Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Persalinan Preterm

Disusun oleh :
dr. Risti Maulani Sindih

Pendamping :
drHMS

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA INDRAMAYU


PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE 14 OKTOBER 2019- 13 OKTOBER 2020
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Risti Maulani Sindih
Nama Wahana : RS Bhayangkara Indramayu
Topik : Persalinan preterm
Tanggal (kasus) : 04 Juli 2020
Nama Pasien : Tn. JI No RM : 089***
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. H. M. Suaidi
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Indramayu
Objektif Presentasi : Diagnosis dan Penatalaksanaan Persalinan Preterm
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen  Masalah Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi Perempuan 37 tahun, mau melahirkan dengan hamil kurang bulan
Tujuan  Mengetahui penegakan diagnosis yang tepat pada pasien persalinan
preterm
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi Presentasi dan  Email  Pos
diskusi
Data pasien Nama : Ny. SBA No registrasi : 089***
Nama klinik : RS Bhayangkara Indramayu Telp : (0234) Terdaftar sejak :
507878 10 Januari 2020
Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis : G1P0A0 hamil 36 minggu inpartu fase aktif janin tunggal hidup, presentasi
kepala.
2. Gambaran Klinis:
Perempuan 37 tahun, mau melahirkan dengan hamil kurang bulan
Pasien datang dengan keluhan perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul
makin lama makin kuat dan sering. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air
(-), riwayat keputihan (+) riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat jatuh (-), riwayat
diurut(-). Pasien sebelumnya ke bidan dan dikatakan hamil kurang bulan dengan mau
melahirkan. Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-). Pasien mengaku gerakan
anak masih dirasakan.
3. Riwayat kesehatan/penyakit
- Riwayat darah tinggi (-)
- Riwayat darah tinggi pada kehamilan (-)
- Riwayat kencing manis (-)
- Riwayat asma (-)
4. Riwayat keluarga: riwayat hipertensi disangkal. Riwayat asma, alergi, diabetes mellitus
pada keluarga disangkal
5. Riwayat pekerjaan: pasien adalah petani
Status Sosioekonomi dan Gizi : kurang
Status pernikahan : 1 kali, lamanya 5 tahun
Status reproduksi : menarche 13 tahun, siklus teratur 28 hari, lamanya 5-7 hari,
HPHT 25 Oktober 2019
Status persalinan : Tahun 2011, perempuan, aterm, BBL 3000 g, spontan, normal,
bidan, sehat.

Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 25 Oktober 2019
Taksiran persalinan : 5 Agustus 2020
ANC : pasien tidak pernah melakukan asuhan antenatal
selama kehamilan

 Lain-lain:
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
BB : 54 kg
TB : 150 cm
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 83x/menit, isi/kualitas cukup,irama reguler
Respirasi : 20 x/menit, reguler
Suhu :36,5oC

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-), refleks
cahaya (+/+)
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret(-), perdarahan(-)
Telinga : Liang telinga lapang
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan bibir kering (-),
fisura (-), cheilitis(-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1, tonsil tidak
hiperemis, detritus (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran struma (-)

THORAX
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal,
subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 85 x/menit, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
EKSTREMITAS
Akral hangat (+), edema pretibial (-)

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
FUT 4 jbpx (27 cm), letak memanjang, punggung kiri, presentasi kepala, penurunan kepala
3/5, DJJ 134 x/menit, HIS 2x/10’/30”, TBJ 2170 gram.
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher: portio lunak, anterior, eff 100%, dilatasi 5 cm, presentasi kepala, Hodge
I-II, ketuban (+), penunjuk SSL.

 PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan Laboratorium (10 Mei 2018 Palembang)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 12.5 g/dL 11,40-15,00 g/dL
RBC 4.29 x 106/mm3 4,00-5,70x106/mm3
WBC 18.1 x 103 /mm3 4,73-10,89x103 /mm3
Ht 38% 35-45%
Trombosit 260 x 103 /ul 189-436 x103/ul
Diff. Count
Basofil 0% 0-1%
Eosinofil 1% 1-6%
Neutrofil 78% 50-70%
Limfosit 16% 20-40%
Monosit 5% 2-8%
Pemeriksaan USG Fetomaternal (10 Mei 2018)
 Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
 Biometri:
 BPD : 8.51 cm
 HC : 29.82 cm
 AC : 28.86 cm
 FL : 6.01 cm
 EFW : 2226 gr
 Plasenta di corpus anterior
 Cairan ketuban cukup sp : 3.1
Kesan: Hamil 36 minggu, janin tunggal hidup, presentasi kepala

 Tatalaksana:
- Konservatif
- Observasi tanda vital ibu, HIS, DJJ
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi Dexamethasone 2x6 mg IV
- Cek laboratorium darah rutin dan urin rutin.
- Rencana partus pervaginam
- Evaluasi dengan partograf WHO

