Kehamilan Ektopik
Setelah terjadinya fertilisasi dan pergerakan di tuba falopi, blastosit normalnya akan menempel
pada dinding endometrium di kavitas uterus. Implantasi pada tempat lain dianggap ektopik dan terjadi 1
hingga 2 persen dari seluruh kehamilan trimester pertama di Amerika Serikat. Proporsi yang kecil ini
menyumbang sebanyak 6 persen dari seluruh kematian yang berhubungan dengan kehamilan 1.
Kemungkinan kehamilan normal setelah terjadinya kehamilan ektopik akan berkurang. Untungnya,
pemeriksaan urin dan serum beta-human chorionic gonadotropin (beta HCG) dan transvaginal sonografi
memungkinkan terbentuknya diagnose lebih awal. Dan sebagai hasilnya, angka keselamatan dan
Suatu kehamilan ektopik, atau extra-uterin, diartikan sebagai suatu kehamilan yang menempel di
luar dari kavitas uteri dan lebih dari 98% menempel di tuba fallopi. Sekitar 1-2% dari seluruh kehamilan
di Eropa dan Amerika Serikat merupakan kehamilan ektopik dan di negara Barat kehamilan ektopik tuba
masih menjadi penyebab utama mortalitas maternal pada trimester pertama kehamilan. Pada negara-
negara berkembang, insidensi jauh lebih tinggi dan 1 dari 10 wanita dengan diagnosis kehamilan ektopik
tuba meninggal 2.
Sedikitnya 95 persen kehamilan ektopik menempel pada bermacam segmen dari tuba fallopi dan
Pembedahan yang disebabkan kehamilan tuba sebelumnya, pembedahan untuk memperbaiki fertilitas,
atau pembedahan untuk sterilisasi merupakan risiko tertinggi penyebab implantasi tuba. Setelah terjadi
satu kali kehamilan ektopik, kemungkinan berulang mencapai sekitar 10 persen. Penyakit menular
seksual atau infeksi tuba lainnya merupakan faktor risiko lainnya yang sering terjadi 1 . lebih sppesifik
lagi, sebuah episode salfingitis dapat menyebabkan kehamilan ektopik pada 9 persen wanita. Hal serupa,
perlengketan perituba yang disebabkan oleh salfingitis, appendicitis, atau endometriosis dapat
Faktor risiko mayor dari kehamilan ektopik tuba yaitu: kerusakan tuba dikarenakan pembedahan
atau infeksi (terutama Chlamydia trachomatis), merokok dan fertilisasi in vitro. Data terkini mengenai
penyebab yang mendasari kehamilan ektopik tuba sebagian besar deskriptif. Namun, tetap menyokong
hipotesa bahwa hal tersebut merupakan kombinasi dari (i) retensi embrio pada tuba fallopi yang
disebabkan kegagalan transportasi embrio-tuba dan (ii) perubahan lingkungan di dalam tuba yang
siliaris. Kontraksi otot menghasilkan pergerakan berulang pada isthmus tuba yang dapat membantu
pergerakan di dalam tuba fallopi. Stimulasi dari reseptor alpha adrenergic menghasilkan kontraksi otot
saluran ovum, sedangkan stimulasi dari reseptor beta akan menginhibisi kontraksi. Syaraf adrenergic
bukanlah elemen utama dalam mengatur pergerakan embrio mengingat pada eksperimen deplesi dan
inhibisi pada syaraf-syaraf ini tidak memperlambat pergerakan ataupun menurunkan fertilisasi. Hormone
sex steroid dan faktor lain yang diproduksi oleh ovarium itu sendiri, seperti prostaglandin, nitrit oksid,
prostasiklin, dan cAMP juga dapat memodulasi kontraksi otot dan memainkan peranan penting dalam
pergerakan embrio 2.
Selain kontraktilitas otot halus tuba, pergerakan embrio-tuba juga dipengaruhi oleh aktivitas
siliaris, yang mana dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti hormone sex steroid dan IL-6. Faktor-faktor
yang ditemukan di dalam cairan folikular ovarium, yang memasuki tuba fallopi saat ovulasi, juga telah
terbukti mempengaruhi frekuensi gerakan siliaris. Walaupun hubungan antara masing-masing mekanisme
ini masih belum jelas, terdapat bukti bahwa gerakan siliaris memainkan peran dominan terhadap
pergerakan embrio. Ketika aktivitas otot halus tuba diinhibisi oleh isoproterenol, agonis beta-adrenergik,
tidak ada perbedaan dalam waktu transit embrio melewati tuba fallopi, hal ini mengungkapkan bahwa
kerja siliaris saja sudah dapat menggerakkan embrio dalam waktu yang tepat untuk terjadinya implantasi
intrauterine 2.
