Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN KASUS

Ketuban Pecah Premature (KPP)

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan


Stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :
Firman Alif Mufid
(14711007)

Pembimbing :
dr. Suwardi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. SOEDONO
MADIUN
2019
MANAJEMEN KASUS

Ketuban Pecah Prematur (KPP)

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Di Stase


Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Soedono Madiun

Oleh :
Firman Alif Mufid
(14711007)

Telah dipresentasikan tanggal :


08 April 2019

Dokter Pembimbing, DM RSUD Dr. Soedono Madiun,

dr. Suwardi, Sp.OG Firman Alif Mufid


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDONO
SMF OBSTETRI – GINEKOLOGI
Jl. Dr. Soetomo 59. Telp 0351 464326 pswt. 150

LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 5995179

IDENTITAS
 Nama pasien : Ny. HE umur : 34 tahun
 Nama suami : Tn. T umur : 36 tahun
 Agama : Islam
 Pendidikan istri : S1
 Pendidikan suami : S1
 Pekerjaan istri : Swasta (Pegawai BUMN)
 Pekerjaan suami : POLRI
 Lama menikah : 6 tahun (pernikahan perama)
 Alamat : Jalan Tirtomanis No I/39, Manisrejo

MASUK dan KELUAR RS


 Masuk : 02 - 04 - 2019 (02.45)
 Keluar : 05 - 04 - 2019 (16.00)

ANAMNESIS
 Keluhan utama : Ketuban merembes sejak jam 00.30.
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien DTS, dengan keluhan ketuban merembes sejak pukul
00.30. Keluhan disertai kenceng-kenceng yang hilang timbul.
Lendir darah (-).

1
 Riwayat pernikahan :
Status : Menikah
Banyak : 1 kali
Usia kawin : 28 tahun
Lama kawin : 2013-2019
 Riwayat kontrasepsi sebelum hamil : -
 Riwayat Perawatan Antenatal :
o BPM : - kali
o Sp.OG : 9x kali
o HPHT : 5 Juni 2018
o HPL : 7 April 2019
 Riwayat persalinan yang lalu :
No. A/P/I/Ab/E/M BBL Cara Lhr Penolong L/P Umur H/M
1. Aterm 2700 SC Sp.OG P 6,5 thn Hidup

2 Hamil Ini

PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Vital sign :
TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit T ax : 36,2 0C
Berat badan : 81 kg Tinggi Badan : 154 cm
IMT : 34,10 kg/m2 (obes grd I)
Kepala leher : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dispneu (-)
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : akral hangat +/+, edem tungkai -/-

2
Status Obstetri
Abdomen membuncit memanjang, stria gravidarum (+), bekas
operasi (+)
 Leopold I
o Teraba bulat, lunak, tidak melenting, tinggi fundus uteri 32 cm.
 Leopold II
o Letak memanjang, sisi kanan ibu teraba datar seperti papan, DJJ
140x /menit,.
o Sisi kiri teraba bagian kecil-kecil
 Leopold III
o teraba bulat, keras, melenting  kepala
 Leopold IV
o Divergen  kepala sudah masuk pintu atas panggul (PAP)
 Kesimpulan palpasi :Letak janin letak kepala, punggung kanan,
HIS (+).
 TFU= 32cm, DJJ 140 x/menit
 VT : ø : (-), eff (-), presentasi kepala, hodge I.

 Riwayat penyakit dahulu


Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), asma (-), alergi obat (-),
penyakit jantung (-), gemelli (-).
 Riwayat Persalinan sekarang
o Tgl. (-) jam (-) his mulai
o Tgl. (-) jam (-) ketuban pecah
o Tgl. (-) jam (-) keluar lendir

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboraturium - USG
- NST
DIAGNOSIS
G2P1001 37/38 minggu + THIU + letkep + BSC + KPD + TBJ 3100 gr

3
PLANNING
 Pasang O2 Masker 6 lpm
 Inf. RL 14 tpm
 Inj. Cefotaxime 1x1
 Inj. Cefazoline 1x2 gr
 Pasang DC
 Pro SC + Implantasi IUD

Laboratorium darah (02-04-2019) pukul. 05.18


HEMATOLOGI Nilai
Hb 10.6 gr/dL
Leukosit 8.41 x 103/µL
Trombosit 270 x 103/µL
Hematokrit 33.6 %
Eritrosit 4.05 x 106/µL
MCV 83.1 Fl
MCH 26.2 pg
MCHC 31.6 g/dl
Eosinofil 1.9 %
Basofil 0.6 %
Neutrofil 72.3 %
Limfosit 18.6 %
Monosit 6.5 %
IMUNO-SEROLOGI
Anti-HIV Non-Reaktif
HbsAg Negatif

