SKRIPSI
Oleh:
NIM : 70600116043
Judul : Hubungan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Dan Paparan Asap
benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka
Penyusun,
i
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan limpahan syukur kehadirat Allah swt atas berkat rahmat dan
penelitian dengan judul, “Hubungan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan paparan
asap rokok terhadap kejadian Pneumonia pada Balita di RSUD Labuang Baji
Makassar Periode Juli 2018 - Juli 2019” Salam serta shalawat tiada henti dicurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW yang telah mengantarkan dunia dari kegelapan
penulis sendiri. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtuaku tercinta ayahanda Andi
Muh. Bakri dan ibunda Andi Sri Windar Juni yang tak henti-hentinya senantiasa
mendoakan yang terbaik, serta memberikan dukungan, semangat dan motivasi kepada
penulis.
1. Rektor UIN Alauddin Makassar Prof. Hamdan Juhannis M.A, Ph.D beserta
jajarannya.
2. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar beserta
3. Ibunda dr. Darmawansyih, M.Kes selaku Ketua Prodi Pendidikan Dokter Fakultas
iii
4. Ayahanda dr. Tihardimanto M. Kes selaku pembimbing I dan ibunda Dr. dr.
bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan skripsi sampai pada
5. Ibunda dr. Rista Suryaningsih, M.Med.Ed selaku penguji kompetensi dan ustadz
Drs. Darsul Puyu, M.Ag selaku penguji integrasi keislaman atas saran, kritikan,
arahan dan bimbingan yang diberikan sehingga penulis dapat menghasilkan karya
terbaik.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran dan ilmu Keseshatan UIN Alauddin
Makassar yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis dalam
proses pendidikan.
7. Seluruh Pimpinan dan Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah
8. Kepada saudara-saudara saya tercinta Andi Wahyu Maulid dan Andi Anugrah
melaksanakan pendidikan.
dalam penguasaan ilmu maupun pengalaman meneliti, sehingga skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari berbagai
iv
pihak sangat diharapkan semi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap
semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pembaca dan semoga Allah
semua. Aamiin
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR. .....................................................................................iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi
ABSTRAK ...................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..1
E. Hipotesis ............................................................................................ 6
BAB II PEMBAHASAN
vi
6. Diagnosis Pneumonia ................................................................ 15
Pneumonia ....................................................................................... 24
C. Populasi ........................................................................................... 34
D. Sampel ............................................................................................. 34
vii
I. Alur Penelitian ............................................................................... 37
B. Pembahasan .................................................................................... 44
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 52
B. Saran .............................................................................................. 52
viii
DAFTAR BAGAN
ix
DAFTAR TABEL
4.2 Distibusi Frekuensi Riwayat Pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja RSUD
4.3 Distibusi Frekuensi Paparan Asap Rokok di wilayah kerja RSUD Labuang Baji
wilayah kerja RSUD Labuang Baji Makassar Periode Juli 2018 – 2019 ......40
4.5 Hasil uji Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita ................................................................................................................41
4.6 Hasil uji Hubungan Paparan Asap Rokok dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita ................................................................................................................42
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 4 Persuratan
xi
ABSTRAK
NIM : 70600116043
Judul : Hubungan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Paparan Asap
xii
ABSTRACT
NIM : 70600116043
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses tumbuh kembang anak pada masa balita merupakan periode penting.
Masa tumbuh kembang anak di usia ini merupakan masa yang sangat peka terhadap
lingkungan dan berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, sehingga balita
merupakan periode keemasan (golden age). Usia Balita sebagai tahapan perkembangan
anak yang cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk Penyakit
Infeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA) salah satunya adalah penyakit pneumonia
(Kemenkes RI, 2016 ; Kaunang Christian T dkk, 2016). Pneumonia merupakan infeksi
atau peradangan yang terjadi pada jaringan paru-paru (alveolus) yang dapat disebabkan
oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur. Namun pneumonia
juga dapat disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme seperti fisik, kimiawi, dan
seluruh dunia. Sebanyak 920.136 anak di bawah usia 5 tahun meninggal akibat
pneumonia pada tahun 2015, dan pada tahun 2016 Pneumonia terjadi sekitar 16% dari
5,6 juta kematian balita. Sekitar 15 negara dengan angka kematian tertinggi akibat
pneumonia pada balita, dimana Indonesia termasuk dalam urutan ke 8 yaitu sebanyak
Data yang diperoleh dari Kemenkes RI (2016) menyebutkan jika sejak tahun
dibandingkan dengan angka sebelumnya sekitar 20-30%. Dan pada tahun 2016
kejadian pneumonia sebanyak 503.738 balita dan angka kematian balita akibat
pneumonia sebesar 0,22%, dan pada tahun 2017 menjadi 0,34% (Kemenkes, 2018).
adalah dimana kemampuan seorang ibu dalam memberikan ASI yang tidak maksimal
kepada bayinya. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama dan terbaik untuk bayi
yang mengandung berbagai zat gizi salah satunya adalah zat kekebalan tubuh yang
dapat membantu melawan infeksi, serta sesuai dengan kebutuhan bayi pada 6 bulan
pertama kehidupannya. Dan salah satu faktor risiko Pneuomonia yaitu tidak mendapat
Berdasarkan Data Ditjen Gizi dan KIA Kemenkes RI, pada tahun 2015
kesehatan Indonesia tahun 2016 bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai
pemberian ASI eksklusif pada bayi yang berusia 0-6 bulan hanya sebesar 71.5%, dan
belum mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar 80% (Amir
Makassar, penemuan dan penanganan pada penderita pneumonia usia balita di Kota
Makassar pada tahun 2015 yaitu sebanyak 508 kasus dan tahun 2014 sebanyak 556
kasus serta pada tahun 2013 yaitu 438 kasus (Wulandari, 2018 ; Dinkes Kota
Makassar, 2016).
2
Dalam beberapa penelitian sebelumnya, terdapat banyak faktor risiko yang
meningkatkan angka kejadian pneumonia pada balita. Beberapa faktor risiko tersebut
adalah bayi kurang gizi, berat badan lahir rendah (BBLR), pemberian ASI yang tidak
memadai (non eksklusif), kepadatan tempat tinggal, riwayat imunisasi yang tidak
kalsium, tingkat sosial ekonomi rendah, polusi udara dan keberadaan perokok dalam
Paparan asap rokok juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya masalah
khususnya pada balita. Dimana balita yang terpapar asap rokok berisiko 18,480 kali
mengalami pneumonia dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar asap rokok.
