Anda di halaman 1dari 25

BORANG PORTOFOLIO

Disusun sebagai syarat kelengkapan Program Dokter Internship


Disusun Oleh :
dr. Della Valeria Sutanto

Portofolio Abortus

Pendamping :
dr.Rizka Lina Manfaati, M. Kes
dr.Eko Yunita

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN ACHMAD BASOENI


JL.RAYA GEDEG NO.17
KABUPATEN MOJOKERTO
2019

1
BorangPortofolio (Diabetes Hipoglikemia)
Nama Peserta : Della Valeria Sutanto
Nama Wahana : RSUD Raden Achmad Basoeni
Topik : Abortus
Tanggal (kasus) : 05 September 2019
Nama Pasien :Ny S No. RM : 092746
Tanggal Presentasi : - Nama Pendamping :
dr. Eko Yunita

Tempat Presentasi : -
Obyektif Presentasi :
■ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen ■ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja ■ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Deskripsi :
Wanita,29 tahun, Pendarahan pervaginam
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan sesuai etiologi dan
riwayat penyakit, menurunkan morbiditas serta mencegah komplikasi penyakit.
Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset ■ Kasus □ Audit
Cara Membahas : ■ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ Email □ Pos
Data Pasien :
Nama : Ny. S No. Register : 092746
Nama RS: RSUD Raden Achmad Basoeni Telp : - Terdaftar sejak :
25 Juli2019
Data Utama Untuk Bahan Diskusi :
ANAMNESIS
1. Diagnosis / GambaranKlinis :
Pasien perempuan berusia 29 datang ke IGD dengan keluhan pendarahan
pervaginam sejak 6 jam SMRS, pendarahan berjumlah sekitar 1 pembalut berupa
flek-flek darah dan tidak terdapat adanya gumpalan.Pasien menyangkal adanya
nyeri perut dan tidak ada keluhan lainnya. riwayat post coitus 1 hari sebelumnya.
Riwayat trauma, minum obat-obatan atau jamu sebelumnya disangkal.
2. Riwayat Pengobatan
-
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
-
2
4. Riwayat Keluarga
Diabetes Melitus (+)
5. Riwayat Pengobatan
-
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (Rumah, Lingkungan, Pekerjaan)
Pasien merupakan ibu rumah tangga
7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
HPHT : 5-7-19
TP : 12-4-20
Riwayat persalinan
I : 9 bln / SC post date / laki-laki/ 3600/ 3 th
II : Hamil ini
Riwayat ANC : TAA

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : GCS 456
Nadi :82 x/menit, reguler, kuat Suhu : 36.30C
Tekanan darah : 120/70 mmHg Respirasi : 16x/menit
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

STATUS GENERALIS
Kepala : normosefali, rambut tidak mudah dicabut, alopecia -.
Mata :Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-,
Telinga : Normotia, secret -/-
Hidung : Sekret -/-, deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-)
Mulut :Oral hygiene baik, faring tidakhiperemis
Leher :kelenjar getah bening tidak teraba, tidak ada pembesaranTiroid
Dada :
- Paru :
I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), tertinggal (-), spider nevi (-)
P: Vokal fremitus terabasama di kedualapangparu
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Suara Nafas Vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat

3
P: Ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikula kiri
P: Batas jantung kiri di ICS 5 linea midklavikula kiri, batas jantung kanan di ICS IV linea
parasternalis kanan.
A: Bunyi jantung S1 S2tunggal, regular, gallop (-), murmur (-).
Abdomen:
I: Abdomen datar, caput medusa (-)
A: Bising usus (+)
P: timpani di seluruh lapang abdomen
P: Dinding abdomen supel, nyeri tekan (-), tidak teraba massa
Ekstremitas: CRT <2", Tidak ada edema, akral hangat (+)

Pemeriksaan Obstetri
VT : Tidak ada pembukaan, fluksus 1 softex berupa flek tanpa gumpalan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 05/09/2019:
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah lengkap
Leukosit 9300 10 3/µL 4.8-10.8
Hemoglobin 12 g/dL 12.0 – 16.0
Hematokrit 39.8 % 37.0 – 47.0
Trombosit 215 10 3/µL 150 - 450
FungsiHati
SGOT 13 U/l 21
SGPT 10 U/l 22
FungsiGinjal
BUN 18 mg/dl 10-50
Creatinin Serum 0.5 mg/dl 0.5-1.2

