Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ABORTUS INCOMPLETUS

Pembimbing :
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG

Disusun Oleh :
Farida Nurhayati
1820221093

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KANDUNGAN DAN


KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 30 SEPTEMBER – 7 DESEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus ini diajukan oleh


Nama : Farida Nurhayati
NRP : 1820221093
Program Studi : Kepaniteraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi
Judul : Abortus Incompletus

Disetujui,
Kepala Departemen Pembimbing

dr. Hary Purwoko, Sp.OG, KFER dr. Adi Rahmanadi, Sp.OG

Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal disetujui : November 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kebesaran Allah SWT karena rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Abortus
Incompletus”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Kebidanan
dan Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Selesainya laporan kasus
ini tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Adi
Rachmanadi, Sp.OG selaku dokter pembimbing dan teman teman Co-Ass yang
telah membantu dalam pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis
sangat memerlukan kritik dan saran agar dapat dijadikan pedoman dalam
pembuatan laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini dapat berguna
bagi para pembaca.

Ambarawa, November 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3 hal, yaitu


pendarahan dalam kehamilan, pre-eklamspsia atau eklampsia, dan infeksi.
Pendarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat
membahayakan ibu dan anak, dan sampai dapat menimbulkan kematian.
Sebanyak 20% wanita hamil pernah mengalami pendarahan pada awal kehamilan
dan sebagian mengalami abortus.
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan
kurang dari 20-24 minggu. Pada negara berkembang, prevalensi abortus mencapai
160 per 100000 kelahiran hidup. Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus
sebesar 2 juta kasus pada tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada
wanita usia produktif pada 6 wilayah. Menurut sensus penduduk tahun 2000,
terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 – 49 tahun, dan dari jumlah tersebut
terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16
minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit
belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Insidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan.
Penyebab abortus sendiri multifaktorial dan masih diperdebatkan, umumnya
terdapat lebih dari satu penyebab. Penyebabnya seperti faktor genetik, kelainan
kongenital uterus, autoimun, infeksi, defek luteal. Selain itu, trauma yang sering
sekali terjadi dalam kehidupan masyarakat dapat menyebabkan abortus melalui
beberapa mekanisme.
Dengan mengetahui penyebabnya, abortus selanjutnya pada kehamilan
selanjutnya dapat dicegah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat
kasus ini dalam suatu makalah.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

Formulir Rekam Medik


A. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ngemplak, Bawen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM : 176xxx
Tanggal Masuk : 9 Oktober 2019

B. Anamnesis
Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan keluar darah dari jalan
lahir sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengaku keluar
darah sedikit dan berwarna kecokelatan. Namun sejak 2 hari lalu, pasien
mengeluh darah keluar seperti menstruasi kira-kira 2 – 3 sendok makan dan ganti
pembalut sudah lebih dari 4x dalam sehari. Darah berwarna merah kehitaman,
terdapat gumpalan dan berbongkah-bongkah. Keluhan tersebut juga disertai
dengan nyeri perut pada bagian bawah yang terasa seperti kram. Keluhan nyeri
dikatakan skala 5. Keluhan nyeri timbul terutama saat berjalan dan nyeri semakin
memberat. Keluhan berkurang saat pasien berbaring. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Riwayat berhubungan seksual saat hamil disangkal. Demam disangkal.
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
Riwayat Obstetri
Pasien saat ini menjalani kehamilan kedua. Pada kehamilan pertama yaitu
8 bulan lalu pasien pernah mengalami keguguran di usia kehamilan 13 minggu.

2
Setelah itu pasien menjalani tindakan kuretase. Pasien sudah menikah selama 1,5
tahun. Terakhir menstruasi adalah 2 Juli 2019 dengan hari perkiraan lahir 9 April
2020.
Riwayat Menstruasi
Pasien pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun, haid rutin setiap bulan
dan siklus 28 hari dengan lama menstruasi 5-6 hari. Selama menstruasi tidak ada
keluhan.
Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya : diakui
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Hipertensi : disangkal
Asma : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Suami pasien bekerja sebagai
pedangang. Pasien tinggal bersama suami dan orangtuanya. Pasien tinggal di
lingkungan perkampungan yang cukup padat penduduk. Sehari-hari pasien makan
nasi beserta lauk pauk seperti telur, tempe dan sayur. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok dan tidak sedang mengonsumsi obat-obatan ataupun alkohol.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110//65
Nadi : 78x/menit
Suhu : 36.8
RR : 19x/menit

