DISUSUN OLEH:
Fira Fadilah
C014182225
RESIDEN PEMBIMBING:
SUPERVISOR PEMBIMBING:
Nama : Ny. RR
No. RM : 115675
Umur : 32 Tahun
Datang dengan keluhan hamil kurang bulan dengan darah tinggi. Satu hari
sebelum masuk rumah sakit, penderita kontrol rutin kehamilan ke bidan dan
Pertiwi. Riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang tidak ada, riwayat
keluar darah lendir atau bloody show tidak ada, riwayat keluar cairan dari
kemaluan tidak ada, riwayat hipertensi sebelum hamil tidak ada, riwayat
hipertensi selama hamil ini tidak ada, riwayat hipertensi pada kehamilan
tidak ada, riwayat nyeri epigastrium tidak ada, riwayat nyeri kepala hebat tidak
ada.
BB M : 73 Kg
2
TB : 165 cm
Suhu : 36,5 ⁰C
Inspeksi
Leher : Normal
Mastitis (-)
Varices (-)
Pemeriksaan Luar
kesan bokong
3
sebelah kanan (kesan Punggung), teraba
ekstremitas)
panggul
Perlimaan : 5/5
Auskultasi
Pemeriksaan Dalam
Portio : lunak
Pembukaan :-
Penurunan : BAP
4
1.5.1 Ultrasonografi
grade III, ketuban kesan cukup SDP = 2,8 cm, EFW = 2170 gram, GA: 30
Minggu.
1.5.2 Laboratorium
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKKAN
Pemeriksaan Urin:
Protein: -
1.6 Penatalaksanaan
Nifedipin 3 x 10mg/oral
5
Pematangan paru injeksi Dexametasone 6 mg/12 jam/IM (4x Pemberian)
Kardiotopografi
1.7 Prognosis
1.8 Diagnosis
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy
tahun 2001, ialah:
1. Hipertensi Kronik
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional
The Guideline Development Group (GDG) membagi definisi hipertensi menjadi ringan,
sedang dan berat untuk membantu dalam penerapan definisi sebagai berikut:
Hipertensi ringan: tekanan diastolik 90 – 99 mmHg, tekanan sistolik 140 – 149 mmHg
Hipertensi sedang: tekanan diastolik 100 – 109 mmHg, tekanan sistolik 150 – 159
mmHg
Hipertensi berat: tekanan diastolik lebih besar sama dengan 110 mmHg, tekanan
sistolik lebih besar sama dengan 160 mmHg
7
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
8
9
3. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
(≥ 1 kriteria dibawah ini)
Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20
minggu
Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat hipertensi
terkontrol
Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)
Peningkatan SGOT dan SGPT.
Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala persisten, skotoma atau
nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed preeclampsia.
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis, mislanya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus,
hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
2.4 Patofisiologi(1)
10
tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekrang
dianut adalah:
11
dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dahulu
hipertensi dalam kehamilan disebut “toxameia”.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksin ini akan
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel
endotel.
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan
endotel yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan
membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:
Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
suatu vasokonstriktor. Pada preeclampsia kadar tromboksan lebih
tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan
terjadi kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endotheliosis).
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)
meningkat.
Peningkatan faktor koagulasi.
12
3. Teori intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut,
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami
yang sebelumnya.
Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam
kehamilan. Lamanya periode berhubungan seks sampai saat kehamilan
ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si
ibu tidak menolah hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
13
di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap vasopressor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor.
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam
kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan 20 minggu. Fakta ini dapat
dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia,
26% anak perempuannya akan mengalami preeclampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeclampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan/defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian
tentang pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang
Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang
menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk mengkonsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeclampsia. Hal ini sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeclampsia/eklampsia. Penelitian
di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar dengan
14
membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami
preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%
7. Teori Stimulus Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis
dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan
asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam bats wajar,
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeclampsia, di mana pada preeclampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi stress oksidatif akan sengat meningkat, sehingga jumlah sisa debris
trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi
dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, disbanding reaksi inflamasi pada
kehamulan normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi
yang menimbulkan gejala-gejala preeclampsia pada ibu.
1. Volume Plasma
Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada usia kehamilan
32-34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeclampsia terjadi
penurunan volume plasma antara 30%-40% disbanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi
hipertensi.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam
kehamilan. Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan
15
ukuran tekanan darah ≥140/90mmHg selang 6 jam. Dipilihnya tekanan diastolic
90mmHg sebagai batas hipertensi, karena batas tekanan diastolik 90mmHg yang
disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan kematian perinatal tinggi.
3. Fungsi ginjal
Menurunnya fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut
o Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria, bahkan anuria
o Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria.
o Terjadi Glomerular Capilarry Endotheliosis akibat sel endotel
glomerular membengkak disertai deposit fibril.
o Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.
o Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembulub darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar
terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
Proreinuria
o Bila proteinuria timbul:
Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit
ginjal
Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit
kehamilan.
Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg, umumnya
ditemukan pada infeksi saluran kemih atau anemia. Jarang
ditemukan proteinuria pada tekanan diastolic <90mmHg.
o Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeclampsia, tetapi
proteinuria umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeclampsia tanpa proteinuria, karenan janin sudah
lahir lebih dulu.
o Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick:
100mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang
16
6 jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap
patologis bila besaran prtoteinuria ≥300mg/24 jam.
Asam urat serum (urin acid serum): umumnya meningkat ≥5mg/cc
hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya aliran
darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga
menurunnya sekresi asam urat.