PPT +

DIAGNOSIS
G2P1-1 + UK 7 minggu + Abortus Iminens

4
TERAPI
Non-medikamentosa :
- Bed rest
- Diet TKTP
Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien penyakit, penanganan dan prognosa
-Menganjurkan pasien untuk beristirahat total
Medikamentosa:
- Inf RL 20 tpm
- uterogestan 2x1
- Asam mefenamat 3x500
- Promafid 1x1

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang
sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus dapat dibagi atas menjadi abortus spontan dan provokatus. Abortus
spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa
menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus
yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus
therapeutica dan abortus kriminalis.Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi
adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis adalah
abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

2.2 Etiologi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus dibagi menjadi 3 yaitu faktor
Janin, faktor maternal dan faktor paternal.
2.2.1 Faktor janin
Sekitar setengah dari abortus embrionik yang terjadi pada trimester pertama
adalah aneuploid, yaitu kejadian yang mengurangi kemajuan kehamilan pada saat
abortus. Secara umum, janin aneuploid gugur lebih dulu daripada janin yang
memiliki kromosom lengkap. Kajii (1980) melaporkan bahwa 75 % abortus aneuploid
terjadi sebelum usia janin memasuki minggu kedelapan, sementara abortus euploid
banyak terjadi pada usia kehamilan 13 minggu. Hampir 95% dari kelainan kromosom
pada janin aneuploid disebabkan oleh kelainan gametogenesis maternal. Maka,
hanya 5% sisanya yang disebabkan oleh kelainan kromosom paternal.
2.2.1.1 Abortus Aneuploid
Trisomy adalah keadaan dimana diketahui ada 3 jenis kromosom
yangditemukan.Seperti ditampilkan pada, autosomal trisomy adalah kelainan
kromosom yang paling sering ditemukan pada abortus dini. Meskipun

6
kebanyakan trisomi disebabkan dari adanya isolated nondisjuction, terdapat
pengaturan struktur kromosom yang seimbang pada salah satu pasangan
pada 2 persen dari jumlah pasangan yang mengalami abortus berulang.
Trisomi ditemukan pada semua kromosom kecuali pada kromosom nomor 1.
Trisomi yang paling terjadi adalah pada kromosom nomor 13, 16, 18, 21 dan
22. Berdasarkan penelitian terhadap 47.000 wanita, baseline risikoi janin
aneuploid berada di angka 1,4 persen. Riwayat terjadinya abortus pertama
meningkatkan risiko terdapatnya janin aneuploid menjadi 1,67 persen.
Sedangkan abortus yang kedua dan ketiga kali dapat menaikkan risikonya
hingga 1,8 dan 2,2 persen, secara berurutan.

Monosomi X (45,X) adalah kelainan kromosom tunggal yang paling


sering ditemui dan juga dikenali sebagai Turner syndrome. Cystic hygroma,
kegagalan pembentukan limpatik pada beberapa lokasi, menjadi hal yang
sering ditemui bersamaan dengan sindrom ini dan menyebabkan prognosis
yang kurang tepat. Kebanyakan janin yang memiliki monomi kromosom X
akan mengalami abortus secara tiba-tiba, tetapi beberapa janin yang tetap
hidup berjenis kelamin perempuan. Sebaliknya, autosomal monosomy jarang
ditemukan dan tidak berhubungan dengan keberlangsungan janin.

7
Ploidy merupakan gambaran angka kromosom lengkap.Triploidy sering
dikaitkan dengan hydropic atau molar placental degeneration.Dari
hydatidiform moles, sebagian moles bersifat triploid. Biasanya janin yang
mengalami triploid akan mengalami abortus lebih dini, dan janin yang terlahir
dengan keadaan tersebut tidak akan terbentuk dengan sempurna. Usia dari
maternal dan paternal tidak meningkatkan kemungkinan terjadinya triploid
pada janin. Janin dengan tetraploid biasanya mengalami abortus pada usia
kehamilan awal dan memiliki angka harapan hidup yang rendah.
2.2.1.2 Abortus euploid
Penyebab dari abortus euploid sangat sulit dipahami, namun berbagai
kelainan kesehatan maternal, kelainan keturunan, uterine defects, dan kondisi
lingkungan serta gaya hidup dianggap menjadi faktor penyebabnya. Beberapa
diantaranya, seperti uterine anomalies atau endocrinopathies, diperkirakan
akan meyebabkan abortus berulang kecuali hal itu diketahui dan diobati.
Sedangkan faktor lainnya seperti kelainan keturunan, tidak berpengaruh
secara langsung.

