Oleh:
dr. Dicky Fitraendi
Moderator:
dr. Sunardi
Narasumber :
dr. Mulyanusa Amarullah R., SpOG(K), M.Kes.
pallidum yang dapat ditularkan melalui aktivitas seksual dan secara vertikal dari
ibu ke janin selama kehamilan ataupun melalui proses persalinan. Transmisi infeksi
pada kehamilan dapat terjadi sejak trimester awal kehamilan, namun paling sering
terjadi pada usia kehamilan 16-28 minggu. Pada sifilis dini, transmisi dari ibu ke
janin mencapai 80% dan insidensi ini menurun pada infeksi sifilis lanjut.
Komplikasi sifilis dalam kehamilan adalah keguguran, lahir mati, bayi yang
Setiap tahunnya terdapat 6 juta kasus sifilis baru di seluruh dunia pada
populasi usia 15-49 tahun. Angka kematian janin dan neonatus yang disebabkan
oleh infeksi sifilis selama kehamilan mencapai 300.000 per tahun, selain itu
terdapat 44.000 kehamilan prematur atau berat bayi lahir rendah. Dalam sebuah
studi pemeriksaan serologi sifilis di Indonesia, dari 395 wanita yang diperiksa,
Oleh sebab itu, World Health Organization (WHO) menargetkan 70% dari
seluruh negara di dunia menapiskan sifilis pada setidaknya 95% wanita hamil dan
menurunkan insidensi kasus sifilis baru sebanyak 90% selama tahun 2018-2030.
lebih awal, pengobatan dapat dilakukan lebih dini untuk mencegah transmisi dari
ibu ke janin. Pada kasus ini akan dibahas mengenai kasus sifilis dalam kehamilan,
Identitas Pasien
AUTOANAMNESIS
Keluhan utama
Mules-mules
yang semakin sering dan semakin kuat sejak 9 jam SMRS disertai keluar
lendir bercampur sedikit darah. Keluhan keluar cairan banyak dari jalan
lahir diakui sejak 30 menit SMRS. Gerak anak masih dirasakan ibu. Ibu
penyakit jantung, kencing manis dan asma disangkal. Riwayat batuk, pilek,
Riwayat Persalinan
Tempat Hasil
No Jenis Persalinan Jenis Kelamin Keadaan
Bersalin Kehamilan
Aterm 9 tahun,
1 Bidan Spontan Perempuan
2700 gram hidup
Aterm 7 tahun,
2 Bidan Spontan Perempuan
2700 gram hidup
Aterm 4 tahun,
3 Paraji Spontan Laki-laki
2700 gram hidup
4 Hamil Ini
Riwayat Menikah
TP : 6 September 2020
Pemeriksaan Fisik :
3
4
S : 36,5ºC
Edema : -/-
Varises : -/-
Pemeriksaan Dalam
Pembukaan : Lengkap
Pemeriksaan Penunjang
Hematokrit : 28,4%
Trombosit : 342.000/uL
6
Diagnosis
Tatalaksana :
- Admission test
- Rontgen toraks
- Observasi keadaan umum, tanda vital, his, bunyi jantung anak dan
kemajuan persalinan
- Konsultasi TS Perinatologi
APGAR 1’ = 7; 5’ = 9
7
kontraksi baik
Perdarahan ± 200 cc
Kesimpulan:
P4 A0 partus maturus spontan; infeksi sifilis
Observasi Pascasalin
TD N R
Jam TFU Kontraksi Perdarahan Keterangan
(mmHg) (x/menit) (x/menit)
2 jari
22.25-
bawah baik ± 20 cc 120/80 88 20 -
23.25
pusat
2 jari
23.25-
bawah baik - 120/80 84 20
00.25
pusat
FOLLOW UP
Tanggal/
CATATAN INSTRUKSI
Jam
22/09/2020 Follow up stase Observasi keadaan umum,
tanda vital dan perdarahan
S : keluhan (-)
23.00 Cefadroksil 2 x 500 mg per
O : Kesadaran :compos mentis
oral
TD : 120/80 mmHg
Asam mefenamat 3x500 mg
N: 84x/m
per oral
R: 20x/m
S: 36,5o C
Abdomen:
Datar,Lembut
TFU 2 jari dibawah pusat
Kontraksi : baik
Perdarahan (-)
BAK (+)
ASI +/+
A : P4A0 partus maturus spontan; tes
rapid sifilis reaktif
23/09/2020 Follow up post partum Breast care
Vulva hygiene
S : keluhan (-)
05.00 Observasi keadaan umum,
O : Kesadaran :compos mentis
tanda vital dan perdarahan
TD : 120/80 mmHg
N: 84x/m Cefadroksil 2 x 500 mg per
R: 20x/m oral
S: 36,5o C Asam mefenamat 3x500 mg
Abdomen: per oral
Datar,Lembut
NT (-), DM (-), PS/PP (-/-)
TFU 2 jari dibawah pusat
Perdarahan (-)
BAK (+)
ASI +/+
A : P4A0 partus maturus spontan; tes
rapid sifilis reaktif
8
9
Tanggal/
CATATAN INSTRUKSI
Jam
23/09/2020 Konsultasi Ilmu Kulit dan Kelamin Saran periksa VDRL titer
dan TPHA titer (hasilnya
11.30 S : Pasien menyangkal riwayat luka non-reaktif)
pada kelamin, bercak
Tidak ada terapi khsusu
kemerahan pada kedua telapak
tangan dan kaki serta pada
tubuh pasien dan pasangan.