 Follow up
Tanggal 05/07/2020
S pasien mau melahirkan dengan kurang bulan
O Pemeriksaan fisik umum :
- Sensorium : compos mentis
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 83x/m, isi dan tegangan cukup
- RR : 20x/m
- T : 36,5 C
Pemeriksaan spesifik
- Pemeriksaan luar : FUT 4 jbpx (27 cm), memanjang, punggung kiri,
presentasi kepala, DJJ = 134x/menit, HIS 2x/10’/30”
- Vaginal toucher: portio lunak, anterior, eff 100%, dilatasi 5 cm,
presentasi kepala, Hodge I-II, ketuban (+).
A G1P0A0 hamil 36 minggu inpartu fase aktif janin tunggal hidup, presentasi
kepala
P - Konservatif
- Observasi tanda vital ibu, HIS, DJJ
- IVFD RL gtt xx/menit
- Injeksi Dexamethasone 2x6 mg IV
- Cek laboratorium darah rutin dan urin rutin.
- Rencana partus pervaginam
- Evaluasi dengan partograf WHO

Daftar Pustaka :
1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2007. Birth: Final data for 2005. [diakses
07 November 2016]. Tersedia pada Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor 1, Januari-Juni
2017 :http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr56 _06.pdf.
2. Drife J, Mogawan BA. Clinical obstetric and gynecology: prematurity. London: Saunders;
2004. h.375-80
3. Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama.
4. Stacy B, Wodjdyla D, Say L, Betran A, Merialdi M, Rubens C, et al. The worldwide
incidense of preterm birth: a systematic review of maternal and morbidity. Bull World
Health Organ. 2010;88:31
5. Sari, E. W. L. dan Sulastri, S. (2012) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Preeklampsia Di RSUD DR. Moewardi Surakarta.
6. Drife J. Magowan BA. 2004. Clinical obsterics and gynaecology: Prematurity, Saunders,
London: 374-380
7. Goldenberg RL. 2002. The management of preterm labor. In: High-risk pregnancy series.
Obstet Gynecol: an expert’s view:1020-37.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. 2005.
Preterm birth in William Obsterics 22nd ed. McGraw-Hill. New York: 855-73
9. Manajemen persalinan preterm. 2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
Semarang.
10. Abadi A. 2004. Persalinan preterm. Dalam: Hariadi R. ed. Ilmu Kedokteran Feto maternal.
Edisi perdana, Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI Surabaya: 364-80.
11. Suharsono. 2005. Kontroversi pemberian kortikosteroid dosis tunggal atau multiple pada
persalinan preterm. PIT-FM. Semarang.
12. Jobe AH, Soll RF. 2004. Choice and dose of corticosteroid for antenatal treatment. AM J
Obstet Gynecol. 190: 878-81.
13. Abbasi S, Hirsch D, Davis J. 2000. Effect of single versus multiple course of antenatal
corticosteroid on maternal and neonatal outcome. AM J Obstet Gynecol 182: 1243-9.
14. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Persalinan preterm dalam: Buku Ilmu Kebidanan Edisi
Keempat.PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 667-76
15. DeCherney AH. Nathan. 2003. Late Pregancy Complication in Current Obstetrics and
Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies.
Hasil Pembelajaran
1. Identifikasi Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik persalinan preterm
2. Diagnosis klinis persalinan preterm
3. Tatalaksana persalinan preterm
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subyektif
Perempuan 37 tahun, mau melahirkan dengan hamil kurang bulan
Pasien datang dengan keluhan perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul makin
lama makin kuat dan sering. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (-),
riwayat keputihan (+) riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat jatuh (-), riwayat diurut(-).
Pasien sebelumnya ke bidan dan dikatakan hamil kurang bulan dengan mau melahirkan.
Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-). Pasien mengaku gerakan anak masih
dirasakan.
2. Obyektif
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
ditegakkan diagnosis persalinan preterm. Persalinan preterm merupakan persalinan yang
terjadi pada usia kehamilan antara 20 minggu atau lebih sampai dengan kurang dari 37
minggu yang dihitung menggunakan HPHT (hari pertama haid terakhir). Pada laporan kasus
ini, diketahui bahwa pasien memiliki beberapa faktor risiko untuk terjadinya persalinan
preterm seperti hamil usia ekstrim, sosioekonomi rendah, dan riwayat ANC yang buruk.
3. Assessment
ANALISIS FAKTOR RISIKO PERSALINAN PRETERM
1. Perdarahan antepartum
2. Hamil usia ekstrim
3. Grandemultipara dan interval persalinan
4. Ketuban pecah dini
5. Kehamilan hidroamnion
6. Gangguan keseimbangan hormonal
7. Inkompetensia serviks/dilatasi serviks
8. Kelainan anatomi uterus
9. Idiopatik (peningkatan reseptor oksitosin)
10. Preeklampsia/eklampsia
11. Faktor individu (sosioekonomi rendah, kurang gizi, anemia pada kehamilan)
12. Penyakit sistemik (penyakit jantung, DM, asma, hipertensi)
13. Infeksi pada kehamilan (koriamnionitis, servisitis)
14. Riwayat ANC yang buruk.
Menurut DEPKES RI (2009), usia yang aman untuk hamil adalah usia 20-35 tahun.
Pada kasus ini, ibu hamil pada usia 38 tahun yang dapat dikatakan sebagai risiko tinggi
untuk mengalami persalinan prematur.
Menurut WHO, antenatal care dianjurkan dilakukan sebanyak 4 kali selama
kehamilan. Trimester pertama dilakukan satu kali, trimester kedua satu kali, dan trimester
tiga dilakukan sebanyak dua kali. Hal ini dilakukan untuk mengevaluasi keadaan janin serta
melakukan pencegahan jika terdapat faktor risiko terjadinya komplikasi pada kehamilan.
Adanya riwayat ANC yang buruk dapat mengakibatkan terjadinya persalinan dengan
komplikasi akibat upaya pencegahan dan pemeliharaan kehamilan tidak adekuat.
Pencegahan persalinan preterm dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pencegahan
primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dilakukan sebelum terjadinya pembuahan
dan selama kehamilan. Hal yang dapat dilakukan diantaranya memberikan pendidikan
kepada semua wanita mengenai faktor risiko persalinan preterm, menghindari melakukan
pekerjaan berat, mengonsumsi suplemen nutrisi, menghentikan merokok, melakukan
asuhan prenatal, serta melakukan perawatan periodontal. Pencegahan sekunder ditujukan
pada wanita yang sudah diketahui memiliki faktor risiko untuk terjadi persalinan preterm.
Pencegahan sekunder setelah konsepsi dilakukan dengan cara modifikasi aktivitas ibu (tirah
baring, menurunkan aktivitas seksual, pembatasan kerja), pemberian suplemen nutrisi yang
dianggap dapat menurunkan konsentrasi pro-inflamasi sitokin, pemberian antibiotik (jika
dicurigai vaginosis bakterial), dan pemberian progesteron (antagonis oksitosin) untuk
memelihara integritas serviks dan memiliki efek anti-inflamasi. Pencegahan tersier
merupakan pencegahan yang pada umumnya dilakukan. Contohnya yaitu merujuk ibu
dengan ancaman persalinan preterm ke rumah sakit yang dilengkapi perawatan bayi
preterm, pemberian terapi tokolitik, kortikosteroid antenatal, antibiotik dan persalinan
preterm atas indikasi pada waktu yang tepat.

