Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

NOMOR REKAM MEDIS : -


IDENTITAS/BIODATA
Nama : Ny. T Nama Suami : Tn. A
Umur : 33 Tahun Umur : 35 Tahun
Suku Bangsa : Sunda Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : kp. Cigadong Alamat : kp. Cigadong

Tanggal Masuk : selasa , 12 oktober 2016 03.30


Yang Merujuk : Bidan
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Perdarahan dari Jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :
G4P2A1 Hamil 35 minggu mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS.
Lalu perdarahan berhenti dan mulai ada perdarahan lagi 30 menit sebelum datang ke
Ponek. Perdarahan mula-mula sedikit lambat laun menjadi banyak membasahi 1-2
kain panjang tanpa disertai nyeri di perut. Ibu belum pernah mengalami perdarahan
seperti ini sebelumnya. Gerakan janin dirasakan ibu aktif. Ibu mengatakan 17 tahun
lalu pernah kuretase. BAB dan BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, TB


dan operasi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat yang sama.
Bapak ada riwayat tekanan darah tinggi
Riwayat Pengobatan : OS belum mengkonsumsi obat apapun sejak timbul keluhan
Riwayat Psikososial : Pola makan teratur, merokok (+), alkohol disangkal

1
RIWAYAT OBSTETRI
Riwayat Kehamilan : G4P2A1
HPHT :-
TP :-
PNC : Bidan/3x
KB : suntik , 4 tahun
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas :
No. Th. Tempat Umur Jenis Penolong Penyulit BB/ Kel Anak
Partus Partus Hamil Persalinan Persalinan
1 1999 Rumah 4 bln - Paraji - abortus
2. 2000 Rumah 9 bln Spontan Paraji - P/2 kg Hidup
3 2010 Rumah 9 bln Spontan Paraji - P/2,1 kg
4 Hamil ini

Riwayat Menstruasi Riwayat Pernikahan


Menarche : 14 Tahun Pernikahan ke- :1
Siklus Haid : 28 hari Usia saat Menikah : 16 tahun
Lama Haid : 9 hari Usia suami : 18 tahun
Dismenorrhea : Disangkal Lama Menikah : 17 tahun

PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Tanda- tanda Vital :-T : 120/70 mmHg
-N : 82 kali/menit
-R : 24 kali/menit
-S : 37,2oC

Antropometri : Tidak diukur

STATUS GENERALIS STATUS OBSTETRI

2
Kepala : Normocephal Inspeksi
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) - Wajah : Chloasma grav. (-)
Sklera Ikterik (-/-) - Thorax : Mammae simetris
Refleks Pupil (+/+) - Abdomen : Cembung, lembut
Isokor ka=ki Nyeri Tekan (-)
Leher : Pembesaran KGB (-/-) DM (-), PS/PP (-/-)
Pembesaran Tiroid (-/-) Luka Post. Op (-)
Thorax : Normochest Palpasi
Gerak Simetris - TFU : 30 cm
Paru-Paru : - DJJ : 129x/menit
Vesikular (+/+) - His : -
Ronkhi (-/-),Wheezing (-/-) - TBA : 2500 2600 gram
Jantung : Bunyi I/II murni, regular - Leopold :
Abdomen : Lihat status obstetri Bokong/puki/kepala/konvergen
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT < 2dt
Pemeriksaan Luar Genitalia
- Vulva/ Vagina/perineum : t.a.k
Pemeriksaan Dalam Genitalia
- Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Haemoglobin 10.2 12 16 g/dL
Hematokrit 36 37 47 %
Leukosit 9,8 4.8 - 10.8 103/L
Trombosit 320 150 - 450 10s/L
GDS 91 <180 Mg/dL
Gol. Darah B/+

INTERPRETASI USG
1. Janin tunggal, intrauterin, letak memanjang

3
2. Taksiran Berat janin 2000-2100 gr
3. Plasenta insersi di corpus meluas kke SBR dan menutup Orifisium Uteri Interna
4. Usia kehamilan 34-35 minggu
5. Kesimpulan : Plasenta Previa Totalis