3
Data Antropoemetri
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 154 cm

Kepala : mesocephal, rambut hitam


Mata : Konjungtiva anemis -/-, ikterik -/-
Telinga : discharge -/-
Hidung: Rhinorea (-)
Mulut : Mukosa hiperemis (-)
Gigi : gigi karies (-), edema (-)
Leher : Nyeri tekan trakea (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
Paru : Vesikuler (+), tidak ada rhonki maupun wheezing
Jantung : S1S2 reguler, tidak ada murmur maupun gallop
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan regio suprapubic
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema -/-

Status Obstetrik
a. Pemeriksaan luar
Wajah : Kloasma gravidarum (+)
Mammae : Membesar, hiperpigmentasi
Abdomen :
Inspeksi : Tampak cebung gravida, linea mediana hiperpigmentasi,
striae gravidarum (+), sikatrik (-)
Palpasi :
 TFU : teraba 2 jari di atas simfisis os pubs
 HIS : (-)
b. Pemeriksaan dalam / Vaginal Toucher :
Vulva/uretra tidak ada kelainan, dinding vagina dalam batas normal, portio
tidak teraba, pembukaan 1 cm, teraba jaringan.

4
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah, tanggal 9 Agustus 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12.6 g/dl 11,7-15,5
Leukosit 8.01 ribu 3.6 – 11
Hematokrit 37.1 % 35 - 47
Eritrosit 4.05 106/ul 3.8 – 5.2
Trombosit 315 ribu 150 – 440
MCV 82.4 fL (L) 82-98
MCH 29.5 Pg/cell 27 – 32
MCHC 35.7 % 32 – 37
RDW 13.3 % 10 – 16
MPV 7.62 mikro 7 – 11
Basofil 0.4 % 0–1
Eosinofil 2.3 % 2–4
Neutrofil 67 % 50 – 70
Limfosit 29 % 25 – 40
Monosit 3,65 % 2–6
Glukosa Sewaktu 102 mg/dL 74 - 106
SGOT 18 u/L 0 – 35
SGPT 17 u/L 0 – 35
Ureum 10.1 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 0.53 mg/dL 0,45 – 0.75
PT 9,4 detik 9.3 – 11.4
APTT 30,6 detik 24.5 – 32.8
Golongan Darah AB
HbsAg Non reaktif

2. Urinalisa, tanggal 10 Agustus 2019


Pemeriksaan Hasil
Warna Kuning muda
Reduksi Negatif
Protein Negatif
Bilirubin Negatif
Beta hCG Positif

5
E. Diagnosis Kerja
G2P0A1 usia 27 tahun, hamil 15 minggu, Abortus incompletus dan
perdarahan pervaginam

F. Penetalaksanaan
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ergometrin 0,2 mg
PO. Misoprostol 400mcg
Observasi keadaan umum
Rencana : Curetase

G. Prognosis
Quo ad vitam et fungsionam : Dubia at bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan
kurang dari (ACOG memberi batasan 20 minggu, FIGO memberi batasan 22
minggu, Hanretty memberikan batasan 24 minggu, WHO memberi batasan 28
minggu).

III.2 Epidemiologi
Dari 210 juta kehamilan, 75 juta dianggap tidak direncanakan di mana
sekitar 15% kehamilan akan berakhir pada aborsi. Pada negara berkembang,
prevalensi abortus mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup dan paling tinggi
terdapat di Afrika yaitu 870 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Indonesia, ditunjukkan prevalensi abortus sebesar 2 juta kasus pada
tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif pada 6
wilayah. Motif sebagain besar kasus abortus adalah abortus kriminalis.
Sekitar 75% abortus spontan ditemukan pada usia gestasi kurang dari 16
minggu dan 62% sebelum usia gestasi 12 minggu. Insidensi abortus inkomplit
belum diketahui secara pasti, namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita
hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum disebutkan sebesar 10% dari
seluruh kehamilan.
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun. Biasanya
abortus imminens akan berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu setelah
pasien mengeluhkan keluar bercak-bercak darah. Pada penelitian Johns et al.
(2006) ditunjukkan bahwa risiko abortus komplit pada pasien abortus imminens
atau insipiens dengan usia gestasi rata-rata 8 minggu adalah 9,3%.