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Hingga saat ini, belum ada satu atau beberapa kelompok pemeriksaan yang memiliki
nilai sensitivitas dan spesifisitas yang optimal. Prediksi tersebut dibagi menjadi prediksi
klinis, biofisik, dan biologik. Sebagian lagi membagi atas prediksi primer dan sekunder.
Prediksi primer artinya prediksi yang dapat diketahui sebelum kehamilan, sedangkan
prediksi sekunder adalah prediksi yang hanya dapat diketahui setelah kehamilan. Prediksi
disini belum tentu suatu uji skrining, karena saat ini belum ada uji skrining yang dilakukan
rutin terhadap persalinan preterm yang terpisah dari proses anamnesis untuk mencari faktor
risiko, seperti riwayat persalinan sebelumnya. Prediksi persalinan preterm secara klinis
mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dan skrining infeksi vagina.
1. Anamnesis
Identitas pasien, memperkirakan waktu persalinan, menggali kebiasaaan dan faktor risiko
yang berkaitan dengan insidens persalinan preterm, dan keadaan sosioekonomi.
2. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan obstetrik, adanya kontraksi dengan intensitas dan frekuensi yang cukup
untuk menyebabkan penipisan dan pematangan serviks pada usia gestasi 24-37 minggu
merupakan suatu penanda persalinan preterm aktif. Kriteria yang digunakan untuk
mendiagnosis persalinan preterm adalah terdapatnya kontraksi yang nyeri, dapat diraba,
berlangsung selama lebih dari 30 detik dan muncul minimal empat kali tiap 20 menit.
Pada pasien ini terdapat HIS 2x dalam 10 menit dan lamanya 30 detik (2x/10’/30”). Hal
ini menyebabkan penipisan dan pematangan serviks yang dini pada saat kehamilan,
sehingga memicu terjadinya persalinan preterm.
Selain itu dari pemeriksaan obstetrik juga dapat dilakukan penilaian serviks dengan
menggunakan skor Bishop.
Skor bishop pada kasus yaitu:
1. Posisi uterus pada posterior :2
2. Konsistensi lunak :2
3. Pendataran/effacement (100%) :3
4. Dilatasi serviks (5 cm) :3
5. Station (hodge II) :3
Total : 13