Riwayat keputihan pada pasien
dan kencing nanah pada suami
disangkal, selain keputihan
yang kadang timbul setelah
menstruasi. Riwayat bintil-bintil
pada kelamin pasien dan
pasangan disangkal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (23/09/2020)
Diagnosis
P4 A0 partus maturus spontan; false-positive non-treponemal test in
pregnancy
III. PERMASALAHAN
seksual?
IV. PEMBAHASAN
Treponema pallidum yang dapat ditularkan melalui aktivitas seksual dan secara
vertikal dari ibu ke janin selama kehamilan ataupun melalui proses persalinan.
Bakteri Treponema pallidum subspesies pallidum berukuran 0,15 hingga 6-15 um.
serviks. Bakteri ini akan bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh melalui saluran
limfatik dalam hitungan jam hingga hari. Masa inkubasi berlangsung sekitar 3
minggu dan bervariasi dari 3 hingga 90 hari, tergantung dengan faktor inang dan
ukuran inokulum.1,2,8
Terdapat 2 fase dari sifilis, yaitu sifilis dini dan sifilis lanjut. Sifilis dini
biasanya merujuk pada sifilis yang masih dapat ditularkan melalui hubungan
seksual. WHO mendefinisikan sifilis dini sebagai infeksi sifilis dengan durasi <2
tahun, sedangkan pedoman di Eropa dan Amerika Serikat menyatakan batas waktu
sifilis dini <1 tahun. Pedoman yang digunakan di Indonesia menyatakan bahwa
11
12
sifilis dini adalah sifilis yang diderita selama kurang dari satu tahun. Sifilis dini
terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan sifilis laten dini. Pada sifilis dini
terdapat jumlah bakteri yang lebih banyak sehingga laju transmisinya 30-50% lebih
tinggi dibandingkan sifilis lanjut. Risiko penularan dari ibu ke janin juga paling
tinggi pada sifilis stadium primer dan sekunder. Sifilis dini mudah menular namun
merespon pengobatan dengan baik. Sifilis lanjut terbagi menjadi sifilis laten lanjut
Pada infeksi sifilis stadium primer, terjadi aktivasi sistem imunitas tubuh
untuk membentuk antibodi anti-sifilis. Proses ini terjadi dalam kurun waktu 10-45
hari. Bakteri Treponema pallidum akan berikatan dengan sel epitel dan komponen
matriks ekstraseluler dari kulit dan mukosa. Protein pada bakteri akan memediasi
proses pengikatan dengan fibronektin, laminin dan fibrinogen. Setelah itu bakteri
jaringan sekitarnya dan masuk ke dalam aliran darah. Gejala infeksi sifilis primer
muncul setelah 10-90 hari terinfeksi, dengan waktu rerata 21 hari. Gejala
13
patognomonik yang muncul dari sifilis primer adalah lesi tunggal (chancre) yang
tidak nyeri, berbentuk bulat dengan tekstur kenyal keras, berwarna kemerahan dan
dasar yang bersih. Lesi ini terletak pada tempat inokulasi. Di setiap lesi, bakteri
spirochaete yang berproliferasi akan dikeliling oleh sel imun, sel plasma, makrofag