6
III.3 Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur, setelah usia 30 tahun. Risiko
berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9%
pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 35-39;
51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas.
2. Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk
kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien
yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3
kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%. Menurut Malpas dan Eastman
kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami
abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%.
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang
dikonsumsi setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS yang akan
mendestruksi organel seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus, dan
membran sel. Selain itu, secara tidak langsung ROS akan menyebabkan
kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal
maupun ganda sperma. Stres oksidatif sendiri dapat menyebabkan apoptosis
yang mengganggu invasi plasenta dan abortus dini. ROS akan bereaksi
dengan molekul pada berbagai sistem biologi sehingga dapat terjadi
kerusakan sel yang ekstensif dan disrupsi fungsi sel.
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi
spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu.
Dalam suatu penelitian didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3 kali
untuk setiap gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari.
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan
tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi
setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.

7
d. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan
menyebabkan risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.
e. Psikologis seperti ansietas dan depresi

III.4 Etiologi
1. Faktor Genetik
a. Kelainan kromosom
Sekitar 50% abortus trimester satu disebabkan oleh abnormalitas
kromosom di mana prevalensi ini menjadi 75% pada wanita berusia di atas
35 tahun dan pada wanita dengan abortus rekuren. Sekitar 25% abortus
terjadi pada trimester satu. Tipe kelainan kromosom parental yang paling
banyak adalah translokasi seimbang, baik resiprokal (segmen distal
kromosom saling bertukar), Robertsonian (dua kromosom akrosentrik
bersatu pada wilayah sentromer dengan hilangnya lengan pendek),
gonosomal mosaik, dan inversi.
b. Kelainan gen
Gangguan genetik ini akan menyebabkan gangguan fenotipe yang
memiliki implikasi penting dalam kejadian abortus.
i. Mutasi gen reseptor progesteron
ii. Mutasi gen hemostatik
iii. Ekspresi gen plasenta
iv. Mutasi gen mitokondria
c. Kelainan HLA
Ligase CD40 pada trimester awal menginhibisi aksis HPA.
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun
kelainan perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan
sebagai unit fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada
fetus. Inflamasi dan gangguan genetik dapat menyebabkan aktivasi
proliferasi mesenkim dan edema stroma vili.

8
3. Kelainan Anatomi
Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik
terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan
anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana
kelainan anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada kelainan
duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-
30%). Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus berulang dan
infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus..
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu
keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi
progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding
endometrium.
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah
peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap
fungsi ovarium.
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi
dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.27,51
4. Kelainan Koagulasi dan Imunologi
Kehamilan adalah suatu keadaan di mana hemostatis berada dalam kondisi
prokoagulasi dengan peningkatan konsentrasi faktor koagulan dan
penurunan faktor antikoagulan. Mikropartikel prokoagulan yang bersirkulasi
berada adalam keadaan tidak stabil. Pasien dengan abortus rekuren selalu
berada dalam kondisi protombotik.

9
a. Trombofilia: mekanisme yang berhubungan adalah trombosis uteroplasenta
sehingga mengganggu oksigenasi ke janin.
b. Antibodi antifosfolipid: patogenesis aPL terkait dengan trombosis plasenta
yang menyebabkan cacat desidualisasi pada endometrium dan kelainan
fungsi dan diferensiasi tropoblas dini.
c. Defek Trombofilik yang diturunkan: penyakit ini merupakan kelainan faktor
pembekuan yang diturunkan secara genetik yang dapat menyebabkan
trombosis patologis akibat ketidakseimbangan antara jalur pembekuan darah
dan antikoagulasi.
5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%.
6. Inflamasi
Sitokin pada fetomaternal penting dalam survival fetus dan ibu juga
angiogenesis. Ketidakseimbangan Th1/Th2, keseimbangan aktivasi inhibisi
sel NK berperan penting dalam mengatur hal ini.
7. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi
hal ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,
Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,
virus herpes simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai
berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat
menyebabkan abortus.
8. Penyakit kronik
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur.
9. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta,
pendarahan fetomaternal, rupture uteri, trauma janin langsung„