RESUME
G4P2A1 Hamil 35 minggu mengeluh perdarahan sejak 5 SMRS. Lalu perdarahan
berhenti dan mulai ada perdarahan lagi 30 menit sebelum datang ke Ponek. Perdarahan
mula-mula sedikit lambat laun menjadi banyak membasahi 1-2 kain tanpa disertai nyeri di
perut. Gerakan janin dirasakan ibu aktif. Riw. Kuretase 17 tahun lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis TD : 120/90 mmHg,
N : 82 x/menit, R : 24 kali/menit, S : 37,2oC, status generalis dalam batas normal. Status
obstetri didapat TFU : 30 cm, DJJ: 129x/menit, leopold 1-4
(bokong/puki/kepala/konvergen, pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium : Hb 10,2 g/dL, Ht 36%, leukosit 9,8 103/L, trombosit
320 103/L, dan gula darah sewaktu 91 mg/dl. Hasil USG menunjukkan plasenta previa
totalis.

DIAGNOSIS

G4P2A1 gravida 34-35 minggu dengan perdarahan antepartum et.c Plasenta Previa Totalis

PLANNING
1. Informed concent 7. Observasi keadaan umum,
2. Cek laboratorium darah rutin perdarahan, tanda-tanda vital, His
3. Infus, sedia darah. dan BJA
4. Pasang DC dan Periksa EKG 8. Pemberian tokolitik
5. Rencana seksio caesarian a.i
perdarahan antepartum banyak
et.c plasenta previa
6. Perbaikan keadaan umum

LAPORAN PEMBEDAHAN

Tanggal Operasi : 12 Oktober 2016 pukul 13:20 WIB

4
Diagnosa pra bedah : G4P2A1 gravida 34-35 minggu dengan Plasenta Previa Totalis
Diagnosa Pasca Bedah : P3A1 Partus Maturus dengan seksio sesarea a.i. plasenta previa
totalis
Tindakan : Seksio Caesaria

Uraian Pembedahan

1. Dilakukan Anastesi umum


2. Antisepsis dinding abdomen dengan betadine
3. Kemudian ditutup dengan duk steril kecuali lapang operasi
4. Insisi pfannenstiel.
5. Uterus diinsisi di segmen bawah rahim kemudian diperlebar dengan jari
6. Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala, lahir bayi laki-laki berat badan 2000
gram, panjang badan 47 cm, Plasenta dilahirkan dengan PTT
7. Uterus dijahit lapis demi lapis jelujur dua kali, kontraksi baik.
8. Cavum abdmen dibersihkan dan dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
9. Keadaan umum post-operasi stabil

Keadaan Pasca Bedah

1. Masuk pukul :16.00 WIB


2. Keadaan umum : Sadar
3. Nadi : 80 x/menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Suhu tubuh : 36,6 OC
4. Pernapasan : 25x/mnt

FOLLOW UP RUANGAN
Tanggal/ Catatan
Jam
13.10.2016 S : -
O:
KU: Compos mentis
T : 110/70 mmHg

5
R : 20 x/mnt
N : 88 x/mnt
S : 36,8
Abdomen : Datar, lembut,
TFU 1 jari bpst; kontraksi baik/hilang
Perdarahan : + 100 cc
14.10.2016 S : -
O:
KU: Compos mentis
T : 120/70 mmHg
R : 20 x/mnt
N : 90 x/mnt
S : 36,5
Abdomen : Datar, lembut,
TFU 2 jari bpst; kontraksi baik
Perdarahan : + 70 cc
15.10.2016 S : -
O:
KU: Compos mentis
T : 110/70 mmHg
R : 22 x/mnt
N : 92 x/mnt
S : 36,7
Abdomen : Datar, lembut,
TFU 2 jari bpst; kontraksi baik
Perdarahan : + 50 cc

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perdarahan obstetrik yang yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang
terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat,dan
jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu
sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu,perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-
awalnya selagi perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya.