4
Laporan Persalinan
(02-04-2019 / 08.45)

 Diagnosa awal : G2P1001 37/38 mgg THIU Let.Kep + BSC + KPP


 Diagnosa post-partum : P2002 post SC + Implantasi IUD (a/i KPP + BSC)
 Deskripsi/uraian operasi
 Bladder Flap
 SBR dibuka incisi 2 cm  dilebarkan
 Selaput ketuban dipecahkan  ketuban jernih
 Bayi dilahirkan dengan ekstraksi kepala  lahir bayi perempuan dengan
BBL 3000 gr, PB 50 cm , AS 8-9 pada 2 April 2019 pukul 09.00 anus (+)
 Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan, insersi IUD
 SBR dijahit 2 lapis jelujur feston.
 Repentonealisasi perdarahan aktif (-)
 Cuci cavum abdomen dengan PZ 1 liter
 Lapangan operasi ditutup lapis demi lapis.
 Perdarahan +- 150 cc
 Operasi selesai

5
FOLLOW UP
02 April 2019 Pukul 09.00 di ruang mawar

S: nyeri bekas jahitan operasi (+), pusing (-), mual (-), muntah (-), Kentut (-)
O: STU : KU baik, GCS 4/5/6
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 110/70 mmHg
N= 80 kali//menit
R= 20 kali/menit
S= 36, 6 C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 1 jbpst, kontraksi uterus baik (+), luka tertutup kassa,
Rembesan darah (-), V/V fl (-).
A: P2002 post SC + Implantasi IUD hari ke 0 (a/i KPP + BSC)
P :
 Sementara puasa
 Inf. RL : D5 = 2 : 1 / 24 jam
 Drip Oksitosin 2 amp dalam 500 cc RL s/d 12 jam post SC
 Inj. Transamin 500 mg tiap 8 jam i.v
 Inj. Ranitidin 50 mg tiap 12 jam i.v
 Inj. Metamizole tiap 8 jam i.v
 Inj. Furamin 3 x 1 amp i.v
 Obs. keluhan / vital sign / kontraksi uterus / perdarahan
 Cek DL post op, bila Hb < 8 g/dL pro transfusi

6
Laboratorium darah (02-04-2019) pukul. 13.55
Parameter Hematologi Nilai
Hb 11.1 gr/dL
Leukosit 13.99 x 103/µL
Trombosit 279 x 103/µL
Hematokrit 34.2 %
Eritrosit 4.17 x 106/µL
MCV 82.0 Fl
MCH 26.6 pg
MCHC 32.5 g/dl
Eosinofil 0.2 %
Basofil 0.3 %
Neutrofil 84.8 %
Limfosit 8.2 %
Monosit 6.5 %

7
FOLLOW UP
3 April 2019 Pukul 08.00 di ruang mawar

S: nyeri bekas jahitan operasi (+), pusing (-), mual (-), muntah (-), Kentut (+)
O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 120/80 mmHg
N= 84 kali//menit
R= 22 kali/menit
S= 36 ,4 C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 1 jbpst, kontraksi uterus baik (+), luka tertutup kassa,
Rembesan darah (-), V/V fl (-).
A: P2002 post SC + Implantasi IUD hari ke 1 (a/i KPP + BSC)
P :
 Diet Lunak TKTP
 Mobilisasi bertahap
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Sulfas Ferrosus 2 x 1 tab
 Observasi keluhan / vital sign / kontraksi uterus / perdarahan

8
FOLLOW UP
4 April 2019 Pukul 08.00 di ruang mawar

S: nyeri bekas jahitan operasi (+) minimal, pusing (-), mual (-), muntah (-)
O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 120/80 mmHg
N= 80 kali//menit
R= 20 kali/menit
S= 36, 6 C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 2 jbpst, kontraksi uterus baik (+), luka tertutup kassa,
Rembesan darah (-), V/V fl (-).
A: P2002 post SC + Implantasi IUD hari ke 2 (a/i KPP + BSC)
P :
 Diet Lunak TKTP
 Mobilisasi bertahap
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Sulfas Ferrosus 2 x 1 tab
 Observasi keluhan / vital sign / kontraksi uterus / perdarahan
 Besok Pro rawat luka

