I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
Umur
: 12 Tahun
Suku Bangsa : Sunda
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Sindang 03/07
sukanagalih pacet
Masuk RS Tanggal
II.
: 27-06-2015
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sering mimisan sejak 7 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Mimisan terjadi hampir setiap hari terutama bila terlalu lelah. Setiap kali
mimisan menghabiskan kurang lebih 10 helai tisu. Gusi berdarah sering terjadi sejak
7 hari SMRS. Muntah darah disangkal. Os merasa sering lelah dan pusing. Os lebih
sering pingsan sejak 7 hari SMRS. Luka berdarah sukar berhenti disangkal. Gampang
lebam disangkal. Os sering memuntahkan apa yang dimakan sejak 2 hari SMRS.
Demam disangkal, batuk disangkal, flu disangkal, tidak mau makan dan minum, BAB
dalam batas normal, BAK dalam batas normal, penurunan berat badan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan
Status Gizi
BB/U = 76% (Gizi Baik)
TB/U = 68% (Gizi Baik)
BMI = 20.8
BMI/U = 76% (Gizi Baik)
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan umum
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos mentis
Pernapasan
: 20 x/ menit
Nadi
: 100 x/ menit
Suhu
: 36oC
Berat badan
: 50 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
Mata
Hidung
Telinga
: Sekret (-/-)
Mulut
Leher
Thorax
Cor
Abdomen
:Inspeksi: Datar
Auskultasi: bising usus +
Perkusi: timpani
Palpasi : supel, lembut, turgor kulit kembali
cepat, pembesaran organ -
Ekstremitas
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hematologi Lengkap
Haemoglobin
1.6
12-16
g/dL
Hematokrit
5.0
37-47
Eritrosit
0.49
4.2-54
10^6/uL
Leukosit
10^3/uL
MCV
2.9
4.8-10.8
*sudah
diulang
manual
8
150-450
*sudah
dikonfirmasi
dengan SADT
102.2
80-94
MCH
32.7
27-31
Pg
MCHC
32.0
33-37
RDW-SD
76
37-54
fL
Trombosit
10^3/uL
fL
PDW
1.6
9-14
fL
MPV
5.0
8-12
fL
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
LYM%
23.4
26-36
MXD%
5.1
0-11
NEU%
68.5
40-70
EOS%
2.2
1-3
BAS%
0.8
<1
LYM#
1.21
1.00-1.43
10^3/uL
MXD#
0.26
0-1.2
10^3/uL
NEU#
3.51
1.8-7.6
10^3/uL
EOS#
0.11
0.02-0.50
10^3/uL
BAS#
0.04
0.00-0.10
10^3/uL
Differential
Absolut
Leukosit
Leukopenia
Trombosit
Kesan
Usul
Sel LE
Negatif
V.
RESUME
Anak perempuan 12 tahun dengan gizi baik datang dengan keluhan sering
mimisan sejak 7 hari SMRS. Setiap kali mimisan menghabiskan kurang
lebih 10 tisu. Mudah lelah +, gusi berdarah +. Kakek os menderita anemia
aplastik. TTV: nadi 100, RR 20, Suhu 360C. Pemeriksaan Fisik: Ca +/+,
epistaksis+, bibir pucat kering +, perdarahan gusi+, CRT>2. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan pansitopeni.
VI.
DIAGNOSA
Anemia Aplastik
VII.
PENATALAKSANAAN
Tampon kassa
PRC 250 cc
Trombosit 10 unit
FWB 250 cc
Diit tim
TINJAUAN PUSTAKA
Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan
penurunan komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan
produksi di sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi
kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.1,2,3
Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1988 oleh Paul Ehrlich. Ia melaporkan seorang wanita muda yang pucat dan panas
dengan ulserasi gusi, menorrhagia, anemia berat dan leukopenia. Sewaktu dilakukan
autopsi ditemukan tidak ada sumsum tulang yang aktif, dan Ehrlich kemudian
A.
1.
2.
3.
B.
Efek regular
Bahan-bahan sitotoksik
Benzene
Reaksi Idiosinkratik
Kloramfenikol
NSAID
Anti epileptik
Emas
Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
Virus
Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)
Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)
Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)
Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit Imun
Eosinofilik fasciitis
Hipoimunoglobulinemia
Timoma dan carcinoma timus
Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi
Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
Kehamilan
Idiopathic aplastic anemia
Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)
Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenita
Sindrom Shwachman-Diamond
Disgenesis reticular
Amegakariositik trombositopenia
Anemia aplastik familial
Obat-obatan
Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat
berlebihan. Praktis semua obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang
dengan predisposisi genetik. Yang sering menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon,
senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran
atau nitrosourea.2
Tabel 3. Obat-obatan yang menyebabkan Anemia Aplastik9
Kategori
Resiko Tinggi
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
Analgesik
Fenasetin, aspirin,
salisilamide
Anti aritmia
Kuinidin, tokainid
Anti artritis
Garam Emas
Kolkisin
Anti konvulsan
Karbamazepin,
hidantoin,
felbamat
Etosuksimid, Fenasemid,
primidon, trimethadion,
sodium valproate
Anti histamin
Klorfeniramin,
pirilamin, tripelennamin
Anti hipertensi
Captopril, methyldopa
Anti inflamasi
Penisillamin,
fenilbutazon,
oksifenbutazon
Diklofenak, ibuprofen,
indometasin, naproxen,
sulindac
Kloramfenikol
Dapsone, metisillin,
penisilin, streptomisin,
-lactam antibiotik
Anti mikroba
Anti bakteri
Anti fungal
Anti protozoa
Obat Anti neoplasma
Amfoterisin, flusitosin
Kuinakrine
Klorokuin, mepakrin,
pirimetamin
Kategori
Alkylating
agen
Resiko Tinggi
Resiko
Menengah
Resiko Rendah
Busulfan,
cyclophosphamide,
melphalan, nitrogen
mustard
Daunorubisin,
doxorubisin,
mitoxantrone
Anti platelet
Tiklopidin
Anti tiroid
Karbimazol, metimazol,
metiltiourasil, potassium
perklorat, propiltiourasil,
sodium thiosianat
Sedative dan
tranquilizer
Klordiazepoxide,
Klorpromazine (dan
fenothiazin yang lain),
lithium, meprobamate,
metiprilon
Numerous sulfonamides
Acetazolamide
Klorothiazide,
furosemide
Klorpropamide,
tolbutamide
Lain-lain
Allopurinol, interferon,
pentoxifylline
Catatan : Obat dengan dosis tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang
disebut resiko tinggi. Obat dengan 30 kasus dilaporkan menyebabkan anemia aplastik
merupakan resiko menengah dan selainnya yang lebih jarang merupakan resiko
rendah.
Infeksi
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis,
virus Epstein-Barr, HIV dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling
sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu sampai dua bulan setelah terinfeksi
hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan tetapi terdapat
hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus
B19 dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik
kongenital (sickle cell anemia, sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang
imunokompromise dimana gagal memproduksi neutralizing antibodi terhadap
Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.8,12,13
Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum
tulang, biasanya terlihat neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat
menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara langsung yaitu dengan infeksi dan
sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi imun sekunder,
inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel
atau destruksi jaringan stroma penunjang.4
Faktor Genetik
Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian
dari padanya diturukan menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia
Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia
sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius,
mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.2
Anemia Aplastik pada Keadaan/Penyakit Lain
1. Pada leukemia limfoblastik akut kadang-kdang ditemukan pansitopenia dengan
hipoplasia sumsum tulang.2
2. Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH).
Penyakit ini dapat bermanifestasi berupa anemia aplastik. Hemolisis disertai
pansitopenia mengkin termasuk kelainan PNH.2
Patogenesis11
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik
yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan
oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan
(acquired aplastic anemia)
mekanisme
utama
patofisiologi
anemia
aplastik.
Walaupun
antara Fas ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel,
yang kemudian terjadi perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang
timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe
deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen
lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi
peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik
bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan
pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. 7 Pada kebanyakan
pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau
pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1
Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin
Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat
bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing merupakan keluhan yang paling sering
dikemukakan.
Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2
Jenis Keluhan
Pendarahan
%
83
Lemah badan
80
Pusing
69
Jantung berdebar
36
Demam
33
29
Pucat
26
Sesak nafas
23
Penglihatan kabur
19
Telinga berdengung
13
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel 5 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali, yang
sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien sedangkan
splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan
limfadenopati justru meragukan diagnosis.2
%
100
Pendarahan
63
Kulit
34
Gusi
26
Retina
20
Hidung
Saluran cerna
Vagina
Demam
16
Hepatomegali
Splenomegali
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia
yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda
regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan
bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis,
anisositosis, dan poikilositosis.2
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih
menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat
pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm 3 dan trombosit
kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang
dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.
Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit
bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic
anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang
berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik
trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan
berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia
aplastik dapat ditegakkan.9
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya
memanjang
dan
begitu
juga
dengan
waktu
pembekuan
akibat
adanya
sumsum
tulang
yang
diturunkan,
karena
banyak
diantaranya
Diagnosa Banding
Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan
pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.
Table 6 Penyebab Pansitopenia14
Kelainan sumsum tulang
Anemia aplastik
Myelodisplasia
Leukemia akut
Myelofibrosis
Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia
Anemia megaloblastik
Kelainan bukan sumsum tulang
Hipersplenisme
Sistemik lupus eritematosus
Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis
Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom
myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma
myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan
anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat
morfologi film darah yang abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengan
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Assessment
untuk
transplantasi
stem
sel
allogenik
pemeriksaan
Pengobatan Suportif15
Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed
red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien
dengan penyakit kardiovaskular.
Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3.
Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah
20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak.
Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti
terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok
HLA-nya (orang tua atau saudara kandung).
Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak
dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup
leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.
b.
Terapi Imunosupresif
Obat-obatan
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG
atau ALG diindikasikan pada15 :
-
Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih
dari 200/mm3
Mekanisme kerja ATG atau ALG belum diketahui dengan pasti dan mungkin
melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis.15
Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi
alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan
kortikosteroid.15 Siklosporin juga diberikan dan proses bekerjanya dengan
kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif resisten terhadap siklofosfamid.
Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat imunosupresif
daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas
sebab toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan
siklosporin.9 Pemberian dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk
imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini belum dikonfirmasi. Sampai
kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1 tahun.
Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps
dapat terjadi dalam 1 tahun setelah terapi ATG.15
c.
seperti Granulocyte-
d.
aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan
tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil
pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA).
Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan,
namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi
imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan
beratnya
reaksi
penolakan
sumsum
tulang
donor
(Graft
Versus
Host
Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang
lebih jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.9,10
DAFTAR PUSTAKA
1. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee
GR, Foerster J, et al (eds). Wintrobes Clinical Hematology 9 th ed. PhiladelpiaLondon: Lee& Febiger, 1993;911-43.
2. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI,
2001;501-8.
3. Bakshi
S.
Aplastic
Anemia.
Available
in
URL:
HYPERLINK
http://www.emedicine.com/med/ topic162.htm
4. Young NS, Maciejewski J. Aplastic anemia. In: Hoffman. Hematology : Basic
Principles and Practice 3rd ed. Churcil Livingstone, 2000;153-68.
5. Niazzi M, Rafiq F. The Incidence of Underlying Pathology in Pancytopenia.
Available in URL: HYPERLINK http://www.jpmi.org/org_detail.asp
6. Supandiman I. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik 2003.
Jakarta. Q-communication, 1997;6.
7. Supandiman I. Hematologi Klinik Edisi kedua. Jakarta: PT Alumni, 1997;95-101
8. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic Anemia.
Available in URL: HYPERLINK http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/
9. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds). William
Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.
10. Smith EC, Marsh JC. Acquired aplastic anaemia, other acquired bone marrow
failure disorders and dyserythropoiesis. In: Hoffbrand AV, Catovsky D, et al (eds).
Post Graduate Haematology 5th edition. USA: Blackwell Publishing, 2005;190206.