pembentukan ulkus terjadi karena adanya vaskulitis pembuluh darah kecil. Lesi
dapat bertahan hingga 2-8 minggu dan dapat sembuh sendiri tanpa diobati. Selain
lesi chancre, dapat juga muncul limfadenopati non-supuratif. Lesi yang berjumlah
lebih dari satu biasanya muncul pada wanita dengan koinfeksi HIV-1. Kadar
reaction (PCR) pada stadium apa saja, namun kadar tertinggi didapatkan pada
stadium primer. Rerata risiko infeksi pada orang yang terpajan dengan bakteri
Treponema pallidum sebesar 30%, dengan rentang 10-80%. Apabila pada stadium
primer tidak diobati dengan adekuat, maka infeksi akan berlanjut ke stadium sifilis
sekunder.7,8,11
Infeksi sifilis stadium sekunder ditandai dengan ruam kulit yang muncul pada
satu atau beberapa bagian kulit yang tidak gatal, tampak merah kotor dan biasanya
terletak pada telapak tangan/kaki. Selain itu terdapat gejala konstitusional lain
berat badan, nyeri otot dan fatigue. Karena tanda dan gejala sifilis stadium sekunder
menyerupai banyak penyakit, sifilis stadium sekunder disebutkan sebagai the great
Sekitar satu pertiga dari semua pasien yang terinfeksi sifilis akan berlanjut ke
stadium laten sekitar 20-40 tahun setelah infeksi stadium primer. Stadium laten
dimulai ketika sudah tidak ada gejala stadium primer dan sekunder dan dapat
gerakan otot, kelumpuhan, mati rasa, kebas, kebutaan bertahap dan demensia.
Sifilis stadium laten adalah penyakit yang lanjut namun progresif dan dapat
menyerang sistem organ manapun. Namun sifilis stadium laten jarang ditemukan
sehingga belum ada respons inflamasi dari janin pada masa ini. Selain transmisi
persalinan dimana terjadi kontak lesi dengan janin. Komplikasi sifilis dalam
kehamilan adalah keguguran (30-40%), lahir mati, bayi yang terinfeksi, persalinan
prematur dan berat bayi lahir rendah. Manifestasi klinis yang muncul dipengaruhi
dengan usia kehamilan, stadium infeksi sifilis ibu, pengobatan yang didapatkan dan
Manifestasi klinis dari infeksi sifilis kongenital dini adalah ruam kulit (70%),
ditemukan pada 33% kasus yang disebabkan oleh hepatitis sifilis atau anemia
15
hemolitik. Selain itu dapat terjadi pula kondiloma lata, gangguan saraf, okular
dapat terjadi, sehingga pada pasien bayi dengan hidrops fetalis namun hasil tes
pemeriksaan cairan serebrospinal >25 sel darah putih/mm 3 dan kadar protein >150
Sifilis kongenital lanjut terjadi pada 40% anak yang tidak diobati. Pada
infeksi sifilis kongenital lanjut, manifestasi klinis yang muncul berasal dari
terjadi pada saat baru lahir dapat menyebabkan abnormalitas gigi sehingga terjadi
5-20 tahun dan dapat menyebabkan glaukoma sekunder dan pengaburan kornea.