10
III.5 Klasifikasi
Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan
1. Tujuan
a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini
dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan
kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah
dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait.
b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan
yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.
2. Jenis
3. Waktu
Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia
kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut. Abortus
trimester satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun
yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan
uterus, dan abortus trimester tiga.

III.6 Patogenesis & Patofisiologi


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang
menyebabakn nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan
mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat
menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan
mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses
pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali

11
dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan
perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.
Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai
bentuk yaitu kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda
kecil yang bentuknya masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati
lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri
spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak.

III.7 Diagnosis
A. Anamnesis
3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian
bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong
dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini
terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di
dalam rahim. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang
20 minggu dari HPHT. Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan
hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan
yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau keram
bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan
darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan
riwayat infeksi traktus genitalis harus diperhatikan. Riwayat kepergian ke tempat
endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas
dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.
B. Pemeriksaan Fisik
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada

12
pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya
perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung
lama, sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat
perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan
ringan-sedang bila doek bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah
yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak,
merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam waktu 5
menit, dan pasien tampak pucat.
Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di
bawah 14 minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh
atau sebagian hasil konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta
sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil
konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan proses
persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil konsepsi yang
tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam
bentuk gangguan pembekuan darah.
Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu
1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari
20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi
serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,
terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa
riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.
Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks
belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding
vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.
2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi
serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan
mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa
riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester
pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada inspekulo,

13
ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak
ditemukan jaringan.
3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal
dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan berupa
darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada riwayat
keluarnya jaringan dari jalan lahir.
4. Abortus Komplit adalah keadaan di mana semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri
telah menutup dan uterus mulai mengecil. Pada penderita ini disertai anemia
sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus atau transfusi bila anemia. Pendarahan
biasanya tinggal bercak-bercak. Pada inspekulo, ditemukan darah segar di
sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan
5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam
kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan
ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya,
bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak, tidak ada
riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan
bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan
jaringan
6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-turut.
Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas,
riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya
demam.
7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret
yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai
sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)
8. Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi
terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi
(diameter minimal 25 mm) dengan USG.

14
III.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi :
1. Ultrasonografi
Abortus dapat ditegakkan dari USG transabdominal bila pada embrio >8
mm tidak ditemukan aktivitas jantung.
2. Kariotipe genetik
3. Biopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron
4. Imunologis
5. Beta hCG
Serum beta HCG >2500 IU per mL disertai dengan USG transvaginal
90% KDR
Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen  90%
KDR

III.9 Diagnosis Banding


Diagnosis Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
banding
Abortus - perdarahan dari - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin masih
iminens uterus pada umur kehamilan positif
kehamilan sebelum - Dilatasi serviks (-) - USG : gestasional sac (+), fetal
20 minggu berupa plate (+), fetal movement (+),
flek-flek fetal heart movement (+)
- nyeri perut ringan
- keluar jaringan (-)
Abortus - perdarahan banyak - TFU sesuai dengan - tes kehamilan urin masih
insipien dari uterus pada umur kehamilan positif
kehamilan sebelum - Dilatasi serviks (+) - USG : gestasional sac (+), fetal
20 minggu plate (+), fetal movement (+/-),
- nyeri perut berat fetal heart movement (+/-)
- keluar jaringan (-)
Abortus - perdarahan banyak / - TFU kurang dari - tes kehamilan urin masih
inkomplit sedang dari uterus umur kehamilan positif
pada kehamilan - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa hasil
sebelum 20 minggu - teraba jaringan dari konsepsi (+)
- nyeri perut ringan cavum uteri atau
- keluar jaringan masih menonjol pada
sebagian (+) osteum uteri
eksternum
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin masih
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan positif
- keluar jaringan (+) - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari setelah
abortus.
USG : sisa hasil konsepsi (-)
Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin negatif
abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan setelah 1 minggu dari
- biasanya tidak - Dilatasi serviks (-) terhentinya pertumbuhan

