SOEDONO
STASE OBSTETRI - GINEKOLOGI
Jl. dr. Soetomo 59. Telp. 0351-464326 pswt.150
LAPORAN KASUS
No. Rekam Medis : 6476889
I.
II. MASUK KAMAR BERSALIN
III. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang sendiri dengan keluhan keluar cairan merembes dari vagina
sejak pukul 05.30 WIB (14-5-2016). Cairan berwarna putih bening.
Keluhan disertai kenceng-kenceng yang hilang timbul. Tidak ada riwayat
jatuh sebelumnya.
1
Siklus 28 hari, teratur (sebelum memakai KB)
Lama haid 7-8 hari, jumlah biasa, nyeri saat menjelang haid (+)
V. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali
3 Hamil ini
3x di BPM
Respirasi : 20x/menit
Hepar : dbn
Status Obstetri
TFU : 29 cm ● Letak Janin : Sungsang
Pemeriksaan Dalam
X. ASSESMENT
GIIIP2002uk 39/40 minggu THIU + Letsu + Tak inpartu + KPP <12 jam + BSC +
TBJ 2800 gr
XI. PLANNING
NST, USG
Cek lab
IVFD RL 16 tpm
Injeksi cefotaxime 3 x 1
Objektif:
Status Umum:
0
VS : TD 120/70 mmHg, Rr 19 x/menit, N 90 x/menit, T 36,2 C
Status Obstetri:
TFU : 29 cm ● Letak Janin : Sungsang
Pemeriksaan Dalam
2cm/eff 25%/Presentasi Bokong/Hodge I/UPD-N/ketuban(-)
Asessment:
GIIIP2002uk 39/40 minggu THIU + Letsu + Tak inpartu + Riwayat KPP + BSC + TBJ 2800 gr
Planning:
- KIE pro terminasi SC-MOW cito atas pertimbangan UK 39/40 minggu + Letsu +
Riwayat KPP + BSC
Tanggal 15-5-2016 pukul 10.27
Lahir bayi laki-laki SC AS 8-9 / BB 3000 gram / PB: 49cm / LK/LD/LA: 33/31/29 /
Anus + / Ketuban jernih / Plasenta lahir lengkap dengan tarikan koker ringan/ Perdarahan
sedang / Luka op dijahit lapis demi lapis dan ditutup kasa steril 20 cm/ KU-baik/ Dilakukan
MOW/ Gastrul 4 tab rec/ Ibu IPI/ Bayi NICU
Objektif:
Status Umum:
0
VS : TD 120/80 mmHg, Rr 19 x/menit, N 98 x/menit, T 36,2 C
Status Obstetri:
Asessment:
Planning:
- Diet MSS
- Mobilisasi bertahap
- KIE ASI eksklusif dan v/v higiene
- Tab Asam Mefenamat 2 x 1
- Tab SF 2 x 1
- Monitoring: VS/keluhan/fluxus/kontraksi uterus
Objektif:
Status Umum:
0
VS : TD 120/80 mmHg, Rr 20 x/menit, N 78 x/menit, T 36,2 C
Status Obstetri:
Asessment:
Objektif:
Status Umum:
0
VS : TD 120/70 mmHg, Rr 18 x/menit, N 82 x/menit, T 36,2 C
Status Obstetri:
Asessment:
Planning:
- Aff infus + DC
- Diet TKTP
- Tab SF 1x1
- Tab Asam Mefenamat 3x1
- Pro KRS
TINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH PREMATUR (KPP)
A. Definisi
Ketuban pecah merupakan hal yang secara normal dapat terjadi dalam proses
persalinan. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah secara spontan dalam
proses persalinan apabila telah berada pada fase aktif atau sengaja dipecahkan.
Kadang kala selaput ketuban baru robek bersamaan dengan proses mengejan. Ketuban
pecah prematur (KPP) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban
pecah dini (KPD) adalah keluarnya cairan pervaginam sebelum proses persalinan
akibat pecahnya membran khorio-amniotik. Ketuban pecah prematur pada preterm
yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Setelah ketuban pecah, biasanya disusul oleh
persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm, 90%
persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu, 50% persalinan terjadi dalam 24 jam.
