Anda di halaman 1dari 14

BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta

: dr. Mega Redha Putri

Nama Wahana

: RSUD Arosuka

Topik

: Mola Hidatidosa

Tanggal (Kasus)

: 23 Maret 2016

Nama Pasien

: Ny. E

Tanggal Presentasi

Nama Pendamping

: dr. Andriany Putri, dr. Elvira Thaher

Tempat Presentasi

: Ruang Komite Medik RSUD Arosuka

Objektif Presentasi

: - Keilmuan

April 2016

Diagnostik

Kasus Bedah

Bahan Bahasan

: Kasus Kebidanan

Cara Membahas

: Presentasi dan diskusi

BAB I
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. E

Umur

: 22 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Talang Babungo

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RS

: 23 Maret 2016

2. Identitas Suami
Nama

: Tn. HR

Umur

: 29 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Talang Babungo

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Petani

3. Anamnesis
Keluhan utama :
Keluar gelembung gelembung dari kemaluan sejak 9 jam yang lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluar gelembung gelembung dari kemaluan sejak 9 jam yang lalu, seperti
berisi cairan jernih dan transparan. Tidak ada gumpalan daging ataupun bagian

seperti janin.
Nyeri perut sejak 9 jam yang lalu.
Mual (-) muntah (-)
Keluar darah dari kemaluan (+), bersamaan gelembung.

Riwayat menstruasi :
Menarche pada usia
Siklus haid
Dysmenorrhea
Lama/kuantitas haid
HPHT
Taksiran partus

: 14 tahun
: 28 hari
: tidak ada
: 5-7 hari / 1 hari 2-3 x ganti pembalut
: 4 Agustus 2015
: 11 Mei 2016

Riwayat obstetrik :
Ini merupakan kehamilan yang pertama.
Pasien mengaku sering mengalami muntah-muntah hebat pada trimester pertama
kehamilan dan sering lemas. Keluhan ini menyebabkan penurunan nafsu makan
selama hamil.
Riwayat pernikahan :
Pasien menikah satu kali dan sudah berlangsung 2 tahun.
Riwayat Antenatal Care :
Pasien kontrol kehamilan 1x ke bidan.
Pasien telah melakukan USG dengan dokter spesialis kebidanan pada 15 hari yang
lalu dan telah dinyatakan mengalami hamil anggur.
Riwayat kontrasepsi :
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung
ataupun asma.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma,

penyakit jantung ataupun asma.


Tidak ada keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan hamil anggur
sebelumnya.

Riwayat medis :
Pasien tidak pernah dirawat di RS atau operasi sebelumnya.
Riwayat kebiasaan :
Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan konsumsi obat-obatan sebelum dan

selama kehamilan disangkal oleh pasien.


Pasien memiliki kebiasaan makan 1-2 kali sehari dengan lauk seadanya seperti
tahu tempe, kadang diselingi ikan sejak pasien bersekolah menengah pertama

dengan alasan malas makan dan keadaan sosial ekonomi keluarga yang kurang
mampu. Kebiasaan ini berlanjut hingga pasien menikah dan hamil, bertambah
berat ketika hamil trimester pertama karena muntah-muntah hebat.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
-

Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: composmentis cooperatif

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Frekuensi jantung

: 82 x/menit

Frekuensi nafas

: 20 x/menit

Suhu

: 36,7C

Pemeriksaan sistemik :
Kulit

: kulit tidak tampak pucat

Kepala

: Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: tidak ditemukan kelainan

Hidung

: tidak ditemukan kelainan

Leher

: JVP 5-2 cmH2O


Kelenjar getah bening tidak membesar
Tiroid tidak membesar

Thoraks :
Paru

Jantung

: Inspeksi

: simetris kanan=kiri, statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus kanan=kiri

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

: Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

batas jantung kanan : LSD


batas atas : RIC II
Auskultasi

: BJ murni, irama reguler, bising (-)