Protection Agency) tidak kurang dari 300.000 anak berusia 1-5 tahun menderita
bronkhitis dan pneumonia karena terpapar asap rokok yang dihembuskan orang
satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi dan produksi rokok yang
tinggi. Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok
pasif di Indonesia, dan anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah
bahwa lamanya terkena atau terpapar asap rokok dapat meningkatkan frekuensi
3
terjadinya ISPA pada balita. Semakin lama balita terkena asap rokok setiap hari maka
semakin tinggi risiko balita terkena ISPA karena asap rokok mengganggu sistem
pertahanan respirasi. Hasil penelitiannya juga membuktikan bahwa bayi yang tinggal
pneumonia sebesar 2,348 kali lebih besar dibanding bayi didalam rumahnya tidak ada
Dengan melihat masih tingginya angka kejadian pneumonia pada balita, serta
penelitian mengenai masalah tersebut masih sedikit di Kota Makassar, maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ekslusif dan paparan asap rokok terhadap kejadian Pneumonia pada balita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah
apakah hubungan antara pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan paparan asap
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif dan
2. Tujuan Khusus
4
b. Untuk mengetahui hubungan paparan asap rokok terhadap terjadinya
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi
menjadi salah satu bahan bacaan yang bermanfaat dan dapat menjadi sumber
Pendidikan Dokter.
2. Bagi praktisi
menanggulangi kasus Pneumonia pada balita, hal ini merupakan informasi yang
Makassar.
3. Bagi peneliti
dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang telah didapat selama studi
khususnya mengenai hubungan antara pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
5
E. Hipotesis
a. Tidak ada hubungan antara pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
a. Ada hubungan antara pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif dan
pada balita.
pada balita usia 1-5 tahun yang ditandai dengan batuk, demam, frekuensi napas
1 = Pneumonia
6
2. ASI Eksklusif
Definisi operasional : Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu
tanpa tambahan makanan dan minuman apapun kepada balita sejak lahir sampai
1 = ASI eksklusif
Definisi operasional : adalah ada tidaknya orang atau anggota keluarga yang
merokok yang tinggal serumah bersama bayi, keadaan tingkatan paparan asap
rokok yang diukur dengan banyaknya jumlah batang rokok yang dihabiskan
anggota keluarga di rumah per hari dalam satu ruangan atau dalam jarak dekat.
Menurut WHO tipe perokok dibagi 3 yaitu: Perokok ringan merokok 1-10 batang
per hari, perokok sedang merokok 11-20 batang per hari Perokok berat merokok
G. Kajian Pustaka
7
Profil Kesehatan Provinsi Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012-2016 ,
dan sampelnya adalah data Profil Kesehatan Provinsi Kesehatan Jawa Timur
pada tahun 2016. Hasil dari penelitian ini adalah didapatkan adanya pengaruh
2. Dhefika Mokoginta , Arsunan Arsin & Dian Sidik (2014), “Faktor Risiko
Kota Makassar”. Jenis penelitian yang digunakan adalah case control. Populasi
pada penelitian ini adalah balita yang berusia 12-59 bulan yang tinggal di
sekitar wilayah kerja Puskesmas Sudiang Kota Makassar pada tahun 2012 dan
2013 dengan jumlah 5278 balita. Dan sampel dalam penelitian ini dibagi
keseluruhn adalah 122 balita. Variabel bebas yaitu pemberian ASI Eksklusif,
kebiasaan merokok, jenis lantai, kondisi lantai, ventilasi rumah, dan status gizi
3. Reni Riyanto & Anis Kusumawati (2016), “ Pengaruh Asap Rokok Terhadap
8
observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Dari hasil penelitian,
diketahui responden yang terpapar asap rokok ≤ 20 menit per hari sebanyak 21
balita (40,38%) dan menderita Pneumonia < 3 kali dalam setahun memiliki
menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara terkena asap rokok terhadap
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pneumonia
peradangan pada parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing (Dahlan Zul, 2016 ; Solihati, Suhartono
2. Etiologi Pneumonia
Pada anak usia balita penyebab utama virus adalah Respiratory syncytial virus (RSV).
Wahyuni, 2016).
a. Usia bayi
Adanya hubungan antara usia bayi dengan kejadian Pneumonia mudah dipahami,
karena semakin muda usia bayi semakin rendah daya tahan tubuhnya. Dilaporkan
insiden tertinggi kejadian ISPA maupun pneumonia adalah pada usia 6 bulan sampai
Bayi dengan BBLR (<2500 gr) mempunyai risiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan tidak BBLR. Hal ini disebabkan oleh karena pembentukan zat
kekebalan yang kurang sempurna sehingga sistem pertahanan tubuh rendah terhadap
lebih beresiko mengalami pneumonia dibandingkan dengan anak dengan berat lahir
normal, karena cenderung memiliki daya tahan tubuh yang kurang (Hartati, 2015).
c. Status gizi
Status gizi anak merupakan faktor resiko penting timbulnya pneumonia. Gizi
buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya pneumonia pada anak. Hal ini di
beratnya infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang
ringan mengalami pneumnia dua kali lebih banyak daripada anak yang tidak
mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan perbaikan
ASI, harus di lakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah
d. Riwayat imunisasi
seluruh kematian yang berkaitan dengan pneumonia. Vaksin campak cukup efektif dan
dapat mencegah kematian hingga 25% usaha global dalam meningkatkan cakupan
11
imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian pneumonia akibat
kedua penyakit ini. Vaksin pneomokokus dan H. Influenzae type B saat ini sudah di
berikan pada anak anak dengan efektivitas yang cukup baik (Hartati, 2015).
Makin tinggi tingkat pendidikan ibu diharapkan akan mudah untuk menerima
balitanya. Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh
ibu kepada anak-anaknya menderita pneumonia. Jika pengetahuan ibu untuk mengatasi
pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita menderita pneumonia, akan mempunyai
faktor resiko meninggal karena jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
Resiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal dirumah dengan
tingkat hunian padat. Tingkat kepadatan hunia yang tidak memenuhi syarat disebabkan
karena luas rumah yag tidak sebanding dengan jumlah keluara yang menempati rumah.
Luas rumah yang sempit dengan jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan
rasio penghuni dengan luas rumah tidak seimbang. Kepadatan hunia memungkinkan
bakteri maupun virus dapat menular melalui pernapasan dari penghuni rumah yang satu
ke penghuni rumah lainnya. Tempat tinggal yang sempit, penghuni yang banyak,
kurang ventilasi, dapat meningkatkan polusi udara didalam rumah, singga dapat
mempengaruhi daya tahan tubuh balita. Balita dengan sistem imunas yang rendah dapat
12
g. Ventilasi rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor
udara juga dapat berfungsi sebagai lubang masuknya cahaya alami atau matahari ke
dalam ruangan. Rumah yang tidak dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan
suplai udara segar didalam rumah menjadi sangat minimal. Kecukupan udara segar
ketidakcukupan suplai udara segar didalam rumah dapat mempengaruhi fungsi sistem
pernapasan bagi penghuni rumah, terutama bagi bayi dan balita. Ketka fungsi
pernapasan bayi atau balita terpengaruh, maka kekebalan tubuh balita akan menurun
dan menyebabkan balita mudah terkena infeksi dari bakteri penyebab pneumonia
(Hartati, 2015).