6
Antisipasi dalam perawatan prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya
penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak
tertentu,tanpa trauma. Sering disertai sering kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut
bagian bawah janin tidak masuk kedalam panggul,tetapi masih mengambang diatas pintu
atas panggul. Perempuan hamil yang ditengarai menderita plasenta previa harus segera
dirujuk dan diangkut ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena
perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan berlangsung semakin deras dengan cepat.
Perdarahan antepartum ialah perdarahan pada triwulan terakhir dari kehamilan.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :

Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption plasenta),


atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, seperti insersio
velamentosa, rupture sinus marginalis dan plasenta sirkumvalata.
Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya, misalnya
kelainan serviks dan vagina ( polip servisis uteri, varices vulva, ca porsionis uteri)
dan trauma.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan


plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya
kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan
kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena
merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan
penatalaksanaan gawat darurat segera

A. DEFINISI

7
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta
tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secra dinamik mendatar dan meluas dalam
persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa
ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa
intranatal,baik dengan USG maupun pemeriksaan digital. Oleh karena itu,pemeriksaan
USG perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intanatal.

B. KLASIFIKASI
Menurut de Snoo, berdasarkan pembukaan 4 -5 cm
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :
a. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
belakang.
b. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian menutupi ostea bagian
depan.
c. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostea
yang ditutupi plasenta.
Menurut penulis buku-buku Amerika Serikat :
1. Plasenta previa totalis (komplit) plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
2. Plasenta previa totalis (komplit) plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
3. Plasenta previa parsialis plasenta yang menutupi sebagian dari ostium uteri
internum.
4. Plasenta previa marginalis plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum.
5. Plasenta letak rendah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm
dari ostium uteri internum.
6. Jarak yang lebih dari 2 cm di anggap plasenta letak normal.
7.

8
Menurut Browne:
1. Tingkat I, Lateral plasenta previa :
Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak
sampai ke pinggir pembukaan.
2. Tingkat II, Marginal plasenta previa:
Plasenta mencapai pinggir pembukaan (Ostea).
a. Gejala klinis
1) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab tanpa
rasa nyeri dari biasanya berulang darah biasanya berwarna merah
segar.
2) Bagian terdepan janin tinggi (floating). sering dijumpai kelainan letak
janin.
3) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga
pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya
(reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
4) Janin biasanya masih baik.
b. Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta harus dicurigai.
c. Penentuan letak plasenta tidak langsung

9
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio sotop dan ultrasonografi. Akan
tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin
dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan
USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini
dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
d. Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan
banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks.
Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara
bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis.
Jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan
plasenta.
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Disebut plasenta previa totalis apabila
seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; plasenta previa parsialis apabila
sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta; dan plasenta previa marginalis
apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. Plasenta yang letaknya
abnormal pada segmen bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir, disebut plasenta letak rendah. Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm
di atas pinggir pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan
fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta
previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa
parsialis pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi seperti ini tidak akan terjadi dengan
penanganan yang baik.

C. INSIDENSI
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan usia diatas
30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal.uterus
tercatat ikut memprtinggi angka kejadiannya. Pada beberapa RSU pemerintah di
laporkan insidennya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Dinegara maju insidenya
lebih rendah yaitu kurang dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan
hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan USG dalam obstetric yang
memungkinkan deteksi dini,insiden plasenta previa bisa lebih tinggi.