15
merasakan keluhan kehamilan.
apapun kecuali - USG : gestasional sac (+), fetal
merasakan plate (+), fetal movement (-),
pertumbuhan fetal heart movement (-)
kehamilannya tidak
seperti yang
diharapkan. Bila
kehamilannya > 14
minggu sampai 20
minggu penderita
merasakan rahimnya
semakin mengecil,
tanda-tanda
kehamilan sekunder
pada payudara mulai
menghilang.
Mola - Tanda kehamilan (+) - TFU lebih dari umur - tes kehamilan urin masih
hidatidosa - Terdapat banyak atau kehamilan positif
sedikit gelembung - Terdapat banyak atau (Kadar HCG lebih dari 100,000
mola sedikit gelembung mIU/mL)
- Perdarahan banyak / mola - USG : adanya pola badai salju
sedikit - DJJ (-) (Snowstorm).
- Nyeri perut (+)
ringan
- Mual - muntah (+)
Blighted - Perdarahan berupa - TFU kurang dari usia - tes kehamilan urin positif
ovum flek-flek kehamilan - USG : gestasional sac (+),
- Nyeri perut ringan - OUE menutup namun kosong (tidak terisi
- Tanda kehamilan (+) janin).
KET - Nyeri abdomen (+) - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb rendah, eritrosit
- Tanda kehamilan (+) - Tanda-tanda syok dapat meningkat, leukosit dapat
- Perdarahan (+/-) : hipotensi, meningkat.
pervaginam (+/-) pucat, ekstremitas - Tes kehamilan positif
dingin. - USG : gestasional sac diluar
- Tanda-tanda akut cavum uteri.
abdomen (+) : perut
tegang bagian
bawah, nyeri tekan
dan nyeri lepas
dinding abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan servik.
- Uterus dapat teraba
agak membesar dan
teraba benjolan
disamping uterus
yang batasnya sukar
ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri bila
diraba

16
III.10 Penatalaksanaan
Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian
kondisi klinis pasien. Dengan langkah ini, dapat dikenali berbagai komplikasi
yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok, infeksi/sepsis,
perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen.
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis
abortusnya yaitu:
A. Abortus Imminens
Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total
dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan
seksual. Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa
dan penilaian lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang
perdarahan terus berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan
adanya penyebab lain dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut
khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, harus dicurigai
kehamilan ganda atau mola.
B. Abortus insipiens
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,
Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan.
Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan
dengan segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.
C. Abortus inkomplit
Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400mcg per oral diberikan.

17
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang
dari 16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual.
Evakuasi vakum tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual
(AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg
IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat diberikan.
Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan dalam
500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per menit
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg pervaginam
diberikan setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil konsepsi yang
tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.
D. Abortus komplit
Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk melihat
adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah
penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus
600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi
darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan
pemantauan lanjut jika perlu.
E. Abortus septik/infeksius
Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan
cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan
Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg
dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil
kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik minimal
6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan, uterus harus
dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi. Antibiotik harus
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian
tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai dah
kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus diberikan dan irigasi

18
kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2. Histerektomi harus
dibuat secepatnya jika indikasi.
Pemantauan pascaabortus
Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya adalah cerah kecuali
jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek
samping pada kehamilan berikut.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya
setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat
atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Tujuan perawatan
untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga
terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.

III.11 Pencegahan
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri
pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah
memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri
internum . Jika berhasil maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup
bulan dan benang dipotong pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut
dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara Mac Donald.

III.12 Komplikasi
A. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan
sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,
perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.
B. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi

19
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok
hemoragik.
C. Infeksi
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas padsa desidua.
Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi
paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus,
Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena dapat
membentuk gas.

III.13 Prognosis
Warburton dan Fraser menunjukkan kemungkinan abortus rekuren adalah
25-30% berapapun jumlah abortus sebelumnya. Wanita dengan abortus spontan
tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran preterm, plasenta
previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya.