3. Prediksi biofisik
Prediksi biofisik dilakukan dengan mengukur parameter fisik pada ibu. Parameter
fisik yang dimaksud adalah panjang serviks. Cara pemeriksaan serviks antara lain yaitu: 1.
Digital dengan jari. 2. Ultrasonografi (USG) transabdominal. 3. USG transperineal. 4. USG
transvaginal. Pengukuran panjang serviks dapat digunakan untuk memprediksikan adanya
risiko persalinan preterm. Serviks yang pendek memiliki risiko lebih tinggi mengalami
persalinan preterm.
Penilaian serviks yang lebih baik dapat dilakukan dengan menggunakan USG.
Teknik USG yang dapat dilakukan adalah USG transabdominal, transperineal dan
transvaginal. USG transabdominal memiliki keterbatasan yaitu ketika dilakukan
pemeriksaan, kandung kemih harus dalam keadaan terisi, namun hal ini dapat menyebabkan
pemanjangan serviks sehingga mengaburkan adanya serviks yang pendek atau bentuk
serviks yang funneling (pembukaan serviks dari internal os). USG transvaginal merupakan
cara invasif yang tidak membutuhkan pengisian kandung kencing sehingga gambaran
serviks yang sebenarnya bisa ditampilkan dengan jelas. Disamping itu USG transvaginal
juga dapat mengukur dengan akurat bila terjadi pembukaan serviks bahkan juga funneling
sehingga tatacara pengukuran serviks yang sangat dianjurkan adalah secara transvaginal.
Dari hasil USG didapatkan skor BPP (BioPhysic Profile) merupakan kombinasi antara
pemeriksaan USG dan Non- Stress Test. Tujuannya juga untuk memantau kesejahteraan
janin. Dikatakan normal bila nilai BPP minimal 8. Pada kasus, nilai BPP adalah 8, sehingga
janin dalam keadaan baik/tidak ada stres.

Pasien didiagnosis dengan TTH atau Tension Type Headache didasarkan adanya hasil
pemeriksaan subjektif dan objektif. Dari pemeriksaan subjektif didapatkan keluhan nyeri
kepala yang hilang timbul sejak 13 hari smrs tanpa disertai gejala klinis lainnya.
Dari pemeriksaan objektif tidak deitemukan adanya kelainan. Dan dari pemberian terapi
awal yang diberikan terdapat perbaikan klinis dari serangan akutnya.
4. Plan
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor, diantaranya ketuban pecah
dini, pembukaan serviks, umur kehamilan, penyebab persalinan preterm, dan kemampuan
neonatal intensive care facilities. Pada kasus, dilakukan manajemen persalinan pervaginam
dan mengobservasi tanda-tanda vital, HIS, dan DJJ pada pasien. Dapat diberikan tokolisis
seperti nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi
hilang apabila indeks tokolitik < 8, namun pada kasus ini tidak diberikan karena indeks
tokolitiknya >8. Usia kehamilan pada kasus yaitu 36 minggu, dimana belum terjadi
pematangan paru yang sempurna. Maka, perlu diberikan kortikosteroid berupa
deksametason 2x6/24 jam atau betametason 2x12 mg/24 jam. Antibiotika hanya diberikan
jika terdapat risiko untuk terjadinya infeksi, seperti ketuan pecah dini. Obat pilihan yang
diberikan berupa ampisilin 3x500 mg selama 3 hari. Pengobatan yang adekuat dipercaya
dapat menurunkan komplikasi baik untuk ibu dan janin pada persalinan preterm.

Indeks Tokolitik
0 1 2 3 4
Kontraksi Tidak ada Irregular Regular - -
Ketuban Tidak ada - Tinggi/ - Rendah/
Pecah tidak jelas pecah
Perdarahan Tidak ada Spotting Pendaraha - -
n
Pembukaan Tidak ada 1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
Indeks tokolitik >8 : kontraindikasi pemberian tokolitik.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-37
minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. 1 Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menyatakan bahwa bayi preterm adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu
atau kurang, bayi preterm ialah bayi yang pada waktu lahir organ organ tubuh belum
tumbuh sempurna, fungsional belum matang, sehingga bahaya kematian akan meningkat
dan jika hidup bahaya gangguan fisik dan intelektual meningkat.6,9,10.
Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan kategori World Health
Organization (WHO), yaitu: 7
1. Extremely preterm (< 28 minggu)
2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).