9
FOLLOW UP
5 April 2019 Pukul 08.00 di ruang mawar

S: tidak ada keluhan


O: STU : KU baik, GCS 456
K/L : a/i/c/d -/-/-/-
VS: TD= 110/70 mmHg
N= 84 kali//menit
R= 21 kali/menit
S= 36,6 C
Cardiologi : S1S2 tunggal reguler
Respirasi : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edem tungkai -/-
STO : TFU 2 jbpst, kontraksi uterus baik (+), luka tertutup lassa,
Rembesan darah (-), V/V fl (-).
A: P2002 post SC + Implantasi IUD hari ke 3 (a/i KPP + BSC)
P :
 Diet Lunak TKTP
 Mobilisasi bertahap
 Asam Mefenamat 3x500 mg
 Sulfas Ferrosus 2 x 1 tab
 Observasi keluhan / vital sign / kontraksi uterus / perdarahan
 Rawat luka hari ini
 Bila luka baik, pro KRS kontrol poli asih 5 hari lagi

10
LANDASAN TEORI
KETUBAN PECAH PREMATUR (KPP)

A. Definisi
Ketuban pecah merupakan hal yang secara normal dapat terjadi dalam
proses persalinan. Ketuban pecah dini atau yang biasa disebut ketuban pecah
prematur adalah suatu keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan
(Prawirohardjo, 2008).
Cuningham, et al. (2018) menyebutkan bahwa ketuban pecah prematur
atau Premature Rupture of Membranes (PROM) merupakan rupturnya selaput
ketuban fetal sebelum onset persalinan yang dapat terjadi bahkan pada usia 42
minggu. Untuk alasan ini PROM dapat juga disebut prelabor ROM karena
dapat juga terjadi pada kehamilan < 37 minggu (prematur).
B. Etiologi
Sebuah penelitian terhadap selaput ketuban pada tingkat histologi
menyebutkan bahwa jaringan ikat pada selaput ketuban mengalami
penebalan, penipisan lapisan sitotrofoblas dan desidua, dan gangguan koneksi
antara amnion dan korion. Hal ini merupakan perubahan fisiologis yang
terjadi pada penipisan serviks pada persiapan persalinan pada kehamilan yang
aterm. Rupturnya selaput ketuban ini juga merupakan suatu hasil dari
lemahnya selaput ketuban pada regio serviks dalam yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban pada regio tersebut (Mochtar
et al, 2008).
Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia
yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan
apoptosis membran janin (Prawirohardjo, 2008). Pada tingkat seluler
rupturnya selaput ketuban merupakan hasil dari releasenya fosfolipase,
eicosanoid (khususnya prostaglandin E2), sitokin, elastase, matriks
metalprotein, dan prostase lain yang dapat terstimuli karena suatu respon
fisiologis mapun patologis (Cunningham et al., 2018).

11
C. Faktor Resiko
Cunningham (2018) menyebutkan bahwa faktor resiko terjadinya KPP
adalah riwayat ketuban pecah prematur sebelumnya, infeksi cairan amnion,
janin ganda, dan solusio plasenta.
Secara lengkap mengenai faktor resiko terjadinya KPP dapat dibedakan
menjadi3, yaitu faktor resiko yang berasal dari ibu atau maternal, faktor
uteroplasenta, dan faktor dari fetal (Mochtar et al., 2010).
1. Faktor maternal :
 KPP berulang
 Perdarahan antepartum pervaginam
 Terapi steroid dalam jangka lama
 Gangguan kolagen pada vaskular (pada Eshlers-Danlos syndrome,
SLE)
 Trauma langsung pada abdomen
 Persalinan prematur
 Merokok
 Anemia
 BMI < 19,8 kg/m2
 Defisiensi nutrisi
 Rendahnya status sosioekonomi
 Belum menikah
2. Faktor uteroplasenta
 Anomali uteri
 Insufisiensi serviks
 Overdistensi uteri (polihidramnion, multiple pregnancy)
 Korioamionitis
3. Faktor fetal
 Multiple pregnancy