10
D. ETIOLOGI
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
SBR tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah
satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai mungkin sebagai
akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi,usia lanjut,cacat rahim misalnya
bekas SC, Kuretase, Miomektomi,dan sebagainnya berperan dalam proses peradangan
dan kejadian atrofi diendometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai factor
risiko bagi terjadinya plasenta previa.
Menurut Kloosterman (1973), Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun; pada grande multipara yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande
multipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

Tabel
Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta
(1971-1975)
Umur Primigravida (%) Multigravida (%)
15-19 1,7 1,6
20-24 2,3 6,9
25-29 2,9 7,9
30-34 1,7 9,7
35- 5,6 9,5
Jumlah 2,2 7,7

Angka-angka dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tabel diatas


menunjukkan bahwa frekuensi plasenta previa meningkat dengan meningkatnya
paritas dan umur.
Berlainan dengan angka-angka yang dikemukakan oleh Kloosterman (1973), di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Frekuensi plasenta previa pada primigravida
yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
primigravida yang berunur kurang dari 25 tahun ; pada para 3 atau lebih yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali lebih besar dibandingkan dengan para 3 atau lebih
yang berumur kurang dari 25 tahun.

11
Tabel
Hubungan frekuensi plasenta previa dengan paritas ibu
di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
(1971-1975)
Paritas Frekuensinya (%)
0 2,2
1-3 6,2
4-6 8,6
7- 10,3
Jumlah 5,9

E. FAKTOR PREDISPOSIS
1. Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).
2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret, dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis

F. PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamialan yang lanju,umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal,oleh karena telah mulai terbentuknya SBR,tapak plasenta akan mengalami
pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim,maka plasenta yang
berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada
desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada
tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu
dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan SBR itu
perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena SBR dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan berkontraksi dengan kuat karena elemen

12
otot yang dimilikinya sangat minimal,ddengan akibat pembuluh darah pada tempat itu
tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada
mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena
pembentukan SBR itu akan berlangsung progresif dan bertahap,maka laserasi baru
akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang akan keluar berwarna merah segar tanpa
rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi seluruh OUI perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena SBR terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu
OUI. Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,perdarahan baru
terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya
sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.

G. GAMBARAN KLINIK
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya terjadi pada akhir trimester kedua atas.
Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kembali tanpa sesuatu sebab jelas setelah beberapa waktu kemudian,jadi berulang.
Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti
provokasi perdarahan lebih banayk. di tangan yang ahli USG transvaginal dapat di
capai 98% positif predictive value dan 100% negative predictive value pada upaya
diagnosis plasenta previa. USG traperineal dapat mendeteksi OUI dan segmen
rahim,dan tehnik ini dilaporkan 90% positive predictive value dan 100% negative
predictive value dalam diagnosis plasenta previa. MRI juga dapat dipergunakan untuk
mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa. MRI kalah praktis
dengan jika di bandingkan dengan USG,terlebih dalam suasana yang mendesak.

H. DIAGNOSIS
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri,
tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai
dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
1. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
persentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping, dan sukar di dorong ke dalam pintu atas panggul.

13
Tidak jarang terdapat kelainan letak janin, seprti letak lintang atau letak
sungsang.

2. Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio
porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva
dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostiumuteri eksternum, adanya
plasenta previa harus dicurigai.
Penanganan letak plasenta secara langsung. Untuk menegakkan diagnosis yang
tepat tentang adanya dan jens palenta previa ialah langsung meraba plasenta
melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena
dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui
kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan
ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaan harus dilakukan dalam keadaan siap
operasi. Pemeriksaan dalam di meja operasi dilakukan sebagai berikut.
3. Perabaan formises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam
presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas
panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya terasa
lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta; dan akan terasa
padat ( keras). Apabila antara jari dan kepala janin tidak terdapat palsenta.
Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta. Plasenta yang tipis
mungkin tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului
pemeriksaan melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada
tidaknya plasenta previa.
4. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka,
perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan
tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon plasenta
teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-
kali berusaha menyelusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta
akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan banyak.

I. KOMPLIKASI
Ada beberapa yang komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa,diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak dan fatal.