3.2. Epidemiologi
Angka kejadian persalinan preterm pada umunya adalah sekitar 6 – 10%. Hanya 1,5%
persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5% pada kehamilan
kurang dari 28 minggu. Namun, kelompok ini merupakan dua pertiga dari kematian
neonatal. Kesulitan utama dalam persalinan preterm ialah perawatan bayi preterm, yang
semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbidatas dan mortalitas. Penelitain
lain menunjukkan bahwa umur kehamilan dan berat bayi lahir saling berkaitan dengan
risiko kematian perinatal. Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi > 1.500
gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedang pada umur kehamilan sama dengan berat
janin <1.500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32 minggu
dengan berat lahir < 1.500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%. Hal ini
menunjukkan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak hanya tergantung umur
kehamilan, tetapi juga berat bayi lahir.7
Permasalahan yang terjadi pada presalinan preterm bukan saja pada kematian
perinatal melainkan bayi prematur ini sering pula disertai dengan kelainan, baik kelainan
jangka pendek maupun jangka panjang. Kelainan jangka pendek yang sering terjadi
adalah: RDS (Respiratory Distress Syndrome), perdarahan intra/periventrikular, NEC
(Necrotizing Enetro Cilitis), displasi bronko-pulmonar, sepsis, dan patern duktus
arteriosus. Adapun kelainan jangka panjang seiring berupa kelainan neurologik seperti
serebral palsi, retinopati, retardasi mental, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavoral
dan prestasi sekolah yang kurang baik7,8. Dengan melihat permasalahan yang dapat terjadi
pada bayi preterm, maka penundaan persalinan preterm bila mungkin masih dapat
memberikan suatu keuntungan.
Pemicu obstetri yang mengarah pada persalinan preterm antara lain: (1) persalinan
atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea;
(2) persalinan preterm spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) persalinan preterm
dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui
seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari persalinan preterm berdasarkan indikasi, 40-45%
persalinan preterm terjadi secara spontan dengan selaput amnion utuh, dan 25-30%
persalinan preterm yang didahului ketuban pecah dini.7
Persalinan preterm juga bisa dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% persalinan
preterm terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar
15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada
usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan
34-36 minggu (near term). Dari tahun ketahun, terjadi peningkatan angka kejadian
persalinan preterm, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah kelahiran
preterm atas indikasi8.
Gambar 2.1 Gambaran angka kejadian persalinan preterm di USA, 1989-200010

