Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)


merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun, apabila
ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut sebagai
ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature Rupture of
Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga berkaitan dengan
perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion dan apoptosis membran janin.1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis. KPD
sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran melepaskan
substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase merupakan enzim spesifik
yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
penelitian yang dilakukan oleh Tahir (2012) menyatakan bahwa hasil
penelitian menunjukkan bahwa ibu yang hamil kembar mempunyai resiko 3,0 kali
lebih besar mengalami KPD dibandingkan ibu yang tidak hamil kembar.1 Penelitian
yang dilakukan oleh Huda (2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya KPD pada ibu hamil trimester III di RS Ban Lawang
adalah faktor gemelli sebanyak 83%.3

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny Sipinte nate
b. Umur : 19 tahun
c. Alamat : Bewang
d. Suku : Gayo
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
i. MRS : 25-10-2019
j. No. RM : 191241

II. ANAMNESIS
G1P0A0
HPHT : ? Januari 2019
TTP : ? oktober 2019
Kehamilan : 39-40 minggu

Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Datu Beru dengan keluhan
keluar air-air dari jalan lahir yang dialami sejak ± 12 jam yang lalu, air yang
keluar jernih dan tidak berbau amis membasahi lebih kurang 1-2 pembalut.
Keluhan mules-mules dan keluar lendir darah dari jalan lahir tidak ada.
Demam (-), riwayat keputihan (-), gatal (-), berbau (-), riwayat gigi

2
berlubang (-), riwayat trauma (-) . ibu mengaku hamil 9 bulan dan gerakan
janin dirasakan aktif.

Riwayat Penyakit Dahulu


ASMA (-), hipertensi (-), DM (-), P.Jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


ASMA (-), hipertensi (-), DM (-), P.Jantung (-)

Riwayat Alergi
Disangkal

Status Perkawinan : menikah, 1 kali, Usia 18 tahun

Riwayat menarche : Usia 13 tahun

Riwayat persalinan : 1. Hamil saat ini

Riwayat KB : Tidak ada

Riwayat ANC
Trimester pertama : Kontrol ke Bidan 1x

Trimester kedua : Kontrol ke Sp.OG 1x

Trimester ketiga : Kontrol ke Sp.OG 2x

III. PEMERIKSAAN FISIK


PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Pemeriksaan Fisik Umum:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,90C
Pernafasan : 20 x/menit

3
PEMERIKSAAN KHUSUS

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Bibir : Sianosis
Leher : Pembesaran KGB (-)
THT : Dalam Batas Normal
Thorax : Simetris (+) Sonor (+) Vesikuler (+)
Abdomen : Sesuai Usia Kehamilan
Ekstremitas : Sianosis (-)

THORAX
A. PARU
Inspeksi : Simetris kanan-kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi (-),
wheezing (-).
B. JANTUNG
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

C. ABDOMEN
Soepel (+) membesar sesuai masa kehamilan (+)

D. EKSTREMITAS
Akral hangat (+)
Edema pretibial (-) / (-)

4
Status obstetrik
TFU : 36 cm
FHR 1 : 167 x/i
FHR 2 :154 x/i
VT : Ø1cm
His : 1-2x/10’/25’’

Status Ginekologis
I : V/U tenang
I₀ : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vt : Porsio posterior, kenyal, Tebal 3cm, Ø1cm, teraba kepala
hodge 1.
3.4 Pemeriksaan Penunjang

Interpretasi hasil USG :


Janin : Multipel
Presentasi Kepala – Lintang

5
Janin I
FHR : positif
BPD: 8,29 cm
AC:29,10 cm
FL:6,16 cm
AFI : Cukup

Janin II
FHR : positif
BPD:8,76 cm
AC:24, 66 cm
FL:6,03 cm
AFI : Cukup

EKG : Tidak dilakukan

Radiologi : Tidak dilakukan

Laboratorium : Tanggal, 25 oktober 2019

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,3 gr/dl 10.8-14,2 gr/dl

Hematokrit 38,9% 37,7-53,7 %

Eritrosit 4,78 mm3 3,60-4,69 /mm3

Leukosit 10,6 mm3 3,70- 10,1x 106/mm3

Trombosit 137 mm3 155- 366/mm3

MCV 81,2 fL 81,1 – 96,0 fL

MCH 27,7 pg 27,0-31,2 pg

MCHC 34,1 % 31,8-35,4 %

MPV 8,14 fL 6,90-10,6 fL

6
IV. DIAGNOSIS KERJA
G1 Hamil 39-40 minggu, Janin Gemelli Hidup Keduanya Presentasi
Kepala-Lintang, KPD 12 jam, Belum Inpartu

V. PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam

VI. TATALAKSANA
a. TERAPI
IVFD RL 20gtt/ menit
Iv Cefotaxime 1 gr/12 jam
Seksio Sesaria

Laporan Persalinan
Nama Operator : dr. Antoni Isma, Sp.OG
Tanggal : 26 oktober 2019
Pukul : 01:30 wib

7
Bayi I
- JK: Laki-Laki
- BB: 2120 gram
- PB : 45 cm
- LK : 35 cm
- SpO2: 94%

Bayi II
- JK: Laki-Laki terdapat kelainan berupa palatoskisis
- BB: 2190 gram
- PB : 45 cm
- LK : 35 cm
- SpO2: 98%

HEMATOLOGI
Hasil darah Rutin post-op, tanggal 26-10-2019
Hemoglobin 12,0 gr/dl 10.8-14,2 gr/dl

Hematokrit 33,9 % 37,7-53,7 %

Eritrosit 4,16 mm3 3,60-4,69 /mm3

Leukosit 10,7 mm3 3,70- 10,1x 106/mm3

Trombosit 128 mm3 155- 366/mm3

MCV 81,4 fL 81,1 – 96,0 fL

MCH 28,7 pg 27,0-31,2 pg

MCHC 35,3 % 31,8-35,4 %

MPV 8,64 fL 6,90-10,6 fL

8
1.7 Follow Up Coassistant

Ruangan : RKB/Ruang Anggrek

Hari Tanggal/ S/subject O/object A/assesment P/planning


Rawatan Waktu
HR-1 26 oktober Pasien merasa K.u: Baik G1 Hamil 39- -Ivfd RL 20
2019 nyeri pada Kes: CM 40 minggu, tpm
(07.30) bekas jahitan TD:130/90 Janin Gemelli -Inj.
Cefotaxime
mmHg Hidup
1 gr/12 Jam
HR: 88 x/i Keduanya -Inj.
RR: 22 x/i Presentasi Ketorolac 30
T : 36,7 C Kepala- mg/ 8Jam
St.generalisata: Lintang, KPD - Inj. Kalnex
konjungtiva 12 jam, 1 amp/ 8
anemis (-/-) Belum Inpartu Jam
St. obstetric:
B : Asi (-)
U : TFU 1 jari
dibawah pusat
B : Peristaltik
normal
B : BAK
tertampung
kateter, 500 cc
BAB belum
L : Lokhia rubra
E: episiotomy
(-)

9
HR-2 27- Nyeri pada K.u: Baik G1 Hamil 39- -Cefadroxil
oktober- bekas jahitan Kes: CM 40 minggu, 2x 500mg
2019 sedikit TD:130/80 Janin Gemelli -Asam
Mefenamat
berkurang mmHg Hidup
3x500 mg
HR: 86 x/i Keduanya -Lansopra
RR: 20 x/i Presentasi zole 2x1
T : 36,8 C Kepala- -Ironyl 2x1
St.generalisata: Lintang, KPD
Konjungtiva 12 jam,
anemis (-/-) Belum Inpartu
St. obstetric:
B : Asi (-)
U : TFU 1 jari
dibawah pusat
B : Peristaltik
(+)
B : BAK dan
BAB (+)
L : Lokhia rubra
E: episiotomy (-)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul
tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang
dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya
selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans
atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2

3.2 ETIOLOGI
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan
yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan
jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya
kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas,
dimana sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari
epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi
jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan
prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan
prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban
tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus

11
berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat uterus
berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen
di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan
meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya
ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai
elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.2
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan
atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di
samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada
sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena
defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada
kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah
kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan
mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini
preterm.2

12
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.2
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.2
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan
pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari
kavum uteri. Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak
langsung dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD,
namun mekanismenya belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti :
hidramnion, gamelli, koitus, perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas
4,5, stres psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah terjadinya
ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
 Serviks inkompeten.
 Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
 Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
 Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
 Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
 Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5

13
3.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat
terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-
7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80%
kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi
meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari
seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan
mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD
lebih daripada 24 jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik
yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih
besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2

3.4 PATOFISIOLOGI
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen
matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.6

14
Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan


jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix
dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan
MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1
menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat
aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan
TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis

15
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini
adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari
kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.2
3.5 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon
terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP,
dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-
1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga
merangsang produksi prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan
dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid.
Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2
oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin
juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakidonat menjadi prostalglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostalglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan
mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33. Indikasi terjadi
infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur rektal ibu

16
dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut
jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Tabel 2.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.2

3.6 Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks
dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan
penurunan produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi
mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan
plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi
oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9
dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2

3.7 Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian
sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat
dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya
kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan

17
bukan penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini
belum diketahui dengan jelas.2

3.8 Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.2

Gambar. 2.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.2

3.9 DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko
infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu,

18
diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara
:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir.
Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak
sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat
umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun
pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas
nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti,
adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat
membantu. Bila kehamilan belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila

19
kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur
serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.7
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi
serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari
kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan
untuk melahirkan.8

4. Pemeriksaan penunjang
 Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
 Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
 USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
 Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
 Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

3.10 PENATALAKSANAAN
Konservatif
 Rawat di rumah sakit.
 Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
 Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

20
 Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
 Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
 Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
 Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.9
Aktif
 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
 Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.9

Tabel. 2.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.7

21
3.11 KOMPLIKASI
 Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
 Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada
aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1
 Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1
 Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1

3.2 KEHAMILAN KEMBAR


3.2.1 Definisi
Kehamilan kembar ialah kehamilan dengan 2 janin atau lebih.
Kehamilan kembar termasuk kehamilan resiko tinggi, karena kematian
perinatal 3-5 kali lebih tinggi dari kehamilan tunggal, dan kematian neonatus
10 kali lebih tinggi dari kehamilan tunggal.

22
3.2.2 Kembar Dizigotik
Angka kejadian kembar dizigotik berbeda pada setiap golongan
masyarakat. Kembar dizigotik terjadi karena adanya ovulasi berulang akibat
ransangan FSH dan LH ”surge”. Plasenta hamil kembar dizigotik, paling
sedikit hrus mempunyai 2 korion (menjadi satu atau terpisah), sehingga tidak
terjadi sindroma transfusi janin. Karena peoses menghasilkan bahan
protoplasmik yang sama maka pada hamil kembar dizigotik mungkin akan
kelihatan lebih identik pada saat lahir dari pada kembar monozigotik.
Perbedaan pertumbuhan janin pada kembar dizigotik mungkin karena faktor
genetik atau tempat implantasi yang berbeda, sedangkan pada hamil kembar
monozigotik perbedaan prtumbuhan janin tersebut mungkin karena transfusi
janin.

Perkembangan dan plesentasi hamil kembar dizigotik


3.2.3 Kembar Monozigotik
Kembar monozigotik merupakan hasil dari pembelahan ovum yang
telah dibuahi pada bermacam-macam fase pertumhan. Penyebab yang pasti
belum diketahui. Tetapi mungkin disebabkan karena kurangnya oksigen dan
nutrisi sehingga akan terjadi terhambatnya implantasi. Angka kejadian

23
tersebut ialah 4 per 1000, tanpa dipengaruhi oleh fertilitas, ras, atau faktor-
faktor lingkungan lain. Kematian dan kesakitan perinatal hamil kembar
monozigotik tergantung dari variasi plasentasinya yang terjadi pada saat
pembelahan ovum yang telah dibuahi.
Kembar monozigotik dapat terjadi pada fase perkembangan yaitu: 1.
Pada saat fase blastomer dini, 2. pada saat pembentukan inner cell mass, 3.
pada saat pembentukan embrionick disk. Apabila pembelahan ovum yang
telah dibuahi ini terjadi pada fase blastomer dini atau 72 jam pertama dimana
blastomer dalam fase 2-4 sel dan akan berkembang menjadi morula,
blastokisis dan embrio.