Perdefinisi ketuban pecah prematur atau amniorrhexis adalah :
a. Mengalirnya cairan ketuban dari liang senggama secara mendadak.
b. Terjadinya kebocoran pada selaput ketuban yang menyebabkan mengalirnya cairan
ketuban keluar dari rahim melalui serviks.
c. Robeknya selaput ketuban satu jam kemudian tidak diikuti dengan mulainya proses
persalinan pada kehamilan usia berapapun.
d. Pada pemeriksaan sonografi didapatkan jumlah air ketuban yang berkurang.
B. Etiologi
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Penyebab
ketuban pecah prematur pada kehamilan preterm pada sebagian besar kasus tidak
diketahui. Penyebab terjadinya KPP biasanya multifaktorial, tetapi diduga yang
paling sering adalah akibat proses infeksi dalam kehamilan sebelum terjadi KPP.
Didapatkan 3 cara hingga terjadi invasi dan kolonisasi kuman dalam kehamilan:
a. Naiknya (ascending ) kuman yang berasal dari serviks dan vagina
b. Infeksi melalui transplasenta ( hematogen )
c. Iatrogenik instrumentasi mekanik pada prosedur invasif (Amniosentesis,
Funipuncture dan pengambilan contoh plasenta)
Selain itu, kondisi predisposisi yang mempermudah terjadinya KPP, antara lain :
d. Gangguan gizi (defisiensi nutrisi berat ).
e. Kelainan anatomi (panjang serviks ≤2,5 cm, inkompeten serviks, uterus bikornu).
f. Kelainan letak. Tidak adanya bagian terendah janin yang menutup pintu atas
panggul yang dapat mengurangi tekanan hidrostatis cairan ketuban langsung pada
selaput ketuban yang rapuh.
g. Trauma dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam kandungan secara
mendadak misal pada hubungan seksual dan pemeriksaan dalam.
h. Adanya penyulit dalam kehamilan (Hidramnion, hipertensi, DM, hamil kembar,
perdarahan ante partum, dan sebagainya).
i. Perubahan lingkungan yang mendadak (iklim, barometer)
j. Kemungkinan diturunkan secara familial.
k. Faktor lain (adanya gangguan sistem hormonal dan adanya proses apoptosis yang
berlebihan).
C. Patofisiologi
Dengan bertambahnya usia kehamilan, maka pada selaput ketuban akan selalu
mengalami remodeling dalam upaya mengikuti dan menyesuaikan dengan
pertambahan volume dari kehamilan. Dengan demikian ketebalan selaput ketuban pun
makin berkurang elastisitasnya. Sejalan dengan makin menuanya usia kehamilan,
fungsi-fungsi hormonal yang sebelumnya bertugas untuk menjaga kehamilan agar
tidak terjadi persalinan prematur mengalami penurunan. Terjadi pergeseran
keseimbangan menuju persiapan untuk inisiasi persalinan. Hal ini dapat dilihat
dengan berkurangnya kadar progesteron dan adanya peningkatan kadar estrogen,
prostaglandin serta oksitosin.
Pada keadaan normal selaput ketuban sangat elastis pada usia kehamilan
muda dan makin tua usia kehamilan maka kekuatan dan kelenturannya makin
berkurang dan semakin mudah terjadi robekan. Selaput ketuban mengalami
peningkatan resiko robek seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan volume isi
rahim, akibat gerakan aktif dari janin dan adanya his yang adekuat. Hampir seluruh
permukaan dinding selaput ketuban mempunyai ketebalan lapisan dan elastisitas yang
sama kecuali pada tempat bakal terjadinya robekan.
Pada proses infeksi didapatkan aktivasi sistem imun, baik spesifik maupun non
spesifik. Apabila proses infeksi terjadi pada cairan ketuban serta dinding selaput
ketuban kantong kehamilan baik secara langsung maupun tidak langsung akibat invasi
dan kolonisasi bakteri patogen maka terjadi peningkatan produksi sel leukosit dan
aktivasi sel marofag untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi serta
menyebabkan sel-sel radang tertarik dan berkumpul pada tempat terjadinya proses
inflamasi. Pelepasan mediator-mediator inflamasi kedalam cairan ketuban dan
jaringan penunjang lapisan selaput ketuban akan mengaktifkan pembentukkan enzim-
enzim kolagenase [Matrix Metalloproteinase (MMP), Elastase] dan selanjutnya
terjadi proses proteolitik pada jaringan-jaringan kolagen membran. Akibatnya selaput
ketuban menjadi lemah dan mudah robek. Selain itu, mediator inflamasi tersebut serta
merangsang terbentuknya Prostaglandin (PGE2 dan PGF2) yang selanjutnya
menginduksi persalinan prematur.