4. Patofisiologi Pneumonia
Ada tiga faktor dalam proses patogenesis pneumonia yaitu keadaan (imunitas)
sama lain. Apabila seseorang dalam keadaan sehat atau imunitas yang baik, paru-paru
tidak akan diserang oleh mikroorganisme, karena adanya mekanisme pertahanan paru.
13
Mikroorganisme mempunyai beberapa cara untuk sampai ke permukaan dan
Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara
tersebut, kolonisasi adalah cara yang terbanyak. Secara inhalasi terjadi pada virus,
penyebab dengan ukuran 0,5-2,0 mikron melalui udara akan terhisap ke paru dan
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya akan terjadi proses infeksi.
Apabila sudah terjadi kolonisasi pada saluran napas atas yaitu hidung dan orofaring,
kemudian akan terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan awal terjadiya proses infeksi dari sebagian besar
menyebabkan reaksi peradangan berupa edema seluruh alveoli akibat jaringan yang
disebut zona luar (edama). Kemudian disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN, fibrin,
eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya bakteri di alveoli sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuk antibodi, zona ini disebut zona permulaan konsolidasi
(red hepatization). Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PNM yang mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan kemudian terjadi
proses fagositosis yang cepat, zona ini disebut zona konsolidasi yang luas (grey
degenerasi, fibrin menipis, bakteri dan debris menghilang, zona ini disebut zona
14
resolusi. Sistem bronkopulmoner jarna paru yang tidak terinfeksi akan tetap normal
(Said M, 2016).
penurunan nafsu makan, sakit kepala, malaise, myalgia, mual muntah dan gejala
gangguan respiratori seperti batuk yang disertai dengan ronkhi basah, sesak napas,
retraksi intercostalis, takipnea, napas cuping hidung dan lain-lain. Dimana beberapa
faktor resiko yang berperan dalam kejadian pneumonia pada balita seperti faktor dari
anak itu sendiri, faktor orang tua dan lingkungan anak (Said M, 2016).
6. Diagnosis Pneumonia
termasuk batuk, demam, takipnea dan sulit bernapas, dan dapat mengalami nyeri perut.
Riwayat penting yang harus diperoleh termasuk durasi gejala, paparan atau perjalanan,
kesehatan awal anak, penyakit kronis, gejala berulang, riwayat imunisasi anak,
kesehatan ibu atau komplikasi kelahiran pada neonatus. Pemeriksaan fisik harus
untuk menemukan adanya ronkhi. Serta pemeriksaan tambahan lainnya seperti rontgen
dada dan pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, profil biokimia, pulse
7. Penatalaksanaan Pneumonia
15
diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk negara berkembang yang
telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran. Antibiotik yang dianjurkan
maupun amksisilin selama 3 hari pada anak dengan pneumonia tidak berat sama hasil
8. Komplikasi Pneumonia
Komplikasi Pneumonia yang dapat terjadi oleh anak adalah empiema torasis,
atelektasis, abses paru, efusi perikardial dan komplikasi yang paling sering terjadi
adalah Empiema torasis pada pneumonia bakteri (Said M, 2016 ; Pabary, 2015).
Menurut PP No. 33 tahun 2012, Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan hasil
sekresi yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama 6 (enam) bulan atau 180 hari, tanpa menambahkan dan atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain. Hal ini sesuai dengan rekomendasi
WHO dan mulai di terapkan di Indonesia sejak tahun 2003 dari rekomendasi 4 bulan
ASI merupakan makanan alami yang berfungsi sebagai sumber nutrisi yang
lengkap agar memenuhi seluruh kebutuhan gizi dalam pertumbuhan dan perkembangan
16
anak pada 6 (enam) bulan pertama kehidupan, dimana disediakan dalam bentuk yang
alami dan mudah dicerna serta kandungan gizi pada ASI tidak terdapat dalam jenis
data WHO (2016) dimana hanya sebesar 36% bayi yang berusia 0-6 bulan diseluruh
dunia yang diberikan ASI Eksklusif dalam periode tahun 2007 sampai dengan tahun
2014 (Iswari Indra, 2018). Sedangkan data Kemenkes (2016) menunjukkan bahwa
persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif sampai berusia 6 bulan sebesar 29, 5 %, dari
data diatas menunjukkan bahwa dalam pemberian ASI Eksklusif pada bayi masih
Dilihat dari komposisinya, ASI mudah dicerna oleh bayi karena mengandung
zat gizi yang sesuai dan terdapatnya enzim-enzim yang membantu mencernakan zat-
zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI juga mengandung zat-zat gizi
bayi atau anak. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan
antara whei dan casein yang sesuai untuk bayi. Rasio whei dengan casein merupakan
salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu mamalia lain. ASI lebih banyak
mengandung whei yaitu 65:35. Komposisi ini akan menyebabkan protein ASI lebih
mudah diserap oleh bayi. Selain itu ASI juga mengandung Taurin, Decosahexanoic
17
Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) yang berfungsi dalam pembentukan
pembentukan dan proses maturasi sel otak yang optimal bagi bayi (Prasetyo, 2015).
enzim seperti lisozim, fagosit yang tidak ditemukan pada jenis susu lain. Terutama
kolostrum atau air susu yang berwarna kuning akibat kadar beta-karoten yang tinggi
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi (Motee, 2014). Kandungan ASI yang
paling dibutuhkan oleh bayi adalah karbohidrat, protein dan lemak. Karbohidrat dalam
ASI berbentuk laktosa yang dimana jumlahnya lebih banyak dibanding makanan
pendamping ASI lainnya yang berperan dalam memberikan energi dan pertumbuhan
3. Manfaat ASI
a. Bagi Bayi
ASI adalah makanan utama bayi karena mengandung labih dari 60% kebutuhan
bayi serta memiliki fungsi proteksi terhadap bayi. ASI dapat mencegah dari berbagai
penyakit infeksi dan keadaan patologis lainnya seperti bakteremia, diare, infeksi
Tipe-1 dan Tipe-2, leukemia, serta malnutrisi (Al-Nuaimi Nisreen et al, 2017).
Selain itu dengan pemberian ASI bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah
atau premature akan mempercepat pertumbuhan dan peningkatan berat badan bayi.