Perkembangan dan plesentasi hamil kembar monozigotik

3.2.4 Kelainan Kongenital 11


Angka kejadian kelainan kongenital lebih tinggi pada hamil kembar
dari pada hamil tunggal yaitu kelainan mayor 2,1%, dan kelainan minor
4,13%. kelainan ini terjadi terutama pada kembar monozigotik. Pada
kehamilan monozigotik adanya pengaruh teratogenik maka akan terjadi
kelainan kongenital. Kelainan kongenital ini mungkin juga dapat terjadi

24
karena rongga intra uterine yang terbatas, sehingga terganggunya aliran darah
karena adanya anastomosis pembuluh darah plasenta, kelainan yang terjadi
sejak awal morfogenesis.

25
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien Ny. S usia 19 tahun datang ke IGD RS DATU BERU tanggal 25


2019 dengan keluhan utama keluar air-air dari jalan lahir sejak 12 jam sebelum
masuk rumah sakit. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G1 Hamil 39-40 minggu,
Janin gemelli hidup keduanya Presentasi kepala-lintang, KPD 12 jam, Belum
Inpartu. Secara teori ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture
of membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada
saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu
didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang
menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila
ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm
pada multigravida.

Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas yang terjadi


pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana
sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel
amnion sampai dengan epitel basal korion).

Pada kasus, pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik
pemeriksaan tanda vital, maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien belum
didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal yaitu 36,9o C. Denyut
nadinya juga dalam batas normal, yaitu 86 kali per menit. Tekanan darah pasien
juga dalam batas normal yaitu 130/90mmHg. Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik
pada kasus KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi

26
pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko
infeksi ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat. Tetapi
pada kasus ini tidak didapatkan sehingga belum ada tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan
tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE). Pada pasien KPD akan
tampak cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa
warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya
proses infeksi. Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.
Pada kasus, dilakukan pemeriksaan dalam 1x untuk menentukan ada
tidaknya pembukaan. Pada saat di lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini
sudah ada pembukaan dan ketuban (-). Pemeriksaan dalam vagina dibatasi
seminimal mungkin untuk mencegah infeksi.
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap
pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu
pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD
ditegakkan. Pada kasus ini pasien segera diberikan antibiotik cefotaxime 1gr /12
Jam.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien
ini pada umumnya tepat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Heny H, I Putu S, Juminten S. 2016. Analisis Faktor Resiko Ketuban Pecah

Dini di Rumah Sakit Umum Bahteramas. Sulawesi Tenggara : Fakultas

Kedokteran UHO.

2. Sarwono, S. 2010. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin

A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.

3. Renny Novi P, 2019, Korelasi Karakteristik Dengan Penyebab Ketuban Pecah

Dini Pada Ibu Bersalin Di RSU Denisa Gresik, Indonesian Journal for Health

Sciences.

4. Medina, Tanya M. and Hill, Ashley D. Preterm Premature Rupture of

Membranes: Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2006;73:659-64.

5. Myers VS. Premature rupture of membranes at or near term. In: Berghella V.

Obstetric evidence based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa

heathcare. Informa UK Ltd, 2007.

6. Bergehella V. Prevention of preterm burth. In: Berghella V. Obstetric evidence

based guidelines. Series in maternal fetal medicine. Informa heathcare. Informa

UK Ltd, 2007.

7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.

Premature Birth. In: Williams Obstetric. 23rd Ed. McGrawHill Medical, New

York, 2010.

8. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds)

Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan.

28
Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-

60.

9. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of

Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari

http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

10. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran, Ketuban Pecah Dini. Perkumpulan

Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal.2016.

11. Hariadi R., Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi Perdana. Himpunan

Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Surabaya, 2004.

29

Anda mungkin juga menyukai