Abdomen

: status obstetrikus

Ektremitas

: akral hangat. CTR < 2 detik.

b. Status Obstetrik

Mammae
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Genitalia
Inspeksi
Inspekulo

: areola hiperpigmentasi (+/+), puting susu retraksi (-/-)


: datar, striae gravidarum (+)
: fundus tidak teraba
: vulva dan uretra tenang
: tampak jaringan seperti gelembung keluar dari
orifisium uterus eksternum

5. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin
: 10, 8 g/dl
Leukosit
: 16.300 /mm3
Trombosit
: 247.000 /mm3
Hematokrit
: 32,7 %
Clotting time : 4
Bleeding time : 3
6. Diagnosis
Mola Hidatidosa
7. Penatalaksanaan (advis dr. Doddy Faisal, Sp.OG) :
Kuretase.
8. Follow up :
24 Maret 2016
S/
perdarahan pervaginam (+)
Demam (-)
O/
Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: composmentis cooperatif
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,7 C
A/
Mola Hidatidosa post kuretase
Th/
IVFD RL 20 tetes/i

Ceftriaxon 2x1 gr iv
Asam mefenamat tab 3x500 mg p.o
SF tab 2x1 p.o
Pasien boleh pulang

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1

Subjektif :

Keluar gelembung gelembung dari kemaluan sejak 9 jam yang lalu, seperti berisi
cairan jernih dan transparan. Tidak ada gumpalan daging ataupun bagian seperti janin.
Nyeri perut sejak 9 jam yang lalu. Mual (-) muntah (-). Keluar darah dari kemaluan
(+), bersamaan gelembung.

Riwayat menstruasi : Menarche pada usia 14 tahun, Siklus haid 28 hari,


Lama/kuantitas haid 5-7 hari / 1 hari 2-3 x ganti pembalut, HPHT 4 Agustus 2015,
Taksiran partus 11 Mei 2016.

Riwayat obstetric: kehamilan yang pertama, muntah-muntah hebat pada trimester


pertama kehamilan, sering lemas. penurunan nafsu makan (+). Pasien ANC 1x ke
bidan, telah melakukan USG dengan dokter spesialis kebidanan pada 15 hari yang
lalu, dinyatakan mengalami hamil anggur.

Riwayat pernikahan : pernikahan pertama.

Riwayat kontrasepsi : Tidak memakai kontrsepsi

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi (-) Riwayat DM (-)

Objektif :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
komposmentis kooperatif, tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi jantung 82
x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu

36,7 c, . Kulit teraba hangat, CRT < 2

detik. Pada pemeriksaan obstetri saat inspeksi abdomen datar, striae gravidarum
positif. Inspekulo: vulva dan vagina tidak ada kelainan, tampak jaringan seperti
gelembung keluar dari OUE.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,8 gr/dl, leukosit 16.300/mm3, trombosit
247.000/mm3, hematokrit 32,7%. CT/BT 4/3.
3

Assesment (penalaran klinis) :

Pada pasien ini data-data yang mendukung diagnosis Mola Hidatidosa adalah pasien

hamil, adanya riwayat keluar gelembung-gelembung dan darah dari kemaluan sejak
9 jam yang lalu dan nyeri perut. Tidak ada gumpalan daging ataupun bagian seperti
janin yang keluar bersamaan keluarnya darah dan gelembung tersebut. Dari riwayat
kehailan, didapatkan riwayat muntah muntah hebat dan kurangnya nafsu makan,
sehingga ibu kekurangan nutrisi sejak trimester awal kehamilan. Pasien juga memiliki
kebiasaan makan 1-2 kali sehari dengan lauk seadanya seperti tahu tempe, kadang
diselingi ikan sejak pasien bersekolah menengah pertama dengan alasan malas makan
dan keadaan sosial ekonomi keluarga yang kurang mampu. Kebiasaan ini berlanjut
hingga pasien menikah dan hamil, bertambah berat ketika hamil trimester pertama
karena muntah-muntah hebat. Pasien telah melakukan USG dengan dokter spesialis
kebidanan pada 15 hari yang lalu dan telah dinyatakan mengalami hamil anggur.
Diagnosis klinis : Mola Hidatidosa.
4

Plan :
Pengobatan : Kuretase
Pendidikan :
Peranan edukasi sangat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit yang diderita serta mencegah kekambuhan di masa mendatang. Edukasi yang
diberikan meliputi upaya preventif, promotif dan rehabilitatif.

a.Preventif.

Makan 4 sehat 5 sempurna 3 kali sehari untuk memberikan nutrisi yang cukup
bagi tubuh, dan ditingkatkan selama kehamilan agar ibu dan anak sama-sama
terpenuhi gizinya.

Menghindari kehamilan pada usia > 35 tahun.

b. Promotif.

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menjaga kualitas dan kuantitas makanan
agar tetap sesuai dengan angka kecukupan gizi ibu hamil.
c.Rehabilitatif.

Pemantauan kadar beta-HCG setelah dilakukan kuretase.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang terjadi akibat perubahan
histologi dari plasenta, terutama di vili korion, dimana terjadi proliferasi trofoblas dan
edem pada stroma.1 Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas pada
kehamilan (Gestasional Trophoblast Disease). Mola hidatidosa juga dikenal dengan
hamil anggur, karena vili korion yang edem berkelompok membentuk seperti buah
anggur. Pada kehamilan mola janin tidak bisa tumbuh dan berkembang, akan tetapi pada
beberapa kasus (1 dari 100 janin), dapat berkembang bersama kehamilan mola. Mola
hidatidosa bukan penyakit keganasan, akan tetapi mola hidatidosa dapat berkembang
menjadi suatu penyakit keganasan.2
2.2 Epidemiologi
Prevalensi mola hidatidosa bervariasi di setiap negara di dunia. Prevalensi mola
hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Di Eropa dan Amerika Utara
dilaporkan insiden mola hidatidosa sebesar 0,6 1 dari 1000 kehamilan. Sementara itu, di
Jepang terdapat 2 dari 1000 kehamilan mengalami hamil mola. 3 Di Indonesia, menurut
Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan dengan mola. Di RS Dr.Cipto
Mangunkusomo Jakarta angka kejadian mola hidatidosa 1 : 31 persalinan dan 1 : 9
kehamilan.4
Kejadian mola hidatidosa juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur ibu.
Ibu yang berumur di atas 35 tahun beresiko tinggi mengalami mola hidatidosa tipe
komplek. Menurut Novak, dkk dikatakan bahwa kejadian risiko mola hidatidosa tipe
komplek meningkat 2 kali lipat pada ibu dengan umur diatas 35 tahun, dan 7,5 kali lebih
tinggi pada ibu umur diatas 40 tahun. 3 Selain itu, resiko terjadinya mola hidatidosa lebih
tinggi pada ibu primigravida usia 14-16 tahun.5 Insiden mola hidatiosa meningkat sebesar
1,5-2 kali lipat pada ibu usia kurang dari 20 tahun. Wanita dengan riwayat mola
hidatidosa memiliki resiko 10 kali lebih tinggi untuk hamil mola ke dua, dan 1000 kali
lebih tinggi untuk berisiko menjadi koriokarsinoma dibandingkan dengan wanita dengan
hamil normal.6
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi dan faktor resiko pada mola hidatidosa adalah:

Faktor ovum: ovum sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluar-kan.

Umur di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun.

Imunoselektif dari trofoblas.

defisiensi gizi; mola hidatidosa banyak ditemukan pada diet rendah protein.

Paritas tinggi.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

2.4 Klasifikasi
a. Mola Hidatidosa Komplek
Mola hidatidosa komplek sering terjadi ketika 1 atau 2 sel sperma membuahi sel
telur yang tidak mengandung inti atau DNA. Oleh karena itu, semua material genetik
berasal dari sel sperma. Akibatnya, tidak terdapat janin.2
b. Mola Hidatidosa Parsial
Mola hidatidosa parsial terjadi apabila 2 sel sperma membuahi 1 sel telur normal.
Pada mola hidatidosa parsial terdapat jaringan janin, tetapi sering bergabung dengan
jaringan trofoblas, sehingga janin tidak dapat tumbuh dan berkembang.2
Gambaran patologi dari mola hidatidosa parsial adalah3:
- Vili korion dengan berbagai ukuran, dengan edema fokal, berongga, dan
-

hiperplasia trofoblas
Scalloping of Chorionic Villi
Stroma trofoblas prominen
Embrio atau jaringan janin yang bisa diidentifikasi

Gambar 2.1: Gejala klinis mola hidatidosa komplek dan parsial3


2.5 Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menjelaskan patogenesis dari penyakit trofoblas:
a. Teori Missed abortion

Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena itu
terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam
jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuk gelembung-gelembung.
b. Teori Neoplasma
Sel trofoblas dikatan abnormal apabila mempunyai fungsi abnormal pula,
dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan kedalam vili sehingga timbul
gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
Mola hidatidosa komplit berasal dari genom maternal (genotype 46XX lebih
sering) dan 46 XY jarang, tapi 46XXnya berasal dari replikasi haploid sperma dan
tanpa kromosom dari ovum. Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari
kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (tripoid, 69XX atau 69XY
dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi paternal dari 1 sperma atau fertilisasi
disperma).
2.6 Diagnosis
a. Gambaran Klinis
Awalnya, gambaran klinis yang muncul sama seperti kehamilan biasa, tetapi
seiring dengan perkembangan mola, maka gejala yang muncul semakin
berlebihan, seperti muntah berlebihan, kehilangan berat badan, dan tampak sakit.
Pre-eklampsia dapat berkembang pada lebih dari setengah kasus dan terjadi lebih
cepat dari biasanya. Munculnya gambaran klinis tersebut berbanding lurus dengan
besarnya mola. Gambaran klinis yang paling sering terjadi dan menjadi perhatian
adalah perdarahan uterus berulang dan discharge bewarna coklat. Perdarahan
biasanya sering disertai keluarnya gelembung mola.5
Gejala hipertiroid dapat muncul pada mola hidatidosa, hal ini terjadi karena
TSH dapat disensitisasi oleh jaringan trofoblas, selain itu HCG sendiri dapat
menyebabkan hipertiroid.5
b. Pemeriksaan Fisik5
Uterus lebih besar dari usia kehamilan normal. Hal ini terjadi pada lebih
dari 50% kasus. Kadang-kadang uterus berukuran lebih kecil dari usia
kehamilan normal, terutama jika mola mati
Konsistensi uterus seperti adonan
Bagian dari fetus tidak dapat teraba, tidak ada ballottement
Gerak janin dan denyut jantung janin tidak ditemukan
Keluarnya vesikel mola pada perdarahan uterus merupakan bukti yang
menyimpulkan suatu mola hidatidosa
Pembesaran kedua ovarium yang teraba pada 25-50% kasus

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan HCG
Pada mola hidatidosa terjadi peningkatan level HCG lebih dari 100.00
mIU/ml.3
USG
Merupakan teknik yang dapat dipercaya dan sensitif dalam
mendiagnosa mola hidatidosa komplek. Hal itu karena vili korion
memperlihatkan pembengkakan hidrofik yang difus (snowstorm). Mola
hidatidosa komplek juga memberikan gambaran vesikular pada pola USG
yang bahkan sudah dapat terlihat pada trimester pertama.3

Gambar 1.2: USG mola hidatidosa komplek7


USG juga berkontribusi pada mola hidatidosa parsial yang
menunjukkan bagian kistik fokal pada jaringan plasenta dan peningkan
diameter transversal dari kantung gestasi. Jika terdapat 2 tanda tersebut maka
diagnosis mola hidatidosa parsial menjadi 90%.3

Gambar 1.3: USG mola hidatidosa parsial7


2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada mola hidatidosa adalah dengan evakuasi
jaringan mola. Ada beberapa metode dalam melakukan evakuasi mola3:
a. Histerektomi
Hal ini dapat dilakukan apabila menginginkan operasi sterilisasi. Ovarium yang
besar dapat dikompresi dengan aspirasi. Akan tetapi histerektomi tidak mencegah
timbulnya keganasan dan metastasis. Oleh karena itu, pemeriksaan follow up kadar HCG masih dibuthkan.
b. Suction Kuretase
Merupakan metode evakuasi yang lebih baik, terutama pada wanita yang masih

ingin memiliki anak. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:


Infus Oksitosin: dimulai sebelum dilakukan induksi anestesi
Dilatasi Servik: apabila servik mengalami dilatasi, perdarahan uterus sering
meningkat, darah yang tertahan dalam rongga endometrium dapat dikeluarkan selama

dilatasi servik.
Suction Kuretase: dalam beberapa menit setelah memulai suction kuretase, ukuran
dari uterus akan jauh berkurang, dan perdarahan dapat dikontrol. Jika uterus usia lebih
dari 14 minggu, maka salah satu tangan dapat diletakkan diatas fundus uteri, dan
uterus dapat di-massage untuk menstimulasi kontraksi dan mengurangi resiko

perforasi
Sharp Kuretase: setelah dilakukan evakuasi dengan suction, maka sharp kuretase
dilakukan untuk membersihkan sisa jaringan mola.

2.8 Follow Up
a. Pemeriksaan HCG
Setelah dilakukan evakuasi mola, pasien harus dimonitor kadar -HCG setiap
minggu sampai kadar -HCG mencapai nilai normal selama 3 minggu berturut-turut.
Kemudian pemantauan -HCG dilanjutkan setiap bulan sampai 6 bulan berturut
dengan kadar -HCG normal. Waktu rata-rata yang dibutuhkan -HCG untuk
mencapai nilai normal setelah dilakukan evakuasi adalah 9 minggu.3
Apabila follow-up selesai dilakukan, maka kehamilan dapat dilakukan. Apabila
pasien mencapai kadar -HCG yang tidak dapat dideteksi, maka resiko relaps dan
berkembang menjadi tumor sangat rendah dan mungkin dapat mencapai angka 0.3
b. Kontrasepsi
Selama follow-up HCG dilakukan, maka pasien harus diedukasi untuk
menggunakan kontrasepsi. Akan tetapi, untuk mencegah terjadinya perforasi uterus,
maka tidak oleh dimasukkan alat kedalam intrauterin sampa -HCG mencapai nilai
normal. Oleh karena itu, pasien yang tidak mengingikan sterilisasi, kontrasepsi oral
atau barier dapat digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schorge, Schaffer, Halvorson, Hoffman, Bradshaw, Cunningham. 2008. Williams


Gynecology. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc
2. American cancer society. 2014. Gestational Trophoblast Disease. Page 3-5
3. Berek, Jonathan S. 2007. Berek & Novaks Gynecology 14th Edition. USA: William
Lippincot William and Wilkins
4. Fitriani, Rini. 2009. Mola hidatidosa. Jurnal Kesehatan Vol II no. 4. Hal 1-6.
5. Tindall, VR.1987. Jeffcoats Principle of Gynecology 5th Edition. British:
Butterworth & Co Publisher ltd
6. See,
Hui
T.,
et
al.

2010.

Gestasional

Trophoblastic

Disease.

http://medicine.medilam.ac.ir/Portals/3/EBOOK/Gestational
%20trophoblastic%20disease.pdf

7. Goldsten, Donal Peter, et al. 2012. Gestasional Trophoblastic Disease. New England
Trophoblastic Disease Centre. Boston: Brigham and Womens Cancer Center

Anda mungkin juga menyukai