2.2.2 Faktor Maternal


2.2.2.1 Infeksi
Sebagai gambaran umum, hanya beberapa organisme yang dianggap
sebagai penyebab abortus. Umumnya, infeksi sistemik akan mempengaruhi
fetoplacental unit dari jalannya aliran darah. Lainnya akan menginfeksi secara
lokal melalui infeksi saluran kemih maternal atau secara kolonisasi.
8
Chlamydia trachomatis dicurigai sebagai penyebab dan dalam salah
satu penelitian ditemukan dalam 4 persen abortus dibandingkan dengan <1
persen control. Oakeshott dan rekannya menuliskan bahwa hubungan antara
bacterial vaginosis dan abortus pada abortus terjadi di trimester kedua
kehamilan. Sebuah metaanalisis menunjukkan bahwa infeksi Mycoplasma
genitalium secara signifikan berkaitan dengan terjadinya abortus spontanius,
kelahiran sebelum waktunya, dan kemandulan.
Data terkait yang membahas efek abortifacient pada infeksi lainnya
menunjukkan hasil yang tidak berkaitan. Seperti pengaruh dari Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum, dan HIV-1 terkait abortus juga tidak dapat
ditentukan Pada percobaan terhadap hewan ternak, terdapat beberapa infeksi
yang menyebabkan abortus, namun data yang sama tidak dapat disimpulkan
pada manusia. Agen infeksi termasuk Brucella abortus, Campylobacter fetus,
dan Toxoplasma gondii. Infeksi lainnya yang disebabkan oleh Listeria
monocytogenes, parvovirus, cytomegalovirus atau herpes simplex virus tidak
berpengaruh terhadap terjadinya abortus.
2.2.2.2 Kondisi medis
Abortus secara langsung dikaitkan dengan diabetes mellitus dan
kelainan tiroid. Selain itu, beberapa penyakit akut atau kronis membawa
risiko pada usia kehamilan awal. Pada beberapa negara berkembang
melaporkan bahwa abortus jarang disebabkan oleh tuberkulosis,
malignancies, atau kondisi serius lainnya.
Anorexia nervosa dan bulimia nervosa adalah kelainan kebiasaan
makan yang dilaporkan dapat menyebabkan ketidaksuburan, kelahiran
prematur, dan pembatasan tumbuh kembang janin.Bagaimanapun, belum
banyak penelitian yang membuktikan hubungan antara kelainan tersebut
dengan angka abortus. Hipertensi kronis adalah kondisi yang seringkali
dikaitkan dengan terjadinya preeclampsia dan pembatasan tumbuh
kembang janin, tetapi tidak dikaitkan dengan abortus pada usia dini
kehamilan. Sedangkan Inflammatory bowel disease dan systemic lupus
erythematosus merupakan dua faktor yang meningkatkan risikoi abortus.
Wanita yang telah mengalami beberapa abortus secara signifikan akan
mengalami myocardial infarctions setelahnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan

9
terjadinya kondisi underlying vascular disease Penyakit jantung cyanotic yang
tidak dapat disembuhkan juga dapat dianggap sebagai risiko abortus, dan
dalam beberapa kasus, abortus dapat terjadi pula setelah proses
penyembuhan.
Beberapa kelainan saluran kelamin yang umum – utamanya yang ada
pada uterus – dapat mencegah terjadinya kehamilan atau mengganggu
jalannya kehamilan yang sudah dimulau. Dari semuanya, congenital
anomalies adalah yang paling berpengaruh, namun ada juga acquired
anomalies yang dapat menyebabkan abortus. Apabila tidak disembuhkan,
maka akan menyebabkan abortus berulang.
2.2.2.3 Medikasi
Hanya beberapa obat yang telah dievaluasi dapat menyebabkan risiko
abortus. Dari penelitian ini sulit disimpulkan apakah penyebab abortus berasal
dari variasi dalam dosis, durasi paparan, usia gestasi, dan penyakit ibu yang
mendasarinya. Obat antiinflamasi nonsteroid tidak berhubungan dengan
kejadian abortus. Pemberian krim kontrasepsi oral dan gel tidak terkait pula
terhadap peningkatan risiko abortus. Ketika pemberian intrauterine device
gagal dalam mencegah kehamilan, risiko abortus, dan abortus septik secara
khusus, meningkat secara subtansial.
2.2.2.4 Radioterapi dan Kemoterapi
Paparan radiasi mungkin dapat memicu terjadinya abortus, teratogenik,
atau carciogenik tergantung pada tingkat eksposur dan tahap perkembangan
janin. Dosis ambang yang menyebabkan abortus tidak diketahui secara pasti
tapi terletak pada dosis terapeutik yang digunakan untuk pengobatan penyakit
ibu.Paparan terhadap <5 rad tidak meningkatkan risiko abortus.
Wanita yang sebelumnya memiliki riwayat mengidap kanker dan
diberikan radioterapi abdominopelvik mungkin berisiko tinggi mengalami
abortus. Sekitar dua sampai delapan kali lipat terjadi peningkatan risiko
abortus, bayi dengan berat lahir rendah, retardasi pertumbuhan, kelahiran
prematur, dan kematian perinatal pada wanita dengan radioterapi
sebelumnya. Hudson menemukan peningkatan risiko abortus - terkait dengan
penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada masa kanak-kanak.

10
Mengenai agen kemoterapi, kasus di mana wanita dengan
kehamilan normal diobati dengan methotrexate untuk kehamilan ektopik yang
berat. Laporan dari delapan kasus, dua janin berukuran layak memiliki banyak
kelainan. Tiga pasien lainnya secara spontan menterminasi kehamilan
mereka Dalam sebuah sutdy pengobatan metotreksat untuk penyakit rematik,
kejadian abortus spontan dan cacat lahir yang diamati secara statistik
meningkat pada pasien yang menerima metotreksat setelah konsepsi
dibandingkan dengan kontrol yang sesuai dengan penyakit atau wanita tanpa
penyakit autoimun.
2.2.2.5 Pembedahan
Risiko abortus sebagai akibat pembedahan selama kehamilan belum
diteliti secara mendalam. Tidak ada agen anastesi yang terbukti dapat
memberikan efek teratogenik ketika digunakan dalam usia kehamilan.
Pembedahan sederhana – termasuk pembedahan abdominal ataupun pelvic
– tidak meningkatkan risiko abortus . The American College of Obgyn (2013)
menyarankan beberapa tindakan pembedahan ditunda hingga kelahiran
ataupun setelahnya. Pembedahan yang tidak urgent dapat dilakukan pada
trimester kedua, apabila dimungkinkan, untuk mengurangi risiko teoretikal dari
abortus atau kontraksi dini.
Tumor ovari atau kista dapat diangkat tanpa mempengaruhi kehamilan.
Pengecualian ini terjadi pada pengangkatan awal corpus luteum atau ovarium
dimana ia terletak. Jika dilakukan sebelum usia kehamilan 10 minggu, perlu
diberikan supplemental progesteron. Antara 8-10 minggu, dberkan injeksi
tunggal intramuskular 17-hydroxyprogesterone caproate, 150 mg, dan
diberikan pada saat pembedahan. Jika corpus luteum diangkat pada usia
kehamilan 6-8 minggu, maka 2 injeksi tambahan sebanyak 150 mg diberikan
1 dan 2 minggu setelah injeksi yang pertama. Pengganti progesteron lain
yang sesuai dapat diberikan termasuk: (1) Micronized progesterone
(Prometrium) 200 or 300 mg diminum satu kali per hari, atau (2) 8 persen
progesteron vaginal gel (Crinone), satu diberikan secara tertakar melalui
vagina ditambah micronized progesterone, 100 atau 200 mg secara oral per
hari. Pemberian dilakukan hingga usia kehamilan 10 minggu.

11
Trauma jarang dikaitkan dengan abortus pada trimester pertama, dan
meskipun Parkland Hospital adalah trauma center yang besar, namun
hubungan antara trauma dan abortus jarang sekali ditemukan. Trauma major
– utamanya pada daerah abdomen – bisa menyebabkan abortus, dan
meningkat kemungkinannya seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
2.2.2.6 Nutrisi
Defisiensi diet terhadap suatu nutrisi atau kekurangan nutrisi
tampaknya tidak menjadi penyebab abortus yang penting. Bahkan dalam
kasus ekstrim misalnya, hiperemesis abses gravidarum jarang terjadi abortus.
Namun, kualitas makanan mungkin menjadi penting karena risiko ini dapat
dikurangi pada wanita yang mengkonsumsi buah dan sayuran segar setiap
hari.
Data juga menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang ekstrem
juga meningkatkan risiko abortus. Obesitas yang berhubungan dengan
subfertilitas, meningkatkan risiko abortus, dan mengakibatkan sejumlah hasil
kehamilan merugikan lainnya. Bellver dan rekan mempelajari percobaan yang
dilakukan pada 6500 wanita dengan fertilisasi in vitro (IVF) pada kehamilan
dan menemukan bahwa tingkat kelahiran dan kelahiran hidup berkurang
secara progresif untuk setiap peningkatan indeks massa tubuh (BMI) unit.
Meskipun banyak risiko yang menyebabkan kehamilan buruk menurun
setelah operasi bariatrik, efek yang bermanfaat pada tingkat abortus juga
tidak jelas). Wanita hamil yang telah menjalani operasi bariatrik dipantau
karena kekurangan gizi (American College of Obstetricians and Gynecologist,
2015). IMT yang rendah juga dikaitkan dengan peningkatan risiko abortus.
Sebuah study kohort yang terdiri lebih dari 90.000 wanita menunjukkan
bahwa faktor risiko prapembantu yang dimodifikasi untuk abortus adalah berat
badan kurang, obesitas, atau berusia 30 tahun keatas.
2.2.2.7 Faktor sosial dan kebiasaan
Dari jumlah tersebut, alkohol juga telah dipelajari dengan baik pada
kehamilan. Observasi sebelumnya bahwa abortus dan tingkat anomali janin
meningkat sejalan denggan tingkat penyalahgunaan alkohol selama 8 minggu
pertama kehamilan . Hasil seperti itu mungkin terkait dosis, walaupun tingkat
keamanannya belum teridentifikasi. Machonochie (2007) mengamati

12
peningkatan risiko secara signifikan hanya dengan penggunaan jumlah
alkohol biasa atau berat.Konsumsi alkohol tingkat rendah tidak secara
signifikan meningkatkan risiko abortus dalam dua penelitian. Sebaliknya data
Kelahiran Nasional Denmark menunjukkan data dan rasio bahaya (hazard
ratio) yang sesuai dengan kematian janin trimester pertama sebesar 1,66
dengan sedikitnya dua minuman per minggu. Setidaknya 15 persen wanita
hamil mengaku merokok. Tampaknya intuitif bahwa rokok bisa menyebabkan
hilangnya kehamilan dini oleh beberapa mekanisme yang menyebabkan hasil
akhir kehamilan yang buruk Beberapa studi menghubungkan merokok
dengan risiko abortus dan menemukan efek respons dosis
Sebaliknya, beberapa penelitian lainnya tidak mendukung hasil ini
Konsumsi kafein yang berlebihan juga dikaitkan dengan peningkatan risiko
abortus. Jumlah asupan yang banyak, atau kira-kira 1 cangkir atau kopi per
hari dengan jumlah sekitar 500 mg kafein sedikit meningkatkan risiko
abortus.Studi jumlah asupan sedang / kurang dari 200 mg setiap hari tidak
menunjukkan peningkatan risiko Saat ini, American College of Obstetricians
and Gynecologists (2013) menyimpulkan bahwa konsumsi kafein dalam
jumlah sedang mungkin bukan merupakan risiko abortus dan bahwa risiko
abortus meningkat dengan asupan yang lebih tinggi. Efek buruk obat
terlarang pada awal kehamilan juga tidak jelas. Meskipun kokain dikaitkan
dengan peningkatan abortus dalam satu penelitian, reanalisis membantah
kesimpulan ini.
2.2.2.8 Faktor pekerjaan dan lingkungan
Beberapa racun lingkungan seperti benzena terlibat dalam malformasi
janin, namun data tentang risiko abortus rendah jelas.Laporan sebelumnya
melibatkan arsen, timbal, formaldehida, benzena, dan etilen oksida .Baru-baru
ini, bukti menunjukkan bahwa DDT (Dichlorodiphenyltrichloroethane) dapat
menaikkan tingkat abortus
Meskipun demikian, DDT yang mengandung insektisida disahkan oleh
WHO (2011) untuk pengendalian nyamuk untuk mencegah malaria. Beberapa
penelitian juga menilai paparan kerja terhadap risiko abortus. Paparan
terhadap tampilan video yang memiliki medan elektromagnetik atau
ultrasound meningkatkan risiko abortus.

13
Risiko tinggi telah dijelaskan untuk asisten gigi yang terpapar pada 3
atau lebih jam. Dalam metaanalisis mereka, Dranitsaris dkk. menemukan
adanya risiko inkremental kecil untuk abortus spontan pada wanita yang
bekerja dengan agen kemoterapi sitotoksik antineoplastik.
2.2.2.9 Faktor Imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah
antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE. Peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah
75%.Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan
adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi
negatif dari phosfolipid. Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat
ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas
2.2.2.10 Kelainan uterus
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah
antibodi spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE. 3 Peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah
75%. Menurut penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan
adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi
negatif dari phosfolipid. Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat
ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.
2.2.3 Faktor paternal
Abnormalitas kromosom pada sprema dapat meningkatkan resiko aborsi.
Peningkatan umur paternal secara signifikan berhubungan dengan peningkatan
resiko aborsi. Resiko ini paling rendah sebelum umur 25 tahun dan meningkat
secara progresif pada interval 5 tahun.

2.3 Frekuensi
Diperkirakan frekuensi keguguran spontan berkisar antara 10-15%.Namun
demikian, frekuensi seluruh keguguran sukar ditentukan karena abortus buatan
buatan banyak yang tidak dilaporkan, kecuali jika terjadi komplikasi. Juga karena

14
sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga
wanita tidak datang ke dokter atau Rumah Sakit.
 Makin tua umur, abortus makin sering terjadi. Demikian juga dengan semakin
banyak anak, abortus juga akan semakin sering terjadi. Semakin tua umur
kehamilan, kemungkinan abortus makin kecil
 Wanita < 20 tahun  abortus 12%
Wanita > 40 tahun  abortus 26%

2.4 Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan
nekrosis jaringan disekitar perdarahan. Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan
tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi
karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka,
biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali
dan hal ini disebut blighted ovum.
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika
fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,
abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ
internal. Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat
minimal. Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan
mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus. Kadang-kadang,
fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai kertas
yang disebut fetus papyraceous.
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya,
karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada
kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian
keluar dan sebagian lagi akan tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi karena
hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium.

2.5 Klasifikasi abortus


2.5.1 Abortus spontan
2.5.1.1 Abortus iminens
2.5.1.2 Abortus incipien

15
2.5.1.3 Abortus Komplet
2.5.1.4 Abortus Inkomplet
2.5.1.5 Missed Abortion
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada
abortus tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit
yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak
bertambah tinggi, malah tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks
tertutup dan ada darah sedikit.
2.5.1.6 Abortus Habitualis
Abortus Habitualis (Reccurent Abortion) adalah ialah abortus yang
terjadi 3 kali berturut ± turut atau lebih oleh sebab apapun. Anomali
kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan
struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis.
Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana
sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi
tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak
sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum
atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.
2.5.1.7 Abortus Infeksius
Abortus infeksius merupakan suatu abortus yang telah disertai
komplikasi berupa infeksi genital. Diagnosis abortus infeksius dapat ditegakan bila
didapatkan tanda – tanda seperti :
- Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan
- Pemeriksaan : Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan,
perdarahan.
- Tanda - tanda infeksi yakni kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5
derajat Celcius,kenaikan leukosit dan discharge berbau pervaginam, uterus
besar dan lembek disertai nyeri tekan.
2.5.1.8 Abortus septik
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus

16
buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis
dan antisepsis. Bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah
seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic
streptococci dan Staphylococci. Diagnosis septic abortion ditegakan jika
didapatkan tanda - tanda sepsis, seperti nadi cepat dan lemah, syok serta
penurunan kesadaran
2.5.2 Abortus provocatus
Abortus Provakatus (induced abortion) adalah abortus yang disengaja, baik
dengan mengunakan obat-obatan ataupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi
2, yaitu :
a) Abortus Medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis). 
b) Abortus Kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
2.5.2.1 Abortus provokatus artificialis atau abortus therapeuticals
Merupakan pengguguran kehamilan biasanya menggunakan alat-alatdengan
alasan bahwa kehamilan membahayakan, membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu
berpenyakit berat. Jadi dilakukan apabila ada indikasi medis. Bertujuan untuk
menyelamatkan ibu. Indikasinya :
- kelainan uterus = Uterus dengan mola
-Kelainan gynekologi = Kelainan tulang pelvis
-Penyakit sistemik ibu = Toxemia gravidarum, penyakit jantung yang berat, penyakit
ginjal, Systemic lupus erythematosus (SLE), Hypothyroidism, Hyperthyroidism,
Maternal insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) dan TBC.
-Janin mati dalam kandungan.
  Ditinjau dari segi hukum, maka abortus therapeutic tidak akan dihukum bila
tujuannya untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Oleh karena itu perlu kriteria yang jelas dan
tegas. Dikenal dua kriteria yaitu :
Kriteria lunak/ longgar (di Inggris)
Ada ancaman jiwa, mental, selain bahaya fisik bagi ibu.
Ditakutkan anak akan lahir dengan cacat mental/badaniah.

17
Bila kelahirannya menimbulkan resiko bagi anak-anak/ saudaranya yang
lain(indikasi sosial).
Kriteria ketat :
Betul adanya penyakit yang membahayakan nyawa ibu.
Penyakit tersebut bertambah berat dengan adanya kehamilan,
dengan tidak adanya kehamilan penyakit tersebut akan hilang.
 Tidak ada cara lain selain menghentikan kehamilan untuk menyelamatkan
nyawanya.
Oleh karena itu sebelum melaksanakan suatu abortus therapeutic, perlu
diperhatikan :
1.Mengkonsultasikan dengan sedikitnya dua orang ahli =
ahliobstetric/gynekologi dan ahli penyakit dalam atau ahli penyakit jantung
yang berpengalaman.
2.Indikasi medis benar-benar tepat karenanya status penderita harus
dilengkapidengan data yang cukup
3.Ada persetujuan tertulis dari suami atau keluarga dekatnya.
4.Dilaksanakan di Rumah Sakit Umum.
2.5.2.2. Abortus Provokatus Kriminalis
Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh
hukum.Dari pasal-pasal KUHP tentang pengguguran maka abortus jenis ini
jelasmerupakan suatu tindakan criminal, sehingga polisi selaku penyidik, berwenang
meminta bantuan pada dokter untuk memeriksa pasien yang mengalami keguguran
yang disengaja. Dengan demikian dokter perlu mengetahui aspek kedokteran
forensic dari abortus provakatus kriminalis. Kasus abortus ini jarang diajukan ke
pengadilan karena pihak ibu merupakan korban dan sekaligus pelaku sehingga sulit
diharapkan abortus dilaporkan kepada yang berwajib. Umumnya kasus abortus
diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi ( Si Ibu sakit berat/mati ) atau
bila ada pengaduan dari Si Ibu atau suaminya (dalam hal lain).
Ciri-ciri Abortus Provakatus kriminalis :
oAda tanda-tanda infeksi.
oTanda keracunan obat.
oRetensi fetus lama kecuali missed abortion.
oAda luka oleh instrument yang digunakan

18
2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ini diperlukan dalam keadaan abortus imminens,
abortus habitualis dan missed abortion :
1. Pemeriksaan ultrasonographi atau Doppler untuk menentukan apakah
janin masih hidup atau tidak, serta menentukan prognosis.
2. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion.
3. Tes kehamilan.
Pemeriksaan lain sesuai dengan keadaan dan diagnosis pasien
2.7 Diagnosa banding
1. KET : nyeri lebih hebat dibandingkan abortus.
2. Mola Hidantidosa : uterus biasanya lebih besar daripada lamanya
anmenore dan muntah lebih sering.
3. Kehamilan dengan kelainan serviks seperti karsinoma servisi uteri, polipus
uteri, dsb.
2.8 Komplikasi
1) Perdarahan.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan
yang berlebihan sewaktu atau sesudah abortus bias disebabkan oleh atoni
uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus, kehamilan serviks, danjuga
koagulopati.
2) Perforasi.
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiperretrofleksi.Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus
provokatus kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien
biasanya datang dengan syok hemoragik.
3) Syok.
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)
dan karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi

19
canalis sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namun pasien sembuh
dengan segera.
4) Infeksi.
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuniolehbakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu
staphylococci, streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma,
Treponema (selain T. paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonasvaginalis,
sedangkan pada vagina adalah lctobacili,streptococci, staphylococci, Gram
negatif enteric bacilli, Clostridium sp., Bacteroidessp, Listeria danjamur.
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada
abortus septic virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium,
tuba, parametrium, danperitonium.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap
infeksi paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus,
Streptococci anaerob, Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus,
dan Clostridium perfringens. Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah
Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus dan Clostridium tetani.
Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.
5) Efek anesthesia.
Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bias
terjadi yang berakibatkan perdarahan. Padakasus therapeutic abortus,
paracervical blok sering digunakan sebagai metode anestesia. Sering
suntikan intravaskular yang tidak disengaja pada paraservikalblok akan
mengakibatkan komplikasi fatal sepertikonvulsi, cardiopulmonary arrest
dankematian.
6) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).
Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah
midtrimester perlu curiga DIC.Insidens adalah lebih dari 200 kasus
per 100,000 aborsi.