18
Pada saat pemberian ASI pada bayi akan ada kontak mata dan badan antara ibu dan
abayi. Ikatan kasih saying ibu dan bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti
sentuhan kulit. Sehingga bayi akan merasa aman, nyaman dan puas karena bayi
merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengarkan denyut jantung ibu sejak dalam
kandungan. Dan interaksi antara ibu dan bayi serta kandungan nilai gizi ASI sangat
b. Bagi Ibu
Manfaat pemberian ASI Ekslusif juga dirasakan oleh sang ibu yaitu meminimalisir
meningkatkan ikatan psikologis antara ibu dan anak, mencegah osteoporosis, dan
menurunkan risiko kanker ovarium dan kanker payudara. Selain itu juga memberikan
menstimulasi kontraksi uterus dan ejeksi ASI dan memperbaiki emosi dan perilaku
ibu dan bonding antara ibu dan bayi (Motee, 2014). Dari aspek psikologis ibu
menyusui akan mengalami penurunan pada kecemasan, suasana hati yang tidak baik
dan stres serta ibu akan merasa sangat dibutuhkan (Krol Kathleen M & Tobias
Grossmann, 2018).
19
c. Bagi Keluarga
Manfaat ASI bagi keluarga adalah adanya penghematan biaya atau dana dalam
pembelian susu formula, botol susu dan peralatan lainnya, dan tidak perlu repot
membawa peralatan susu, sehingga bayi yang jarang sakit karena pemberian ASI,
membuat keluarga bisa mengurangi biaya berobat. Dan yang paling penting adalah
kebahagiaan keluarga bertambah karna peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan
Penyebab bayi tidak dapat diberikan ASI adalah bayi memiliki kelainan
kongenital yaitu galaktosemia, dimana adanya kelainan metabolisme pada bayi yang
ditandai dengan kekurangan enzim untuk mengurai laktosa menjadi galaktosa yaitu
enzim galaktokinase. Apabila dengan pemberian ASI yang mengandung laktosa, maka
terjadi peningkatan didalam darah dan urin secara klinis akan menyebabkan katarak.
Selain itu, bibir sumbing dan celah palatum akan menyebabkan seorang bayi sulit
dalam menyusu, dan keadaan ini dapat menyebabkan ibu tidak dapat memberikan ASI
(Saleh,2015).
Adanya kegagalan laktasi dan penyakit pada ibu seperti terjadinya penyempitan
duktus laktiferus dan menyebabkan pembendungan air susu, kelainan puting susu
20
seperti puting susu yang terbenam dan cekung mengakibatkan bayi sulit menyusu,
kemudian adanya mastitis, tidak terproduksin air susu (agalaksia), dan produksi air
susu sedikit atau oligogalaksia. Serta kurangnya dukungan sosial dalam mengatasi
masalah diatas membuat ibu cenderung tidak memberikan ASI secara eksklusif”
(Saleh,2015).
Pengetahuan ibu tentang waktu pemberian ASI Eksklusif serta manfaat ASI
Namun, masih banyak ibu yang tidak mengetahui pentingnya pemberian ASI dan
resiko yang akan timbul apabila bayi tidak diberikan ASI selama 6 (enam) bulan
(Muyassorah, 2018).
d. Pekerjaan Ibu
adalah waktu cuti yang pendek, tempat kerja ibu yang kurang mendukung, waktu untuk
beristirahat saat bekerja yang pendek sehingga waktu untuk memerah ASI tidak cukup,
ruangan untuk memerah ASI tidak ada, serta adanya pertentangan keinginan ibu antara
21
C. Tinjauan Islam Tentang ASI Eksklusif
pemberian nutrisi terbaik yaitu pemberian ASI yang dijelaskan dalam Al Qur’an Surah
Al-Baqarah/2: 233.
”....َعة َ ض ۡعنَ أَ ۡو َٰلَ َدهُ َّن َح ۡولَ ۡي ِن َكا ِملَ ۡي ِۖ ِن لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱل َّر
َ ضا ُ “ َو ۡٱل َٰ َولِ َٰ َد
ِ ت ي ُۡر
Terjemahnya :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (Departemen Agama RI, 2010)
Terjemahnya :
“Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia dua tahun.” (QS. Luqman : 14)
Penelitian medis dan psikologis menyatakan bahwa masa penyusuan dua tahun
pertama sangat penting bagi pertumbuhan anak agar tumbuh sehat baik secara fisik
maupun psikis. Dimana anak ASI mengandung semua zat gizi sekaligus antibodi yang
dapat mencegah bayi dari penyakit-penyakit infeksi. Anak akan mendapatkan kasih
di masa mendatang. Dan perasaan mesra dan penuh cinta kasih yang didapatkan anak
22
ketika menyusu pada ibunya akan menumbuhkan rasa kasih sayang yang tinggi kepada
وك ِ ُّ (متف
َ ُثُ َّم أَب.)عليه
Artinya :
Dari Abu Hurairah ra. berkata telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw.
lalu bertanya : Ya Rasulullah siapa manusia yang paling berhak aku perlakukan
dengan baik? Jawab Nabi : Ibumu, kemudian siapa lagi (tanya orang itu), jawab:
Ibumu, kemudian siapa lagi, jawab : Ibumu, kemudian siapa lagi, jawab : Ayahmu”.
(H.Disepakati oleh al-Bukhari-Muslim(.
Hadis tersebut menunjukkan ibu lebih dimuliakan dari pada ayah. Sebagai bukti
Allah telah menghormati dan memuliakan perempuan, maka dalam Alquran Allah
mewasiatkan kepada manusia agar menghormati kedua orang tuanya terutama ibu.
23
Terjemahnya :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Departemen Agama RI, 2010)
kepada ibu, karena selama ini ada di antara anak laki-laki tidak pernah melihat dan
memerhatikan keberadaan ibu mulai dari masa hamil, melahirkan, bahkan sampai besar
dan dapat berfikir. Ibu adalah seorang yang selalu menyiapkan segala kebutuhan dalam
rumah tangga. Ibu yang selalu bangun tengah malam hanya untuk menyusui anaknya.
Ibu adalah seorang perempuan yang telah mengandung putra-putrinya dan melahirkan
mereka. Seorang ayah, adalah yang akan memberikan seluruh apa yang diinginkan oleh
lain maka ayahlah yang memenuhinya. Kontribusi ayah sangat nyata di hadapan anak-
anaknya. Adapun pengorbanan ibu selalu tertutupi, atau boleh jadi kurang mereka
sadari.
kejadian Pneumonia telah banyak dilakukan seperti hasil penelitian oleh Musfardi
(2010) diperoleh bahwa bayi yang diberi ASI tidak eksklusif berisiko 1,69 kali untuk
24
terjadi Pneumonia dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif. Sejalan
dengan penelitian Ceria (2016) yakni terdapat hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian pneumonia pada anak balita. Anak balita dengan ASI tidak
eksklusif berisiko mengalami pneumonia 3,13 kali dibandingkan anak balita yang
diberikan ASI eksklusif. Anak balita yang tidak berikan ASI secara eksklusif lebih
berisiko mengalami penyakit karena tidak mendapatkan manfaat ASI secara penuh
yang lebih berpengaruh pada pembentukan antibodi sebagai pertahanan dari penyakit.
Anak dengan ASI eksklusif akan mendapatkan manfaat seperti zat protektif,
antibodi, imunitas seluler, dan zat anti alergi yang melindungi tubuh dari penyakit
infeksi. Hal ini disebabkan karena ASI mengandung zat kekebalan terhadap infeksi
memberikan protektif melalui antibodi SigA yang dapat melindungi bayi dari kuman
Haemophilus Influenza yang terdapat pada mulut dan hidung, serta menurunkan risiko
terkena infeksi.
Rokok merupakan hasil olahan dari tanaman tembakau yang terbungkus seperti
Nicotiana tabacum, Nikotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintesis yang
mengandung air dan nikotin dengan atau tanpa bahan tambahan. Pencemaran
lingkungan yang utama berasal dari kegiatan manusia seperti asap rokok. Kebiasaan
kepala keluarga yang merokok di dalam rumah dapat berdampak negatif bagi anggota
25
Salah satu prioritas masalah dalam indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) adalah perilaku merokok. Indonesia juga merupakan salah satu negara
berkembang yang memiliki tingkat konsumsi dan produksi rokok yang tinggi.
Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif di
Indonesia, dan anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4 juta
anak. Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk beberapa penyakit seperti
koroner, beberapa jenis kanker mulut dan kanker paru. Oleh karena itu, paparan asap
2) Jumlah rokok yang dihisap : satu batang, bungkus atau pak perhari
3) Jenis rokok yang dihisap : keretek, cerutu atau rokok putih, dan memaki filter atau
tidak.
membahayakan pada perokok aktif ataupun perokok pasif, terutama pada balita yang
tidak sengaja terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok
lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi pada
26
3) Perokok berat merokok lebih dari 20 batang per hari.
rerata jumlah batang rokok yang dihisap tiap hari dan lama merokok dalam tahun. Cara
klasifikasi perokok yang telah disebutkan akan diringkas dalam tabel berikut :
Klasifikasi Perokok
Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar bagi
perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok
dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok tersebut asap utama (mainstream),
dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream
smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasil
27
monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3
kali lipat, nitrosamin sebagai penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar
pada asap sampingan pada kadar asap utama (Tirtosastro Sasturi dan A.A Murdiyati,
2015).
Seperti penjelasan diatas bahwa rokok mengandung zat-zat yang dapat merusak
ِ ِ
ً س ُك ْم إِ َّن اللَّهَ َكا َن ب ُك ْم َرح
يما َ َوََل تَ ْقتُ لُوا أَنْ ُف
Terjemahnya :
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-
Baqarah : 195 )
28
Artinya :
Karena itu, sangat tepat fatwa yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga fatwa di dunia
Islam, seperti fatwa MUI yang mengharamkan rokok, begitu juga Dewan Fatwa Arab
Saudi yang mengharamkan rokok, melalui fatwa nomor: (4947), yang menyatakan,
“Merokok hukumnya haram, menanam bahan bakunya (tembakau) juga haram serta
besar”. Dalil dan Hadist yang berbicara mengenai larangan merokok sejatinya memang
tidak dituliskan secara jelas. Namun, sebagai umat muslim yang patuh terhadap
larangan Allah SWT, tentunya kita wajib mengetahui dan menjalankan segala perintah
serta menjauhi larangan yang sudah tertera dalam ayat Al Qur’an. Allah berfirman
29
Terjemahnya :
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh
mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-
belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya,
memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung ” (Departemen
Agama RI, 2010)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT menghalalkan semua yang baik untuk
umatnya serta mengharamkan yang tidak baik. Dalam ilmu pengetahuan dan
kesehatan, rokok merupakan barang yang bisa mengganggu kesehatan. Ini bisa
diartikan bahwa merokok adalah kebiasaan buruk yang dilarang oleh Allah SWT.
Kebiasaan orang tua merokok dalam rumah merupakan faktor yang terkait dengan
terjadinya penyakit pernafasan pada anak dan tingginya kadar partikulat dalam rumah.
Selain itu rokok juga menambah beratnya gejala eksaserbasi asma dan penyakit-
penyakit saluran pernafasan lain. Adanya orang yang merokok yang tinggal serumah
dengan bayi dan balita berhubungan dengan terjadinya peningkatan angka kesakitan
memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita, karena asap rokok
30
menghasilkan gas dan partikel debu yang dapat bertahan dalam ruangan dalam jangka
waktu yang lama. Nikotin yang terkandung dalam rokok dan ribuan bahaya beracun
asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi
pada saluran pernapasan. Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dan masuk
ke tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi di tubuh balita dan membahayakan
31
H. Kerangka Konsep
Faktor Anak :
Riwayat imunisasi
Status gizi
Usia bayi
Berat badan lahir rendah
Faktor Maternal :
Pendidikan Ibu
Pengetahuan Ibu
Pekerjaan Ibu
Faktor Lingkungan
Kepadata tempat tinggal
Ventilasi rumah
Keterangan:
: Variabel independen
: Variabel dependen
32
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
berlandaskan pada pengujian teori-teori yang telah ada dengan melakukan pengukuran
analitik.
2. Lokasi Penelitian
B. Pendekatan Penelitian
dependen yakni (Pneumonia pada balita) dan variable independen yakni (pemberian
ASI Eksklusif dan paparan asap rokok) dilakukan observasi simultan pada waktu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap usia 0-18 tahun di
RSUD Labuang Baji Makassar pada Juli 2018 hingga Juli 2019 sebanyak 226 pasien.