20
BAB IV
KESIMPULAN

Ny. A usia 26 tahun, G2P0A1, datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan


keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 3 hari yang lalu ini semakin memberat.
Darah yang keluar berwarna merah kehitaman disertai gumpalan darah, dan
disertai jaringan. Pasien juga merasakan nyeri perut seperti kram. Status
generalisata menunjukkan hiperpigmentasi mammae yang merupakan perubahan
fisiologis saat hamil. Pada pemeriksaan obstetrikus, dijumpai nyeri tekan
suprapubic, TFU teraba 2 jari di atas os pubis, dan terdapat perdarahan
pervaginam. Pada pemeriksaan ginekologis, dari inspekulo tampak gumpalan
darah di introitus vagina. Pada VT dijumpai serviks pembukaan 1cm; uterus lebih
besar dari besar biasa; parametrium kanan-kiri sulit dinilai. Pasien didiagnosis
dengan abortus inkomplit. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah kuretase

27
DAFTAR PUSTAKA

Backos, M and Regan, L. Recurrent Miscarriage. In: James, et al. (eds), High Risk
Pregnancy Management Options. 3rd Edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders, 2006; 160-182.
Basama FM, Crosfill F. The outcome of pregnancies in 182 women with
threatened miscarriage. Arch Gynecol Obstet 2004; 270:86-90
Burd L, Roberts D, Odendaal H. ethanol and the placenta: a review. Journal of
maternal–fetal and neonatal medicine 2007, 20(5):361–375.
Caniggia I, Mostachfi H & Winter J. Hypoxia-inducible factor-1 mediates the
biological effects of oxygen on human trophoblast differentiation through
TGF-beta. J Clin Invest 2000; 105: 577-587.
Christopher P. Crum. The Female Genital Tract. In: Ramzi S. Cotran, Vinay
Kumar, Tucker Collins. Pathologic Basis of Disease.7th ed. Philadelphia:
WB. Saunders 2004; 1079-80.
Cohen RK & Koren G. Antioxidants and fetal protection against ethanol
teratogenicity: review of the experimental data and implications to
humans. Neurotoxicol Teratol 2003; 25: 1-9.
DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion. Robertson A
(editor). In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and
Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003.
Greenwold N, Jauniaux E. Collection of villous tissue under ultrasound guidance
to improve the cytogenetic study of early pregnancy failure. Hum Reprod
2002; 17: 452–56.
Gupta S, Agarwal A, Banerjee J & Alvarez J. The role of oxidative stress in
spontaneous abortion and recurrent pregnancy loss: a systematic review.
CME Review Article 2012; 62(5): 335-347.
Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (editor), In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In: Obstetrics
Illustrated, 6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003.
Johns J, Jauniaux E. Threatened miscarriage as a predictor of obstetric outcome.
Obstet Gynecol 2006; 107:845-50.
Pierce GB, Parchment RE, Lewellyn AL. Hydrogen peroxideas a mediator of
programmed cell death in the blastocyst. Differentiation 1991;46:181–186.
Regan L, Rai R. Epidemiology and the medical causes of miscarriage. Baillieres
Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2000; 14: 839–54.
Sharing responsibility: women, society and abortion worldwide. New York, The
Allan Guttmacher Institute,1999.

28
Suganuma R, Yanagimachi R, Meistrich ML. Decline in fertility of mouse sperm
with abnormal chromatin during epididymal passage as revealed by ICSI.
Hum Reprod 2005; 20: 3101-3108.
Tien JC & Tan TYT. Non surgical intervensions for threatened and recurrent
miscarriages. Singapore Med J, 2007; 48(12): 1074.
Vural P, Akgul C, Yildirim A, et al. Antioxidant defence in recurrent abortion.
Clin Chim Acta 2000; 295: 169-177.
Weiss JL, Malone FD, Vidaver J, et al. Threatened abortion: A risk factor for poor
pregnancy outcome, a population-based screening study. Am J Obstet
Gynecol 2004; 190:745-50.
World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008

29

Anda mungkin juga menyukai