3.3. Etiologi
Persalinan preterm merupakan kelainan proses yang multifaktorial. Kombinasi
keadaan obstertrik, sosiodemografi, dan faktor medik mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya persalinan preterm. Kadang hanya risiko tunggal dijumpai seperti distensi
berlebih uterus, ketuban peccah dini, atau trauma. Banyak kasus persalinan prematur
sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai
dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks, yaitu8:
1) Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun janin,
akibat stres pada ibu atau janin
2) Inflamasi desiuda-korioamnion atau sistemik akibat infeksi assenden dari traktus
genitourinari atau infeksi sistemik
3) Perdarahan desidua
4) Peregangan uterus patologik
5) Kelainan pada uterus atau serviks
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan preterm
harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi, menyebabkan
persainan preterm atau seorang dokter terpaksa mengakhiri kehamilan pada saat
kehamilan belum genap bulan15.
Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah6:
1) Janin dan plasenta
 Perdarahan trimester awal
 Perdarahan anterpartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Pertumbuhan janin terhambat
 Cacat bawaan janin
 Kehamilan ganda/gemeli
 Polihdiramnion
2) Ibu
 Penyakit berat pada ibu
 Diabetes melitus
 Preeklamsia/ Hipertensi
 Infeksi saluran kemih/ genital/intrauterin
 Penyakit infeksi dengan demam
 Stres psikologik
 Kelainan bentuk uterus/ seviks
 Riwayat persalian preterm/ abortus berulang
 Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
 Pemakaian obat narkotik
 Trauma
 Perokok berat
 Kelainan imunologi/kelainan resus8
Drfe dan Magowan menyatakan bahwa 35% persalinan preterm terjadi tanpa
diketahui penyebab yang jelas, 30% akibat persalinan elektif, 10% pada kehamilan
ganda, dan sebagian lain sebagai akibat kondisi ibu atau janinnya6. Infeksi
korioamnion diyakini merupakan salah satu sebab terjadinya ketuban pecah dini dan
persalinan preterm. Patogenesis infeksi ini yang menyebabkan persalinan belum jelas
benar. Kemungkinan diawali dengan akitivitas fosfolipase A2 yang melepaskan
bahan asam arakidonat dari selapu amnion janin, sehingga asam arakidonat bebas
meningkat untuk sintesis prostaglandin. Endotoksi dalam air ketuban akan merangsa
sel desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandi yang dapat menginisiasi
proses persalinan. Proses persalinan preterm yang dikaitkan dengan infeksi
diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit.
Berbagai sitokin, termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan
interleukin-6 adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm.
Sementara itu, Platelet Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban
terlibat secara sinergik pada kativitas jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari
paru dan ginjal janin. Dengan demikian, janin memainkan peran yang sinergi dalam
mengawali proses persalinan preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendir
mungkin menyebabkan kerusakan membran lewat pengaruh langsung dari
protease6,8,9.
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksida digantikan oleh
bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies mobilunkus atau mikoplasma hominis.
Keadaan ini telah lama dikaitkan dengna ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan
infeksi amnion, terutama bila pada pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,0 8.
Pada hipertensi atau preeklampsia, penolong persalinan cenderung untuk
mengakhiri kehamilnan, Hal ini menimbulkan prevalensi preterm meningkat. Kondisi
medik lain yang sering menimbulkan persalinan preterm adalah inkompetensi serviks.
Penderita dengan inkompetensi serviks berisiko mengalam persalinan preterm10.
Di samping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat sosio—ekonomi, riwayat lahir mati, dan kehamilan di luar nikah.
Merupakan langkah penting dalam pencegahan persalinan preterm adalah bagaimana
mengidentifikasi faktor risko dan kemudian memberikan perawatan antenatal serta
penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan9.
3.4. Patogenesis
Penyebab persalinan preterm multifaktorial dan dapat saling berinteraksi satu
sama lain. Berikut beberapa alur yang umum terjadi pada persalinan preterm: 6,7
3.4.1. Aktivasi aksis hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin atau ibu: stres
Stres yang didefinisikan sebagai tantangan baik psikologis atau fisik, yang
mengancam atau yang dianggap mengancam homeostasis pasien, akan
mengakibatkan akitivasi prematur hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin atau
ibu. Stres semakin diakui sebagai faktor risiko penting untuk persalinan preterm.
Beberapa penelitian telah menemukan50% hingga 100% kenaikan angka kelahiran
pretermberhubungan dengan stres pada ibu, dan biasanya merupakan gabungan dari
berbagai peristiwa kehidupan, kecemasan, atau depresi. Neuroendokrin, kekebalan
tubuh, dan proses perilaku(seperti depresi) telah dikaitkan dengan persalinan preterm
terkait stres. Namun, proses yang paling penting, yang menghubungkan stres dan
kelahiran preterm ialah neuroendokrin, yang menyebabkan aktivasi prematur aksis
HPA. Proses ini dimediasi oleh corticotrophin-releasing hormone (CRH) plasenta .
3.4.2. Infeksi dan inflamasi
Patogenesis dari persalinan preterm masih belum dimengerti dengan benar.8
Namun, infeksi tampaknya menjadi penyebab tersering dan paling penting dalam
persalinan preterm.1,8 Meskipun demikian, patogenesis infeksi hingga menyebabkan
persalinan preterm pun hingga kini belum jelas benar, namun diduga berkaitan
dengan sistem kekebalan tubuh, dan diawali oleh aktivasi fosfolipase A2 yang
dihasilkan oleh banyak mikroorganisme9,10.
Sumber infeksi yang telah dikaitkan dengan kelahiran prematur meliputi
infeksi intrauterin, infeksi saluran kelamin, infeksi sistemik ibu, bakteriuria
asimptomatik, dan periodontitis ibu10.Mikroorganisme yang umum dilaporkan pada
rongga amnion adalah genital Mycoplasma spp, dan Ureaplasma urealyticum.
Beberapa mikroorganisme yang umum pada saluran genitalia bawah, seperti
Streptococcus agalactiae, jarang tampak pada rongga amnion sebelum selaput
amnion pecah. Rongga amnion biasanya steril dari bakteri, dan adanya bakteri yang
jumlahnya cukup signifikan pada membran amnion diduga melalui mekanisme
sebagai berikut:6,7
1) Secara ascending dari vagina dan serviks
2) Penyebaran secara hematogen melalui plasenta
3) Penggunaan alat saat melakukan prosedur invasif
4) Penyebaran secara retrograde melalui tuba fallopi.
Dari beberapa cara yang telah disebutkan di atas, cara yang paling umum ialah
penyebaran secara ascending dari vagina dan serviks.Hal ini dapat ditunjukkan oleh
suatu kondisi yang disebut vaginosis bakterialis, yang merupakan sebuah kondisi
ketika flora normal vagina predominan-laktobasilus yang menghasilkan hidrogen
peroksida digantikan oleh bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies
Mobilunkus, atau Mycoplasma hominis. Keadaan ini telah lama dikaitkan dengan
ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan infeksi amnion, terutama bila pada
pemeriksaan pH vagina lebih dari 5,08.
Infeksi intraamnion akan menyebabkan terjadinya pelepasan mediator
inflamasi seperti pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α . Sitokin akan
merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan
menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab untuk
sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi.
Sitokin juga berperan dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang
mengakibatkan perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.