D. Sampel
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yamg akan diteliti, dimana telah
mewakili secara keseluruhan populasi atau sampel yang dipilih oleh peneliti untuk
terlibat dalam penelitian (Amirullah, 2015). Dari total 226 pasien rawat inap usia 0-18
tahun, kemudian akan memilih sampel yang berusia 0-5 tahun yaitu berjumlah 107
sampel. Adapun metode dalam pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu teknik total sampling dengan memilih semua sampel pasien rawat inap usia 0-5
tahun.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung oleh responden yaitu
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data rekam medik di RSUD Labuang Baji
34
F. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan dalam
dipermudah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner data
demografi, kuesioner tentang pemberian ASI eksklusif dan adanya paparan asap rokok
b) Coding : penulis melakukan perubahan data dari huruf menjadi data bentuk
program computer Statistical Package for The Social Sciences (SPSS) dan
35
2. Analisis Data
a) Analisis Univariat
b) Analisis Bivariat
pemberian ASI eksklusif dan paparan asap rokok dengan kejadian pneumonia
pada balita. Jika probabilitas value (p) hasil < 0,05, maka hasil perhitungan
independen. Apabila value (p) > 0.05, maka hasil perhitungan statistik tidak
bermakna, atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dan independen.
H. Etika Penelitian
dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada pihak
1. Informed concent
36
adalah agar subyek mengerti maksud, dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
I. Alur Penelitian
Mendata pasien rawat inap usia 0-18 tahun pada Juli 2018-Juli2019
Dari data pasien usia 0-18 kemudian memilih pasien yang berusia 0-5 tahun
untuk di jadikan sampel
Pengumpulan data
37
38
BAB IV
A. Hasil Penelitian
yang melibatkan responden dari ibu-ibu yang mempunyai bayi berusia 0 – 5 tahun.
Berawal dari data rekam medik pasien rawat inap usia 0-18 tahun sebanyak 226
sampel, dari 226 sampel didapatkan total pasien rawat inap usia 0-5 tahun sebanyak
1. Karakteristik Responden
pendidikan dan pekerjaan) dan karakteristik balita (usia balita, jenis kelamin, dan
terakhir SMA sebanyak 42 orang (37,5%), responden bekerja sebagai ibu rumah
tangga (IRT) sebanyak 53 responden (47,3%) dan usia bayi responden terbanyak
didapatkan balita laki-laki sebanyak 59 orang (42,9%) dan berat badan lahir bayi
2. Hasil Analisis
a. Analisis Univariat
RSUD Labuang Baji Makassar dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
39
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Riwayat Pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja
RSUD Labuang Baji Makassar Periode Juli 2018 – Juli 2019
Riwayat Pemberian Frekuensi Persentase (%)
ASI Eksklusif
Ya 40 35,7%
Tidak 67 59,8%
Total 107 100%
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa dari 107 sampel balita dengan
riwayat pemberian ASI eksklusif berjumlah 40 orang (35,7%) dan yang tidak
Tabel 4.3 Distribusi Paparan asap rokok di wilayah kerja RSUD Labuang Baji
Makassar Periode Juli 2018 – Juli 2019
Paparan Asap Rokok Frekuensi Persentase (%)
Ya 66 58,9%
Tidak 41 36,6%
terpapar asap rokok berjumlah 66 balita (58,9%) dan balita pneumonia yang
40
3) Kejadian Pneumonia pada Balita
mengenai kejadian Pneumonia dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.
Pneumonia 68 60,7%
3. Analisis Bivariat
pada Balita di RSUD Labuang Baji Makassar Periode Juli 2018 – Juli 2019
sebagai berikut.
41
Tabel 4.5 Hasil Uji Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Pneumonia
Kejadian Pneumonia
Pemberian ASI Pneumonia Tidak Total P Value
Eksklusif Pneumonia
∑ % ∑ % ∑ %
Ya 14 13,0 26 24,2 40 37,3
Tidak 54 50,4 13 12,1 67 62,6 0,000
Total 68 63,5 39 36,3 107 100
Sumber : Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dilihat responden dengan pemberian ASI
eksklusif dan balita yang mengalami pneumonia sebanyak 14 (13,0%) balita dan
responden dengan pemberian ASI eksklusif tetapi balita yang tidak pneumonia
eksklusif dan balita yang mengalami pneumonia adalah 54 (40,4%) balita, dan
responden yang tidak memberikan ASI eksklusif dan balita yang tidak mengalami
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi square antara variabel pemberian
ASI eksklusif dengan variabel kejadian pneumonia pada balita diperoleh nilai p 0,000
(<0,05) menunjukkan bahwa H0 ditolak / H1 diterima, yang artinya ada hubungan yang
bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian Pneumonia pada balita di
42
b. Hubungan antara Paparan asap rokok dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita di RSUD Labuang Baji Makassar Periode Juli 2018 – Juli 2019
sebagai berikut.
Tabel 4.6 Hasil Uji Hubungan Paparan asap rokok dengan Kejadian Pneumonia
Kejadian Pneumonia
Paparan asap Pneumonia Tidak Total P Value
rokok Pneumonia
∑ % ∑ % ∑ %
Ya 46 42,9 12 11,2 58 54,2
Tidak 22 20,5 27 25,2 49 36,6 0,000
Total 68 63,4 39 36,4 107 100
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, dapat dilihat bahwa balita yang terpapar asap
rokok dengan balita yang mengalami pneumonia sebanyak 46 (42,9%) dan balita yang
terpapar asap rokok dengan balita yang tidak pneumonia sebanyak 12 (11,2%) balita.
Sedangkan balita yang tidak terpapar asap rokok dan mengalami pneumonia sebanyak
22 (20,5%) dan balita yang tidak terpapar asap rokok dan tidak mengalami pneumonia
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi square antara variabel paparan
asap rokok dengan variabel kejadian pneumonia pada balita diperoleh nilai p 0,000
(<0,05) menunjukkan bahwa H0 ditolak / H1 diterima, yang artinya ada hubungan yang
bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian Pneumonia pada balita di
43
B. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
responden yang berusia 26 – 35 tahun. Umur merupakan salah satu faktor yang
Umur ibu merupakan faktor predisposisi pemberian ASI eksklusif dimana semakin
sebagian besar ibu memberikan ASI pada bayinya. Hal ini membuktikan bahwa ibu
Sebanyak 53 ibu balita (47,3%) sebagai IRT. Dimana IRT akan memiliki
waktu yang lebih banyak untuk dihabiskan bersama anak sehingga ibu mampu
berusia 2 tahun mempunyai risiko menderita pneumonia 1,4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak dibawah
usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran napasnya masih
sempit. Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa balita yang menderita pneumonia
44
pada umumnya tidak ada insidens pneumonia akibat virus atau bakteri pada laki-
Pada tabel 4.1 mengenai distribusi frekuensi berat badan lahir pada balita
menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki berat badan lahir normal,
namun sebanyak 24 balita (21,4%) balita yang mengalami BBLR memiliki risiko
lebih tinggi terkena penyakit infeksi karena pembentukan zat anti kekebalan tubuh
(35,7%) telah diberikan ASI eksklusif dan 67 balita (59,8%) tidak diberikan ASI
eksklusif. Hasil ini dapat diartikan bahwa mayoritas responden belum memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya. Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI
sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal, dan tanpa pemberian
makanan atau minuman lain sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi
mulai dikenalkan dengan makanan lain dan pemberian ASI tetap dilanjutkan
akut dikarenakan ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi tubuh balita
terhadap infeksi, sehingga balita yang diberi ASI eksklusif tidak rentan terhadap
45
3. Paparan asap rokok
Hasil penelitian pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa segian besar balita
mengalami pneumonia dalam penelitian ini terkena paparan asap rokok sebanyak
58 balita (54,2%). Hal ini menunjukkan bahwa balita yang menderita pneumonia
sebagian besar memiliki anggota keluarga yang merokok, sedangkan balita yang
menderita ISPA tanpa pneumonia sebagian besar tidak memiliki anggota keluarga
yang merokok. Keberadaan perokok ini sebagian besar adalah kepala keluarga atau
ayah dari balita. Biasanya ayah balita merokok tidak jauh dari balita tersebut.