12
D. Patogenesis dan Patofisiologi
Selaput ketuban akan sangat kuat pada kehamilan muda karena terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Namun saat
dekat denganpersalinan, keseimbangan MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik. Pada trimester ketiga, selaput ketuban mudah pecah
karena selaput ketuban mengalami kelemahan akibat adanya pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan adanya gerakan janin.
KPP berkaitan dengan perubahan proses biokimia pada kolagen matriks
ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Degradasi
kolagen yang terjadi dimediasi oleh MMP. MMP akan dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Perubahan biokimia terus terjadi pada ketuban pada trimester akhir.
Perubahan biokimia tersebut antara lain prostaglandin, sitokinin, dan protein
hormon yang pada akhirnya akan merangsang matriks degradating system.
Sekitar 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami KPP, dimana
pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis.
Pecahnya ketuban pada kehamilan prematur terjadi pada 1% kehamilan.
Selain disebabkan oleh faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari
vagina, KPP prematur juga dapat terjadi pada hidramnion, inkompetensi
serviks, dan solusio plasenta.

E. Diagnosis
KPP merupakan diagnosa klinis dimana terdapat keluarnya cairan dari
kanalis servikalis (Mochtar et al., 2010). Jika pasien datang dengan keluhan
keluarnya cairan pervaginam, maka kita perlu melakukan anmnesis lagi untuk
memastikan apakah benar cairan yang keluar tersebut adalah ketuban.
Diagnosis KPP dapat ditegakkan dari 3 gejala klinis, yaitu terlihat
genangan air pada fornix posterior, nitrazin test positif, dan pemeriksaan
secara mikroskopis dengan mengambil discharge dari cervicovaginal
(Cunningham et al, 2018).

13
Perlu ketelitian dalam menegakkan diagnosis KPP, untuk itu penegakan
diagnosis dimulai dari anamnesis sampai dengan pemeriksaan penunjang
sangat diperlukan. Beriku adalah runtutan dalam menegakkan diagnosis KPP:
1. Anamnesa
Saat pasien datang, baik datang sendiri atau dirujuk, keluhan yang
sering adalah keluar cairan dari jalan lahir, baik hanya dirasa basah
(merembes) ataupun mengalir banyak. Harus ditanyakan atau dipastikan
lagi apakah cairan yang dimaksud pasien adalah benar cairan atau hanya
lendir. Kemampuan anamnesis yang baik dapat mengarahkan diagnosis
KPP.
2. Inspeksi
Jika ketuban masih terus keluar, dengan inspeksi akan mudah
didapatkan adanya cairan yang keluar melalui vagina terutama jika
ketuban baru pecah.
3. Inspekulo
Pemeriksaan menggunakan spekulum bertujuan untuk memudahkan
kita melihat orifisium uteri eksternum. Jika benar KPP maka akan terlihat
genangan air pada fornix posterior (Manuaba, 2011).
4. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam pada pasien KPP bertujuan untuk mengetahui
apakah selaput ketuban masih intak atau tidak yang akan dikonfirmasi
dengan meletakkan kertas lakmus (nitrazine test) pada sisa air yang
terdapat pada sarung tangan.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa yaitu warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini
kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret
vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas lakmus tidak berubah
warna, tetap kuning. Dilakukan uji kertas lakmus test. Jika kertas
lakmus berwarna biru menunjukkan air ketuban (alkalis dengan pH

14
air ketuban 7-7,5), kertas lakmus berwarna merah (asam)
menunjukkan urine. Pada pemeriksaan kertas lakmus juga bisa
didapatkan false positif seperti bahan yang tercampur dengan sperma
maupun darah karena mempunyai pH alkalis.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPP terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPP cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPP sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.

F. Diagnosis Banding
Anamnesis yang benar dapat membantu seorang dokter dalam
menegakkan suatu diagnosis. Dalam hal ini pasien akan datang dengan
keluhan keluar cairan dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat saja rancu
karena beberapa keadaan tertentu dapat menunjukkan keluhan yang hampir
sama. Pada KPP diagnosis banding yang mungkin adalah inkontinensia urin,
discharge vagina, dan mukus serviks tanda adanya impending labor (Mochtar
et al, 2010).