14
Oleh karena pembentukan SBR terjadi secara ritmik,maka pelepasan plasenta dari
tempat melekatnya uterus dapat berulang dan semakin banyak,dan perdarahan yang
terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada SBR dan sifat segmen ini yang tipis
mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam
miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkerta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatanya lebih kuat tetapi villinya msih belum masuk kedalam miometrium.
Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akerta atau
inkerta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea.
Serviks dan SBR yang rapuh kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek
disertai oleh perdarahan yang banya. Oleh karena itu ,harus sangat berhati hati pada
semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui
insisi pada SBR ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio
plasenta.
Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagai oleh karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa di lakukan dalam kehamilan belum aterm.
Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosentesis untuk mengetahui
kematangan paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat kematangan
paru janin sebagai upaya antisipasi.

J. PENANGANAN
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga,
dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
o Keadaan umum pasien, kadar hb.
o Jumlah perdarahan yang terjadi.
o Umur kehamilan/taksiran BB janin.
o Jenis plasenta previa.
o Paritas clan kemajuan persalinan
Penanganan Ekspektif
Kriteria :
o Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.

15
o Perdarahan sedikit
o Belum ada tanda-tanda persalinan
o Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
11. Istirahat baring mutlak.
22. Infus D 5% dan elektrolit
33. Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia.
44. Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
55. Pemeriksaan USG.
66. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.
77. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.
8Penanganan aktif
9Kriteria :
o umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
o Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
o Ada tanda-tanda persalinan.
o Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum, dilakukan
pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.
Indikasi Seksio Sesarea :
11. Plasenta previa totalis.
22. Plasenta previa pada primigravida.
33. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
44. Anak berharga dan fetal distres
55. Plasenta previa lateralis jika :
0 Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
1 Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
2 Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
66. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.
7
8Partus per vaginam.
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur.

16
11. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban dipecah (amniotomi)
jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
22. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
33. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan perdarahan
(kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta) hanya
dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak ada
fasilitas untuk melakukan operasi.

Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur


kehamilan dan derajat plasenta previa. Setiap ibu yang dicurigai plasenta previa
hams dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi. Sebe- lum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali jumlah
darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina,
karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi
Bila usia kehamilan kurang 37 minggu/TBF < 2500 g: Perdarahan sedikit
keadaan ibu dan anak baik maka biasanya penanganan konservatif sampai umur
kehamilan aterm. Penanganan berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan
tokolitik bila ada his. Bila selama 3 hari tak ada perdarahan pasien mobilisasi
bertahap. Bila setelah pasien berjalan tetap tak ada perdarahan pasien boleh pulang.
Pasien dianjurkan agar tidak coitus, tidak bekerja keras dan segera ke rumah sakit
jika terjadi perdarahan. Nasihat ini juga dianjurkan bagi pasien yang didiagnosis
plasenta previa dengan USG namun tidak mengalami perdarahan. Jika perdarahan
banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan janin maka dilakukan resusitasi
cairan dan penanganan secara aktif
Bila umur kehamilan 37 minggu/lebih dan TBF 2500 g maka dilakukan
penanganan secara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan, baik secara
pervagina/perabdominal. Persalinan pervagina diindikasikan pada plasentaprevia
marginalis, plasenta previa letak rendah dan plasenta previa lateralis dengan pem-
bukaan 4 cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat
dilakukan pemecahan kulit ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu atas
panggul menekan plasenta yang berdarah. Bila his tidak adekuat dapat diberikan
pitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesar.
Persalinan dengan seksio sesar diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik
janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana perbukaan <4 cm atau servik

17
belum matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan plasenta previa
dengan gawat janin.
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan yang
memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta previa
adalah:
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan
anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk
dapat melukakan pertolongan lebih lanjut.
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang
cukup.
Dalam melakukan rujukan penderita plasenta previa sebaiknya dilengkapi dengan:
- Pemasangan infus untuk mengimbangi perdarahan
- Sedapat mungkin diantar oleh petugas
- Dipersiapkan donor darah untuk transfusi darah.
Pertolongan persalinan seksio sesaria merupakan bentuk pertolongan yang
paling banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:
a. Cunam Willet Gausz
- Menjepit kulit kepala bayi pada plasenta previa yang ketubannya telah
dipecahkan
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat
- Diharapkan persalinan spontan
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.
b. Versi Braxton Hicks
- Dilakukan versi ke letak sungsang
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk
mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan
- Janin sebagian besar akan meninggal
c. Pemasangan kantong karet metreurynter
- kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat
pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.Dengan kemajuan