Lebih jauh lagi, sebuah tuba fallopi dari kehamilan ektopik tuba menunjukkan sebuah reduksi
bermakna dari sel-sel silia jika dibandingkan dengan sebuah kehamilan intrauterine pada usia kehamilan
yang sama. De-siliasi yang bermakna juga terkadang terlihat pada kehamilan ektopik tuba dan pada
biopsy dari wanita yang menjalani pembedahan tuba yang kemudian hari mengalami kehamilan ektopik
tuba2.
Kehamilan ektopik dapat berkhir dengan pecahnya tuba, aborsi tuba, atau kegagalan kehamilan
dengan perbaikan. Ketika pecah, perluasan invasi dari hasil konsepsi dan perdarahan dapat merobek tuba
fallopi pada bagian mana pun. Biasanya, jika tuba pecah pada beberapa minggu pertama, kehamilan
biasanya terjadi pada bagian ishtmic, di mana ampulla biasanya sedikit lebih distensi. Namun, bila jika
ovum yang telah dibuahi menempel pada bagian interstisial, biasanya pecah terjadi belakangan.
Kehamilan ektopik tuba biasanya pecah secara tiba-tiba namun bisa juga terjadi setelah koitus atau
pemeriksaan bimanual 1.
Kehamilan ektopik terganggu harus dicurigai bila seorang wanita memiliki hasil tes kehamilan
positif dan mengalami sinkop dan tanda-tanda syok termasuk takikardi, pallor dan kolaps pembuluh
darah. Bisa juga terdapat distensi abdomen dan nyeri tekan. Jika terdapat nyer, eksitasi cerviks dan massa
adnexa saat pemeriksaan bimanual, curigai hal ini merupakan eksaserbasi dari pendarahan. Karena
kehamilan ektopik terjadi pada wanita muda, kadang mereka dapat mengkompensasi peningkatan
hemodinamik. Takikardi merupakan tanda yang penting, namun jika terdapat dekompensasi terhadap
Pemeriksaan awal pasien dan teknologi diagnostic yang lebih mendalam biasanya memungkinkan
identifikasi sebelum terjadinya KET. Dalm hal ini, gejala dan tanda dari kehamilan ektopik biasanya
kabur atau bahkan tidak ada. Seorang wanita tidak merasakan kehamilan tuba dan mengasumsi bahwa ia
Pada diagnosis selanjutnya, presentasi klasik ditandai oleh trias menstruasi terlambat, nyeri,
dan perdarahan pervaginam atau spotting. Pada tuba yang pecah, biasanya disertai nyeri yang berat pada
abdomen bawah dan pinggang yang biasanya digambarkan dengan tajam, seperti ditusuk atau seperti
disobek. Terdapat nyeri tekan saat palpasi abdomen. Pemeriksaan bimanual pelvis, terutama gerakan
cerviks, menyebabkan nyeri yang sangat terasa. Vorix posterior dapat mengembung karena adanya darah
di dalam rectouterin cul-de-sac, atau terdapat massa menggembung dan nyeri yang dapat dirasakan pada
satu sisi uterus. Walaupun jarang, nantinya uterus juga dapat terdorong k eke satu sisi oleh karena massa
ektopik. Uterus dapat sedikit membesar karena stimulasi hormone. Gejala dari iritasi diafraghma, yang
ditandai dengan nyeri di leher atau bahu, terutama ketika inspirasi, terdapat pada beberapa wanita dengan
adanya hemoperitonium1.