Gambar 2.2 Jalur masuknya kuman penyebab infeksi


3.4.3. Perdarahan desidua (Decidual hemorrhage/thrombosis)
Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan
plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang akan mengakibatkan
kontraksi miometrium.15 Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi
dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin
menjadi trombin dan pada beberapa penelitian, trombin mampu menstimulasi
kontraksi miometrium.
3.4.4. Distensi uterus yang berlebihan (uterine overdistension)
Distensi uterus yang berlebihan memainkan peranan kunci dalam memulai
persalinan preterm yang berhubungan dengan kehamilan multipel, polihidramnion,
dan makrosomia. Kehamilan multipel, sering disebabkan oleh reproduksi yang
dibantu oleh tekhnologi (assisted reproduction technologies (ART)), termasuk
induksi ovulasi dan fertilisasi in vitro, dan merupakan satu dari penyebab yang paling
penting dari persalinan preterm di negara-negara maju. Di Amerika Serikat misalnya,
ART merupakan 1% dari semua kelahiran hidup, tetapi 17% dari semua kehamilan
multipel; 53% neonatus hasil dari ART pada tahun 2003 merupakan anak kembar.
Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan persalinan
preterm masih belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim akan menginduksi
ekspresi protein gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta
menginduksi protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor
oksitosin. 11
3.4.5. Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan dengan pregnancy losses pada
trimester kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan pada serviks
berhubungan dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang cukup
luas, termasuk persalinan preterm.Insufisiensi serviks secara tradisi telah
diidentifikasi di antara wanita dengan riwayat pregnancy losses berulang pada
trimester kedua, tanpa adanya kontraksi uterus. Terdapat lima penyebab yang diakui
atau dapat diterima, yaitu: (1) kelainan bawaan; (2) in-utero diethylstilbestrol
exposure; (3) hilangnya jaringan dari serviks akibat prosedur operasi seperti Loop
Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) atau conization; (4) kerusakan yang
bersifat traumatis; dan (5) infeksi.10
Selain berhubungan dengan beberapa hal di atas, risiko persalinan preterm
juga meningkat pada perokok.Mekanisme meningkatnya risiko persalinan preterm
pada wanita yang merokok sampai saat ini belum jelas.Terdapat lebih dari 3000
bahan kimia dalam batang rokok, yang masing-masing efek biologisnya sebagian
besar tidak diketahui.Namun, baik nikotin dan karbon monoksida merupakan
vasokonstriktor yang kuat dan dihubungkan dengan kerusakan plasenta serta
menurunnya aliran darah uteroplasenta. Kedua jalur tersebut mengarah pada
terhambatnya pertumbuhan janin dan persalinan preterm.10
Gambar 3. Patofisiologi prematur14
3.5. Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan preterm.
Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-benar merupkana
ancaman proses perslainan. Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman
persalinan preterm, yaitu9:
 Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7 – 8 menit sekali, atau 2 – 3 kali dalam
waktu 10 menit
 Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
 Perdarahan bercak
 Perasaan menekan daerah serviks
 Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan
penipisan 50-80%
 Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
 Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
 Terjadi pada suia kehamilan 22-37 minggu

3.6. Penatalaksanaan
Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan sejak awal,
sebelu tanda-tanda persalinan muncul.Dimulai dengan pengenalan pasien yang berisiko
untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap persalinan preterm serta
pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera
dilakukan. Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan antenatal,
sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dalam meramalkan
terjadinyan persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (<1cm) disertai dengan
pembukaan yang merupakan tanda serviks matang/ inkompetensi serviks, mempunyai
risiko terjadinya persalinan preterm 3 – 4 kali.9
Beberapa indikator dapat dipakai untuk mendiagnosis terjadinya persalinan preterm,
sebagai berikut.
 Indikator klinik
Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekkan
serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya ketuban pecah dini juga
meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
 Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah: jumlah leukosit
dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP (>0,7 mg/ml), dan
pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
 Indikator biokimia
- Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina, serviks
dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara
korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kada fibronektin
janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasikan risiko persalinan preterm.
- Corticotropin releasing hormone (CRH): peningkatan CRH dini atau pada
trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
- Sitokin inflamasi: seperti IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis prostaglandin.
- Isoferitin plasenta: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin sebesar
10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan
mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/ml. Penurunan kadar
dalam serum akan berisiko terjadinya persalinan preterm.
- Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakn indikator yang sensitif untuk
keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan
berbagai keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa
peneliti menyatakan adanya hubungan antara penginkatan kadar feritin dan
kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan preterm 10.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut.
 Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kuran dari 17 tahun)
 Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang
baik
 Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
 Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
 Kenali dan obati infeksi genital/salurang kencing
 Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm
Pengelolaan10
Menjadi pemikirian pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah:
apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya dan
menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris, ataupun
ultrasonografi meliputi pertumbuhan/ berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,
presentasi dan keadaan janin/kelainan kongenital/ Bila proses persalinan kurang bulan
masih tetap berlangsung atau mengancam, meski telah dilakukan segala upaya
pencegahan, makan perlu dipertimbangkan:
 Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis
kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm atau beraa
persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.
 Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah sesar.
 Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma gawat
napas.
 Bagaimana pendapat pasien dan keluarga engenai konsekuensi perawatan bayi
preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.
 Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preter, dengan rencana
perawatan intensif neonatus 5.
Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan preterm dan/atau
menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dialukan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes.
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor.
 Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat bilamana
selaput ketuban sudah pecah.
 Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4
cm.
 Umur kehamilan. Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah persalinan makin
perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila TBJ > 2.000
atau kehamilan > 34 minggu.
Beberapa langkah yang dapat dilkaukan pada persalinan preterm, terutama
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:
 Mengahambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis,
 Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid, dan
 Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi.