Kreatinin
Sama halnya dengan asam urat serum, kadar keratin plasma pada preeclampsia
juga meningkat.
Oligurioa dan anuria
Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal
menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat
terjadi anuria.
4. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeclampsia berat
yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa.
Pada waktu terjadi kejang eklampsia kadar bikarbonat menurun, disebabkan
timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi hilangnya karbon dioksida.
5. Tekanan osmotic koloid plasma/tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8 minggu.
Pada preeclampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas vaskular.
6. Koagulasi dan fibrinolysis
Gangguan koagulasi pada preeclampsia, misalnya trombositopenia, jarang yang berat,
tetapi sering dijumpai. Pada preeclampsia terjadi peningkatan FDP, penurunan anti
thrombin III dan peningkatan fibronektin.
7. Viskositas darah
Pada preeclampsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan meningkatnya
resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.
8. Hematokrit
Pada preeclampsia hematocrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan
17
beratnya preeclampsia.
9. Edema
Terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependent pada muka dan tangan atau edema
generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
10. Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan hemolisis
akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan terscbut dapat berupa peningkatan
hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah, trombositopenia, dan
gejala hemolisis mikrongiopatik.
11. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema.
Akibar spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu
kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal deachment).
Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor
prediksi terjadinya eklampsia
Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui
dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema
serebri, vasospasme serebri dan iskemi serebri.
Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia
berat dan eklampsia.
12. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
13. Paru
Penderita preeklampsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema paru. Edema
paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
darah kapilar paru, dan menumnnya diuresis.
18
2.6 Pencegahan
19
terdiri dari penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil
dengan PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada
beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan
PEB mulai berubah. Pendekatan ini mengedepankan penatalaksanaan
ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan
luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa memperburuk keamanan ibu.
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB
antara lain adalah:
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena.
e. Magnesium sulfat (MgSO4).
Obat ini diberikan dengan dosis 10 cc MgSO4 40% secara intravena
loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
sebanyak 15 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) selama 6 jam. Magnesium
sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5
cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum.
Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas
tersebut diberikan dalam tiga menit.
Antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg.
Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah
1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan
10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan.
Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu
tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%.
Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah,
mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas yang
cukup baik.
20
Kortikosteroid
National Institutes of Health (NIH) merekomendasikan:
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 24–34 minggu yang
dalam persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk
pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua
dosisdengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4
dosis intramuskular dengan interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan
berlangsung selama tujuh hari.
Penanganan Aktif
Beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia
kehamilan mencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi
definitif yang terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB.
Dalam ACOG Practice Bulletin mencatat terminasi sebagai terapi
untuk PEB. Akan tetapi, keputusan untuk terminasi harus melihat keadaan
ibu dan janinnya. Sementara Nowitz ER dkk membuat ketentuan
penanganan PEB dengan terminasi kehamilan dilakukan ketika diagnosis
PEB ditegakkan. Hasil penelitian juga menyebutkan tidak ada keuntungan
terhadap ibu untuk melanjutkan kehamilan jika diagnosis PEB telah
ditegakkan.
Penanganan Ekspektatif
Beberapa ahli berpendapat untuk memperpanjang usia kehamilan
sampai seaterm mungkin sampai tercapainya pematangan paru atau sampai
usia kehamilan di atas 37 minggu. Berdasarkan luaran ibu dan anak,
berdasarkan usia kehamilan, pada pasien PEB yang timbul dengan usia
kehamilan dibawah 24 minggu, terminasi kehamilan lebih diutamakan
untuk menghindari komplikasi yang dapat mengancam nyawa ibu
(misalnya perdarahan otak). Sedangkan pada pasien PEB dengan usia
kehamilan 25 sampai 34 minggu, penanganan ekspektatif lebih disarankan.
Penanganan lini primer diharapkan bidan maupun petugas puskesmas
dapat mendeteksi dini adanya hipertensi pada saat dilakukannya antenatal
care. Pasien dilakukan pemeriksaan tekann darah rutin dan bila adanya
tekanan darah tinggi yang muncul pada saat kehamilan dan timbul diatas
usia 20 minggu dapat diakukan screening dengan melakukan tes protein
21
urine. Bila diketahui adanya preeclampsia diharapkan pelayanan primer
dapat melakukan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan yang lebih
lanjut.
Tatalaksana Hipertensi Kronis
Wanita dengan hipertensi kronis diberikan penanganan hipertensi
menurut NICE. Pada pasien yang sudah mendapat pengobatan ACE inhibitors,
ARB atau Hidroklorotiazid sebelum hamil segera dihentikan setelah
mengetahui dirinya hamil karena dapat menyebabkan kelainan kongenital.
Wanita hamil dengan hipertensi kronis tetap disarankan untuk diet rendah
garam dengan mengurangi asupan garam. Prinsip pengobatan hipertensi kronis
tanpa komplikasi pada wanita hamil adalah mempertahankan tekanan darah
kurang dari 150/00 mmHg. Jangan memberikan pengobatan hingga tekanan
darah diastolic kurang dari 80 mmHg. Pada wanita hamil dengan gangguan
target organ karena hipetensi kronis harus mempertahankan tekanan darah
kurang dari 140/90 mmHg.
Terminasi kehamilan dilakukan pada usia kehamilan lebih dari 37
minggu dengan atau pun tanpa pengobatan antihipertensi sebelumnya. Pada
usia kehamilan kurang dari 37 minggu diharapkan terminasi kehamilan setelah
pemberian kortikosteroid selesai.
22
DAFTAR PUSTAKA
23