G. Penatalaksanaan
Dalam menentukan penatalaksanaan KPP, diagnosis haruslah dipastikan.
Penegakan diagnosis KPP seperti yang sudah dijelaskan di atas. Penegakan
diagnosis KPP mulai dari anamnesis sampai dengan pemeriksaan penunjang.
Setelah diagnosis KPP dapat ditegakkan, penentuan usia kehamilan haruslah
dipastikan. Penentuan usia kehamilan berkaitan dengan penatalaksanaan yang
akan diberikan, apakah kehamilan tersebut dapat dipertahankan atau justru
harus dilakukan terminasi. Tak kalah harus dievaluasi adalah apakah terdapat
infeksi maternal maupun infeksi pada janin, serta apakah pasien dalam

15
keadaan inpartu atau tidak, serta adakah ditemukan kegawatan janin
(Prawirohardjo, 2008).
Penatalaksaan KPP dengan usia kehamilan yang masih prematur,
penatalaksaan harus komprehensif tidak dalam persalinan serta tidak ada
infeksi dan gawat janin, penatalaksaan akan berdasarkan usia kehamilan.
Penentuan penatalaksanaan KPP berdasarkan usia kehamilan dibagi menjadi
3, yaitu < 32 minggu, 32-37 minggu, dan > 37 minggu (Prawirohardjo, 2008).
Pasien KPP dengan usia kehamilan < 32 minggu dan usia kehamilan 32-
37 minggu penatalaksanaan secara konservatif. Pasien dengan usia kehamilan
< 32 minggu sampai dengan 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37
minggu dan belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri
deksametason, observasi tanda-tanda adanya infeksi dan kesejahteraan janin.
Jika hal tersebut sudah diberikan, terminasi akan dilakukan pada usia
kehamilan 37 minggu. Sedangkan pada pasien KPP dengan usia 32-37
minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, pasien akan diberikan tokolitik,
dexametason, dan induksi sesudah 24 jam. Pada usia kehamilan 32-37
minggu namun terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik. Evaluasi
tanda-tanda infeksi dengan mengevaluasi suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intra uterin. Usia kehamilan > 37 minggu, dilakukan induksi dengan
oksitosin, jika induksi persalinan gagal, dilakukan seksio sesaria. Dapat pula
diberikan misoprostol 25μg-50μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi, diberikan antibiotik dosis tinggi dan
persalinan diakhiri. Pasien dengan usia kehamilan > 37 minggu penilaian
skor pelvik akan sangat membantu, jika pelvik skor < 5, lakukan pematangan
serviks, kemudian inveksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
seksio sesaria. Sedangkan bila didapatkan pelvik skor > 5, induksi persalinan.

16
H. Komplikasi
Salah satu fungsi selaput ketuban adalah sebagai barier terhadap
infeksi. Jika selaput keuban pecah, baik ibu maupun janin juga beresiko untuk
mengalami infeksi dan komplikasi lainnya (Cunningham et al, 2018).
Menurut Prawirohardjo (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu
dengan ketuban pecah dini berdasarkan usia kehamilan. Komplikasi yang
terjadi kembali lagi pada fungsi dari cairan ketuban itu sendiri, dimana jika
ketuban pecah sebelum waktunya, maka fungsinya tak lagi dapat
dipertahankan dan dapat terjadi infeksi maternal, infeksi neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio caesaria, atau gagalnya persalinan normal.
Secara lengkap Mochtar et al. (2010) membagi komplikasi yang dapat
terjadi menjadi 3, yaitu komplikasi neonatus dan komplikasi maternal.
Komplikasi yang dapat mengganggu kesejahteraan neonatus berkaitan dengan
saat pecahnya ketuban dengan usia kehamilan. Respiratory Distress Syndrom
(RDS) dapat terjadi pada 10%-40% pada KPP pada kehamilan prematur yang
dapat menyebabkan kematian pada neonatus 40%-70%. Infeksi intra amnion
juga merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus jika ketuban
pecah sebelum waktunya.
Komplikasi maternal juga ditakutkan mengganggu kesejahteraan ibu
jika ketuban pecah sebelum waktunya. Infeksi tak hanya dapat terjadi pada
janin, namun ibu juga dapat beresiko terkena infeksi intra amnion.
Endometriosis post partum, chorioamnionitis, oligohidramnion yang hebat,
serta meningkatnya dilakukan secsio caesaria karena kebanyakan terjadi
malpresentasi janin.

I. Prognosis
KPP dengan usia kehamilan prematur merupakan penyebab terbesar
terjadinya morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini berkaitan dengan 20% -
30% dari semua kelahiran prematur, dan prognosisnya berkaitan dengan usia
kehamilan (Cunningham et al, 2018).

17
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,
Wenstrom, K.D., 2018. Obstetri Williams 5th Edition, Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, S., 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan ketiga, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta.
Mochtar, R., 2010. Sinopsis Obstetri Jilid 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Manuaba, I.B.G, 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC.
Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai