UNIVERSITAS HASANUDDIN
OLEH:
Bella Aprilni Kriwangko
C014182069
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Ardio Rizky Tansil, Tan
SUPERVISOR:
dr. Lenny M. Lisal, Sp.OG (K)
1
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : C014182069
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mengetahui,
dr. Ardhio Rizky Tansil, Tan dr. Lenny M. Lisal, Sp.OG (K)
Mengetahui,
2
BAB 1
KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 28 tahun
Alamat : Makassar
RM : 55xxxx
B. SUBJEKTIF
1. Anamnesis
Pasien berusia 28 tahun G1P0A0 datang dengan keluhan air yang keluar dari
jalan lahir sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Air yang keluar jernih dan
tidak berbau. Ibu berasumsi cairan yang keluar sudah membasahi 1 sarung.
Keluhan dirasakan secara tiba tiba tanpa ada riwayat terbentur atau trauma
suaminya. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Tidak disertai bercak lendir
atau pun darah, nyeri tembus belakang disangkal, nyeri perut tidak ada, riwayat
demam tidak ada, riwayat mengonsumsi obat obatan selama hamil tidak ada.
yang lalu, riwayat operasi tidak ada, riwayat demam tidak ada, riwayat batuk
tidak ada. Riwayat Trauma, ISK, IMS dan alergi tidak ada, riwayat keputihan ada,
3
riwayat diabetes mellitus tidak ada, riwayat hipertensi tidak ada, riwayat asma
Riwayat Obstetri :
Riwayat KB -
OBJEKTIF
1. Deskripsi Umum
2. Tanda Vital
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36.6oC
C. Pemeriksaan Leopold
D. Pemeriksaan Luar
- TFU : 31 cm
- LP : 70 cm
4
- Situs : Memanjang Punggung kanan
- Perlimaan : 5/5
Kesan tunggal
E. Pemeriksaan Inspekulo
- Portio : Tertutup
F. Pemeriksaan Penunjang
- USG :
korpus anterior
SDP : 4.2 cm
- Darah Rutin
5
HCT 36.6 % 37-48%
HGB 11.5 g/dl 12 - 16 g/dL
PLT 227 x 103/uL 150 – 400 x 103/uL
Neutrofil 72.4% 50-70%
Limfosit 21.9 % 20-40%
Monosit 5.7 % 2-8%
G. DIAGNOSIS KERJA
H. Planning
1. IVFD RL 28 tpm
2. Deksametason 6 mg/12 jam/IM 4 kali pemberian
3. Observasi Cairan Ketuban: memastikan apakah cairan ketuban
berlangsung terus menerus atau tidak. Memastikan cairan ketuban
cukup untuk janin atau telah berisiko.
4. Observasi keadaan umum dan tanda vital.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1 Definisi
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
Pecah Dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila
Ketuban Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini
pada kehamilan prematur atau preterm premature rupture of membrane (PPROM). Ketuban
pecah dini atau premature rupture of membrane (PROM) preterm dan aterm dibagi menjadi:
early PROM jika kurang dari dua belas jam sejak pecahnya ketuban janin dan prolonged
PROM jika dua belas jam atau lebih sejak pecahnya ketuban janin. Dalam keadaan normal 8 -
10 % perempuan hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini.1,4
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang
sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim,
dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi
menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.1
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20 – 37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (ACOG 1995). Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37
minggu atau kurang.2
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) berkisar antara 5-10% dari semua
kelahiran. Insiden ketuban pecah dini hampir 10% dari seluruh persalinan, 11% terjadi di
Amerika dan lebih banyak lagi di negara berkembang. KPD preterm terjadi 1% dari semua
kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD
merupakan penyebab kelahiran premature Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5%-6% dari
seluruh kehamilan, sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6%-12%.3,5
Ketuban pecah dini merupakan faktor penyebab kelahiran prematur, juga tingginya
angka nyeri perinatal dan kematian. Selain itu, 40% - 75% kematian neonatal terjadi karena
ketuban pecah dini. Di Cina, kejadian ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu adalah 2,7% dari 3% semua kasus persalinan dengan ketuban pecah dini. Wanita
dengan ketuban pecah dini 50% lebih mungkin untuk melahirkan dalam 24 sampai 48 jam,
70% - 90% untuk melahirkan dalam 7 hari. Ketuban pecah dini berhubungan dengan
peningkatan mortalitas perinatal dan angka nyeri neonatal. Komplikasi perinatal antara lain
7
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, perdarahan intraventrikular, hipoplasia paru dan
gangguan tulang, serta prolaps tali pusat. Penyebab ketuban pecah dini belum diketahui
secara pasti, namun faktor predisposisi yang mungkin adalah infeksi yang terjadi secara
langsung pada ketuban atau asenderen dari vagina atau leher rahim.3
Beberapa faktor risiko kejadian ketuban pecah dini antara lain infeksi intrauterine
pada awal kehamilan, rendahnya status sosial ibu hamil, kurangnya pengobatan selama hamil,
rendahnya status gizi selama hamil, infeksi menular seksual, kehamilan kembar, perdarahan
per vaginam, merokok saat hamil dan berat janin yang berlebih.3
8
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat
oieh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks
ekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang
persalinan. Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan MMP, cenderung
terjadi Ketuban Pecah Dini. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamiian muda. Pada
trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada
trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban Pecah Dini pada kehamilan
prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar
dari vagina. Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada polihidramnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta.1
2.6 Diagnosis
KPD preterm sebagian besar merupakan diagnosis klinis. Menegakkan diagnosis KPD
secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi
seperti melahirkan bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin
mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh
karena itu, diperlukan diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan
cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
9
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Dokter harus menanyakan apakah
pasien mengalami kontraksi, perdarahan pada vagina, baru saja berhubungan seksual,
atau demam. Penting untuk memverifikasi perkiraan tanggal kelahiran pasien karena
informasi ini akan mengarahkan perawatan selanjutnya.8
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri
tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan
menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin
dan presentasi.8
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan ketuban di
forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.9
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
- Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior vagina atau kebocoran
10
70%, dalam mendiagnosis KPD. Ferning test mengacu pada kristalisasi mikroskopis cairan
ketuban saat pengeringan, dan dapat memberikan hasil positif palsu karena sidik jari atau
kontaminasi dengan semen dan lendir serviks serta hasil negatif palsu karena kesalahan teknis
(menggunakan kain kering untuk mengumpulkan sampel) atau kontaminasi dengan darah.
Sensitivitas dan spesifisitas yang dilaporkan untuk ferning test masing-masing adalah 51%
dan 70%, pada pasien tanpa persalinan dan 98% dan 88% pada pasien dalam persalinan.9
Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan
kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.
Diagnosis KPD prematur yang dini dan akurat akan memungkinkan intervensi
kebidanan khusus usia kehamilan yang dirancang untuk mengoptimalkan hasil perinatal dan
meminimalkan komplikasi serius, seperti prolaps tali pusat dan morbiditas infeksi
(korioamnionitis, sepsis neonatal). Sebaliknya, diagnosis positif palsu dari PROM prematur
dapat menyebabkan intervensi kebidanan yang tidak perlu, termasuk rawat inap, pemberian
antibiotik dan kortikosteroid, dan bahkan induksi persalinan. 9
Oleh karena itu, diagnosis KPD yang tepat waktu dan akurat sangat penting untuk
mengoptimalkan hasil kehamilan sangat penting, sehingga amnio-dye test (tes tampon)
dapat direkomendasikan jika tes konvensional untuk KPD prematur masih samar-samar dan
jika kehamilan jauh dari cukup bulan.9
11
(Gambaran pemeriksaan Inspekulo dan Tes Ferning)
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan menyingkirkan
kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas
berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada infeksi.
Beberapa penanda tersebut telah dipelajari, termasuk alphafetoprotein (AFP), fetal
fibronectin (fFN), insulin like growth factor protein 1 (IGFBP-1), prolaktin, subunit
beta- human chorionic gonadotropin (b- hCG), kreatinin, urea, laktat, dan placental
alphamicroglobulin 1 (PAMG-1). Namun, hasil yang menggunakan tes tersebut
memiliki variabel (Tabel 1).
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau
memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu,
denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.
Tes Tampon: Tes ini melibatkan amniosentesis dan penanaman pewarna ke dalam
rongga ketuban. Indigo carmine lebih disukai karena hubungan antara pewarna
12
methylene blue dan methemoglobinemia janin. Kebocoran cairan kebiruan ke dalam
vagina dalam waktu 20 sampai 30 menit yang dibuktikan dengan pewarnaan tampon
dianggap sebagai diagnosis pasti dari KPD prematur. Meskipun dianggap oleh banyak
peneliti sebagai standar emas untuk diagnosis KPD prematur, tes tampon adalah
prosedur invasif dengan risiko bawaan yang mencakup perdarahan (solusio plasenta),
infeksi, PROM iatrogenik, dan keguguran.9
Tabel 1.
Gejala dan Tanda yang selalu Gejala dan Tanda yang Diagnosis mungkin
ada kadang ada
Keluaran cairan ketuban Ketuban pecah tiba-tiba KPD
Cairan tampak introitus
Tidak ada his dalam 1 jam
Cairan vagina berbau Riwayat keluar air Amnionitis
Demam/mengigil Uterus menyempit
Nyeri perut DJJ cepat
Perdarahan pervaginam
13
sedikit
2.8 Penatalaksanaan
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa
intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif
mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang dilakukan pada KPD
berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.10
A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm didapatkan
bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien
lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding pada kelompok usia
lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan
perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda. Pada saat ini, penelitian
menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah pilihan yang lebih baik.
Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 24 - 34 minggu. Pada usia kehamilan antara 30-
34 minggu, persalinan lebih baik daripada mempertahankan kehamilan dalam
menurunkan insiden korioamnionitis secara signifikan. Tetapi tidak ada perbedaan
signifikan berdasarkan morbiditas neonatus. Pada saat ini, penelitian menunjukkan
bahwa persalinan lebih baik dibanding mempertahankan kehamilan.10
KPD memanjang
14
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Administrasi
antibiotic mengurangi morbiditas maternal dan neonatal dengan menunda kelahiran yang
akan memberi cukup waktu untuk profilaksis dengan kortikosteroid prenatal. Pemberian
co-amoxiclav pada prenatal dapat menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis
sehingga antibiotik ini tidak disarankan. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah
pilihan terbaik. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila KPD
memanjang (> 24 jam).10
MEDIKAMENTOS D R FREKUENSI
A
Benzilpenisilin 1.2 gram IV Setiap 4 jam
Klindamisin (Jika 600 mg IV Setiap 8 jam
sensitif penisilin)
Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam perawatan
sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai dengan tabel di atas.10
Konservatif
15
Untuk efek neuroproteksi pada Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan
PPROM < 31 minggu bila infus
persalinan 2 gram/ jam untuk dosis pemeliharaan sampai
diperkirakan dalam waktu 24 jam persalinan atau sampai 12 jam terapi
Kortikosteroid BETAMETHASONE:
untuk menurunkan risiko sindrom 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan
deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik AMPICILLIN
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali
4
dosis diikuti dengan
AMOXICILLIN
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat
digunakan:
CEFAZOLIN
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan :
CEPHALEXIN
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
ERYTHROMYCIN
333 mg PO setiap 8 jam selama hari
Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan
VANCOMYCIN 1 gram IV setiap 12 jam
selama 48 jam dan
ERYTHROMYCIN
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
16
dengan
CLINDAMYCIN
300 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari
Manajemen Aktif
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bila skor pelvik >5, induksi persalinan.
2.9 Pencegahan
Hingga kini belum ditemukan tindakan pencegahan terhadap KPD. Evidence
base melaporkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara merokok dengan KPD, oleh
karena itu ibu hamil yang merokok harus berhenti merokok bahkan sebelum terjadi
konsepsi, dan juga terhadap perokok pasif agar lebih berhati-hati dengan menghindari
perokok aktif di sekitarnya. Selain itu melihat penyebab adalah IMS dan infeksi vagina
atau servik, maka personal hygiene dan hubungan seksual yang aman hanya dengan
pasangan dianjurkan untuk menghindari faktor risiko yang dapat dicegah
2.10 Prognosis
17
Janin dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) mengalami peningkatan risiko
kematian perinatal 4 kali lipat, serta peningkatan risiko morbiditas neonatal 3 kali lipat. Sindrom
distres napas terjadi pada 10-40% pasien, dan merupakan penyebab dari 40-70% kematian
neonates.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Soewarto, Soetomo. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan,. Jakarta: PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. Hal: 677-681
2. Mochtar, Anantyo Binarso. Persalinan Preterm. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. Hal: 667-675
3. Maryuni et al. Risk Factors of Premature Rupture of Membrane. National Public Health
Journal; 2017. Volume 11(3). Hal.1-4
4. Gahwagi, Milad M et al. Premature Rupture of Membranes Characteristics,
Determinants and Outcome of in Benghazi, Libya. Open Journal of Obstetrics and
Gynecology; 2015. Hal. 495-504
5. Rohmawati, Nur dan Fibriana, Arulita Ika. Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum
Daerah Unggaran. Higeia Journal of Public Health Research And Development; 2018.
Hal. 23-32
6. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2004.
18
9. Caughey, Aaron B et al. Contemporary Diagnosis and Management of Preterm
No 1. Hal.1-13
19