Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS

G7P0A6 HAMIL 39 MINGGU DENGAN ABORTUS HABITUALIS


Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSUD Salatiga

Disusun Oleh:
Nama : Ade Guvinda Perdana
NIM : 1413010035
NIPP : 1813020030

Pembimbing:
dr. Bayu Ariwibowo, Sp.OG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD KOTA SALATIGA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul
G7P0A6 HAMIL 39 MINGGU DENGAN ABORTUS HABITUALIS

Disusun Oleh:
Nama : Ade Guvinda Perdana
NIM : 1413010035
NIPP : 1813020030

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Bayu Ariwibowo, Sp.OG

ii
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS

Nama : Ny. P
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kebonpete 3/2 Polobogo Kec. Getasan, Kab. Semarang
Tanggal Masuk : 11 Mei 2019 di IGD

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Keluar darah ngeflek dari jalan lahir berwarna kecoklatan
2. Riwayat PenyakitSekarang (RPS)
Ny. P datang sendiri ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan keluar darah
ngeflek dari jalan lahir berwarna kecoklatan sejak pukul 07.00 WIB. Pasien dalam
keadaan hamil. Kencang – kencang jarang, dan gerak janin aktif.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Ny. P tidak memiliki riwayat penyakit berat sebelumnya. Pasien juga tidak
memiliki riwayat asma dan alergi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Riwayat penyakit jantung, diabetes mellitus dan hipertensi pada keluarga
disangkal.
5. Riwayat Personal Sosial (RPSos)
Sehari – hari pasien beraktivitas di rumah sebagai ibu rumah tangga. Pasien
jarang berolah raga dan jarang mengonsumsi sayur-sayuran yang cukup. Pasien tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
6. Riwayat Obstetri
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) kehamilan saat ini adalah 11 Agustus
2018 dengan Hari Perkiraan Lahir (HPL) 18 Mei 2019. Ini merupakan kehamilan

1
ketujuh, kehamilan sebelumnya selalu keguguran saat usia kehamilan 2 bulan. Bayi
berkembang dan sehat. USG terakhir dilakukan tanggal 7 Mei 2019.
Selama kehamilan ini, pasien sudah control sebanyak 3x dilakukan di
Puskesmas dan bidan. Sejak awal kehamilan hingga usia kehamilan 39 minggu, pasien
tidak mengeluhkan pusing, mual dan muntah. Obat tablet penambah darah dan asam
folat yang didapatkan rutin diminum.
7. Riwayat Ginekologi
Pasien pertama kali menstruasi pada usia 12 tahun. Menstruasi teratur dan
berdurasi 5 – 7 hari.
8. Riwayat KB
Pasien tidak menggunkan metode maupun alat kontrasepsi.
9. Anamnesis Sistem
 Kepala dan Leher : tidak ada keluhan
 THT : tidak ada keluhan
 Respirasi : tidak ada keluhan
 Kardiovaskular : tidak ada keluhan
 Gastrointestinal : tidak ada keluhan
 Perkemihan : tidak ada keluhan
 Reproduksi : tidak ada keluhan
 Kulit dan Ekstremitas : tidak ada keluhan

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
Kompos mentis (GCS E4V5M6)
Umum
Tekanan Darah : 100/70mmHg
Vital Signs /
Nadi : 86 x/menit
Tanda - Tanda
Respirasi : 18 x/menit
Vital
Suhu : 36,7 0C
Kepaladan Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Deviasi
trakea (-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis tengah
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan kelainan
bentuk
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus tidak
ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor
Auskultasi Suara vesicular dasar (SDV) : +/+ (positif di lapang paru
kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea mid clavicularis
sinistra
Perkusi Ukuran jantung dalam batas normal
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising
atau pun suara tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Terlihat abdomen lebih tinggi dari thoraks, adanya striae
gravidarum
Auskultasi Tidak dilakukan
Palpasi Defens muscular (-), his (+), nyeri tekan (-)

3
Perkusi Tidak dilakukan
Ekstremitas
Inspeksi Edema kaki (+)
Palpasi Akral hangat
PemeriksaanObstetri
DJJ 146x/menit
His 1 - 2x /10’ /20”
Palpasi
Leopold I 3 jari di bawah prosessus xyphoideus (TFU 37 cm)
Leopold II Teraba massa keras memanjang di sebelah kanan
Leopold III Teraba massa keras bulat
Leopold IV Divergen
PemeriksaanDalam
Vaginal Toucher Pembukaan 1 cm, portio tebal lunak, KK (+), STLD (-)

D. ASSESSMENT AWAL
 Diagnosis utama : G7P0A6 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan
Abortus Habitualis

4
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1.Hasil Pemeriksaan Laboratorium (11 Mei 2019)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 6,67 4,5 – 11 ribu/ul
Eritrosit 3,83 3,8 – 5,8 juta/ul
Hemoglobin 13,9 11,5 – 16,5 gr/dL
Hematokrit 39,4 37 – 47 vol%
MCV 79,5 85 – 100 Fl
MCH 29,8 28 – 31 Pg
MCHC 32,5 30 – 35 gr/dL
Trombosit 192 150 – 450 ribu/ul
Golongan darah O
APTT 31,7 27-42
PPT 12,9 11-18
HitungJenis
Eosinophil 0,1 1–6 %
Basophil 0,4 0–1 %
Limfosit 20,6 20 – 45 %
Monosit 5,6 2–8 %
Neutrofil 73,3 40 – 75 %
Imuno/Serologi
HBs Ag Negative Negative