Vaginal spotting atau perdarahan pervaginam terjadi pada 60 hingga 80 persen wanita degan
kehamilan tuba. Walaupun perdarahan pervaginam yang banyak cenderung mengarah pada abortus
inkomplit, perdarahan seperti ini kadang dijumpai pada gestasi tuba. Terlebih lagi, kehamilan tuba dapat
berujung pada perdarahan intraabdominal yang signifikan. Respon terhadap perdarahan moderate yaitu
tidak ada perubahan pada tanda-tanda vital, sedikit peningkatan pada tekanan darah, atau respon
vasovagal dengan bradikardi dan hipotensi. Birkhahn et al (2003) menyatakan bahwa pada 25 wanita
dengan KET, kebanyakan menunjukkan laju nadi <100 kali per menit dan tekanan darah sistolik >100
mmHg. Tekanan darah akan menurun dan nadi akan meningkat jika perdarahan terjadi terus menerus dan
1.
hipovolemi yang signifikan. Gangguan vasomotor akan terjadi mengakibatkan vertigo dan sinkop
Kehamilan ektopik dapat ditangani dengan pembedahan, medis, atau tanpa penanganan. Namun
penting diingat mengenai risiko terjadinya KET. Dokumentasi diagnostic yang jelas serta strategi
penanganan-mnggunakan pemeriksaan klinis, sonografi dan biokimia dari pasien- merupakan hal yang
penting. Penanganan mana yang paling cocok tergantung pada pemeriksaan yang berlangsung dan
sejumlah faktor klinis. Penanganan akan berbeda-beda pada setiap individu, berdasarkan presentasi dan
keparahan kondisi, kecocokan tehadap suatu pilihan penanganan dan pilihan pasien 3.
Kehamilan Heterotopik
Biasanya, sebuah kehamilan multifetalterjadi pada satu kali konsepsi dengan implantasi normal
pada uterus sedangkan yang lainnya terimplantasi secaa ektopik. Insidensi alami dari kehamilan
heterotopik ini sekitar 1 dari 30.000 kehamilan. Namun, dikarenakan Assisted Reproductive Technologies
(ART) (di Indonesia dikenal dengan bayi tabung), insidensinya meningkat menjadi 1 dalam 7000
kehamilan, dan pada induksi ovulasi, kemungkinan meningkat sebanyak 0,5 hingga 1 persen 1.
Kehamilan heterotopik merupakan suatu keadaan simultan dimana terdapat kehamilan
intrauterine dan kehamilan ektopik. Umumnya kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi dan jarang
terjadi pada bagian cervix atau ovarium. Perkiraan jumlah insidensi kehamilan heterotopik adalah antara
1/8000 dan 1/30.000. namun dalam beberapa dekade belakangan ini terdapat peningkatan yang signifikan
dari kehamilan ektopik yang diikuti dengan meningkatnya kehamilan heterotopik. Peningkatan ini
disebabakan beberapa faktor termasuk meningkatnya insidensi pelvic inflammatory disease dan
Angka kejadian kehamilan heterotopik dapat dikatakan sangat jarang terjadi pada siklus konsepsi
alami dengan insidensi 0,08%, namun insidensi meningkat sebanyak 1% pada assisted reproductive
technologies. Hal ini dikarenakan perpindahan embrio oleh teknik ART ke dalam tuba dan ergerakan
peristaltic tidak dapat menggerakkan embrio-embrio tersebut. Faktor paling sering yang menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik adalah pembedahan pada daerah tuba dan pelvic inflammatory disease 5.
Diagnosis awal dari kehamilan heterotopik kadang sulit karena tidak adanya gejala klinis. Reece
et al menyatakan nyeri abdomen, masa adnexa, iritasi peritoneum dan pelebaran uterus sebagai tanda dan
gejala yang merujuk pada kehamilan heterotopik. USG transvagina dan pemeriksaan seluruh pelvis, dapat
menjadi komponen diagnosis yang penting dari kehamilan heterotopik. Lebih jauh lagi, adanya visualisasi
aktivitas jantung pada gestasi intrauterine maupun ekstrauterin dapat mengonfirmasi diagnosis kehamilan
heterotopik 5.
Pada penelitian terkini dari tahun 1994 hingga 2004 menunjukkan bahwa dari 80 kasus, 21
terdiagnosa melalui USG dan 59 kasus terdiagnosa dari laparoskopi atau laparotomi. Salah satu alas an
dari observasi yang tidak terduga ini adalah bahwa kehamilan heterotopik ini merupakan kondisi yang
jarang dan kebanyakan pasien dengan kehamilan heterotopik datang ke Unit Gawat Darurat dengan gejala
KET. Maka dari itu, diagnosis pre operatif untuk kehamilan heterotopik masih menjadi tantangan 5.
Daftar Pustaka
and intrauterine: a case report. Hindawi publishing corporation case reports in obstetric and