kasus dan disebabkan karena ada gangguan pada tulang temporal. Ketiga gejala
berupa Hutchinson teeth, keratitis interstitial dan gangguan pendengaran saraf VIII
mudah diobati dan dicegah melalui penapisan ibu hamil dan pemberian obat pada
ibu hamil yang terinfeksi. Transmisi infeksi pada kehamilan dapat terjadi sejak usia
kehamilan 9 minggu, namun paling sering terjadi pada usia kehamilan 16-28
19
minggu. Kemungkinan terjadinya transmisi infeksi ditentukan dari fase infeksi pada
kehamilan ataupun usia kehamilan pada saat infeksi terjadi. Pada sifilis dini,
transmisi ibu ke janin mencapai 80% dan insidensi ini menurun pada infeksi sifilis
lanjut. Tanpa penapisan dan pengobatan, sekitar 70% dari ibu hamil yang terinfeksi
paling spesifik pada saat ditemukan chancre ataupun kondiloma lata. Pemeriksaan
yang paling sering digunakan adalah venereal disease research laboratory (VDRL)
positif 75% pada kasus sifilis primer, sedangkan sifilis sekunder selalu
menghasilkan VDRL yang reaktif dengan titer >1/16. Titer antibodi juga
negatif setelah 1 tahun dari infeksi sifilis primer dan 2 tahun dari infeksi sifilis
sekunder. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan RPR sifilis di puskesmas dan
didapatkan hasil reaktif, pemeriksaan yang sama dilakukan keesokan harinya dan
hasilnya non-reaktif.13,16
pada infeksi sifilis primer sebanyak 75% (TP-PA) hingga 85% (FTA-ABS) dan
100% pada infeksi sifilis sekunder. Hasil positif palsu dapat ditemukan pada pasien
21
dengan penyakit Lyme, leptospirosis dan penyakit lain yang disebabkan oleh
PCR jarang digunakan secara klinis. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan VDRL
Saat ini sudah tersedia pemeriksaan rapid test syphilis yang merupakan tes
treponema yang sederhana, cepat dan hanya membutuhkan sedikit keahlian khusus
serta tidak memerlukan peralatan dan penyimpanan khusus. Hasil dari pemeriksaan
rapid test muncul dalam waktu singkat sekitar 10-15 menit. Sensitivitas rapid test
digunakan untuk penapisan dan tes konfirmasi, namun tidak dapat memantau
efektivitas terapi atau membedakan infeksi aktif dengan infeksi yang sudah diterapi
adekuat.7,13
Hasil tes non-treponema yang reaktif dan tes treponema yang non-reaktif
disebut sebagai hasil tes positif palsu secara biologis. Tes non-treponema
mendeteksi antibodi anti-kardiolipin yang tidak spesifik dengan sifilis. Pada sebuah
penelitian di Amerika Serikat tahun 2013 – 2017, ditemukan 11% hasil positif palsu
secara biologis dengan kadar titer yang rendah (1:8), hanya 1% dengan kadar titer
tinggi dan sangat tinggi. Hasil positif palsu ini ditemukan lebih banyak pada
populasi lanjut usia (>60 tahun), kehamilan penyakit autoimun, rematologi, kanker,
dan pengguna obat-obatan terlarang intravena. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri
spiroseta lain juga dapat memberikan hasil positif palsu: leptospirosis, penyakit
Lyme, rat-bite fever, yaws. Hasil positif palsu kronik yang bertahan hingga lebih
inflamasi kronik.10,18,19
23
invasif dan invasif. Pemeriksaan ultrasonografi janin untuk tanda gejala sifilis
Sifilis pada janin diduga pada penemuan hidrops fetal, pembesaran abdomen,
dan kimiawi pada darah janin juga dapat mengindikasikan sifilis kongenital apabila
24
Tes sifilis mempunyai masa jendela, sehingga hasil negatif pada tes sifilis
belum tentu menyatakan seseorang bebas dari sifilis. Karena itu, tes pada ibu hamil
perlu diulang kembali pada saat sebelum melahirkan terutama ibu hamil di daerah
prevalensi tinggi sifilis atau ibu hamil berisiko tinggi infeksi menular seksual. Tes
pada saat sebelum melahirkan dapat mendeteksi infeksi ulang, khususnya pada ibu
hamil yang pasangannya tidak diobati atau belum pernah dilakukan tes
sebelumnya.7
25
Gambar 5. Alur Tes Serologis Sifilis, Tes Treponema, dan Non Treponema 7
Terapi sifilis yang adekuat pada ibu yang terinfeksi efektif dalam mencegah
transmisi ke janin dan untuk terapi infeksi janin. Obat yang direkomendasikan
untuk melalui transplasenta, kedua obat ini tidak mencegah penyakit kongenital.
Satu-satunya tatalaksana yang memuaskan untuk pasien yang hamil dengan sifilis
dengan alergi penisilin adalah desensitisasi yang diikuti oleh terapi penisilin.