D. Diagnosis
KPP merupakan diagnosa klinis dimana terdapat keluarnya cairan dari kanalis
servikalis (Mochtar, 2002). Jika pasien datang dengan keluhan keluarnya cairan
pervaginam, maka kita perlu melakukan anmnesis lagi untuk memastikan apakah
benar cairan yang keluar tersebut adalah ketuban. Diagnosis KPP dapat ditegakkan
dari 3 gejala klinis, yaitu terlihat genangan air pada fornix posterior, nitrazin test
positif, dan pemeriksaan secara mikroskopis dengan mengambil discharge dari
cervicovaginal (Caughey et al, 2008). Perlu ketelitian dalam menegakkan diagnosis
KPP, untuk itu penegakan diagnosis dimulai dari anamnesis sampai dengan
pemeriksaan penunjang sangat diperlukan. Beriku adalah runtutan dalam menegakkan
diagnosis KPP:
1. Anamnesa
Saat pasien datang, baik datang sendiri atau dirujuk, keluhan yang
sering adalah keluar cairan dari jalan lahir, baik hanya dirasa basah
(merembes) ataupun mengalir banyak. Harus ditanyakan atau dipastikan
lagi apakah cairan yang dimaksud pasien adalah benar cairan atau hanya
lendir. Kemampuan anamnesis yang baik dapat mengarahkan diagnosis
KPP.
2. Inspeksi
Jika ketuban masih terus keluar, dengan inspeksi akan mudah
didapatkan adanya cairan yang keluar melalui vagina terutama jika
ketuban baru pecah.
3. Inspekulo
Pemeriksaan menggunakan spekulum bertujuan untuk memudahkan
kita melihat orifisium uteri eksternum. Jika benar KPP maka akan terlihat
genangan air pada fornix posterior (Caughey et al, 2008).
4. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam pada pasien KPP bertujuan untuk mengetahui
apakah selaput ketuban masih intak atau tidak yang akan dikonfirmasi
dengan meletakkan kertas lakmus (nitrazine test) pada sisa air yang
terdapat pada sarung tangan.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa yaitu warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali
air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil
pH : 4-5, dengan kertas lakmus tidak berubah warna, tetap kuning.
Dilakukan uji kertas lakmus test. Jika kertas lakmus berwarna biru
menunjukkan air ketuban (alkalis dengan pH air ketuban 7-7,5), kertas
lakmus berwarna merah (asam) menunjukkan urine. Pada pemeriksaan
kertas lakmus juga bisa didapatkan false positif seperti bahan yang
tercampur dengan sperma maupun darah karena mempunyai pH alkalis.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPP terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
Walaupun pendekatan diagnosis KPP cukup banyak macam dan caranya,
namun pada umumnya KPP sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sederhana.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah prematur tergantung pada umur kehamilan dan
tanda infeksi intra uterine. Ketuban pecah prematur termasuk dalam kehamilan
beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPP akan membawa akibat
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPP tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi
(USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering
pada KPP dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh
karena itu, pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan
waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih
biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada
janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya periode laten.
Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah
langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia
kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan
tempat perawatan, fasilitas denagn kemampuan monitoring, kondisi atau status
imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga.
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPP
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi
dan komplikasi lain dari KPP. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari
persalinan disebut periode latent = L.P = “Lag” period / makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P nya. Pada hakikatnya kulit ketuban yang pecah akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80% kehamilan genap bulan
akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam
setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah Caesar. Pemberian antibiotik profilaksis
13
dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap
janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamnitis lebih penting daripada
pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis
KPP ditegakkan dengan pertimbangan: tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam
kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari
6 jam. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu
dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPP dapat
diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang
fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin
panjang (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memperhatikan bishop score,
jika >5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya bila <5 dilakukan pematangan servik, jika
tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio caesaria. Menurut Mansjoer (2002),
terapi ketuban pecah dini antara lain
1. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa
komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.
2. Jika janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin didorong ke atas
dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin.
3. Jika ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah lebih dari 6
jam, diberikan antibiotik.
4. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah
baring dan berikan sedatif, antibiotik selama 5 hari, glukokortikosteroid, dan
tokolitik, namun bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan.
5. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 2x24 jam, jika
terjadi infeksi maka akhiri kehamilan.
6. Dilakukan akselerasi jika ada inersia uteri. Jika tidak ada his, dilakukan induksi
persalinan jika ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5,
sectio caesarea jika bishop score kurang dari 5.
Terapi ketuban pecah dini antara lain:
Penanganan Konservatif
1. Rawat rumah sakit.
2. Beri antibiotik (amphicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tak tahan amphicilin
dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari).
3. Jika umur kehamilan < 32- 34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
4. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negative, beri deksamethason, obervasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksamethason dan induksi sesudah 24 jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan
induksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intrauterine).
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesetin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betamethason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksamethason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Penanganan Aktif
1. Kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria. Dapat
pula diberikan misoprostol 50 μg intravagial tiap 6 jam maksimal 4 kali.
2. Bila didapatkan tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan
diakhiri
Skor pelvic < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika
induksi gagal lanjut dengan seksio sesaria
Bila pelvic skor > 5 induksi persalinan dan partus pervaginum
3. Pada keadaan DKP (disposisi kepala panggul), letak lintang terminasi kehamilan
dengan sectio caesarea.
4. Jika ada tanda-tanda infeksi, maka diberikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi
persalinan.
5. Jika ada infeksi berat maka lakukan sectio caesarea
A. Pengertian
LETAK
SUNGSANG
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
C. Diagnosis
Diagnosis letak sungsang yaitu pada pemeriksaan luar kepala tidak teraba di
bagian bawah uterus melainkan teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin
teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa
kehamilannya terasa lain daripada yang terdahulu, karena terasa penuh di bagian atas
dan gerakan terasa lebih banyak di bagian bawah. Denyut jantung janin pada
umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.
Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat,
karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau banyaknya air
ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih
ada keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan
ultrasonografik.
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai
dengan adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka
harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan
ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari
kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong
janin mengalami edema, sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong
dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan antara bokong dengan
muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot,
sedangkan jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan
alveola tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat
diraba di samping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna,
hanya teraba satu kaki di samping bokong.
D. Etiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan didalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsang, ataupun letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua
tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa menempati
ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang
lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan
pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.
Faktor-faktor lain yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang
diantaranya adalah multiparitas,hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta
previa, dan panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang disebabkan karena
kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu
fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas
ruangan di daerah fundus.
Interpretasi
≤3 : persalinan per abdominam
4 : evaluasi kembali secara cermat, khusunya berat badan janin; bila nilai tetap,
dapat dilakukan pervaginam
>5 : dilahirkan per vaginam
1. Pervaginam
Persalinan letak sungsang dengan pervaginam mempunyai syarat yang harus
dipenuhi yaitu pembukaan benar-benar lengkap, kulit ketuban sudah pecah, his
adekuat dan tafsiran berat badan janin < 3600 gram. Terdapat situasi-situasi
tertentu yang membuat persalinan pervaginam tidak dapat dihindarkan yaitu ibu
memilih persalinan pervaginam, direncanakan bedah sesar tetapi terjadi proses
persalinan yang sedemikian cepat, persalinan terjadi di fasilitas yang tidak
memungkinkan dilakukan bedah sesar, presentasi bokong yang tidak terdiagnosis
hingga kala II dankelahiran janin kedua pada kehamilan kembar. Persalinan
pervaginam tidak dilakukan apabila didapatkan kontra indikasi persalinan
pervaginam bagi ibu dan janin, presentasi kaki, hiperekstensi kepala janin dan
berat bayi > 3600 gram, tidak adanya informed consent, dan tidak adanya petugas
yang berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan.
2. Persalinan spontan (spontaneous breech)
Yaitu janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri (cara bracht). Pada
persalinan spontan bracht ada 3 tahapan yaitu tahapan pertama yaitu fase lambat,
fase cepat, dan fase lambat. Fase lambat pertama yaitu mulai lahirnya bokong
sampai pusar (skapula depan), disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk
melahirkan yaitu bagian janin yang tidak berbahaya. Fase cepat yaitu mulai dari
lahirnya pusar sampai lahirnya mulut, disebut fase cepat karena pada fase ini
kepala janin mulai masuk pintu atas panggul sehingga memungkinkan tali pusat
terjepit sehingga fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat dilonggarkan,
bila mulut sudah lahir maka janin dapat bernapas lewat mulut. Fase lambat kedua
yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir, disebut fase lambat
karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia
luar yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara
perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya
ruptura tentorium serebelli).