Tokolisis
Meski beberapa macam obat telah dipakai untuk mengahmbat persalinan,
tidak ada yang benar-benar efektif.Namun, pemberian tokolisis masih perlu
dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan
serviks.
Alasan pemeberian tokolisis pada persalinan preterm adalah:
 Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur
 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru
janin.
 Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas lebih lengkap
 Optimalisasi personel
Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagia tokolisis adalah:
 Kalsium antagonis: Nifedipin 10 mg/oral diulang 2 – 3 kal/jam, dilanjutkan tiap 8
jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontraksi
berulang.
 Obat β -mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isokuprin, dan salbutamol, dapat
diugnakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
 Sulafs magnesikus dan antiprostagladin (indometasin): jarang dipakai karena efek
samping pada ibu ataupun janin.
 Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu membatasi
aktivasi atau tirah baring.4

Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru janin, menurunkan insiden RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah: deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinyan pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian sikls tunggal kortikosteroid adalah:
 Betametason: 2x12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam
 Deksametason: 4x6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.9,13

Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Obat iberikan per oral, yang dianjurkan
adalah: eritromisin 3x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500
mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak
dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC 9.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan KPD/
PPROM (Preterm premature rupture of the mebrane) adalah:
 Semua alat yang digunakan untuk periksan vagian harus steril.
 Periksa dalam vagian tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan pemeriksaan
spekulum.
 Pada pemeriksaan USG jika dapat penurunan indeks cairan amnion (ICA) tanpa
adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah pada
kemungkinan KPD8.
Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada usia
kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika da bukti hasil pemeriksaan
maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas perinatologi)
sangan menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri.
Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun laboratorik),
maka pengakhiran persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia kehamilan.
Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasarkan:
 Usia gestasi
- Usia gestasi 34 minggu atau lebih dapat melahirkan di tingkat dasar/ primer,
mengingat prognosis relatif baik
- Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas perawatan neonatus yang memadai.
 Keadaan selaput ketuban
Bila didapat KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu
maka ibu dan keluarga dipersilakan untuk memilih cara pengelolaan setelah
diberi konseling dengan baik 10.

Cara persalinan
Masih sering muncul kontroversi dalam cara persalinan kurang bulan seperti:
apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervagianma atau seksio sesarea terutama
pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian forseps untuk
melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilkukan episiotomi profilaksis
yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam.Seksio
sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan
ibu.Prematuritas anganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan seksio
sesarea.Oleh karena itu seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obsterik 15-17.
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.4
Perawatan Neonatus
Untuk perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik dan kemapuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan,
pernapasan tidak adekuat, atau trauma, suasasan hangan diperlukan untuk mencegah
hipotermia pada neonatus (suhu badan dibawah 36,5oC), bila mungkin bayi sebaiknya
dirawat dengan cara KANGURU untuk menghindari hipotermia, Kemudian dibuat
perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan dengan sonde
atau dipasang infus.Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi sesuaui dengan
kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada
fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas yang
adekuat termasuk perawatan perinatal intensif .
DAFTAR PUSTAKA

1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2007. Birth: Final data for 2005.
[diakses 07 November 2016]. Tersedia pada Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor
1, Januari-Juni 2017 :http://www.cdc.gov/nchs/data/nvsr56 _06.pdf.
2. Drife J, Mogawan BA. Clinical obstetric and gynecology: prematurity. London:
Saunders; 2004. h.375-80
3. Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama.
4. Stacy B, Wodjdyla D, Say L, Betran A, Merialdi M, Rubens C, et al. The worldwide
incidense of preterm birth: a systematic review of maternal and morbidity. Bull
World Health Organ. 2010;88:31
5. Sari, E. W. L. dan Sulastri, S. (2012) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Preeklampsia Di RSUD DR. Moewardi Surakarta.
6. Drife J. Magowan BA. 2004. Clinical obsterics and gynaecology: Prematurity,
Saunders, London: 374-380
7. Goldenberg RL. 2002. The management of preterm labor. In: High-risk pregnancy
series. Obstet Gynecol: an expert’s view:1020-37.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
2005. Preterm birth in William Obsterics 22nd ed. McGraw-Hill. New York: 855-73
9. Manajemen persalinan preterm. 2005. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
Semarang.
10. Abadi A. 2004. Persalinan preterm. Dalam: Hariadi R. ed. Ilmu Kedokteran Feto
maternal. Edisi perdana, Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI Surabaya: 364-
80.
11. Suharsono. 2005. Kontroversi pemberian kortikosteroid dosis tunggal atau multiple
pada persalinan preterm. PIT-FM. Semarang.
12. Jobe AH, Soll RF. 2004. Choice and dose of corticosteroid for antenatal treatment.
AM J Obstet Gynecol. 190: 878-81.
13. Abbasi S, Hirsch D, Davis J. 2000. Effect of single versus multiple course of
antenatal corticosteroid on maternal and neonatal outcome. AM J Obstet Gynecol
182: 1243-9.
14. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Persalinan preterm dalam: Buku Ilmu Kebidanan
Edisi Keempat.PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 667-76
15. DeCherney AH. Nathan. 2003. Late Pregancy Complication in Current Obstetrics and
Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai