BAB I
REKAM MEDIS
1.1. Identifikasi
Nama : Ny. Y
Umur : 29 tahun
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kayu Ara
Agama : Islam
Status : Menikah
Nama Suami : Tn. F
Umur : 32 tahun
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Kayu ara
MRS : 2 April 2013
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : mau melahirkan dengan darah tinggi dan cukup bulan.
Hitung jenis :
4
Basofil : 0% (0-1%)
Eosinofil : 1 % (0-8%)
Netrofil batang : 0 % (2-4%)
Netrofil segmen : 20 % (25-40
Limfosit : 9 % (2-8%)
Monosit : 70 % (50-70%)
Urin rutin
Bilirubin : negatif
Protein : +++
Glukosa : negatif
Keton : negatif
Nitrit : negatif
pH : 6,0 (6,5-7)
Urobilinogen : normal
Elektrolit
Natrium : 3,6 mmol/L (3,3-5,1 mmol/L)
Kalium : 135 mEq/L (130-140 mEq/L)
Faal Ginjal
Kreatinin : 1,24 mg/dl (<0,9 mg/dl)
2. USG
Tampak JTH preskep
Biometri :
BPD
FL 38 minggu
AC
Di Plasenta fundus
Ketuban cukup sp.4,1
K/ hamil aterm JTH preskep
1.5. Diagnosa Kerja
G1P0A0 hamil aterm dengan PEB dan infertil primer 10 tahun inpartu kala I
fase laten janin tunggal hidup presentasi kepala + high social value baby.
1.6. Penatalaksanaan
1. Informed consent
2. Observasi tanda vital, DJJ, his
5
3. Stabilisasi
4. Injeksi MgSO4 4 gr i.v. (perlahahan dalam 10’-15’) dilanjutkan dengan
drip MgSO4 6 gr dalam asering 500 cc gtt xxv/m
5. Nifedipine 4 x 10 mg p.o.
6. Injeksi cefotaxime 2 x 1 gr i.v. (skin test)
7. Kateter menetap hitung input dan output
8. R/ Sectio Saesaria tanggal 3 April 2013 pukul 22.00 WIB
9. Cukur rambut kemaluan
10. Puasa mulai pukul. 14.00 WIB (3 April 2013)
11. Hubungin OK
12. Persiapan WB 2 kolf
13. Cek lab, DR, UR, CM.
1.7. Prognosis
Ibu : dubia
Anak : dubia
LAPORAN OPERASI
A : P1A0 post SSTP a.i. lilitan tali pusat pada infertile primer perawatan hari I
P:
- Observasi TVi, tanda-tanda perdarahan
- Imobilisasi
- Diet biasa
- ASI sesuai kebutuhan bayi
- Vulva hygene
- IVFD asering : D5% = 2 : 1 gtt xx/m
- Injeksi cefotaxime 2 x 1 gr
- Inj. tramadol 1 x 60 mg i.v
- Metrodinazole flsh 3 x 500 mg
- Inj. as. traneksamat 3 x 250 mg i.v.
St. Obstetri :
PL : abdomen datar, nyeri tekan pada luka operasi, TCB (-), FUT 2 jbpst,
kontraksi baik, perdarahan aktif negatif (-), lokhia rubra (+)
A : P1A0 post SSTP a.i. lilitan tali pusat pada infertile primer perawatan hari II
P:
- Observasi TVi, tanda-tanda perdarahan
- Mobilisasi duduk
- Diet biasa
- ASI sesuai kebutuhan bayi
- Vulva hygene
9
- Up kateter
- Up infus setelah injeksi 1 kali lagi, obat ganti per oral
- Ciprofloxacin 2 x 500 mg p.o
- Metronidazole 3 x 500 mg p.o
- Asam mefenamat 3 x 500 mg p.o
- Folaplus 1 x 1 tab p.o
BAB II
PERMASALAHAN
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 PREEKLAMPSIA
Dalam proses perkembangannya kehamilan dapat disertai hipertensi.
Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala-gejala klinis lainnya
atau dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Menurut
Report on The National High Blood Pressure Education Program Working
Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183, 5. July 2000),
hipertensi dalam kehamilan diklasifikasi sebagai berikut :1-3
12
3.1.2 Klasifikasi
Preeklampsia digolongkan preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut1-3:
Preeklampsia ringan
1. Tekanan darah sistolik ≥ 140/90-- < 160/110 mmHg. Kenaikan
tekanan sistolik ≥ 30 mm Hg dan kenaikan tekanan diastolik ≥ 15
mmHg tidak dimasukkan dalam kriteria diagnosis preeklampsia
tetapi perlu observasi yang cermat.
2. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
3. Proteinuria ≥ 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitas +1 sampai +2
urin kateter atau urin aliran pertengahan.
14
Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau
lebih gejala dan tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah: pasien dalam keadaan istirahat tekanan sistolik ≥160
mmHg dan tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
2. Proteinuria: ≥ 5 gr/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick: 4+.
3. Oliguria: produksi urine < 400-500 cc/24 jam.
4. Edema paru dan sianosis.
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen:
disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala
awal rupture hepar.
6. Gangguan otak dan visus yang menetap : perubahan kesadaran, nyeri
kepala, skotomata, dan pandangan kabur.
7. Gangguan fungsi hepar: Peningkatan alanine atau aspartate amino
transferase.
8. Hemolisis mikroangiopati.
9. Trombositopenia: < 100.000 cell/mm3 / hemolisis intravaskular yang
jelas.
10. Sindroma HELLP.
11. Kemunduran pertumbuhan fetus.
3.1.7 Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka
gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera
setelah persalinan berakhir, perubahan patofisiologik akan segera
mengalami perbaikan. Diuresis terjadi dalam 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan prognosis yang baik karena hal ini
merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal
dalam beberapa jam kemudian.1-3
3.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi
yang biasa terjadi pada pre-eklampsia berat antara lain1-3:
Pada ibu:
1. Solutio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Hemolisis. Penderita dengan pre-eklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal dengan ikterus.
3. Perdarahan otak, hipertensi ensefalopati, edema serebri
4. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang
terjadi pada retina dan edema retina bahkan makular atau retina
detachment, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia
serebri.
5. Edema paru-paru, depresi pernapasan, iskemia miokardium. Hal ini
disebabkan karena payah jantung.
6. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis, peningkatan enzim-enzim hepar,
dan trombositopenia
7. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
8. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
29
Pada janin:
1. Prematuritas
2. Pertumbuhan janin terhambat
3. Sindrom distres napas
4. Necrotizing Enterocolitis
5. Sepsis
6. Cerebral Palsy
7. Kematian janin intrauterin
3.2 INFERTILITAS
3.2.1. Definisi
Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan pasangan
suami istri untuk menghasilkan kehamilan atau membawa kehamilan
dampai cukup bulan, setelah selama 12 bulan lebih melakukan
senggama secara teratur tanpa kontrasepsi. Pada populasi normal
dalam tahun pertama 85% pasangan akan mendapatkan kehamilan,
sedangkan sisanya 50% akan mendapatkan kehamilan dalam tahun
kedua (angka kehamilan kumulatif sebesar 92% dan 93% untuk tahun
ke-3).5
3.3.2. Etiologi
Penyebab utama infertilitas adalah disfungsi sperma, gangguan
ovulasi dan kerusakan tuba. Disfungsi sperma (motilitas, morfologi,
survival, dan kemampuan terhadap lendir vagina dan seviks) sering
menyebabkan infertilitas dengan kasus azoospermia terjadi pada 2%
kasus.4-5
Wanita dengan ganguan ovulasi akan memiliki siklus menstruasi
yang tidak teratur, oligomenorrhea atau amenorrhea. Sebagian besar
kasus oligomenorrhea dan 30% kasus amenorrhea disebabkan sindrom
ovarium polikistik.
Obstruksi dan kerusakan tuba (paling sering disebabkan oleh
infeksi Chlamydia) serta perlengketan tuba dan ovarium (karena
30
riwayat operasi atau endometriosis) terjadi pada 20% kasus yang datang
ke klinik infertilitas. Penyebab lain infertilitas yang perlu diperhatikan
adalah endometriosis dan kelainan lendir vagina atau serviks.
Sekitar 15% pasangan memiliki > 1 faktor penyebb infertilitas
karena itu sangan penting bagi seorang dokter untuk melakukan
anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dan menyeluruh terhadap
segala kemungkinan penyebab infertilitas. Walaupun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, masih terdapat 25% pasangan yang tidak
diketahui penyebab infertilitasnya, kasus ini digolongkan sebagai
unexplained infertility.