Berikut ini prosedur melahirkan secara bracht :
(1) Ibu dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.
(2) Saat bokong membukavulva, dilakukan episiotomi. Segera setelah bokong
lahir, bokong dicengkeram secara bracht yaitu kedua ibu jari penolong sejajar
sumbu panjang paha sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
(3) Pada waktu tali pusat lahir dan tampak teregang, segera kendorkan tali pusat
tersebut.
(4) Penolong melakukan hiperlordosis pada beban janin dengan cara punggung
janin didekatkan ke perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa
melakukan tarikan.
(5) Dengan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir pusar, perut, bahu dan
lengan, dagu, mulut, dan akhirnya seluruh kepala.
Manual aid
Yaitu janin dilahirkan dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan
tenaga penolong. Pada persalinan dengan cara manual aid ada 3 tahapan yaitu:
tahap pertama lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan kekuatan
ibu sendiri, tahap kedua lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong
dengan cara klasik, mueller, lovset; tahap ketiga lahirnya kepala dengan memakai
cara mauriceau dan forceps piper.
Berikut ini cara melahirkan bahu dan lengan pada letak sungsang dengan cara
klasik :
(1) Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati
perut ibu.
(2) Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir
dengan jari telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa cubiti kemudian
lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap
muka janin.
(3) Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin
diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga
punggung janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan
dapat dilahirkan.
Berikut ini melahirkan bahu dan lengan pada letak sungsang dengan cara
Mueller:
(1) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan di bawah simfisis dan lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
(2) Setelah bahu dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang
secara femuro-pelvis ditarik ke atas sampai bahu belakang lahir.
21
(1) Badan janin dipegang secara femuro-pelvis dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan.
(2) Sambil melakukan traksi, badan janin diputar kembali ke arah yang
berlawanan setengah lingkaran demikian seterusnya bolak-balik sehingga
bahu belakang tampak di bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.
3. Perabdominam
Memperhatikan komplikasi persalinan letak sungsang melalui pervaginam, maka
sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang dilakukan dengan seksio
sesarea. Pada saat ini seksio sesarea menduduki tempat yang sangat penting dalam
menghadapi persalinan letak sungsang. Seksio sesarea direkomendasikan pada
presentasi kaki ganda dan panggul sempit. Seksio sesarea bisa dipertimbangkan
pada keadaan ibu yang primi tua, riwayat persalinan yang jelek, riwayat kematian
perinatal, curiga panggul sempit, ada indikasi janin untuk mengakhiri persalinan
(hipertensi, KPD >12 jam, fetal distress), kontraksi uterus tidak adekuat, ingin
steril, dan bekas SC. Sedangkan seksio sesarea bias dipertimbangkan pada bayi
yang prematuritas >26 minggu dalam fase aktif atau perlu dilahirkan, IUGR berat,
nilai social janin tinggi, hiperekstensi kepala, presentasi kaki, dan janin >3500
gram (janin besar).
B. Indikasi Ibu
Bekas SC
Lesi obstruktif pada saluran genital bawah
Abnormalitas pelvis
C. Indikasi Fetal
Gawat janin
Malpresentasi
Malformasi kongenital tertentu atau gangguan skeletal
Infeksi
D. Indikasi tersering
85% --> Letak sungsang, distosia, dan gawat janin
E. Jenis
SC Klasik
SC transperitoneal profunda (supra cerzticalis : lower segmen caesarean
section)
SC ekstraperitoneal
F. Komplikasi
Ruptur uteri
Histerektomi
Cedera operatif pada struktur panggul
Infeksi
Laserasi pada kandung kemih dan cedera uretra
Cunningham. F. G., Leveno. K. J., Bloom. S. L., Hauth. J. C., Gilstrap L., Wenstrom. K. D.,
2008, Williams Obstetrics. Philadelphia : Mc Graw Hill
Prawirohardjo.Sarwono, 2010 , Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo.Sarwono, 2005 , Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.