7,13,14
Tabel 3 Tatalaksana Sifilis Primer, Sekunder dan Laten Dini untuk Ibu Hamil
Pada infeksi sifilis laten lanjut, maka dosis yang disarankan adalah 7,2 juta
unit benzatin penisilin G terbagi selama 3 minggu, dengan pemberian 2,4 juta unit
kristalin dengan dosis 18-24 juta unit per hari terbagi ke dalam 3-4 juta unit per 4
jam selama 10-14 hari direkomendasikan. Terapi alternatif lainnya berupa penisilin
prokain G 600.000 unit intramuskular setiap hari selama 14 hari, atau amoksisilin
500 mg per oral sebanyak 4 kali sehari ditambah dengan probenesid 500 mg per
Terdapat reaksi Jarisch-Herxheimer yang dapat terjadi 2-12 jam setelah terapi
pada pasien dengan infeksi sifilis aktif. Reaksi ini ditandai dengan demam, nyeri
kepala, nyeri otot dan malaise yang disebabkan oleh pelepasan komponen seperti
endotoksin treponema karena lisis yang dimediasi oleh penisilin. Reaksi Jarisch-
pada pertengahan kehamilan. Reaksi dapat muncul setelah 1-2 jam pengobatan,
memuncak pada 8 jam, dan biasanya hilang dalam 24 hingga 48 jam. Reaksi
mungkin lebih umum pada wanita HIV positif. Semua pasien harus diberi konseling
tentang risiko dan gambaran klinis dari reaksi demam ini dan penyedia pelayanan
kesehatan harus mempertimbangkan mengamati pasien selama satu hingga dua jam
secara luas dengan data terbatas dari risiko dan manfaat relatif dari pendekatan ini,
Pemeriksaan titer serologi perlu diulang pada usia kehamilan 28-32 minggu
dan pada persalinan serta dilakukan pemeriksaan rutin setiap bulannya pada wanita
dengan risiko tinggi reinfeksi atau pada area geografis risiko tinggi. Terapi ibu
minggu setelah terapi selesai, atau hingga semua lesi sembuh. Penggunaan kondom
dapat mencegah transmisi dari lesi penis. Pasien disarankan untuk memberi tahu
fisik dan serologi sebaiknya diulang pada 6 bulan dan 1 tahun setelah terapi
selesai.13
kecuali pada pasien dengan lesi chancre yang aktif. Metode persalinan harus
didiskusikan dengan pasien sebelumnya. Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
infeksi sifilis harus segera diperiksa sesaat setelah dilahirkan oleh dokter spesialis
Alat kontrasepsi yang disarankan pada pasien dengan infeksi menular seksual
atau dengan risiko tinggi infeksi menular seksual adalah penggunaan kondom yang
konsisten dan benar. Penggunaan kondom yang konsisten dan benar adalah salah
pada pasien dengan infeksi menular seksual yang sudah diperiksa dan diobati secara
Pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan rapid test RPR di puskesmas sebagai
menyangkal riwayat luka pada kelamin, bercak kemerahan pada kedua telapak
tangan dan kaki serta pada tubuh pasien dan pasangan, riwayat keputihan pada
pasien dan kencing nanah pada suami, selain keputihan yang kadang timbul setelah
menstruasi, dan riwayat bintil-bintil pada kelamin pasien dan pasangan disangkal.
Rapid test kemudian diulang keesokan harinya dan didapatkan hasil negatif. Untuk
bahwa pemeriksaan rapid test sifilis pertama pada pasien ini adalah false positive.
Antenatal care (ANC) menurut WHO adalah perawatan yang diberikan oleh
kondisi kesehatan terbaik bagi ibu dan bayi selama kehamilan. Komponen ANC
kesehatan.23
Kontak seorang wanita dengan penyedia layanan antenatal harus lebih dari
hasil kehamilan yang positif. Wanita hamil dianjurkan untuk melakukan kontak
pertama mereka dalam kehamilan 12 minggu pertama dan kontak berikutnya pada
hingga 1 juta kasus per harinya, terutama infeksi klamidia, gonorea, sifilis, dan
adalah melalui penilaian risiko perilaku berupa penilaian perilaku seksual dan risiko
biologis seperti pemeriksaan penanda HIV. Untuk menanyakan riwayat seksual dan
30
seksual yang memiliki prevalensi tertinggi pada pasien dengan wanita HIV positif.
trikomonas.26
kunjungan antenatal pertama dan awal trimester ketiga. Spesimen yang dibutuhkan
berasal dari urin ataupun genital. Pemeriksaan yang dilakukan adalah nucleic acid
Pemeriksaan rutin untuk semua ibu hamil yang dilakukan pada kunjungan antenatal
pertama adalah pemeriksaan kadar hemoglobin, golongan darah ABO dan rhesus,
tes HIV yang ditawarkan pada ibu hamil dengan infeksi menular seksual dan
tuberkulosis dan pemeriksaan rapid test untuk malaria pada daerah endemis.
pemeriksaan sputum bakteri tahan asam untuk ibu dengan riwayat defisiensi imun,
batuk >2 minggu atau lingkar lengan atas <23,5 cm, pemeriksaan sifilis dan gula
31
darah puasa. CDC menyarankan pemeriksaan sifilis untuk rutin dilaksanakan pada
diulang pada saat ditegakkan diagnosis infeksi menular seksual lainnya dan
pekerjaan risiko tinggi akan transmisi infeksi seperti supir truk jarak jauh, pekerja
pelabuhan, pelaut dan pengendara taksi juga disarankan. Penelitian pada populasi
prevalensi infeksi menular seksual sebanyak 20,7% dari populasi penelitian. Infeksi
5,7% kasus dari total populasi penelitian. Salah satu faktor risiko transmisi berasal
dari hubungan seksual dengan pekerja seks komersial yang pernah dilakukan oleh
70,1% supir truk. Dari populasi supir truk tersebut, hanya 5,6% yang menggunakan
kesehatan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia No. 97 tahun 2014, terdapat daftar kasus yang
b. Ibu hamil dengan demam >2 hari yang tidak sembuh setelah pemberian
antipiretik
32
e. Ibu hamil dengan berat badan kurang atau risiko kekurangan energi
kronis
i. Gawat janin
Gambar
Gambar 6 Kartu Skor Poedji Rochjati 6
Perencanaan Persalinan Aman 27
tersebut membutuhkan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi atau tidak.
34
Apabila skor 2 maka pasien dapat ditangani oleh bidan, skor 6-10 membutuhkan
perawatan kolaborasi bidan dan dokter sehingga butuh rujukan ke rumah sakit, dan
skor ≥12 hanya boleh ditangani oleh dokter sehingga harus segera dirujuk ke RS.
obstetri dan ginekologi. Dalam setiap kunjungan ini, risiko mereka akan dinilai
kembali apakah tetap berisiko tinggi atau menjadi berisiko rendah. Jika rendah,
maka intensitas perawatan mereka dapat dikurangi. Kehamilan yang berisiko tinggi
memerlukan kunjungan antenatal lebih sering, yaitu setiap 1 sampai 2 minggu. Pada
trimester tiga, kunjungan antenatal dilakukan lebih sering lagi yaitu setiap 7 hari
atau setiap 3 sampai 4 hari. Skor pada pasien ini adalah 6 yang berasal dari skor
awal (2) ditambah dengan penyakit menular seksual (4) sehingga membutuhkan
Kunjungan antenatal yang dilakukan oleh pasien ini sudah adekuat secara
kuantitas dan belum adekuat secara kualitas. Pasien melakukan kunjungan antenatal
yang lebih tinggi untuk penatalaksanaan infeksi sifilis yang dideritanya. Seharusnya
pasien melakukan kunjungan antenatal lanjutan ke poli Ilmu Kesehatan Kulit dan
infeksi menular seksual yang dilakukan juga sebaiknya meliputi infeksi lain seperti
Payudara atau kelenjar mammae dewasa terdiri dari 15-25 lobus yang
tersusun secara radial dan terpisahkan dari satu sama lain oleh lemak dengan jumlah
yang bervariasi. Pada setiap lobus, terdapat beberapa lobulus yang terdiri atas
sejumlah alveolus. Alveolus ini berhubungan antar satu sama lain oleh duktus untuk
membentuk satu duktus yang lebih besar menjadi duktus laktiferus. Ujung-ujung
duktus laktiferus akan terbuka secara terpisah di puting. Pada permukaan alveolus
terdapat epitel sekretori yang mensintesis berbagai komponen air susu ibu (ASI).
ASI ibu terdiri atas komponon imunologi protektif yang meliputi IgA dan growth
factors. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ASI
enterokolitis, dan sindrom kematian bayi mendadak. ASI berisikan sel limfosit T
siklus yang berulang, diferensiasi fungsi, dan regresi yang bergantung pada proses
berkembang sedikit ketika siklus estrogen dimulai dan mammogenesis selesai pada
saat kehamilan dan menjadi berfungsi setelah melahirkan untuk memberikan nutrisi
optimal bagi bayi yang baru lahir. Setelah anak disapih, jaringan mammae akan
Semua perkembangan fisiologis ini diatur oleh hormon sistemik dan faktor lokal.
Pada awal kehamilan terjadi proliferasi sel alveolus dan sel duktus yang terjadi
percabangan duktus yang luas dengan jumlah alveolus yang banyak. Stroma dan sel
epitel mammae; mammary epithelial cells (MEC). Perkembangan sel MEC tidak
hanya dengan peningkatan jumlah, tetapi juga pembesaran ukuran yang disebabkan
oleh pembesaran sitoplasma. Modifikasi ini diatur oleh hormon sistemik yang
dan protein yang berhubungan dengan hormon paratiroid, serta faktor lokal seperti
insulin-like growth factor 1 (IGF-1), epithelial growth factor (EGF), dan fibroblast
growth factor (FGF) yang kemungkinan besar dihasilkan oleh sel stroma. Selain itu
sel MEC dan sel stroma menghasilkan komponen matriks ekstraseluler seperti
alveolus. Sehingga, terdapat produk sekresi dalam jumlah kecil (kolostrum) yang
dapat dilihat di lumen alveolus dan duktus, menandakan diferensiasi sekretori MEC
fungsional (atau disebut juga sebagai laktogenesis I). Pada trimester terakhir,
MEC karena distensi lumen akibat akumulasi kolostrum. Perkembangan ini terjadi
jaringan mammae meningkat dua kali lipat dalam voluem selama kehamilan dan
pada pertengahan kehamilan dan terbagi ke dalam 2 fase: inisiasi atau laktogenesis
I dan aktivasi atau laktogenesis II. Fase-fase ini diatur oleh hormon dan ekspresi
gen. Pada fase laktogenesis I, MEC berdiferensiasi secara morfologis dan dapat
ekspresi gen protein susu dan enzim biosintesis, serta produksi laktosa dan
akumulasi droplet lipid. Namun, produksi komponen ASI ini terbatas pada
kehamilan, sekresi ASI dihambat oleh konsentrasi progesteron dan estrogen yang
withdrawal progesteron, estrogen dan hPL pada 4-6 hari setelah persalinan,
sedangkan konstentrasi prolaktin tetap tinggi bersama dengan kadar insulin dan
puncaknya pada 4 hari pasca melahirkan, dan diikuti dengan periode transisi sekresi
ASI selama 10-15 hari dan dilanjutkan dengan produksi ASI matang yang banyak
menurun sedangkan laktosa dan IgA, laktoferin meningkat pada produksi ASI
matang. Perubahan ini selesai pada 72 jam pasca persalinan dan sebelumnya
didahului oleh peningkatan volume ASI akibat diferensiasi final MEC alveolus
menjadi laktosit. Perubahan ini disebabkan oleh ekspresi gen ASI (a-lactalbumin),
dan enzim biosintetis (karboksilase asetil-KoA dan sintetase asam lemak)., yang
Golgi, adanya vesikel sekretori yang berisi misel kasein dan mikrovilus pada
membran plasma apikal, peningkatan jumlah droplet lipid dan penutupan tight
junctions (TJ) sehingga ion seperti natrium dan klorida tidak lagi dapat pindah dari
interstisial ke lumen alveolus sehingga harus disekresi melalui rute seluler. Setelah
limfatik, nutrien dan komponen ASI lainnya akan berdifusi di interstisial dan
mencapai membran plasma basal dari MEC. Bergantung pada struktur molekulnya,
komponen ini akan memasuki MEC dan disekresikan dengan berbagai rute: jalur
sekresi protein, jalur sekresi lipid. Sedangkan pelepasan komponen ASI melalui dua
jalur paraseluler (1) yang hanya terjadi pada kehamilan, awal menyusui sebelum
penutupan tight junctions, dan involusi, atau saat terjadi inflamasi. (2) Transport
plasma basal dan membran plasma apikal dari MEC. Beberapa protein plasma
melalui transitosis vesikel (3). Protein susu, laktosa, kalsium dan komponen larut
air lainnya akan ditransportasikan dalam vesikel sekretori (4) dan dilepaskan
sebagai milk fat globule (MFG) dengan budding yang dilapisi oleh membran plasma
tidak membatasi konsumsi alkohol, atau pada bayi dengan galaktosemia, dengan
atau sedang dalam penatalaksanaan kanker payudara. Hanya terdapat beberapa obat
adalah infeksi spiroseta yang menyebabkan gangguan pada beberapa sistem organ
karena infeksi melewati plasenta (plasentitis) pada masa kehamilan atau kontak
dengan bakteri spiroseta pada saat persalinan pervaginam. Pada stadium apapun
40
dari penyakitnya (primer, sekunder, tersier), dapat terjadi infeksi dari ibu ke janin.
Infeksi pasca persalinan dapat terjadi melalui kontak dengan lesi terbuka dan
lembab dari kulit atau membran mukosa ibu atau individu yang terinfeksi lainnya
Apabila lesi pada ibu terdapat di payudara atau puring, maka menyusui ASI adalah
kontraindikasi hingga pengobatan ibu selesai dan lesinya sembuh. Saat ini tidak ada
bukti bahwa terdapat transmisi sifilis melalui ASI tanpa adanya lesi pada payudara
dan puting, sehingga apabila ibu tidak memiliki lesi payudara dapat memberikan
ASi selama terapi untuk kecurigaan sifilis atau bahkan diagnosis sifilis yang sudah
Tatalaksana utama sifilis untuk ibu hamil adalah penisilin, dengan alternatif
tatalaksana lain bagi ibu dengan alergi penisilin berupa eritromisin, azitromisin dan
pencegahan sintesis dinding sel bakteri, memiliki efek toksisitas seluler yang sangat
rendah sehingga aman untuk digunakan oleh ibu hamil dan anak-anak. Penggunaan
penisilin selama menyusui aman, dengan kadar penisilin yang mencapai ASI sangat
intravena, konsentasi obat di dalam ASI adalah sekitar 0,7 µg/mL, dan bertahan
obat tersebut diindikasikan dan tidak ada obat lain yang lebih aman. Azitromisin
juga melewati ASI, namun tidak menimbulkan efek samping bagi bayi sehingga
Pada pasien ini tidak terdapat lesi pada payudara ibu dan kecurigaan infeksi
sifilis tidak terbukti karena telah dilakukan pemeriksaan penunjang lanjutan berupa
tes treponema VDRL dan TPHA dengan hasil non-reaktif sehingga pasien dapat
menyusui bayinya.
42
V. KESIMPULAN
kemerahan pada kedua telapak tangan dan kaki serta pada tubuh
3. Pada pasien ini tidak terdapat lesi pada payudara ibu dan kecurigaan
VI. SARAN
meningkat.
43
DAFTAR PUSTAKA
Rep. 2018;8(1):1–10.
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong C, Dashe JS, Hoffman BL,
et al. William Obstetric. 25th ed. Mc Graw Hill Education. McGraw Hill
44
pdfel. S, et al. Syphilis. Nat Rev Dis Prim. 2018;3(17073):49.
al. Syphilis infection during pregnancy: Fetal risks and clinical management.
1):bcr1120115130–bcr1120115130.
17. Henao-Martinez AF, Johnson SC. Diagnostic tests for syphilis: New tests
18. Matthias J, Klingler EJ, Schillinger JA, Keller G, Wilson C, Peterman TA.
45
Syphilis Reported in Florida and New York City, USA, 2013 to 2017.
19. Ratnam S. The Laboratory Diagnosis of Syphilis. Can J Infect Dis Med
20. Clement ME, Okeke NL, Hicks CB. Treatment of Syphilis. JAMA. 2014
Nov 12;312(18):1905.
22. World Health Organization. Medical eligibility criteria for contraceptive use.
Drugs. 2018;20(6):501–9.
25. Centers for Disease Control and Prevention. STD - CDC Guidelines.
2015;64(3).
Gynecol. 2018;2018:1–7.
46
27. Indonesia Ministry of Health. Handbook on Maternal Health Service
Delivery in Primary Care and Referral Health Facilities. 1st ed. Jakarta:
29. Kementerian Kesehatan RI. PMK No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesheatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah
2014.
2016;61(3):134–43.
47