Faktor lain yang turut mempengaruhi fertilitas adalah usia ibu.
Meningkatnya usia ibu akan menurunkan fertilitas dan keberhasilan
tatalaksana infertilitas. Cadangan fungsi ovarium dapat dilihat dengan
menilai kadar FSH dalam darah. Wanita dengan nilai FSH yang tinggi
berarti tidak memiliki fungsi cadangan yang baik dan hal ini memiliki
prognosis buruk bagi fertilitas.
Obesitas (indeks massa tubuh 25-30) atau penurunan berat badan
drastis dapat menyebabkan dan mempengaruhi keberhasilan beragai
modalitas terapi dalam kasus infertilitas, termasuk dapat meningkatkan
risiko abortus. Kebiasaan merokok pada wanita juga menurunkan
fertilitas.
3.3.6 Tatalaksana
Jika bayi terlilit tali pusat, maka harus segera diambil keputusan
yang tepat untuk melanjutkan persalinan, yaitu dengan memberikan
oksigen pada ibu dalam posisi miring. Namun, bila persalinan masih
akan berlangsung lama dan detak jantung janin semakin lambat
(bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan tindakan operasi
saesar.
Sebenarnya, bantuan USG hanya dapat melihat adanya gambaran
tali pusat di sekitar leher. Namun, tidak dapat dipastikan sepenuhnya
bahwa tali pusat tersebut melilit leher janin atau tidak. Apalagi untuk
menilai erat atau tidaknya lilitan. Dapat saja tali pusat tersebut hanya
berjalan di samping leher bayi. Namun, dengan USG berwarna (collor
doppler) atau USG 3 dimensi, kita dapat lebih memastikan tali pusat
tersebut melilit atau tidak di leher janin, serta menilai erat tidaknya
lilitan tersebut.
3.3.7 Prognosis
Lilitan tali pusat tidak memiliki efek yang merugikan. Hal ini
terbukti pada komplikasi intrapartum seperti denyut jantung janin
irreguler dan cairan amnion yang bercampur mekonium terjadi
peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Skor APGAR < 7 pada menit
pertama menurun secara signifikan pada lilitan tali pusat pada leher.
3.3.8 Komplikasi
a. Terbentuk cord knot
b. IUGR (intra uterine growth restriction)
c. Pertumbuhan janin terhambat
37
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada tanggal 2 April 2013, Ny. Y berusia 27 tahun, alamat Kayu Ara,
kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga datang ke RSUD Sekayu
dengan keluhan mau melahirkan dengan darah tinggi dan cukup bulan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, penderita didiagnosis G1P0A0
hamil aterm dengan PEB dan infertil primer 10 tahun inpartu kala I fase laten
janin tunggal hidup presentasi kepala + high social value baby.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg.
Kemungkinan diagnosis yang diperkirakan pada kasus ini adalah PEB, eklampsia,
hipertensi gestasional, hipertensi kronik dalam kehamilan. Pada kasus ini,
eklampsia disingkirkan karena pasien belum mengalami kejang. Hipertensi kronik
dalam kehamilan disingkirkan karena tidak ada riwayat hipertensi sebelum
kehamilan. Untuk menentukan penyakit yang diderita pasien, maka dilakukan
pemeriksaan penunjang laboratorium. Pada hasil pemeriksaan protein urin
didapatkan hasil proteinuria +3. Jadi, hipertensi gestasional dapat disingkirkan
dan dapat ditegakan diagnosis preeklampsia berat.
Infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan pasangan suami istri
untuk menghasilkan kehamilan atau membawa jehailan sampai cukup bukan,
setelah selama 12 bulan atau lebih melakukan senggama secara teratur tanpa
kontrasepsi. Berdasarkan riwayat perkawinan, didapatkan pasien menikah 1 kali
dan lamanya 10 tahun. Pasien ini melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan kontrasepsi. Hal ini mendukung penegakan diagnosa infertil.
Infertil primer ditegakan apabila pasien tidak pernah hamil setelah selama 12
bulan menikah dan melakukan senggama tanpa kontrasepsi secara. Jadi, dalam hal
ini pasien didiagnosa infertil primer dan high social value baby.
38
Diagnosis inpartu dapat ditegakkan bila ada his teratur yang adekuat
minimal 2 kali dalam 10 menit selama 20 detik pada pasien primigravida dan
adanya perubahan dari serviks (pendataran dan penipisan), serta keluarnya darah
dan lendir (bloody show). Pada pasien ini his hanya 2 kali dalam 10 menit
lamanya 25 detik dan terdapat pendataran serviks 100 % dan pembukaan 1 cm,
sehingga dapat ditegakkan diagnosa peralinannya inpartu kala I fase laten.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah
processus xiphoideus (33 cm), memanjang, puka, kepala, penurunan 4/5. Dari
penunjang USG juga didapatkan tampak JTH preskep, biometri menunjukkan usia
kehamilan 38 minggu, plasenta di fundus, dan ketuban cukup. Dari kedua
pemeriksaan didapatkan kesimpulan hamil aterm janin tunggal hidup presentasi
kepala.
Dari semua anamnesa, pemerisaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa pasien ini adalah G1P0A0 hamil aterm
dengan PEB dan infertil primer 10 tahun inpartu kala I fase laten janin tunggal
hidup presentasi kepala + high social value baby.
Sesuai dengan prinsip terapi dari preeklampsia berat, yaitu melahirkan
bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu mencegah
komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada ibu dan mencegah terjadinya
kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu. Untuk mencegah
terjadinya kejang diberikan Inj. MgSO4 40% 4 gr bolus pelan dalam waktu 10
menit, IVFD asering + MgSO4 40% 6 gr gtt xx/m. Pemberian MgSO 4 harus
memenuhi beberapa syarat, antara lain tersedianya Ca Glukonas, respiration rate
> 16 x per menit, refleks patela kuat, dan urin output > 100 cc/jam. Cara kerja
MgSO4 adalah menghambat masuknya kalsium ke dalam neuron pada neuro
muscular junction), dengan menurunnya kalsium yang masuk, maka penghantaran
impuls akan menurun dan kontraksi otot yang berupa kejang dapat dicegah.
Untuk memantau urin output yang merupakan salah satu syarat penggunaan
MgSO4 dilakukan pemasangan kateter. Pemberian nifedipine 4 x 10 mg per oral
untuk menurunkan tekanan darah. Dengan pertimbangan bahwa pasien ini
menderita infertil primer selama 10 tahun, yang menunggu kelahiran bayi dalam
39
waktu yang lama (high social value baby) maka direncanakan terminasi
perabdominal. Sebelum menjalani operasi melahirkan (seksio saesaria), pasien
puasa 8 jam sebelum operasi, injeksi cefotaxime (skin test) 1 gr i.v. satu jam
sebelum operasi dimulai, cukur rambut kemaluan untuk menurunkan risiko
terjadinya infeksi. Serta mempersiapkan kubutuhan darah (whole blood) untuk
kebutuhan transfusi apabila terjadi perdarahan pada pasien.
Prognosis ibu dan anak pada kasus ini adlaa dubia mengingat anggka
kematian bayi pada persalinan PEB lebih tinggi bila dibandingkan dengan
persalinan normal. Dengan pertimbangan bahwa preeklampsia merupakan salah
satu penyebab kematian maternal.
40
BAB V
KESIMPULAN
Diagnosis kasus ini sudah tepat karena dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dapat diketahui bahwa penderita dapat didiagnosis
G1P0A0 hamil aterm dengan PEB dan infertil primer 10 tahun inpartu kala I fase
laten janin tunggal hidup presentasi kepala + high social value baby.
Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat, berupa informed consent,
bservasi tanda vital, DJJ, his, stabilisasi, injeksi MgSO 4 4 gr i.v. (perlahahan
dalam 10’-15’) dilanjutkan dengan drip MgSO 4 6 gr dalam asering 500 cc gtt
xxv/m, nifedipine 4 x 10 mg p.o., i njeksi cefotaxime 2 x 1 gr i.v. (skin test),
kateter menetap hitung input dan output, R/ Sectio Saesaria tanggal 3 April 2013
pukul 22.00 WIB, cukur rambut kemaluan, puasa mulai pukul. 14.00 WIB (3
April 2013), hubungin OK, persiapan WB 2 kolf, dan cek lab, DR, UR, CM.
Prognosis ibu dan anak pada kasus ini adlaa dubia mengingat anggka
kematian bayi pada persalinan PEB lebih tinggi bila dibandingkan dengan
persalinan normal. Dengan pertimbangan bahwa preeklampsia merupakan salah
satu penyebab kematian maternal.
41
DAFTAR PUSTAKA