18
dalam operasi kebidanan, pemberiam transfusi, dan cairan maka tatalaksana
pertolongan perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk :
- memecahkan ketuban
- melakukan seksio sesaria
- untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.

H. PROGNOSIS
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik dari pada masa
lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersediaan transfuse darah dan infuse cairan telah ada di hampir semua
rumah sakit kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

1.
Cunningham FG,Leveno KJ,Bloom SL,Hauth JC,Gilstrap III LC ,Wenstrom KD.
(editors).Williams Obstetrics,23nd New York McGraw-Hill,2010;Chapter 35
Obstetrical Hemmorrhage:810-48
2.
Karkata MK,Mayura M.Kematian ibu bersalin di RSUP Sanglah Denpasar (Tinjauan
selama tiga tahun 1993-1995). Maj Kedokt Udayana 1996,93:180-5

19
3
. Simanjuntak T,Kaban RM,Hutabarat H.Kematian maternal di rumah sakit Dr Pirngadi
Medan 1990-1994.Buku Abstrak perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia,Pertemuan Ilmiah Tahunan IX,Surabaya,2-5 Juli 1995;252
4.
Suyanto E,Hakimi M.Kematian maternal di RSUD pPurworejo 1990-1995.Maj Obstet
Ginekol Indones 2000;21:3-6
5.
Li XF,Fortney JA,Kotelchuck M,Glover LH.The postpartum period:The key to maternal
death. Int J Gynaecol Obstet 1996;54:1-10
6.
Karkata MK.Pergeseran kausa kematian ibu bersalin di RSU Sanglah Denpasar,selama
lima tahun,1996-2000.Maj Obstet Ginekol Indones,2006;30:175-8
7.
Sanghvi H,Winknjosastro G,Chanpoing G.Prevention of postpartum hemorrhage
study:West Java,indonesia.Baltimore,MD:MD:JHPIEGO;2004
8.
Zeeman GG,Cunningham FG.Blood volume expansion in women with antepartum
eclamsia.J soc Gynecol Investig 9;112A,2002
9.
Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan nasional,Saifudin AB (ed).
JNPKKR-POGI,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,jakarta,2002:173-81
10.
Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.,Saifuddin AB
(ed).Yayasan bina pustaka sarwono Prawirohardjo,JNPKKR-POGI,jakarta 2002:M-
25-32
11
Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam: Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Ed.1.
Jakarta: Widya Medika, 1997. hal 129-143
12
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.
13
Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Sumatera Utara/R.S Dr.
Pringadi Medan, Pedoman Diagnosis dan Therapi Obstetri-Ginekologi R.S. Dr.
Pringadi Medan, 1993, halo 6-10,
14
Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri
Patologi, Ed. 1984, Elstar Offset Bandung, halo 110-120
15
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999. hal 362-376. Perdarahan
Antepartum dalam: Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Elstar Offset Bandung, 1982. hal.
110-120
16
Tucker DE. Low Lying Placenta. 1998. Available from: http://www.womens.healt
co.uk/praevia.htm.
17
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung. Obstetri
Patologi. Bandung: Elstar offset, 1982; 110-27.
18
Heller L. Emergencies in Gynaecology and Obstetrics. diterjemahkan oleh Mochaznad
Martoprawiro dan Adji Dharma. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988; 25-9.

20
19
Klapholz H. Placenta Previa.. In: Friedman EA, Acker DB, Sachs BP, Obstetrical
Decision Making,2 nd ed. Philadelphia: BC Decker mc, 1987; 88-9.

21

Anda mungkin juga menyukai