2.9 Penatalaksanaan
Dapat di bagiatas :

20
1. Abortus Imminens ( Threatened abortion, Abortus mengancam )
Penatalaksanaan
a) Tirah baring
b) Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atautokolitik
(salbutamol atauindometasin) karena obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
c) Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau
melakukan hubungan seksual
d) Bila reaksi kehamilan 2x berturut-turut negative, maka sebaiknya
uterus dikosongkan (kuret)
2. Abortus Insipien (Inevitable abortion, Abortus sedang berlangsung)
Penatalaksanaan
 Bila kehamilan < 16 minggu dapat dilakukan evakuasi uterus dengan
AspirasiVakum Manual (AVM).
Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :
- Berikanergometrin 0,2 mg I.M yang diulangi 15 menit kemudian jika
perlu ATAU Misoprostol 400 mg per oral dan bila masih diperlukan
dapat diulang setelah 4 jam jika perlu
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
 Bila kehamilan > 16 minggu tunggu ekspulsi spontan kemudian
dilakukan evakuasi uterus dengan Aspirasi Vakum Manual (AVM).
Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera lakukan :
- Induksi oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai 8 tetes
sampai 40 tetes/ menit, sesuai kondisi kontraksi uterus sampai
terjadi pengeluaran hasil konsepsi
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari
uterus.
 Lakukan Pemantauan Pasca Abortus
3. Abortus Kompletus
Penatalaksanaan
 Tidak perlu evakuasi lagi

21
 Observasi untuk melihat perdarahan banyak/tidak.
 Lakukan Pemantauan Pasca Abortus
 Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus
600mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan tranfusi darah.
4. Abortus Inkompletus
Penatalaksanaan
Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yg disertai
perdarahan,dapat dikeluarkan secara digital, atau cunam ovum kemudian
dievakuasi
i. Bila perdarahan berhenti diberi ergometrine 0,2 mg I.M atau
misoprostol 400 mg per oral
ii. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa konsepsi dengan
kuret vakum (KV)
- Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, antibiotika prophilaksis

- Bila terjadi infeksi beri Ampicillin 1 gr dan Metronidazol 500 mg


setiap8 jam
- Bila anemia terapi dengan Fe kalau perlu transfusi darah.
5. Missed Abortion
Penatalaksanaan
i. pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat
dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase
bila serviks uterus memungkinkan.
ii. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu
dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku, dianjurkan untuk
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau
mematangkan kanalis servikalis. Caranya antara lain:
- infus intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500
cc dekstrose 5% tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk
mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
- Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan 1 hari, dan kemudian
induksi diulangi. Biasanya maksimal 3 kali.

22
- Diberikan mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini akan
terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium
serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan
untuk mengosongkan kavum uteri.
Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini,
dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
iii. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah
segar atau fibrinogen
iv. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan
oksitosin dan antibiotika.
6. Abortus Habitualis
Terapi :
 Untuk kelainan kegagalan reaksi antigen TLX, maka diobati dengan
transfuse leukosit atau heparinisasi.
 Pada serviks inkompeten, dianjurkan untuk periksa hamil seawal
mungkin.
 Bila dicurigai adanya inkompetensia serviks dialakukan tindakan untuk
memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan
berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan padaumur
kehamilan 12 – 14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau MC
DONALD (cervical cerlage) dengan melingkari kanalis servikalis dengan
benang sutera/mersilenen yang tebal dan simpul baru dibuka setelah
umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.
 Merokok dan minum alcohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
 Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih
besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada
sesudahnya.
7. Abortus Infeksious
Penatalaksanaan
- Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup

- Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan


pembiakan da uji kepekaan obat)
23
o Berikan suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam
o Berikan suntikan streptomisin 500mg setiap 12 jam
o Atau antibiotika spektrum luas lainnya.

- Bila tetap terjadi perdarahan banyak setelah 1-2 hari lakukan dilatasi
dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi
8. Septic Abortion
Penatalaksanaan sama dengan abortus infeksious, hanya dosis dan jenis
antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis yang tepat sesuai dengan hasil
pembiakan dan uji kepekaan kuman. Perlu di observasi apakah ada tanda
perforasi atau akut abdomen.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Abortus Incomplete. Available at http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-


inkomplit , accessed on June 3, 20147
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
3. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Gilstrap, L., &
Wenstrom, K. D. .2014. Williams Obstetrics (24th Edition ed.). New York: The
McGraw-Hill Companies.
4. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on June 3,
2017
5. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on June3,
2017
6. Griebel CP, et all. Management of Spontaneous Abortion. University of Illinois
College of Medicine. Peoria
7. Idries, Abdul Mun’im. Abortus dan Abortus Provokatus dalam  Pedoman
Ilmu Kedokteran Forensik.. Edisi Pertama. 1997. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
243- 545..
8. Trupin SR. Abortion. Emedicine Health. Editor: Stoppler MC. Available at
http://www.emedicinehealth.com/abortion/article_em.htm. Accessed on June
3,2017.
9. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi
dalam Ilmu Kandungan. Edisi kedua. 1999. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
SarwonoPrawiohardjo. 246 – 9

25

Anda mungkin juga menyukai