon LC, Nicolaides KH. Early prediction of preeclampsia. Obstetric and


Gynaecology International 2014:1-11.

9. Pedoman Nasional Penatalaksanaan Kedokteran (PNPK); Diagnosa dan Tatalaksana


Pre-Eklampsia: POGI; 2016

10. Maurice L. Druzin, MD, Laurence E. Shields, MD, Nancy L. Peterson, RNC,
PNNP, MSN, Kathryn Melsop, MS, Valerie Cape, BS, BA. Preeclampsia Toolkit:
Improving Health Care Response to Preeclampsia (California Maternal Quality

40
Care Collaborative Toolkit to Transform Maternity Care) Developed under contract
#11-10006 with the California Department of Public Health; Maternal Child, and
Adolescent Health Division; Published by the California Maternal Quality Care
Collaborative, August 2013.

41

Anda mungkin juga menyukai