F. ASSESSMENT AKHIR
G7P0A6 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten dengan Abortus Habitualis.

5
G. PENATALAKSANAAN / PLANNING
Pre Partum
 Lembar persetujuan Oprasi Sectio Caesaria
 Pasang infuse Ringer Laktat
 Pasang DC
 Skin Test kemudian Ijeksi Cefotaxim 500 mg
 Memotong rambut mons pubis
 Kirim pasien ke ruang oprasi
Post Partum Sectio Caesaria
 Infus Ringer Lactate
 Injeksi oxytcin 10 unit

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ABORTUS
1. Definisi
Berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan
hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari
pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram (Cunningham,
2014).
2. Etiologi
Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus
spontan yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor
paternal. Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan
kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah
melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom
berkurang, pada wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-
turut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50
persen (Berek, 2007).
Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan
nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan
ketidaksamaan immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik
dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu
meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urelyticum dari traktus
genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan pada hipotesis
bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis, merupakan
abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbulkan oleh
penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus,
tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur. Abortus
sering disebabkan, mungkin tanpa alasan yang adekuat, kekurangan sekresi
progesteron yang pertama oleh korpus luteum dan kemudian oleh trofoblast.
Karena progesteron mempertahankan desidua, defisiensi relatif secara teoritis
mengganggu nutrisi konseptus dan dengan demikian mengakibatkan kematian.

7
Pada saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi umum yang berat merupakan
predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita yang merokok diketahui
lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak merokok.
Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan
dalam jumlah sedang (Manuaba, 2007).
3. Patofisiologi
Abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian
diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-
perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan
akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian
yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan
kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu
keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan,
kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan.
Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika
telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu
ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan
sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam
desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga
minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua
makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal
kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:
a. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua.
b. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua.
c. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan
janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin
yang dikeluarkan).
d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.
Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan
atau infeksi lebih lanjut.
(Kiwi, 2006; Mochtar, 1998)

8
4. Klasifikasi
a) Abortus Iminens (Threatened abortion)
Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang
daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan
dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit
nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip
serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan
trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan
perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip,
ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain
membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Cunningham, 2012).
b) Abortus Insipien (Inevitable abortion)
Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan
perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri
karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan
dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat
menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya
sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan
kontraindikasi (Cunningham, 2012).
c) Abortus Incomplete
Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi
telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya
jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di
dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus
insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus
komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus
kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai.

9
Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus
masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca
abortus harus dipikirkan (Cunningham, 2012).
d) Abortus Tertunda
Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi
tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada
abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang
berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak
bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks
tertutup dan ada darah sedikit (Cunningham, 2012).
e) Abortus Habitualis
Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil,
dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus
habitualis. Abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali
berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau
spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah
patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan
kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari
abortus habitualis (Cunningham, 2012).
f) Abortus Septic
Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan,
terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan
antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah
seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris,
Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Cunningham, 2012)

10
Gambar 1. Perbedaan gejala abortus
5. Tatalaksana
Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok
maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan
dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri
obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh
hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi
yang diberikan hanya uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud
agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil,
dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada
penderita, diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium
pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi
daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau
dihentikan.

11
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang perempuan berusia 29 tahun datangsendiri ke IGD RSUD
Salatiga dengan keluhan keluar darah ngeflek pukul 08.00 WIB. Pasien dalam keadaan
hamil. Keluhan disertai kencang – kencang sejak pukul 08.15. kencang-kencang dirasakan
dari pinggang hingga keperut bagian bawah.
Pada pemeriksaan obstetrik dilakukan palpasi (pemeriksaan leopold) untuk
menentukan posisi bayi dalam rahim. Didapatkan hasil bahwa TFU 37 cm berada 3 jari di
bawah prosessus xyphoideus, teraba massa memanjang di punggung kanan (puka), massa
bulat keras dengan presentasi kepala (preskep), dan divergen. Kemudian pada
pemeriksaan dalam (vaginal toucher), didapatkan hasil pembukaan 1 cm, portio tebal
lunak, KK (+), STLD (-). Setelah di konsulkan pasien Ny. P/ 29 th/ G7P0A6 39 mg KIFL
+ Abortus habitualis diminta segera melakukan Sectio Caesaria.
Setelah dilakukan Sectio Caesaria, bayi pertama lahir menangis spontan pukul
13.15 dengan jenis kelamin laki-laki, berat bayi lahir 2400 gram, panjang badan 47 cm,
lingkar dada 29 cm, lingkar kepala 33, lingkar lengan atas 9 cm, pernafasan 52x, nadi
152x dan SpO2 95%.

12
B. KESIMPULAN
1. Abortus merupakan suatu keadaan berkhirnya suatu kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
2. Abortus dipengaruhi oleh faktor janin, faktor ibu, dan faktor paternal
3. Abortus dapat diklasifikasikan menjadi abortus iminens, abortus insipiens, abortus
incomplete, abortus tertunda, abortus habitualis, dan abortus septic.
4. Manajemen yang paling disarankan pada kasus Abortus habitualis yaitu Sectio
Caesaria.

13
DAFTAR PUSTAKA

Berek, J.S., 2007. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In Rinehart, R.D., ed. Berek
& Novak's Gynecology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Cunningham FG. 2012. Obstetri Williams Cetakan 23. Jakarta : EGC
Kiwi, R., 2006. Recurrent Pregnancy Loss: Evaluation and Discussion of the Causes and
Their Management. Cleveland Clinic Journal of Medicine 73 (10): 913-921.
Manuaba, IB. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.
Mochtar, R., 1998. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. In Lutan, D., ed. Sinopsis
Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran
Rustam, Mochtar. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta :
EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

14

Anda mungkin juga menyukai