Beberapa di antaranya ayah balita merokok di dalam rumah. Sumber asap rokok di
(Heryani, 2014).
Efek rokok sangat membahayakan bagi kesehatan baik untuk perokok aktif
maupun perokok pasif. Perokok pasif juga biasa disebut dengan second hand
smoke. Paparan asap rokok pada perokok pasif dapat berupa sidestream smoke
yaitu asap rokok samping yang dihasilkan oleh pembakaran rokok itu sendiri,
maupun berupa mainstream smoke yang merupakan asap rokok utama yang
46
4. Kejadian Pneumonia pada balita
pada balita masih cukup banyak. Faktor risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan
akut pada balita dikarenakan faktor lingkungan, status imunisasi, status gizi, umur,
pendidikan orang tua, status sosial ekonomi, dan riwayat pemberian ASI eksklusif.
terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia. Kerentanan terhadap infeksi
dengan lingkungan yang buruk, kontak dengan penderita yang mengalami infeksi
Hasil analisis uji statistik Chi Square untuk hubungan antara pemberian
ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia pada balita di RSUD Labuang Baji
47
Makassar, didapatkan p (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian pneumonia. Hal ini sejalan dengan
penelitian Risa Ayu Wulandari (2018) bahwa balita yang tidak diberi ASI eksklusif
semasa bayi mempunyai risiko 8,54 kali untuk mengalami infeksi saluran
insidensi ISPA pada balita sebesar 15-23% dan menurunkan risiko kematian pada
Menurut Dhevika (2014) bahwa anak yang tidak diberi ASI eksklusif
mempunyai risiko mengalami infeksi saluran pernapasan akut 2,7 kali lebih tinggi
dibandingkan anak yang diberi ASI eksklusif. Selain itu penelitian Dewi (2017)
menunjukkan bahwa angka kejadian ISPA lebih rendah dialami balita yang diberi
ASI merupakan makanan alami yang berfungsi sebagai sumber nutrisi yang
fagosit yang tidak ditemukan pada jenis susu lain. Terutama kolostrum atau air susu
yang berwarna kuning akibat kadar beta-karoten yang tinggi yang merupakan
48
selain itu juga mengandung immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari
Al-Baqarah/2: 233.
”....َعة َ ض ۡعنَ أَ ۡو َٰلَ َدهُ َّن َح ۡولَ ۡي ِن َكا ِملَ ۡي ِۖ ِن لِ َم ۡن أَ َرا َد أَن يُتِ َّم ٱل َّر
َ ضا ُ “ َو ۡٱل َٰ َولِ َٰ َد
ِ ت ي ُۡر
Terjemahnya :
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. ” (Departemen Agama, 2010)
Hasil penelitian dari 107 responden dengan pemberian ASI eksklusif dan
dengan pemberian ASI eksklusif tetapi balita yang tidak pneumonia sebanyak 26
(242%) balita. Sedangkan responden yang tidak memberikan ASI eksklusif dan
balita yang mengalami pneumonia adalah 54 (50,4%) balita, dan responden yang
tidak memberikan ASI eksklusif dan balita yang tidak mengalami pneumonia 13
(12,1%) balita.
Hasil analisis uji statistik Chi Square untuk hubungan paparan asap rokok
didapatkan p (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna secara statistik (p <0,05) antara paparan asap
paparan asap rokok. Balita yang terpapar asap rokok berisiko 18,480 kali
mengalami pneumonia dibandingkan dengan balita yang tidak terpapar asap rokok.
49
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko balita terkena pneumonia akan
meningkat jika tinggal di rumah jika ada anggota keluarga yang merokok.
hubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita. Asap rokok bukan menjadi
penyebab langsung kejadian pneumonia pada balita, tetapi menjadi faktor tidak
langsung kejadian pneumonia pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung
keluarga responden lebih banyak yang merokok dibandingkan yang tidak merokok,
sebagian ada yang merokok didalam rumah dan ada yang merokok diluar rumah,
ada yang tergolong perokok ringan sampai perokok sedang. Anggota keluarga yang
laki-laki yang tinggal dalam satu rumah yang terdiri dari kakek, dan kakak laki-
50
Artinya:
Namun ada balita yang tidak mengalami pneumonia meskipun ada anggota
keluarga yang merokok, dan ada juga Balita yang mengalami pneumonia meskipun
tidak ada anggota keluarga yang tidak merokok. Hal ini karena keberadaan anggota
dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan yang buruk, derajat kesehatan yang
rendah, balita tidak diberi ASI eksklusif, status gizi yang kurang serta status
imunisasi yang tidak lengkap juga meningkatkan resiko terkena pneumonia. Asap
pembersihan mukosiliaris. Semua bahan yang dihirup perokok terdapat dalam asap
yang dikeluarkan dari ujung rokok yang terbakar atau dihembuskan perokok
(Hasanah, 2017).
51
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
2. Ada hubungan yang signifikan antara paparan asap rokok dengan kejadian
B. Saran
sebagai berikut:
terkena pneumonia.
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat khususnya orang tua yang memiliki balita yang merokok agar
mengubah perilaku merokok yaitu dengan tidak merokok saat sedang bersama
balita dan disaat didalam rumah. Selain itu, orang tua harus membiasakan diri
membuka pintu rumah agar sirkulasi udara di dalam rumah dapat berjalan
dengan baik.
3. Bagi peneliti
Melakukan analisis lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor-faktor yang yang
53
DAFTAR PUSTAKA
54
No 2 (Juni – November 2018).
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/view/1683 (Diakses 14
September 2019)
Hartati, Susi dkk. Analisis Fakor Risiko yang berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia Pada Anak Balita di RSUD Pasar Rebo Jakarta. Universitas
Indonesia. Depok, 2015.
Heryani, R. Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Khusus Kesehatan. Jakarta: CV. Trans Info Media, 2016
Krol Kathleen M dan Tobias Grossmann. Psychological effects of breastfeeding on
children and mothers (Juny 2018)
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6096620/ (Diakses 14
September 2019)
Kementerian Agama RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Bandung : Syamil Quran,
2012.
Kemenkes RI. Situasi Dan Analisis ASI Ekslusif. Jakarta: Infodatin, 2014.
Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018
Kaunang Christian T dkk. Gambaran Karakteristik Pneumonia Pada Anak Yang
Dirawat Di Ruang Perawatan Intensif Anak RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado Periode 2013 – 2015. Jurnal e-Clinic (eCl), Vol 4 No 2, 2016.
Mahalastri, Ni Nyoman Dayu. Hubungan Antara Pencemaran Udara Dalam Ruangan
Dengan Kejadian Pneumonia Balita. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga, 2016
Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Society consensus guidelines on the management
of community-acquired pneumonia in adults, 2016
Muyassorah, Yanik. et all. Faktor Penghambat Pemberian Asi Eksklusif Pada Ibu
Bekerja Di Kota Blora. Semarang : Jurnal Kebidanan Vol. 8 No. 1 Otober 2018
Motee dan Jeewon. Importance Of Exclusive Breastfeeding And Complementary
Feeding Among Infants. Nutritional Food and Science Journal, Vol. 2, No. 2,
Agustus 2014
Nasution, Selvi Indriani dkk. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola
Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bungus Tahun 2014.
Jurnal Kesehatan Andalas, 2016.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/590 (Diakses 14
September 2019)
Pabary et al. Complicated Pneumonia In Children. European Respiratory Society,
2013. Diakses pada https://breathe.ersjournals.com/content/9/3/210.article-info
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, 2015
Prasetyo, Dwi S. Buku Pintar ASI Eksklusif. Edisi 1. Yoyakarta : DIVA Press, 2015
55
Riyanto Reni dan Anis Kusumawati. Pengaruh Asap Rokok Terhadap Frekuensi
Terjadinya Penyakit Ispa Pada Balita Di Puskesmas Kedung Banteng
Banyumas. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan Vol 14 No 3, 2016
Rustam, Musfardi. “Hubungan pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
bayi usia 6-12 bulan di Kabupaten Kampar Provinsi Riau”. Skripsi.
Universitas Indonesia, 2016.
Roesli, U. Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka Bunda, 2016
Said M. Pneumonia. Buku ajar respirologi anak Edisi I Jilid 2. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI, 2016
Saleh, La Ode Amal. Faktor-faktor yang Menghambat Praktek ASI Eksklusif pada Bayi
0-6 Bulan. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2016
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatis Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta CV,
2013
Surya, Irma dkk. Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk dengan
Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 4 No 1, 2015
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al- Qur’an/M.
Quraish Shihab. Tangerang: PT Lentera Hati, 2016.
Solihati, Suhartono dan Winanrni. Studi Epidemiologi Deskriptif Kejadian Pneumonia
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Langensari II Kota Banjar Jawa Barat
Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol 5 No 5 (Oktober 2017)
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/19184 (Diakses 14
September 2019)
Tirtosastro Sasturi dan A.S Murdiyati. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok.
Malang: Buletin Tanaman Tembakau, Seratm dan Minyak Industri, 2015
Triiyah Delvi C dan Chatarina Umbul W. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah
Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Taman
Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 13 No 1, 2018
Yusrina A, Devy SR. Faktor Yang Mempengaruhi Niat Ibu Memberikan Asi Eksklusif
Di Kelurahan Magersari, Sidoarjo. Jurnal Promkes, Vol 4 No1 (Juli 2016)
https://e-journal.unair.ac.id/PROMKES/article/view/5802 (Diakses 14
September 2019)
Wulandari, Ayu R. The Influence of Exclusive Breastfeeding Toward The Occurrence
of Childhood Pneumonia in East Java. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol 6 No3,
2018
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 : Persetujuan Responden
Makassar, 2020
Yth. Bapak/Ibu/S/I
Dengan Hormat,
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta hak dan kewajiban
sebagai responden. Dengan ini menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa saya
bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Pemberian
ASI Eksklusif Dan Paparan Asap Rokok Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Balita di
RSUD Labuang Baji Periode Juli 2018 - Juli 2019”
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Responden
(...............................)
KUESIONER PENELITIAN
C. Kejadian Pneumonia
1. Apakah anak ibu pernah [ ] Ya, sebutkan berapa lama……..
mengalami sakit batuk, demam, [ ] Tidak
frekuensi napas cepat atau
kesulitan bernapas?
2. Apakah saat anak ibu kesulitan [ ] Ya
bernapas terlihat tarikan dinding [ ] Tidak
dada bawah ke dalam?
3. Apakah terdengar mengi dan suara [ ] Ya
mengorok pada saat anak ibut [ ] Tidak
kesulitan bernapas?
D. Pemberian ASI
1. Ketika anak ibu lahir, apakah [ ] Ya
langsung memberikan ASI? [ ] Tidak
2. Apakah pernah mengalami [ ] Ya
masalah pemberian ASI pada anak [ ] Tidak
tersebut?
3. Masalah apa saja yang dialami?
a. ASI tidak keluar atau kurang 1. Ya 2. Tdk
a
b. Ibu sakit/lemah
b
c. Anak sakit/lemah
c
d. Payudara bengkak/putting lecet
d
e. Ibu bekerja
e
f. lainnya
f
1. Karakteristik Responden
Usia_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pendidikan_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pekerjaan_Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis_Kelamin_Bayi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Berat_Badan_Lahir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <2500 gram 24 22,4 22,4 22,4
Pemberian_ASI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Paparan_Asap_Rokok
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pneumonia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pneumonia
Ya Tidak Total
Pemberian_ASI Ya 14 26 40
Tidak 54 13 67
Total 68 39 107
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,58.
b. Computed only for a 2x2 table
Pneumonia
Ya Tidak Total
Paparan_Asap_Rokok Ya 46 12 58
Tidak 22 27 49
Total 68 39 107
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,86.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 4 : Persuratan
Lampiran 5 : Riwayat Hidup Penulis
2010, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kajuara pada tahun 2010-
2013. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kajuara dan tamat
pada tahun 2016. Setelah tamat dari sekolah menengah atas, pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi negeri di Makassar yaitu
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar sebagai Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Dokter (PSPD) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Untuk
“Hubungan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Paparan asap rokok terhadap kejadian
pneumonia pada balita di RSUD Labuang Baji Makassar Periode Juli 2018 – Juli
2019”.